Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN HALUSINASI


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa

Disusun oleh :

Ayu Suwarna Putri


NIM : P27904116008

Tingkat III (Semester VI)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
JURUSAN KEPERAWATAN TANGRANG
PRODI D IV KEPERAWATAN
2018/2019
HALUSINASI

A. Definisi
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori atau suatu objek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh panca
indera. Halusinasi merupakan suatu gejala gangguan jiwa yang seseorang
mengalami perubahan sensori persepsi, serta merupakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan perabaan dan penciuman. Seseorang merasakan stimulus
yang sebetulnya tidak ada. (Yusuf,Rizki & Hanik, 2015)
Halusinasi dalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang yang lagi berbicara (Kusumawati & Hartono, 2010)
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien
mengalami perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi PALSU berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan dan penghindu. Pasien merupakan
setimulus yang sebenarnya tidak ada . pasien merasa ada suara padahal tidak
ada stimulus suara. Melihat bayangan orang atau suatu yang menentukan
padahal tidak ada bayangan tersebut. Membaui bau-bauan padahal tidak
sedang makan apapu. Merasakan sensasi rabaan padahal tidak ada apapun
dalam permukaan kulit. (Nurjanah, 2008)
Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau stimulus yang datang
disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi terhadap
stimulus tersebut (Nanda-1, 2012).

B. Rentang Respon

Gambar II.2 Rentang respon

Adaptif Maladaptif

1. Respon adaptif
a. Pikiran logis a. proses pikir terganggu a. Waham, Halusinasi

b. Persepsi akurat b. Ilusi b. Kerusakan proses

c. Emosi konsistensi c. Emosi berlebihan emosi

dengan Pengalaman d. Perilaku yang tidak c. Perilaku tidak

d. Perilaku cocok biasa terorganisasi

e. Hubungan social e. Menarik diri d. Isolasi sosial


humoris ,

1. Respon Adaptif

Respon adaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut (Yusuf, Rizki & Hanik,

2015) Meliputi :

a. Pikiran logis berupa pendapat atau pertimbangan yang dapat

di terima akal.

b. Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang

sesuatau peristiwa secara cermat dan tepat sesuai perhitungan.

c. Emosi konsisten dengan pengalaman berupa ke mantepan

perasaan jiwa yang timbul sesuai dengan peristiwa yang

pernah di alami.

d. Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang

berkaitan dengan individu tersebut di wujudkan dalam bentuk

gerak atau ucapan yang tidak bertentangan denagn moral.

e. Hubungan sosial dapat di ketahui melalui hubungan seseorang

dengan orang lain dalam pergaulan di tengah masyarakat.


2. Respon maladaptif

Respon maladaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut

(Yusuf, Rizki & Hanik, 2015) meliputi :

a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh di

pertahankan walaupun tidak di yakini oleh orang lain dan

bertentangan dengan kenyataan sosial.

b. Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi

yang salah terhadap rangsangan.

c. Tidak mampu mengontrol emosi berupa ketidak mampuan atau

menurunya kemampuan untuk mengalami kesenangan,

kebahagiaan, keakraban, dan kedekatan.

d. Ketiak teraturan perilaku berupa ketidak selarasan antara perilaku

dan gerakan yang di timbulkan.

e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang di alami oleh

individu karna orang lain menyatakan sikap yang negativ dan

mengancam.

C. Etiologi
a. Faktor predisposisi menurut Yosep (2011) :
1. Faktor perkembangan
Perkembangan klien yang terganggu misalnya kuranganya mengontrol emosi
dan keharmonisan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi
hilang percaya diri.
2. Faktor sosialkultural
Seseorang yang merasa tidak terima di lingkungan sejak bayi akan membekas
di ingatannya sampai dewasa dan ia akan merasa di singkirkan, kesepian dan
tidak percaya pada lingkunganya.
3. Faktor biokimia
Adanya stress yang berlebihan yang di alami oleh seseorang maka di dalam
tubuhnya akan di hasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia sehingga menjadi ketidak seimbangan asetil kolin dan dopamine.
4. Faktor psikologis
Tipe kepribadian yang lemah tidak bertanggung jawab akan mudah terjerumus
pada penyelah guna zat adaptif. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan
lari dari alam nyata menuju alam nyata.
5. Pola genetik dan pola asuh
Hasil studi menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini.

b. Faktor presipitasi
Penyebab halusinasi dapat di lihat dari lima dimensi menurut (Yosep,
2011).
1. Dimensi fisik
Halusinasi dapat di timbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, pengguanaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan waktu tidur dalam waktu
yang lama.
2. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat di
atasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat
berupa printah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi
menentang perintah tersebut sehingga dengan kondisi tersebut klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini merangsang bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
implus yang menekan, namum merupakan suatu hal yang menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengembil seluruh perhatian klien dan tidak
jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
4. Dimensi sosial
Klien mengaggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata itu
sangatlah membahayakan, klien asik dengan halusinasinya. Seolah-olah
dia merupakan tempat akan memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,
kontrol diri dan harga diri yang tidak di dapatkan dalam dunia nyata. Isi
halusinasi di jadikan system kontrol oleh individu tersebut, sehingga
jika sistem halusinasi berupa ancaman, dirinya maumpun orang lain.
Oleh karna itu, aspek penting dalam melakukan intervensi keperawatan
klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan
pengalam interpersonal yang memuaskan, serta menguasakan klien
tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungan
dan halusinasi tidak langsung.
5. Dimensi spiritual
Klien mulai dengan kemampuan hidup, rutinitas tidak bermakna,
hilangnya aktifitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menysucikan diri. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya
menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang
menyebabkan takdirnya memburuk.

D. Tanda dan Gejala


Menurut (Yosep, 2011) yaitu:
a. Halusinasi pendengaran
Data subyektif :
1) Mendengar sesuatu menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya
2) Mendengar suara atau bunyi
3) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
4) Mendengar seseorang yang sudah meninggal
5) Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain atau yang
membahayakan

Data obyektif :

1) Mengarahkan telinga pada sumber suara

2) Bicara atau tertawa sendiri


3) Marah marah tanpa sebab

4) Menutup telinga mulut komat kamit

5) Ada gerakan tangan

b. Halusinasi penglihatan

Data subyektif :

1) Melihat orang yang sudah meninggal

2) Melihat makhluk tertentu

3) Melihat bayangan

4) Melihat sesuatu yang menakutkan

5) Melihat cahaya yang sanat terang

Data obyektif :

1) Tatapan mata pada tempat tertentu

2) Menunjuk kea rah tertentu

3) Ketakutan pda objek yang dilihat

c. Halusinasi penghidu

Data subyektif :

1) Mencium sesuatu seperti bau mayat, darah, bayi, fase, bau masakan, dan

parfum yan menyengat

2) Klien mengatakan sering mencium bau sesuatu


Data obyektif :

1) Ekspresi wajah seperti sedang mencium


2) Adanya gerakan cuping hidung
3) Mengarahkan hidung pada tempat tertentu
d. Halusinasi peraba
Data subyektif :
1) Klien mengatakan seperti ada sesuatu di tubuhnya
2) Merasakan ada sesuatu di tubuhnya
3) Merasakan ada sesuatu di bawah kulit
4) Merasakan sangat panas, atau dingin
5) Merasakan tersengat aliran litrik
Data obyektif :
1) Mengusap dan menggaruk kulit
2) Meraba permukaan kulit
3) Menggerak gerakan badanya
4) Memegangi terus area tertentu
e. Halusinasi pengecap

Data subyektif :

1) Merasakan seperti sedang makan sesuatu


2) Merasakan ada yang dikunyah di
mulutnya
Data obyektif :

1) Seperti mengecap sesuatu


2) Mulutnya seperti mengunyah
3) Meludah atau muntah
f. Halusinasi Chenesthetic dan kinestetik

Data subyektif :

1) Klien mengatakan tubuh nya tidak ada fungsinya


2) Merasakan tidak ada denyut jantung
3) Perasaan tubuhnya melayang layang
Data obyektif :
1) Klien menatap dan melihati tubuhnya sendiri
2) Klien memegangi tubuhnya sendiri
E. Klasifikasi Halusinasi
Stuart dan Laraia (2005) membagi halusinasi menjadi 7 jenis
halusinasi yang meliputi : halusinasi pendengaran (auditory), halusinasi
penglihatan (visual), halusinasi hidu (olfactory), halusinasi pengecapan
(gustatory), halusinasi peraba (tactile), halusinasi Cenesthetic, halusinasi
kinesthetic.
Halusinasi yang paling banyak diderita adalah halusinasi
pendengaran yang mencapai lebih kurang 70%, sedangkan halusinasi
penglihatan menduduki peringkat kedua dengan rata – rata 20%. Sementara
jenis halusinasi yang lain yaitu halusinasi pengecapan, penghidu, perabaan,
kinesthetic, dan cenesthetic hanya meliputi 10%. Tabel di bawah ini
menjelaskan karakteristik tiap halusinasi.
Tabel Karakteristik Halusinasi (Stuart dan Laraia, 2005)
Jenis Halusinasi Karakteristik
Halusinasi Pendengaran Mendengar suara – suara atau kebisingan, terutama
(Auditory) suara – suara orang. Suara berbentuk kebisingan
yang kurang keras sampai kata – kata yang jelas
berbicara tentang pasien, bahkan sampai percakapan
lengkap antara dua orang atau lebih. Pikiran yang
didengar klien dimana pasien disuruh untuk
melakukan sesuatu yang kadang – kadang
membahayankan.
Halusinasi Penglihatan Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya,
(Visual) gambaran geometris, gambar kartun, bayangan yang
rumit dan kompleks. Bayangan bisa menyenangkan
atau menakutkan.
Halusinasi Penciuman Ditandai bau – bauan tertentu seperti bau darah, urine
(Olfactory) atau feses, umumnya bau – bauan yang tidak
menyenangkan. Halusinasi penciuman sering akibat
stroke, tumor, kejang dan dementia.
Halusinasi Pengecapan Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan
(Gustatory) halusinasi penciuman. Penderita merasa mengecap
sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan, merasa
mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
Halusinasi Peraba (Tactile) Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa
stimulus yang jelas. Contoh : merasakan sensasi
listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
Halusinasi Cenesthetic Merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir
melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urine.
Halusinasi Kinesthetic Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa
bergerak. Penderita merasa badannya bergerak-gerak
dalam suatu ruang atau anggota badannya bergerak-
gerak.

F. Fase – fase Halusinasi


Halusinasi yang dialami klien bisa berbeda intensitas dan
keparahannya. Stuart dan Laraia (2005) membagi fase halusinasi dalam 4
fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien
mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasinya, klien semakin
berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya. Fase –
fase lengkap tercantum dalam tabel di bawah ini.
Tabel – Tabel Fase Halusinasi (Stuart dan Laraia, 2005)
Fase Halusinasi Karakteristik Perilaku Klien
Fase I Comforting Pasien mengalami perasaan 1. Menyeringai / tertawa
Ansietas Sedang yang mendalam seperti yang tidak sesuai
Halusinasi menyenangkan ansietas, kesepian, rasa 2. Menggerakkan bibirnya
bersalah, takut sehingga tanpa menimbulkan
mencoba untuk berfokus pada suara
pikiran yang menyenangkan 3. Pergerakan mata yang
untuk meredakan ansietas. cepat
Individu mengetahui bahwa 4. Respon verbal yang
pikiran dan pengalaman lambat jika sedang asyik
sensori berada dalam kendali dengan halusinasinya
kesadaran jika ansietas dapat 5. Dian dan asyik sendiri
ditangani.
Non-Psikotik
Fase II Condemming 1. Pengalaman sensori yang 1. Peningkatan kerja
dialami pasien bersifat susunan saraf otonom
Ansietas berat
menjijikkan dan yang menunjukkan
menakutkan timbulnya ansietas
Halusinasi menjadi
2. Pasien mulai lepas kendali seperti, peningkatan
menjijikan
dan mungkin mencoba nadi, TD dan pernafasan
untuk mengambil jarak 2. Kemampuan kosentrasi
dirinya dengan sumber menyempit
yang dipersepsikan 3. Dipenuhi dengan
3. Pasien merasa malu pengalaman sensori dan
karena pengalaman mungkin kehilangan
sensorinya dan menarik kemampuan untuk
diri dari orang lain . membedakan antara
4. Mulai merasa kehilangan halusinasi dan realita
kontrol 4. Menyalahkan
5. Tingkat kecemasan berat, 5. Menarik diri dari orang
secara umum halusinasi lain
menyebabkan perasaan 6. Konsentrasi terhadap
antipati pengalaman sensori
Psikotik Ringan kerja
Fase III Controlling 1. Pasien yang berhalusinasi 1. Lebih cenderung
Ansietas berat pada tahap ini menyerah mengikuti petunjuk yang
Pengalaman sensori untuk melawan diberikan oleh
menjadi berkuasa. pengalaman halusinasi halusinasinya dari pada
dan membiarkan menolak.
halusinasi menguasai 2. Kesulitan berhubungan
dirinya. dengan orang lain.
2. Isi halusinasi menjadi 3. Rentang perhatian hanya
atraktif (menarik) beberapa menit atau
3. Pasien mungkin detik
mengalami kesepian jika 4. Adanya tanda – tanda
sensori halusinasi berhenti ansietas berat seperti :
berkeringat, tremor, dan
tidak mampu mengikuti
petunjuk.
5. Tidak mampu mengikuti
Psikotik perintah yang nyata
Fase IV Conquering 1. Pengalaman sensori 1. Perilaku error akibat
Panik menjadi mengancam jika panik.
Umumnya menjadi melebur pasien mengikuti perintah 2. Potensial tinggi untuk
halusinasinya bunuh diri atau
2. Halusinasi berakhir dari membunuh.
beberapa jam atau hari 3. Aktifitas fisik
jika tidak ada intervensi merefleksikan isi
therapeutic halusinasi seperti
perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri,
atau katatonik.
4. Tidak mampu berespons
terhadap perintah yang
kompleks.
5. Tidak mampu berespons
terhadap lebih dari satu
Psikotik Berat orang.
G. Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan (Pada diri sendiri,


orang lain, lingkungan dan verbal)

Effect

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Core Problem

Isolasi Sosial

Causa

H. Pengkajian
1. Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat,
tanggal pengkajian, nomor rekam medis
2. Faktor predisposisi merupakan faktor pendukung yang meliputi faktor
biologis, faktor psikologis, faktor genetik
3. Faktor presipitasi merupakan faktor pencetus yang meliputi sikap,
persepsi, rasa tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal,
kehilangan harga diri, perilaku agresif, kekerasan, ketidakadekuatan
pengobatan, dan penanganan gejala stres
4. Status mental yang terdiri dari penampilan pembicaraab, aktivitas
motorik, alam perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara,
persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat
konsentrasi dan berhitungnya, dan kemampuan penilaian
5. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan sosial dan
spiritual
6. Mekanisme koping : koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun
maladaptif
7. Aspek medik yang terdiri dari diagnosa medik dan terapi medik
8. Pada proses pengkajian data yang perlu dikaji adalah :
a. Jenis halusinasi
b. Isi halusinasi
c. Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya
halusinasi
d. Respon terhadap halusinasi

G. Perencanaan
Tujuan
Pasien mampu :
1. Mengenali halusinasi yang didominasinya
2. Mengontrol halusinasinya
3. Mengikuti program pengobatan secara optimal
Kriteria Evaluasi Intervensi
Setelah pertemuan 1. Mengidentifikasi jenis halusinasi klien
pasien mampu
menyebutkan: 2. Mengidentifikasi isi halusinasi klien

- Isi, waktu, 3. Mengidentifikasi waktu halusinasi


frekuensi, situasi, klien
pencetus, 4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
respon/perasaan klien
- Mampu 5. Mengidentifikasi situasi yang
memperagakan menimbulkan halusinasi
cara mengontrol
halusinasi 6. Mengidentifikasi respon klien
terhadap halusinasi
7. Menjelaskan cara mengontrol
halusinasi
8. Melatih menghardik
9. Menganjurkan klien memasukkan cara
menghardik kedalam jadwal kegiatan

Setelah pertemuan 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan sehari-


pasien mampu : hari
- menyebutkan 2. Menjelaskan dan melatih bercakap
kegiatan yang sudah cakap saat terjadi halusinasi
dilakukan
3. Menganjurkna klien memasukkan
- memperagakan kegiatan bercakap-cakap ke dalam jadwal
cara bercakap cakap kegiatan
dengan orang lain
Setelah pertemuan 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan sehari-
pasien mampu : hari
- Menyebutkan 2. Melatih cara mengontrol halusinasi
kegiatan yang sudah dengan melakukan kegiatan harian (mulai
dilakukan dengan 2 kegiatan)
- Membuat jadwal 3. Menganjurkan klien memasukkan
kegiatan sehari-hari kegiatan untuk mengendalikan halusinasi
dan mampu ke dalam jadwal kegiatan harian klien
memperagakan
Setelah pertemuan 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien mampu : klien
- menyebutkan 2. Menjelaskan dan melatih klien minum
kegiatan yang sudah obat dengan prinsip 6 benar
dilakukan
3. Menjelaskan manfaat dan kerugian
- mengerti manfaat minum obat dan kerugian tidak minum
dari program obat
pengobatan
4. Menganjurkan klien memasukkan
waktu minum obat ke dalam jadwal
kegiatan harian klien
DAFTAR PUSTAKA
Direja, Ade Herman S. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuhu
Medika
Akemat dan Keliat, Budi Anna. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional
Jiwa. Jakarta : EGC
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Ah. Yusuf, Rizky Fitryani PK, Hanik Endang Nihayati. 2015. Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa, Salemba Medika : Jakarta.

Muhith, Abdul. 2015, Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi. CV


Andi Offset : Yogyakarta.

Wijayaningsih, Kartika Sari. 2015. Panduan Lengkap Praktik Klinik


Keperawatan Jiwa. CV Trans Indo Media : Jakarta .

Anda mungkin juga menyukai