Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Tanatologi adalah Ilmu yang mempelajari tentang kematian dan perubahan-perubahan


yang terjadi setelah kematian, dan juga faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan-
perubahan tersebut. 1,2
Pada Tanatologi dipelajari perubahan – perubahan pada manusia setelah meninggal
dunia. Ada perubahan yang akan terjadi yang perlu diperiksa dan diperhatikan dalam
menentukan suatu kematian. Perubahan yang diperiksa dapat membantu menentukan apakah
seseorang telah mati, berapa lama telah mati, posisi korban saat mati dan sering bisa
menentukan cara dan penyebab kematian.1
Kematian manusia dapat dibedakan atas 2 bentuk yaitu : Kematian somatik/mati
klinis dan Kematian celluler/molekuler. 1,2,3,4,5,6,7
Dalam peristiwa kematian somatik, akan lebih dahulu dialami (dinilai dengan
terhentinya secara permanen tiga pilar atau tonggak kehidupan), dari pada kematian seluler
saat mana proses kematian itu terjadi. Oleh karena saat kematian somatik/ individu/klinis
terjadi, sesungguhnya tubuh masih melakukan aktivitasnya secara molekuler, dengan
persediaan oksigen yang terbatas di dalam setiap sel-sel maupun jaringan-jaringan tubuh. Dan
bila oksigen tersebut benar-benar habis, barulah metabolisme sel akan berhenti secara
bertahap, sesuai dari kondisi masing-masing sel dan jaringan tubuh atas kemampuannya
untuk bertahan beberapa saat, dengan ketiadaan oksigen.1,2
Ditinjau dari aspek medicolegal, segala hal tentang kematian adalah perlu dipahami
oleh setiap Ahli Kedokteran Forensik, untuk petunjuk dalam : Memastikan adanya kematian,
Menentukan posisi korban saat mati, Memperkirakan lamanya kematian, Mengarahkan
penyebab/ cara kematian dan membantu dalam identifikasi.1,2
Kepentingan mempelajari tanatologi adalah untuk menentukan apakah seseorang
benar –benar sudah meningal atau belum, menetapkan waktu kematian, sebab kematian, cara
kematian, dan mengangkat atau mengambil organ untuk kepentingan donor atau transplantasi
dan untuk membedakan perubahan-perubahan yang terjadi post mortal dengan kelainan-
kelainan yang terjadi pada waktu korban masih hidup.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Tanatologi berasal dari kata thanatos (segala hal yang berhubungan dengan
kematian) dan logos (ilmu). Jadi Tanatologi adalah : Bagian dari Ilmu Kedokteran
Forensik, yang mempelajari tentang kematian dan perubahan-perubahan yang terjadi
setelah kematian, serta faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan-perubahan
tersebut. 1,2
Dalam Tanatologi terdapat beberapa istilah tentang kematian yaitu : Kematian
somatis (mati klinis) dan kematian seluler (mati mollekuler)

1. Kematian somatis (mati klinis) :


Kematian yang terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang
kehidupan, yaitu sistem sirkulasi, respirasi dan innervasi. Secara klinis tidak
ditemukan lagi refleks-refleks tubuh, nadi tidak teraba (palpasi), denyut jantung tidak
terdengar (auskultasi), tidak ada gerak pernapasan (inspeksi), dan suara nafas tidak
terdengar juga (auskultasi), sel-sel tubuh masih hidup, otot-otot masih dapat
dirangsang dan masih memberikan reaksi terhadap rangsangan listrik, peristaltik usus
kadang-kadang masih terdengar, dilatasi pupil masih terjadi pada pemberian
midriatikum seperti atropin dan miosis pupil pada pemberian midriatikum seperti
fisostigmin.1,2
2. Kematian seluler (mati molekuler) :
Kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah
kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda
dalam merespon ketiadaan oksigen, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap
organ atau jaringan tidak bersamaan.2,3
Sel-sel otak paling cepat mati karena kekurangan O 2. Dalam waktu 4-5 menit
jaringan otak tidak mendapat O2 ia akan mati dan tidak dapat diperbaiki lagi
(irreversibe), otot masih dapat dirangsang dengan listrik di bawah 3 jam, sementara
kornea masih dapat ditransplantasikan dibawah 6 jam kematian.1

Perlu diketahui ada beberapa jenis kematian lainnya, seperti :

2
1. Mati suri (suspended animation, apparent death)
Terhentinya ketiga sistem kehidupan di atas, yang ditentukan dengan alat kedokteran
sederhana. Tetapi dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan
bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi pada batas basal metabolik. Mati suri
sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, koma karena morfin dan
barbiturat, tersengat aliran listrik dan tenggelam.2

2. Mati serebral
Kematian yang ditandai dengan tidak berfungsinya otak dan susunan saraf pusat.
Kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible, kecuali batang otak dan serebelum,
sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskular masih
berfungsi dengan bantuan alat.2

3. Mati otak (mati batang otak)


Bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversible,
termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati batang
otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan
hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.2

Agar dapat menentukan dengan pasti bahwa korban telah mati, perlu diketahui perihal
tanda-tanda kehidupan dan tentunya perihal tanda-tanda kematian serta perubahan lanjut yang
terjadi pasca kematian.2
Tanda-tanda kematian yang penting adalah :
1. Kerja jantung dan peredaran darah berhenti
2. Pernapasan berhenti
3. Refleks cahaya dan refleks kornea mata hilang
4. Kulit pucat
5. Relaksasi otot tubuh
6. Terhentinya aktifitas otak serta perubahan-perubahan yang timbul beberapa waktu
kemudian setelah mati (post mortem), yang dapat menjelaskan kemungkinan
diagnosis kematian dengan lebih pasti.2

Dalam kepustakaan ilmu kedokteran forensik dikenal suatu metode untuk menentukan
suatu kematian saat kematian dalam kasus kejahatan yang disebut metode tri klasik atau The
Clasic Triad yang meliputi tiga metode sebagai berikut2 :
1. Livor Mortis (Lebam Mayat)
2. Rigor Mortis (Kaku Mayat)
3. Algor Mortis (Suhu Mayat)

3
II. TANDA-TANDA KEMATIAN
Para ahli ilmu kedoteran forensik menyimpulkan bahwa ahli forensik hanya mampu
memberikan estimating the time of death, yaitu suatu perkiraan mengenai saat kematian.
Sedangkan mengenai the exact moment of death, yaitu suatu penentuan saat kematian yang
pasti tidaklah dapat ditentukan. Dengan kata lain bahwa aplikasi ilmu kedokteran forensik
dalam menentukan saat kematian seseorang dalam suatu kasus kejahatan hanya dapat
menghasilkan suatu estimasi bukan suatu determinasi.2
Jenis-jenis tanda kematian :
1. Tanda kematian yang tidak pasti.
a. Terhentinya pernafasan, selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi).
b. Terhentinya sirkulasi, selama 15 menit nadi karotis tidak teraba (palpasi).
c. Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin
terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan.
d. Tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan
kulit menimbul sehingga kadang-kadang membuat orang menjadi tampak lebih
muda. Tanda-tanda kematian tidak pasti ini muncul atau dapat dinilai pada kematian
somatik/induvidu/klinis.
e. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian.
Segmen-segmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap.
f. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih
dapat dihilangkan dengan meneteskan air.3

2. Tanda kematian yang pasti.


Sedangkan tanda-tanda kematian yang pasti, terjadi pada tingkat kematian mollekuler,
dimana jarak antara kematian somatik dan mati mollekuler tidak serentak pada semua sel
atau jaringan tubuh, bergantung dari kemampuan sel atau jaringan dalam bertahan hidup
dengan keterbatasan dan ketiadaan oksigen. Dan hal ini menimbulkan perubahan-perubahan
bentuk yang nyata pada tubuh seseorang setelah kematian (post mortem). Berdasarkan teori
tersebut, maka tanda-tanda kematian yang pasti dapat dinyatakan, jika ditemukannya
perubahan-perubahan pada tubuh mayat sebagai berikut :
1. Perubahan temperatur tubuh
2. Lebam mayat
3. Kaku mayat
4. Proses pembusukan
5. Adiposere
6. Mumifikasi2

III. PEMERIKSAAN SEDERHANA

4
Ada beberapa pemeriksaan (subsidairy test) yang dapat dilakukan untuk memastikan
kematian pada seseorang, disamping pemeriksaan fisik pada umumnya. Pemeriksaan
sederhana ini untuk menilai 3 sistem penunjang kehidupan, yaitu :
1. Terhentinya sirkulasi darah.
Untuk menyatakannya harus diperiksa dengan inspeksi,palpasi,auskultasi yangteliti
terus menerus selama 5 menit. Dengan berhentinya jantung yang berdenyut, maka aliran
darah dalam arteri jugaberhenti. Denyut nadi tidak dapat lagi diraba dan pada auskultasi
juga tidak dapat didengar bunyi jantung.
Beberapa pemeriksaan subsidairyyang dapat memastikan berhentinya sistem
sirkulasi adalah sebagai berikut :
 Test Magnus
Karena jantung berhenti maka sirkulasi juga berhenti. Caranya dengan
mengikat/menutup ujung jari korban dengan karet, lalu dilepaskan, maka tidak
tampak adanya perubahan warna dari pucat menjadi merah dan juga menjadi bengkak
dan sianose pada orang hidup.

 Test Diaphanous (Transilumination)


Pada orang yang masih hidup,warna dari jaringan diantara pangkal jari tangan akan
berwarna merah. Hal ini akan tampak lebih jelas jika dilihat sambil menyorot tangan
dengan lampu senter. Setelah meninggal,warnanya akan menjadi kuning pucat.

 Test Spointing
Dengan memotong arteri, maka darah masih memancar aktif pada orang hidup,
sementara pada orang mati mengalir pasif.
 Test nail ( Tes ujung jari)
Dengan menekan ujung kuku, bila dilakukan pada orang yang masih hidup, kuku
yang ditekan akan berwarna pucat dan kembali ke warna semula, setelah tekanan
dilepaskan. Tetapi warna pucat tidak berubah pada orang yang sudah mati.1,2

2. Berhentinya Pernafasan
Dengan inspeksi dan palpasi tidak terlihat dan teraba adanya gerakan pernapasan,
dengan stetoskop selama 5 menit tidak terdengar suara pernafasan. Biasanya untuk
memastikan berhentinya fungsi pernafasan cukup hanya dengan auskultasi pada bagian
dada. Tetapi selain itu ada juga pemeriksaan subsidairy yang dapat dilakukan antara lain :
 Test Winslow
5
Secangkir cairan air raksa atau air diletakkan di atas bagian dada atau abdomen. Pada
orang yang masih hidup maka gerakan respirasi akan menunjukkan gelombang pada
cairan, yang bisa diamati dari pantulan cahaya pada cairan tersebut.

 Test Mirror (tes Cermin)


Cermin yang bersih ditempatkan pada rongga hidung seseorang. Jika orang tersebut
masih hidup maka akan tampak berkas penguapan berupa kabut pada cermin tersebut.

 Test feather (tes bulu)


Dengan meletakkan sehelai bulu unggas di bawah lubang hidung, yang akan berespon
bila masih ada hembusan nafas.2

3. Berhentinya Innervasi
Fungsi motorik dan sensorik berhenti, dapat dilihat dengan hilangnya semua refleks
pada tubuh tersebut. Subsidairy test yang dilakukan, dengan menguji reflek motorik dan
sensorik itu sendiri. Misalnya : refleks kornea, refleks cahaya, refleks menelan atau batuk
ketika tuba endo trakeal di dorong ke dalam, refleks vestibuloookularis rangsangan air es
yang dimasukkan ke dalam telinga.2

IV. PERUBAHAN PASCA KEMATIAN


Perubahan-perubahan tubuh yang terjadi setelah mati (post mortem), dapat dibagi
menjadi perubahan dini/segera dan perubahan lanjut. Dalam perubahan dini, dapat
diklasifikasikan atas :
A. Perubahan Segera Pasca Kematian
1. Perubahan temperatur tubuh (algor mortis).
Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda
ke benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi, dan konveksi.
Grafik penurunan suhu tubuh ini hampir berbentuk kurva sigmoid atau seperti
huruf S. Penurunan suhu tubuh akan lebih cepat pada suhu keliling yang rendah,
lingkungan berangin dengan kelembaban rendah, tubuh yang kurus, posisi terlentang,
tidak berpakaian atau berpakaian tipis, dan pada umumnya orang tua serta anak
kecil.3,4

6
Ada beberapa teori dalam menentukan lamanya kematian berdasarkan
penurunan temperatur tubuh mayat, yaitu :

Bahwa dalam keadaan biasa tubuh yang tertutup pakaian mengalami penurunan
temperatur 2,50F atau 1,50C (Modi’s teks book) setiap jam, pada enam jam
pertama dan 1,6-20F atau 0,9-1,20C (Modi’s teks book) pada enam jam berikutnya,
sehingga dalam 12 jam suhu tubuh akan sama dengan suhu sekitarnya. Sympson
keith (Inggris).1,2

Jasing P Modi (India) menyatakan hubungan penurunan suhu tubuh dengan lama
kematian adalah sebagai berikut :

Dua jam pertama suhu tubuh turun setengah dari perbedaan antara suhu tubuh
dan suhu sekitarnya.

Dua jam berikutnya, penurunan suhu tubuh setengah dari nilai pertama (dua
jam pertama).

Dua jam selanjutnya, penurunan suhu tubuh setengah dari nilai terakhir (dua
jam ke dua), atau 1/8 dari perbedaan suhu initial tadi.1,2

Dengan membuat tabel nomogram Henssege, lamanya waktu kematian tubuh
mayat di lingkungan subtropis (< 230C) berbeda dengan di lingkungan tropis (>
230C). Henssege (1995).1

Penurunan suhu tubuh mayat dalam keadaan telanjang dengan suhu lingkungan
15,50C yaitu 0,550C tiap jam pada 3 jam pertama. Dan 1,1 0C pada 6 jam
berikutnya serta 0,80C tiap jam periode selanjutnya. Marshall dan Hoare
(1962).2,3

Biasanya dalam 12 jam suhu tubuh mayat akan sama dengan suhu lingkungan.1,2
Penentuan lama kematian dapat ditentukan melalui rumus :1,2
Lama kematian (jam) = suhu tubuh (370C) – suhu rektal (saat diperiksa) + 3

Contoh kasus :
7
Seorang wanita muda didapatkan tewas dengan kedua tangan terpotong,kedua bola
mata dan muka hancur,serta tubuh bagian atas dubenamkan dalam lumpur.wanita ini
hampir telanjang,hanya mengenakan sehelai kutang dan celana dalam,kasus ini
merupakan kasus pembunuhan.diketahui pengukuran suhu rektal mayat menggunakan
termometer Hg menunjukkan suhu 14°C.menurut perhitungan saudara sudah berapa
lama sesosok mayat tersebut meninggal?
Jawab :
Diketahui suhu rektal 14°C
Lama kematian (jam) = suhu tubuh (370C) – suhu rektal (saat diperiksa) + 3

= 370C - 14°C +3 = 26 jam


Jadi, lama kematian mayat tersebut sudah 26 jam.

Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam penentuan lama kematian,
antara lain :
a. Suhu sekitar
b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Gizi
e. Penutup tubuh
f. Ruangan
g. Penyakit 2

Penurunan suhu tubuh mayat, juga dipengaruhi media lingkungan.


media air : udara : tanah adalah 4 : 2 : 1

Artinya : Di media air (tenggelam) penurunan suhu tubuh mayat lebih cepat 4 kali
dibanding di dalam tanah (kubur).2
Aspek medicolegalnya :
1. Menetukan kematian yang pasti.
2. Memperkirakan lamanya kematian.
3. Memperkirakan keadaan lingkungan/lokasi korban saat kematian
4. Mengarahkan penyebab kematian.2

2. Lebam mayat (Livor mortis,post mortem lividity,post mortem sugillation,post mortem


hypostasis, post mortem staining, vibices)
Lebam mayat adalah suatu keadaan dimana tubuh mayat mengalami perubahan
warna akibat terkumpulnya darah dalam pembuluh-pembuluh darah kecil kapiler dan
venule pada jaringan kulit dan subkutan yang disebabkan karena daya gravitasi yang
tampak berupa bercak. Keadaan ini memberi gambaran berupa warna ungu
kemerahan (reddisk blue).2

8
Setelah seseorang yang meninggal, mayatnya menjadi suatu benda mati
sehingga darah akan berkumpul sesuai dengan (hukum gravitasi) di daerah yang
letaknya paling rendah dari tubuh. Aliran darah akan terus mengalir pada daerah
tersebut, sehingga pembuluh-pembuluh kapiler akan mengalami penekanan oleh
aliran darah tersebut, dan menyebabkan sel-sel darah ke luar dari kapiler menuju sel-
sel serta jaringan sekitar dan memberi kesan warna ungu kemerahan. Kemudian
dalam waktu sekitar 6 jam, lebam mayat ini semakin meluas dan menetap (setelah
darah masuk ke jaringan), yang pada akhirnya akan membuat warna kulit menjadi
gelap (livid).2
Kadang-kadang cabang dari pembuluh darah kecil, arterio, dan venule pecah
sehingga terlihat bintik-bintik perdarahan yang disebut tardieu spots.2,5
Perbedaan lebam mayat dengan kongesti2
Sifat Lebam Mayat Kongesti
1. Warna merah Tidak beraturan dan terdapat Sama merahnya di
pada bagian tubuh yang letaknya seluruh organ tubuh
rendah
2. Membran mukosa Pucat Normal
3. Eksudat Tidak terdapat eksudat Bisa tampak eksudat
peradangan
4. Organ dalam Lambung dan usus halus jika Warnanya sama
diregang, akan tampak daerah
yang berwarna tidak sama
5. Sifatnya Normal Patologis
Perbedaan antara lebam mayat dengan memar2

Sifat Lebam mayat Memar


1. Letak Epidermal, karena pelebaran Subepidermal, karena ruptur
pembuluh darah yang tampak pembuluh darah yang letaknya

9
sampai ke permukaan kulit bisa superfisial atau lebih dalam
2. Kultikula Kulit ari tidak rusak Kulit ari rusak
(Kulit ari)
3. Lokasi Terdapat pada daerah yang luas, Bisa tampak di mana saja dari
terutama luka pada bagian bagian tubuh dan tidak meluas
tubuh yang letaknya rendah.
4. Gambaran Pada lebam mayat tidak ada Biasanya membengkak, karena
evalasi terangkat dari kulit resapan darah dan edema.
5. Pinggiran Jelas Tidak jelas
6. Warna Warnanya sama Warnanya bervariasi. Memar
yang baru berwarna lebih tegas
dari pada warna lebam mayat
disekitarnya.
7. Pada Pada pemotongan, darah Menunjukkan resapan darah ke
pemotongan
tampak di dalam pembuluh jaringan sekitar, susah
darah, dan mudah dibersihkan. dibersihkan jaringan sekitar,
Jaringan subkutan tampak pucat jika hanya dengan air mengalir.
Jaringan subkutan berwarna
merah kehitaman
8.Dampak Akan hilang walaupun hanya Warnanya berubah sedikit saja
setelah diberi penekanan yang ringan jika diberi penekanan
penekanan

Aspek mediko-legal :
1. Merupakan tanda pasti dari kematian.
2. Dapat memperkirakan lamanya kematian tersebut. Bila kematian di jumpai
dengan lebam mayat yang warnanya masih dapat menghilang karena penekanan,
maka kematian tersebut masih di bawah 6 jam.
3. Bisa membantu dalam menentukan posisi dari mayat saat kematian. Jika mayat
terletak pada posisi punggung di bawah, maka lebam mayat pertama sekali terlihat
pada bagian leher dan bahu, baru kemudian menyebar ke punggung. Pada mayat
dengan posisi tergantung, lebam mayat tampak pada bagian tungkai dan lengan.
4. Dapat memperkirakan penyebab kematian. Pada beberapa kasus, warna dari
lebam mayat ini bisa lain dari pada umumnya, misalnya :
a. Kematian karena keracunan karbon monoksida, lebam mayat berwarna merah
cerah (bright red).
b. Pada keracunan asam hidrosianida, lebam mayat berwarna merah terang atau
merah jambu (cherry red).

10
c. Pada keracunan potasium klorat, lebam mayat berwarna coklat (light brown).
d. Pada keracunan fosfor, lebam mayat berwarna kebiruan lebih gelap.2

3. Kaku mayat (Rigor mortis, post mortem rigidity)


Kaku mayat adalah suatu keadaan dimana tubuh mayat mengalami perubahan,
berupa kekakuan oleh karena proses biokimiawi.5 Kaku mayat dimulai sekitar 1-2
jam, setelah kematian (berhentinya 3 sistem dalam tubuh). Dan setelah 12 jam kaku
mayat menjadi lengkap di seluruh tubuh, dan pada 12 jam berikutnya akan berangsur
menghilang (setelah 24-36 jam).2

Proses kaku mayat dibagi dalam 3 tahap :


(i) Periode relaksasi primer (flaksiditas primer)
(ii) Kaku mayat (rigor mortis)
(iii) Periode relaksasi sekunder2

 Relaksasi primer (flaksiditas primer)


Hal ini terjadi segera setelah kematian dan berlangsung selama 2-3 jam. Seluruh
otot tubuh mengalami relaksasi, dan bisa digerakkan ke segala arah. Iritabilitas
otot masih ada tetapi tonus otot menghilang. Pada kasus di mana mayat letaknya
berbaring rahang bawah akan jatuh dan kelopak mata juga akan turun dan lemas.2
 Kaku mayat (rigor mortis)
Kaku mayat akan terjadi setelah sekitar 2-3 jam, setelah kematian atau setelah fase
relaksasi primer. Keadaan ini berlangsung setelah terjadinya kematian tingkat sel,
dimana aktivitas listrik otot tidak ada lagi.2
Mekanisme terjadinya kaku mayat :
Berkaitan dengan adanya filament / serabut actin dan myosin yang mempunyai
sifat menyimpan glikogen, untuk menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk
mengubah ADP (adenosinediphosphatase) menjadi ATP (adenosinetriphosphatase),
selama masih ada ATP serabut actin dan miosin tetap lentur dan masih dapat
berkontraksi dan relaksasi. Reaksi ini dapat terjadi bila, tubuh cukup oksigen. Bila
cadangan glikogen habis, maka energi tidak dapat terbentuk lagi, akan terjadi
penimbunan ADP (tidak dapat dirubah jadi ATP) dan penimbunan asam laktat,

11
akibatnya actin dan myosin menjadi masa seperti jelli yang kaku (stiffgel) dan
akhirnya muncul keadaan rigiditas. Reaksi biokimia terjadi serentak di seluruh otot
tubuh, yang mulai kaku otot kecil (mempunyai kandungan glikogen relatif sedikit).
Akibat kaku mayat ini seluruh tubuh menjadi kaku, otot memendek dan persendian
pada mayat akan terlihat dalam posisi sedikit fleksi. Keadaan ini berlangsung selama
24-48 jam pada musim dingin dan 18-36 jam pada musim panas. Disebabkan oleh
karena otot tetap dalam keadaan hidrasi oleh karena adanya ATP. Jika tidak ada
oksigen, maka ATP akan terurai dan akhirnya habis, sehingga menyebabkan
penumpukan asam laktat dan penggabungan aktinomiosin (protein otot).1,2
Faktor-faktor yang mempengaruhi kaku mayat :
1. Keadaan Lingkungan.
Pada keadaan yang kering dan dingin, kaku mayat lebih lambat terjadi dan
berlangsung lebih lama dibandingkan pada lingkungan yang panas dan lembab.
Pada kasus di mana mayat dimasukkan ke dalam air dingin, kaku mayat akan
cepat terjadi dan berlangsung lebih lama.
2. Usia.
Pada anak-anak dan orang tua, kaku mayat lebih cepat terjadi dan berlangsung
tidak lama. Pada bayi prematur biasanya tidak ada kaku mayat. Kaku mayat baru
tampak pada bayi yang lahir mati tetapi cukup usia (tidak prematur).
3. Cara kematian.
Pada pasien dengan penyakit kronis, dan sangat kurus, kaku mayat cepat terjadi
dan berlangsung tidak lama. Pada pasien yang mati mendadak, kaku mayat lambat
terjadi dan berlangsung lebih lama.
4. Kondisi otot.
Terjadi kaku mayat lebih lambat dan berlangsung lebih lama pada kasus di mana
otot dalam keadaan sehat sebelum meninggal, dibandingkan jika sebelum
meninggal keadaan otot sudah lemah.2
Diagnosis banding kaku mayat ;
 Kekakuan karena panas (heat stiffening).
Keadaan ini terjadi jika mayat terpapar pada suhu yang lebih tinggi dari 750C, atau
jika mayat terkena arus listrik tegangan tinggi. Kedua keadaan di atas akan
menyebabkan koagulasi protein otot sehingga otot menjadi kaku, keras,
memendek, dan warna merah muda. Pada kasus terbakar, keadaan mayat
menunjukkan postur tertentu yang disebut dengan sikap pugelistic attitude, yaitu
suatu posisi di mana semua sendi berada dalam keadaan fleksi dan tangan sedikit
menggenggam/terkepal. Sikap yang demikian disebut juga sikap defensif. Heat
stiffening berlangsung tetap sampai pembusukan1,2

12
Perbedaan antara kaku mayat dengan kaku karena panas :
a. Adanya tanda kekakuan bekas terbakar pada permukaan mayat pada kaku
karena panas.
b. Pada kasus kekakuan karena panas, otot akan mengalami laserasi jika dipaksa
diregangkan.
c. Pada kaku karena panas, kekakuan tersebut akan berlanjut terus sampai
terjadinya pembusukan.2

 Kekakuan karena dingin (cold stiffening)


Jika mayat terpapar suhu yang sangat dingin, maka akan terjadi pembekuan
jaringan lemak dan otot. Jika mayat di pindahkan ke tempat yang suhunya lebih
tinggi maka kekakuan tersebut akan hilang. Kaku karena dingin cepat terjadi dan
cepat juga hilang.2
 Spasme kadaver (Cadaveric spasm)/instantaneous rigor
Otot yang berkontraksi sewaktu masih hidup akan lebih cepat mengalami
kekakuan setelah meninggal. Pada kekakuan ini tidak ada tahap pertama yaitu
tahapan relaksasi. Keadaan ini biasanya terjadi jika sebelum meninggal korban
melakukan aktivitas berlebihan. Bentuk kekakuan akan menunjukkan saat
terakhir kehidupan korban.3 Misalnya pada kasus tenggelam di mana tangan
korban tampak menggenggam erat sebatang dahan atau pada kasus bunuh diri di
mana pada tangan korban masih tergenggam dengan eratnya pisau yang dipakai
untuk bunuh diri. Kesimpulan yang dapat diambil adalah kedua korban tersebut
masih hidup sewaktu ia masuk ke dalam air atau sewaktu ia menggorok lehernya.6

Penentuan lama kematian secara kasar dengan menggunakan perubahan temperatur dan kaku mayat dapat dipedomani tabel berikut.2

Temperatur Tubuh Kaku Mayat Lama Kematian


Hangat Tidak kaku Di bawah 3 jam
Hangat Kaku 3-8 jam
Dingin Kaku 8-24 jam
Dingin Tidak Kaku Lebih 24 jam
Perbedaan antara kaku mayat dengan spasme cadaveric2

Penilaian Kaku mayat Spasme cadaveric


1. Mulai timbul 1-2 jam setelah Segera setelah meninggal
meninggal

13
2. Faktor Tidak ada Kematian mendadak, aktivitas
predisposisi
berlebih, ketakutan, terlalu
lelah, perasaan tegang, dll.
3. Otot yang Semua otot, termasuk Biasanya terbatas pada satu
terkena
otot volunter dan kelompok otot volunter
involunter
4. Kaku otot Tidak jelas, dapat Sangat jelas, perlu tenaga yang
dilawan dengan sedikit kuat untuk kekakuannya
tenaga
5. Kepentingan Untuk perkiraan saat Menunjukkan cara kematian
dari segi
kematian yaitu bunuh diri, pembunuhan
medikolegal
atau kecelakaan
6. Suhu mayat Dingin Hangat
7. Kematian sel Ada Tidak ada
8. Rangsangan Tidak ada respon otot Ada respon otot
listrik

 Periode relaksasi sekunder


Otot menjadi relaks (lemas) dan mudah digerakkan. Hal ini terjadi karena
pemecahan protein, dan tidak mengalami reaksi secara fisik maupun kimia. Proses
pembusukan juga mulai terjadi. Pada beberapa kasus, kaku mayat sangat cepat
berlangsung sehingga sulit membedakan antara relaksasi primer dengan relaksasi
sekunder.2

Aspek Mediko – Legal :


1. Membuktikan tanda kematian yang pasti
2. Menentukan lamanya waktu kematian
3. Memperkirakan cara/penyebab kematian2

B. Perubahan Lanjutan Pasca Kematian


 Pembusukan (Decomposition, Putrefaction)
Pembusukan adalah perubahan terakhir yang terjadi (late post-mortem periode) pada
tubuh mayat setelah kematian, dimana terjadi pemecahan protein komplek menjadi
protein yang lebih sederhana disertai timbulnya gas-gas pembusukan yang bau dan
terjadinya perubahan warna.1,2

14
Pembusukan dimulai di usus, manifestasinya terlihat di perut kanan bawah daerah
caecum yang isinya lebih cair, penuh dengan bakteri, dan dekat dinding perut. Terlihat
bewarna kehijauan kemudian menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah dan
penyebaran ke jaringan tetangga (continuitatum). Dalam 2 hari akan terlihat tanda-tanda
pembusukan berupa :
1. Garis-garis pembusukan di seluruh aliran darah.
2. Warna hitam kehijauan di sepanjang aliran darah disebabkan cairan dan butir darah
yang mengalami pembusukan.
3. Darah keluar dari pembuluh darah memasuki jaringan di sekitar pembuluh darah.
4. Menghasilkan gas pembusukan, menyebabkan perut gembung, kantong pelir
gembung (membesar), prolaps uterus, prolaps anus dan akhirnya seluruh tubuh
gembung (kulit, otot, organ)
5. Kulit mudah terkelupas dan mudah dilepaskan dengan sedikit tekanan saja.
6. Mayat menjadi besar karena gas pembusukan memasuki jaringan, apalagi
perut yang banyak mengandung kuman pembusukan menjadi sangat besar, mulut
terbuka karena bibir atas dan bawah menjadi bengkak.
7. Gas pembusukan juga terjadi di dalam sendi-sendi sehingga jika tekanan
cukup tinggi dapat membuat persendian menjadi bengkok, sendi utama adalah lutut,
siku, dan pangkal paha sehingga terjadi posisi seperti petinju.1,2

Untuk kepentingan identifikasi, pada mayat yang sudah mengalami proses


pembusukan sidik jari masih dapat diperiksa yaitu dengan menyuntik jari yang terkeluoas
dengan cairan. Dalam 3-5 hari perut mengecil kembali karena gas pembusukan akan
keluar melalui jaringan yang rusak karena proses pembusukan. Proses pembusukan
berlangsung terus sehingga jaringan lunak menjadi hancur.
Karena proses pembusukan dapat terjadi di dalam berbagai media, dapat
diperkirakan perbandingan proses pembusukan kira-kira :
Media air : udara terbuka : tanah = 1 : 2 : 8 1,2
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembusukan :
1. Temperatur
2. Udara
3. Ruangan dan pakaian

15
4. Umur
5. Keadaan tubuh
6. Penyakit 2

 Pembusukan dalam air


Pembusukan dalam air lebih lambat prosesnya dibandingkan pembusukan pada
udara terbuka. Setelah mayat dikeluarkan dari dalam air, maka proses pembusukan
akan berlangsung sangat cepat, lebih kurang 16 kali lebih cepat dibandingkan
biasanya. Karena itu pemeriksaan post-mortem harus segera dilaksanakan pada kasus
mati tenggelam. Kecepatan pembusukan juga bergantung kepada jenis airnya ; pada
air yang kotor tidak mengalir dan dalam, pembusukan lebih cepat. Pada mayat yang
tenggelam, waktu yang dibutuhkan untuk muncul dan mulai mengapung adalah 24
jam.2

Kecepatan pengapungan oleh karena pembusukan mayat tergantung dari :


1. Usia. Mayat anak-anak dan orang tua lebih lambat terapung.
2. Bentuk tubuh. Orang yang gemuk dan kuat, mayatnya cepat terapung. Mayat
yang kurus lebih lambat terapung.
3. Keadaan air. Pada air yang jernih, pengapungan mayat lebih lambat terjadi
dibandingkan pada air kotor.
4. Cuaca. Pada musin panas, pengapungan mayat 3 kali lebih cepat dibandingkan
pada musim dingin.2

 Pembusukan di dalam tanah


Karena suhu di dalam tanah lebih tinggi pembusukan berlangsung lebih lama.
Perubahan-perubahan yang terjadi sama dengan pembusukan di udara terbuka. Cepat
atau lambatnya perjalanan pembusukan sangat tergantung pada keadaan tanah (pasir,
tanah liat, dan lain-lain), banyak sedikitnya air, kandungan kapur, dan temperatur
sekitarnya. Dalam beberapa bulan hanya didapati sisa jaringan lunak. Luka-luka pada
jaringan lunak bisa tidak terlihat lagi, kecuali pada tulang. Sangat sulit menentukan
lama kematian dari mayat yang telah dikubur.1,2

16
Selain perubahan post mortem diatas, ada 2 modifikasi pembusukan yang juga
penting yaitu, adiposere dan mummifikasi.1

 Adiposere
Adiposere adalah fenomena yang terjadi pada mayat yang tidak mengalami
proses pembusukan yang biasa. Melainkan mengalami pembentukan adiposere.
Adiposere merupakan subtansi yang mirip seperti lilin yang lunak, licin dan warnanya
bervariasi mulai dari putih keruh sampai coklat tua.2

Adiposere mengandung asam lemak bebas, yang dibentuk melalui proses


hidrolisa dan hidrogenasi setelah kematian disebut saponifikasi. Adanya enzim bakteri
dan air sangat penting untuk berlangsungnya proses tersebut. Dengan demikian, maka
adiposere biasanya terbentuk pada mayat yang terbenam dalam air atau rawa-rawa.
Lama pembentukan adiposere ini juga bervariasi, mulai dari 1 minggu sampai 10
minggu.2 Jangka waktu yang terkecil untuk pembentukan adiposere di daerah tropis
dimulai sesudah 1-3 minggu. Untuk perubahan seluruhnya pada orang dewasa
diperlukan 3-6 bulan bahkan sampai 12 bulan, tergantung tempat, kelembaban, dan
suhu sekitar.1,2 Warna keputihan dan bau tengik seprti bau minyak kelapa. Dapat
digunakan sebagai kepentingan identifikasi ataupun pemeriksaan luka-luka, oleh
karena proses pengawetan alami, meskipun kematian telah lama.2
 Mummifikasi

17
Mummifikasi adalah mayat yang mengalami pengawetan akibat proses
pengeringan dan penyusutan bagian-bagian tubuh. Kulit menjadi kering, keras, dan
menempel pada tulang kerangka. Mayat menjadi lebih tahan dari pembusukan
sehingga masih jelas menunjukkan ciri-ciri seseorang. Fenomena ini terjadi pada
daerah yang panas dan lembab, di mana mayat dikuburkan tidak begitu dalam dan
angin yang panas selalu bertiup sehingga mempercepat penguapan cairan tubuh.2
Jangka waktu yang diperlukan sehingga terjadi mumifikasi biasanya lama, bisa dalam
waktu 3 bulan atau lebih, mayat relatif masih utuh, maka identifikasi lebih mudah
dilakukan. Begitu pula luka-luka pada tubuh korban kadang masih dapat dikenal.1,2

Tanda-tanda mummifikasi :
o Mayat jadi mengecil.
o Kering, mengkerut, atau melisut.
o Warna coklat kehitaman.
o Kulit melekat erat dengan tulangnya.
o Tidak berbau.
o Keadaan anatominya masih utuh.

Sehingga dapat dikatakan, mummifikasi merupakan proses pengawetan mayat


secara alami, dan dapat digunakan sebagai identifikasi korban.2
 Penulangan
Keadaan hancurnya jaringan mayat akibat pembusukan sehingga mayat hanya
tinggal tulang. Setelah proses pembusukan, mayat akan tinggal tulang dan sisa-sisa
ligamen yang terlekat padanya. Biasanya penulangan mulai terjadi sekitar 4 minggu.
Pada waktu ini, tulang masih menunjukkan sisa-sisa ligamen yang terlekat padanya
disamping bau tulang yang masih busuk. Setelah 3 bulan, tulang kelihatan berwarna
kuning. Setelah 6 bulan, tulang tidak lagi memberi kesan ligamen dan berwarna
kuning keputihan, serta tidak lagi mempunyai bau busuk pada mayat.2

18
Aspek Medikolegal :
1. Memperkirakan lamanya kematian
2. Memastikan adanya kematian
3. Mengarahkan penyebab kematian
4. Membantu dalam identifikasi bila telah terjadi proses pengawetan tubuh mayat
secara alami (adiposere dan mummifikasi)2

V. PENENTUAN LAMA KEMATIAN


Bila saat kematian korban tidak diketahui, maka beberapa petunjuk di bawah ini dapat
dipakai :
1. Jam pertama setelah kematian, tubuh masih hangat (dengan termometer panjang didapati
suhu 370C), otot-otot masih lemas seluruhnya (periode relaksasi primer), kornea mata
bening, belum tampak atau belum jelas adanya lebam mayat.
2. 4-6 jam, telah mulai dingin (suhu rektal 34-350C), kaku mayat di rahang telah ada, begitu
juga di beberapa persendian, lebam mayat masih hilang pada penekanan.
3. 10-12 jam, mayat mulai dingin (suhu sekitar 29-300C), kaku mayat lengkap di seluruh
tubuh seperti papan, bila diangkat kaki, panggul dan punggung juga terangkat, lebam
mayat sangat jelas dan tidak hilang pada penekanan.
4. 16-18 jam, mayat dingin (sama dengan suhu ruangan 28-29 0C), kaku mayat di beberapa
persendian telah hilang, mulai tampak tanda-tanda pembusukan terutama di daerah perut
bagian kanan bawah tampak biru kehijauan, lebam mayat meluas di seluruh bagian
terendah dari tubuh.
5. 20-24 jam, dingin, kaku mayat sudah menghilang (relaksasi sekunder), tanda pembusukan
makin jelas, perut mulai tegang, bau pembusukan, darah pembusukan keluar dari hidung
dan mulut.
6. 30-36 jam, mayat menggembung, muka bengkak, mata tertutup, bibir menebal, gas dan
air pembusukan keluar dari hidung dan mulut, tampak garis pembuluh darah di
permukaan tubuh (marble appearance).
7. 40-48 jam, gelembung pembusukan di seluruh tubuh, skrotum bengkak, lidah bengkak
dan menonjol keluar. Sebagian gelembung pecah,kulit mudah terkelupas.

19
8. 3 hari, pembusukan lanjut, uterus bisa prolaps. Demikian anus, mata menonjol keluar,
muka sangat bengkak kehitaman. Rambut dan kuku mudah dicabut.
9. 4-5 hari, perut mengempes kembali karena gas keluar dari celah jaringan yang
rusak/hancur, sutura kepala merenggang, otak mengalami perlunakan menjadi seperti
bubur.
10. 6-10 hari, jaringan lunak tubuh melembek dan lama-lama menjadi hancur, rongga dada
dan perut bisa terlihat karena sebagian otot sudah hancur dan seterusnya hingga akhirnya
tinggal tulang belulang.1

VI. MENENTUKAN CARA KEMATIAN


Dalam Ilmu Kedokteran Forensik dikenal 3 cara kematian, yang tidak boleh selalu
diartikan dengan istilah dan pengertian secara hukum yang berlaku.
Cara kematian tersebut adalah :
1. Wajar (natural death), dalam pengertian kematian korban oleh karena penyakit
bukan karena kekerasan atau rudapaksa, misalnya kematian karena penyakit
jantung, karena perdarahan otak dan karena tuberkulosa.
2. Tidak wajar (un-natural death), yang dapat dibagi menjadi :
- Kecelakaan
- Bunuh diri
- Pembunuhan
3. Tidak dapat ditentukan (un-determined), hal ini disebabkan keadaan mayat telah
sedemikian rusak atau busuk sekali sehingga baik luka ataupun penyakit tidak dapat
dilihat dan ditemukan lagi.2

BAB III
KESIMPULAN

Tanatologi berasal dari kata thanatos (segala hal yang berhubungan dengan kematian)
dan logos (ilmu). Jadi Tanatologi adalah : Bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik, yang
mempelajari tentang kematian dan perubahan-perubahan yang terjadi setelah kematian, serta
faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan-perubahan tersebut.
Dalam thanatologi dikenal beberapa istilah mati, yaitu : mati somatis atau sistemik, mati
seluler (molekuler), mati suri (suspended animation, apparent death), mati serebral, mati otak
(mati batang otak).
Penilaian lamanya kematian menurut perubahan-perubahan pada tubuh mayat, antara lain:
1. Penurunan Suhu (Algor Mortis)
20
2. Lebam Mayat (Livor Mortis)
3. Kaku mayat (Rigor mortis)
4. Pembusukan
5. Adiposere
6. Mumifikasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Amir A, Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik USU. Edisi Ke-2, Medan 2005.Hal. 45-71.
2. Muin A Idris. Ilmu Kedokteran Forensik . Edisi 1.FKUI. 1997. Hal 25-36
3. Singh S. Thanatologi. Ilmu Kedokteran Forensik . Hal 44-77
4. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani W I, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran.Edisi
Ke-3. FKUI 2000. Hal 209-211
5. Muin .A Idris, Tjiptomartona. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama I, C. V
Binarupa Aksara 1997. Hal 54-84.
6. Chadha P. Ilmu Forensik dan Toksikologi. Edisi V. Jakarta 1995.Hal 46-65

21

Anda mungkin juga menyukai