Anda di halaman 1dari 20

Pengantar Teknologi 4G LTE

Jaringan selular telah berkembang selama bertahun-tahun. Beberapa sistem selular dan
jaringan telah dikembangkan dan digunakan di seluruh dunia untuk menyediakan pengguna
dengan kualitas dan komunikasi yang handal. Teknologi mobile dari pertama sampai generasi
ketiga telah dengan cepat berkembang untuk memenuhi kebutuhan layanan suara, video, dan
data.

Dewasa ini, transisi ke smartphone telah mengarahkan minat pengguna ke arah yang lebih
berbasis pada mobile aplikasi dan layanan, meningkatkan permintaan lebih pada kapasitas
dan bandwidth jaringan. Sementara itu, transisi ini memberikan peluang pendapatan yang
signifikan untuk operator jaringan dan penyedia layanan, karena terdapat pendapatan rata-
rata jauh lebih tinggi per user (ARPU-Average Revenue Per User) dari penjualan smartphone
dan layanan. Sementara pembangunan jaringan radio berjalan dengan cepat, penetrasi
smartphone juga meningkat secara eksponensial. Oleh karena itu, operator jaringan perlu
memastikan bahwa user experience tetap sama, atau bahkan lebih baik daripada sistem yang
sebelumnya.

Dengan meningkatnya permintaan layanan data, hal ini menjadi semakin menantang untuk
memenuhi kapasitas data yang dibutuhkan dan efisiensi spektrum. Hal ini menambah lebih
banyak permintaan pada operator jaringan, vendor dan penyedia perangkat untuk
menerapkan metode dan fitur yang mampu menstabilkan kapasitas sistem, sehingga
meningkatkan user experience. Sistem 4G dan fitur-fitur canggih-nya memiliki kemampuan
untuk bersaing secara luas pada perangkat mobile-komunikasi, menyediakan berbagai
layanan mobile dan kualitas komunikasi yang handal.

Artikel ini menjelaskan teknologi 4G LTE (Long Term Evolution) untuk sistem mobile; transisi
dari generasi ketiga (3G) ke generasi keempat (4G). LTE telah dikembangkan oleh 3GPP
(Third Generation Partnership Project), mulai dari versi pertama di Release 8 dan hingga terus
ber-evolusi sampai Release 10, versi terbaru dari LTE, juga dikenal sebagai LTE-Advanced.

Berikut evolusi jaringan selular dan 3GPP dari waktu ke waktu:

Gambar 1. Evolusi Jaringan Selular


Gambar 2. Evolusi 3GPP

Arsitektur LTE
Arsitektur LTE dikenal dengan suatu istilah SAE (System Architecture Evolution) yang menggambarkan suatu
evolusi arsitektur dibandingkan dengan teknologi sebelumnya. Secara keseluruhan LTE mengadopsi teknologi
EPS (Evolved Packet System). Didalamnya terdapat tiga komponen penting yaitu UE (User Equipment), E-
UTRAN (Evolved UMTS Terrestial Radio Access Network), dan EPC (Evolved Packet Core).

Gambar 1. Arsitektur LTE

User Equipment (UE)


User equipment adalah perangkat dalam LTE yang terletak paling ujung dan berdekatan dengan user.
Peruntukan UE pada LTE tidak berbeda dengan UE pada UMTS atau teknologi sebelumnya.

E-UTRAN
Evolved UMTS Terresterial Radio Access Network atau E-UTRAN adalah sistem arsitektur LTE yang memiliki
fungsi menangani sisi radio akses dari UE ke jaringan core. Berbeda dari teknologi sebelumnya yang
memisahkan Node B dan RNC menjadi elemen tersendiri, pada sistem LTE E-UTRAN hanya terdapat satu
komponen yakni Evolved Node B (eNode B) yang telah emnggabungkan fungsi keduanya. eNode B secara fisik
adalah suatu base station yang terletak dipermukaan bumi (BTS Greenfield) atau ditempatkan diatas gedung-
gedung (BTS roof top).

Evolved Packet Core (EPC)


EPC adalah sebuah system yang baru dalam evolusi arsitektur komunikasi seluler, sebuah system dimana
pada bagian core network menggunakan all-IP. EPC menyediakan fungsionalitas core mobile yang pada
generasi sebelumnya (2G, 3G) memliki dua bagian yang terpisah yaitu Circuit switch (CS) untuk voice dan
Packet Switch (PS) untuk data. EPC sangat penting untuk layanan pengiriman IP secara end to end pada LTE.
Selain itu, berperan dalam memungkinkan pengenalan model bisnis baru, seperti konten dan penyedia aplikasi.
EPC terdiri dari MME (Mobility Management Entity), SGW (Serving Gateway), HSS (Home Subscription
Service), PCRF (Policy and Charging Rules Function), dan PDN-GW (Packet Data Network Gateway). Berikut
penjelasan singkatnya:

Mobility Management Entity (MME)


MME merupakan elemen control utama yang terdapat pada EPC. Biasanya pelayanan MME pada lokasi
keamanan operator. Pengoperasiannya hanya pada control plane dan tidak meliputi data user plane. Fungsi
utama MME pada arsitektur jaringan LTE adalah sebagai authentication dan security, mobility management,
managing subscription profile dan service connectivity.

Home Subscription Service (HSS)


HSS merupakan tempat penyimpanan data pelanggan untuk semua data permanen user. HSS juga
menyimpan lokasi user pada level yang dikunjungi node pengontrol jaringan. Seperti MME, HSS adalah server
database yang dipelihara secara terpusat pada premises home operator.

Serving Gateway (S-GW)


Pada arsitektur jaringan LTE, level fungsi tertinggi S-GW adalah jembatan antara manajemen dan switching
user plane. S-GW merupakan bagian dari infrastruktur jaringan sebagai pusat operasioanal dan maintenance.
Peranan S-GW sangat sedikit pada fungsi pengontrolan. Hanya bertanggungjawab pada sumbernya sendiri
dan mengalokasikannya berdasarkan permintaan MME, P-GW, atau PCRF, yang memerlukan set-up,
modifikasi atau penjelasan pada UE.

Packet Data Network Gateway (PDN-GW)


Sama halnya dengan SGW, PDN-GW adalah komponen penting pada LTE untuk melakukan terminasi dengan
Packet Data Network (PDN). Adapun PDN GW mendukung policy enforcement feature, packet
filtering, charging support pada LTE, trafik data dibawa oleh koneksi virtual yang disebut dengan service data
flows (SDFs).

Policy and Charging Rules Function (PCRF)


PCRF merupakan bagian dari arsitektur jaringan yang mengumpulkan informasi dari dan ke jaringan, sistem
pendukung operasional, dan sumber lainnya seperti portal secara real time, yang mendukung pembentukan
aturan dan kemudian secara otomatis membuat keputusan kebijakan untuk setiap pelanggan aktif di jaringan.
Jaringan seperti ini mungkin menawarkan beberapa layanan, kualitas layanan (Quality of services), dan aturan
pengisian. PCRF dapat menyediakan jaringan solusi wireline dan wireless dan juga dapat mngaktifkan
pendekatan multidimensi yang membantu dalam menciptakan hal yang menguntungkan dan platform inovatif
untuk operator. PCRF juga dapat diintegrasikan dengan platform yang berbeda seperti penagihan, rating,
pengisian, dan basis pelanggan atau juga dapat digunakan sebagai entitas mandiri.
OFDMA dan SC-FDMA
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, akses LTE berbeda dengan yang WCDMA. Dalam LTE, akses
downlink didasarkan pada Orthogonal Frequency Division Multiple Access (OFDMA) dan akses uplink
didasarkan pada Single Carrier Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA). Artikel kali ini akan
memperkenalkan latar belakang dan dasar untuk operasi OFDMA dan SC-FDMA.

Latar belakang LTE Multiple Access


Single carrier (SC) berarti bahwa informasi dimodulasi hanya untuk satu carrier, menyesuaikan fase
atau amplitudo pembawa atau keduanya. Frekuensi juga bisa disesuaikan, tetapi dalam LTE ini tidak
terpengaruh. Semakin tinggi kecepatan data, semakin tinggi tingkat symbol dalam sistem digital dan
dengan demikian bandwidth juga lebih tinggi. Misalnya dengan menggunakanQuadrature Amplitude
Modulation (QAM) pemancar menyesuaikan sinyal untuk membawa jumlah yang diinginkan dari bit
per simbol modulasi. Gelombang spektrum yang dihasilkan adalah pembawa spektrum tunggal, seperti
yang ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 1. SC-FDMA

Dengan prinsip Frekuensi Division Multiple Access (FDMA), pengguna yang berbeda akan kemudian
akan menggunakan carrier yang berbeda atau sub-carrier, seperti yang ditunjukkan pada gambar
berikut:

Gambar 2. SC-FDMA dengan dua pengguna

Penggunaan prinsip multi-carrier ditunjukkan pada Gambar 3, dimana data dibagi pada sub-carrier yang
berbeda dari satu pemancar. Contoh pada Gambar 3 memiliki filter Bank yang untuk solusi praktisnya
biasanya diganti denganInverse Fast Fourier Transform (IFFT) dimana jumlah subcarrier banyak.
Gambar 3. Prinsip Multicarrier

Salah satu contoh pendekatan multi-carrier adalah dual carrier WCDMA (dual cell HSDPA), yang mana
menggunakan dual carrier WCDMA namun tidak menggunakan prinsip-prinsip pemanfaatan spektrum
tinggi. Untuk mengatasi-nya, digunakan pendekatan orthogonality diantara transmisi yang
berbeda,untuk menciptakan sub-carrier yang tidak mengganggu satu sama lain, meskipun spektrum
masih tumpang tindih dalam domain frekuensi. Ini adalah apa yang dicapai dengan prinsip Orthogonal
Frequency Division Multiplexing (OFDMA), di mana masing-masing frekuensi sub-carrier ini memiliki
perbedaan dalam domain frekuensi, kemudian sub-carrier yang berdekatan memiliki nilai nol saat itulah
dilakukan sampling dari sub-carrier yang diinginkan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4 berikut:

Gambar 4. sub-carrier orthogonality

Untuk LTE, perbedaan frekuensi antara sub-operator telah dipilih yaitu 15 kHz di Release 8 (alternatif
dari 7,5 kHz direncanakan akan didukung dalam rilis yang akan datang sehubungan dengan aplikasi
siaran seperti mobile TV). Prinsip dasar OFDMA sudah dikenal pada tahun 1950, pada saat sistem yang
menggunakan teknologi analog, dan membuat sub-carrier orthogonal sebagai fungsi variasi komponen
dan suhu bukan masalah sepele. Sejak meluasnya penggunaan teknologi digital untuk komunikasi,
OFDMA juga menjadi lebih layak dan terjangkau untuk digunakan konsumen. Selama beberapa tahun
terakhir teknologi OFDMA diadopsi secara luas di banyak sistem seperti di TV digital (DVB-T dan
DVB-H) serta seperti dalam aplikasi Wireless Local Area Network (WLAN). Prinsip OFDMA telah
digunakan di bagian uplink LTE multiple access sebagai SC-FDMA menggunakan prinsip OFDMA
arah uplink untuk mencapai tinggi efisiensi spektrum, seperti yang dijelaskan pada bagian berikutnya.

Keseluruhan motivasi untuk OFDMA di LTE sebagai berikut:


• kinerja yang baik di frekuensi selektif;
• kompleksitas rendah pada base-band penerima;
• sifat spektral yang baik dan bisa handle multiple bandwidth;
• adaptasi Link dan penjadwalan domain frekuensi;
• kompatibilitas dengan teknologi canggih receiver dan antena.
OFDMA juga memiliki tantangan, seperti:
• Toleransi terhadap frekuensi offset. Hal ini ditangani dalam desain LTE dengan memilih subcarrier
dengan jarak 15 kHz, yang memberikan toleransi yang cukup besar untuk pergeseran Doppler.
• Peak Average Ratio (PAR) dari sinyal yang ditransmisikan, yang membutuhkan tinggi linearitas pada
pemancar. Amplifier linear memiliki efisiensi konversi daya rendah dan oleh karena itu tidak ideal untuk
uplink mobile. Dalam LTE ini disolusikan dengan menggunakan SC-FDMA, yang memungkinkan
efisiensi daya amplifier yang lebih baik.

OFDM berlandaskan pada operasi IFFT (Invers Fast Fourier Transform) yang merupakan kebalikan
dari FFT (Fast Fourier Transform). FFT sendiri merupakan pengembangan dari DFT (Discrete Fourier
Transform) yaitu algoritma tertentu dalam ilmu pemrosesan sinyal digital yang mengubah suatu sinyal
dalam domain waktu ke dalam domain frekuensi, sehingga IDFT merupakan teknik komputasi yang
mengubah suatu sinyal dalam domain frekuensi ke dalam domain waktu. Suatu sinyal yang
ditransmisikan dapat dipetakan kedalam beberapa domain, baik domain waktu maupun domain
frekuensi.

Gambar 5. FFT dengan berbagai input

Pemilihan OFDMA pada LTE dirasa mampu mengakomodir kebutuhan layanan. namun
penggunaan OFDMA pada sisi uplnk belum optimal, salah satu faktornya adalah tingginya
nilai PAPR (Peak Avarage Power Ratio). PAPR adalah tingkat perbandingan rata-rata dengan
daya puncak.

Gambar 6. PAPR

Dalam komunikasi OFDMA suatu informasi dibawa oleh suatu symbol yang berisikan bit-bit
informasi. Symbol tersebut didefinisikan menurut diagram konstelasi berdasarkan skema
modulasi yang digunakannya, bisa berupa QPSK, 16QAM, atau 64QAM. Penggunaan
transmisi data berupa bit rate rendah dengan pita sempit akan sangat rentan terhadap
variasi daya yang terjadi antar carrier yang disebabkan noise. Hal tersebut dapat
meningkatkan BER (Bit Error Rate) yang berdampak pada kesalahan konstelasi. Noise akan
mengganggu transmisi symbol dengan menyebarkan spektral kedalam spektrum yang lebih
lebardari yang seharusnya, akibatnya akan terjadi adjacent channels.

Untuk mengatasi PAPR pada OFDMA dapat disiasati dengan diberlakukannya pengaturan
titik kompresi tinggi pada power amplifiernya. Cara tersebut mengatur sedemikian rupa
power yang dipancarkan pada beberapa titik yang menjadi nilai power tertinggi. Hal ini
tidak begitu bermasalah untuk komunikasi downlink sebab alokasi daya yang digunakan
bisa tak terbatas karena supply oleh jaringan listrik. Berbeda pada komunikasi uplink yang
disupply daya hanya melalui baterai. Dengan kapasitas baterai yang terbatas waktu dan
daya maka hal tersebut sangat bermasalah untuk mengirimkan informasi. Untuk mengatasi
itu pada komunikasi uplink LTE menggunakan SC-FDMA.

Gambar 7. SC-FDMA dan OFDMA

MIMO-Multiple Input Multiple Output


Salah satu teknologi mendasar yang diperkenalkan bersamaan saat rilis LTE adalah Multiple
Input Multiple Output (MIMO), sistem ini termasuk bagian darispatial multiplexing serta
sebagai pra-coding dan transmit diversity. Prinsip dasar spatial multiplexing adalah mengirim
sinyal dari dua atau lebih antena yang berbeda dengan aliran data yang berbeda dan dengan
pemrosesan sinyal, yang berarti di penerima terjadi proses memisahkan aliran data, sehingga
mampu meningkatkan data dengan faktor 2 (konfigurasi 2-by-2 antena) atau faktor 4
(konfigurasi 4-by-4 antena). Dalam pra-coding sinyal ditransmisikan dari antena yang berbeda
yang dititikberatkan untuk memaksimalkan sinyal yang diterima dibanding noise atau Signal to
Noise Ratio (SNR). Transmit diversitymengandalkan mengirimkan sinyal yang sama
dari multiple antenna dengan beberapa coding untuk mengeksploitasi peningkatan
dari independent fadingantara antena.

Penggunaan MIMO telah dimasukkan sebelumnya dalam spesifikasi WCDMA, namun


operasinya sedikit berbeda dengan LTE karena WCDMA menggunakan operasi penyebaran
spektrum sehingga tidak efektif. Secara alami OFDMA cocok untuk operasi MIMO.
Kesuksesan operasi MIMO membutuhkan SNR yang cukup tinggi, oleh karena itu dengan
sistem OFDMA itu bisa mendapatkan keuntungan yaitu SNR tinggi yang dapat dicapai. Prinsip
dasar MIMO disajikan pada gambar berikut:

Gambar 1. Prinsip MIMO

Di mana aliran data yang berbeda diumpankan ke operasi pra-coding dan kemudian
seterusnya sinyal dipetakan dan menghasilkan sinyal OFDMA.

Reference symbol memungkinkan untuk memisahkan antena yang berbeda, di


mana reference symbol dan resource element dipetakan ke bergantian antara antena. Prinsip
ini juga dapat diperluas untuk mencakup lebih dari dua antena. Berikut ilustrasinya:

Gambar 2. Reference symbol


Selain downlink, LTE juga mendukung penggunaan teknologi MIMO di uplink. Saat perangkat
hanya menggunakan satu antena pemancar, tingkat data uplink perangkat tersebut tidak dapat
ditingkatkan dengan MIMO. Tingkat data rate maksimum dapat ditingkatkan dua kali lipat,
namun, dengan mengalokasikan dua perangkat dengan sinyal referensi orthogonal. Sehingga
transmisi di base station diperlakukan seperti transmisi MIMO, seperti yang ditunjukkan pada
gambar berikut:

Gambar 3. Prinsip Uplink MIMO

Hal tersebut dinamakan 'virtual' atau 'multi-pengguna' MIMO yang didukung oleh LTE rilis 8
namun tidak mewakili perspektif perangkat karena hanya urutan sinyal referensi yang
dimodifikasi. Dari sisi jaringan, penambahan processingdiperlukan untuk memisahkan
pengguna satu dengan yg lain. Bagi para vendor produsen smartphone, penggunaan 'klasik'
dua antena pemancar MIMO tidak menarik karena berdampak pada peningkatan investasi
perangkat, sehingga transmisi perangkat multi-antena kemudian dimasukan pada rilis 10 atau
LTE-Advanced.

Physical Layer
Pada bagian ini menjelaskan tentang physical layer LTE berdasarkan prinsip penggunaan
OFDMA dan SC-FDMA. Physical layer ditandai dengan prinsip desain yang tidak diperlukan
sumber daya yang didedikasikan untuk satu pengguna; penggunaan sumber daya hanya
didasarkan pada alokasi sumber daya yang dinamis yang digunakan secara bersama. Hal ini
dianalogikan dengan sumber daya penggunaan di internet, yang berbasis paket tanpa alokasi
sumber daya-pengguna tertentu. Physical layer dari sistem akses radio memiliki peran penting
untuk mendefinisikan kapasitas yang pada akhirnya menjadi titik fokus dalam hal kinerja yang
diharapkan. Namun, sistem yang kompetitif membutuhkan lapisan protokol yang efisien untuk
memastikan kinerja yang baik dari application layer sampai end user.

Dari sifat desain yang sudah dibahas, LTE hanya berisi common transport channel; dedicated
transport channel tidak ada (Dedicated Channel, DCH, seperti dalam WCDMA). Transport
channel adalah interface antara MAC layer dan Physical layer. Dalam setiap transport
channel, pemrosesan diterapkan untuk physical layer yang sesuai untuk membawa saluran
transportasi tersebut.Physical layer tersebut diperlukan untuk memberikan penugasan sumber
daya yang dinamis baik dalam hal variasi kecepatan data dan dalam hal pembagian sumber
daya antara pengguna yang berbeda.

Berikut adalah transport channel dan pemetaannya ke Physical Channel:


• Broadcast Channel (BCH) adalah broadcast channel downlink yang digunakan untuk
menginformasikan parameter sistem yang diperlukan untuk mengaktifkan perangkat untuk
mengakses sistem. Parameter tersebut meliputi, misalnya, bandwidth sel, jumlah port antena
pemancar, jumlah sistem frame dan konfigurasi PHICH terkait.
• Downlink Share Channel (DL-SCH) membawa data pengguna untuk koneksi point-to-point
arah downlink. Semua informasi (baik data pengguna atau lapisan yang lebih tinggi seperti
informasi kontrol) ditujukan untuk satu pengguna atau UE yang ditransmisikan pada DL-SCH,
asumsi UE tersebut sudah dalam keadaan RRC_CONNECTED. Namun, seperti di LTE, Peran
BCH terutama untuk menginformasikan perangkat dari penjadwalan sistem informasi.
Informasi kontrol ditujukan untuk beberapa perangkat juga dilakukan pada DL-SCH. Jika data
pada DL-SCH hanya dimaksudkan untuk UE tunggal, makadynamic link adaptation dan
lapisan fisik retransmission dapat digunakan.
• Paging Channel (PCH) digunakan untuk membawa informasi paging untuk perangkat di
arah downlink untuk memindahkan status perangkat dari RRC_IDLE ke RRC_CONNECTED.
• Multicast Channel (MCH) digunakan untuk mentransfer konten layanan multicast ke UE
arah downlink. 3GPP memutuskan untuk memberikan dukungan penuh di Release 9.
• Uplink Share Channel (UL-SCH) membawa data pengguna serta informasi kontrol original
perangkat di arah uplink saat status RRC_CONNECTED. Seperti DL-SCH, dynamic link
adaptation dan lapisan fisik retransmission dapat digunakan.
• Random Access Channel (RACH) digunakan pada uplink untuk merespon paging atau
untuk memulai langkah dari RRC_CONNECTED karena kebutuhan data transmisi UE. Tidak
ada layer data yg lebih tinggi atau pengguna data ditransmisikan pada RACH (Seperti yang
dapat dilakukan dengan WCDMA) tetapi digunakan untuk mengaktifkan transmisi UL-SCH,
misalnya, connection setup dengan otentikasi dan sebagainya yang akan berlangsung.

Di arah uplink UL-SCH dilakukan oleh Physical Uplink Share Channel (PUSCH). RACH
dilakukan oleh Physical Random Access Channel (PRACH). Pemetaan transport channel
diilustrasikan pada ganbar berikut:

Gambar 1. Mapping of Uplink Transport Channel

Di arah downlink, PCH dipetakan ke Physical Downlink Share Channel (PDSCH). Sedangkan
BCH dipetakan ke Physical Broadcast Channel (PBCH), seperti pada gambar berikut:

Gambar 2. Mapping of Downlink Transport Channel


MODULASI
Pada uplink, modulasi dilakukan melalui modulator QAM yang sebenarnya merupakan modulasi yang
sudah sejak lama ada, namun mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan teknologi
telekomunikasi. Metode modulasi yang tersedia (untuk data pengguna) adalah QPSK, 16QAM, dan
64QAM. Dua yang pertama tersedia di semua perangkat sementara untuk 64QAM adalah tergantung
kemampuan UE, maksudnya ada perangkat (smartphone, modem dsb) yang support 64QAM ada juga
yang tidak. Berikut adalah gambar konstelasi modulasi:

Gambar 1. Konstelasi Modulasi pada LTE

Pada downlink metode modulasi untuk data pengguna adalah sama seperti di arah uplink
yaitu QPSK, 16QAM, dan 64QAM. E Node B sudah men-support semua metode modulasi
tersebut. Seperti pada jaringan 3G sebelumnya, di LTE dikenal dengan fitur Adaptive
Modulation and Coding, yang memastikan error rate tetap dibawah limit yang dapat diterima,
dengan pengaturan modulasi dan coding rate secara dinamis.

Level modulasi yang lebih rendah meningkatkan link budget dan fade margin. Perubahan
lingkungan propagasi menyebabkan perubahan skema modulasi dan coding. Oleh karena itu
dalam perencanaan kapasitas variasi kanal propagasi jangka panjang harus diperhitungkan.

Berikut gambaran adaptive modulation and coding, yang mampu membuat skema modulasi:

Gambar 2. adaptive modulation and coding


Signal to Noise Ratio (SNR) mempengaruhi skema modulasi yang digunakan. Semakin tinggi
SNR, semakin tinggi pula sekema modulasi yang digunakan. Berikut gambarannya:

Gambar 3. SNR pada modulasi LTE

Seperti disinggung diatas bahwa perubahan lingkungan propagasi mempengaruhi skema


modulasi yang digunakan. Kualitas radio propagasi akibat perubahan lingkungan
direpresentasikan pada Channel Quality Indicator (CQI). CQI memiliki nilai ndex dari 0 sampai
dengan 15, dmana CQI 15 merupakan skema tertinggi yang digunakan yaitu 64QAM dengan
code rate dan efisiensi paling tinggi. Berikut tabel dan ilustrasi untuk CQI :

Tabel 1. CQI index

Gambar 4. CQI vs Modulasi


Resource Block
LTE menggunakan Orthogonal Frequency Division Multiple Access (OFDMA)pada downlink
dan Single Carrier Frequency Division Multiple Access pada uplink (SCFDMA). Dalam sistem
OFDMA-SCFDMA dikenal dengan istilahresource block atau RB. Resource Block adalah
suatu blok transmisi pada OFDM yang disusun dari domain waktu dan frekuensi. Berikut
ilustrasinya:

Gambar 1. Resource Block

Dimana satu resource block terdiri dari 12 subcarriers dengan masing-masing subcarrier
sebesar 15 kHz dan terdapat 7 OFDM symbol atau satu slot sebesar 0.5 ms. Sehingga dalam
1 resource block badwidthnya sebesar 15 kHz x 12 subcarriers = 180 kHz. Bagian terkecil
resource block adalah resource elementatau RE. Dalam satu resource block terdapat
12 subcarriers x 7 OFDM symbol = 84 resource element.

Dalam domain waktu dikenal dengan istilah Time Transmision Interval atau TTI,yang
merupakan unit dasar pada domain waktu saat penjadwalan transmisi data pada kanal fisik.
Untuk lebih jelasnya mengenai konsep TTI tersebut, berikut ilustrasi Frame Structure pada
LTE:

Gambar 2. LTE Structure Frame

Radio frame merupakan waktu terpanjang pada sistem frame di LTE. 1 Radio frame besarnya
10 ms atau 20 slot. Bagian terkecil dari frame LTE adalah 1 slot dengan waktu 0.5 ms.
1 subframe terdiri 2 slot dengan waktu sebesar 1 ms. Jadi 1 subframe inilah yang dijadikan
TTI pada LTE. Dari penjelasan sebelumnya disinggung bahwa dalam 1 resource block terdiri
dari 7 OFDM symbol merupakan 1 slot sebesar 0.5 ms, sehingga dalam 1 TTI yang waktunya
1 ms, dapat ditransmisikan data sebesar 2 resource block.

Berikut resume terkait resource block untuk mempermudah pemahaman:


Gambar 3. Resource Block Resume

Banyaknya jumlah resource block tergantung pada bandwidth (BW) yang digunakan. Semakin
besar BW, semakin besar pula resource block yang tersedia. Dengan begitu, semakin besar
sistem memiliki resource block, semakin besar pula maksimal throughput yang dihasilkan.
Pada artikel selanjutnya akan dijelaskan tentang perhitungan maksimal throughput yang
tergantung dari beberapa faktor, salah satunya adalah besarnya resource blocktersebut.

Seperti kita ketahui bahwa ada berbagai variasi bandwidth yang digunakan pada sistem LTE,
seperti 1.4 MHz, 3 MHz, 5 MHz, 10 MHz, dan 20 Mhz. Tabel berikut menunjukan berapa
besar resource block (RB) terhadap bandwidth yang digunakan:

Tabel 1. RB Number vs Channel Bandwidth

LTE RF Measurement
Pengukuran Radio Frequency (RF) pada LTE ditentukan oleh 3GPP yaitu RSRP(Reference
Signal Received Power) dan RSRQ (Reference Signal Received Quality). RSRP adalah power
rata-rata pada resource element yang membawareference signal dalam subcarrier. UE (User
Equipment) mengukur power dari banyak resource element yang digunakan untuk membawa
reference signal kemudian dihitung rata-rata-nya dalam satu bandwidth. Berikut adalah
ilustrasi tentang RSRP:

Gambar 1. RSRP pada Bandwidth 5 Mhz


Dari ganbar diatas, rata-rata power yang dikirimkan per-subcarrier adalah 20 W / 300 = 66.7
mW = 18.2 dBm. Jika jarak UE dengan eNode B sekitar 2 km, maka RSRP yang diterima oleh
UE adalah seperti yg di ilustrasikan pada gambar berikut:

Gambar 2. Perhitungan RSRP

RSRQ didefinisikan sebagai rasio antara jumlah N RSRP terhadap RSSI (Received Signal
Strength Indication). Atau biasa ditulis RSRQ = N x RSRP / RSSI. RSSI mengukur power
bandwidth termasuk serving cell power, noise, daninterference power. Berikut ilustrasinya
untuk mempermudah pemahaman:

Gambar 3. Konsep RSRQ

Ambil contoh jika tidak ada trafik pada cell A yang sedang serving ke UE, maka perhitungan
RSRQ-nya adalah : N x RSRP / RSSI = 25 RSRP / 2 x 25 RSRP = 1/2 = -3 dB. N adalah
jumlah resource block pada badwidth, utk contoh ini menggunakan 5 MHz sehingga jumlah
resource blocknya 25. Sedangkan dalam kondisi tidak ada traffic hanya ada 2 reference simbol
saja yang ditransmisikan. Untuk lebih jelasnya berikut ilustrasinya:
Gambar 4. RSRQ saat tidak ada trafik

Berikut contoh jika ada trafik di cell A, maka perhitungan RSRQ-nya adalah: N x RSRP / RSSI
= 25 RSRP / 300 RSRP = -10.8 dB.

Gambar 4. RSRQ saat ada trafik

Opsi Spektrum Untuk LTE


Pemilihan spektrum pada LTE tergantung dari banyak faktor, seperti kebijakan regulator, biaya
spektrum, teknologi eksisting, dan lain sebagainya. Berikut adalah gambar tentang opsi spektrum dan
kemungkinannya untuk refarmingfrekuensi:
Gambar 1. Opsi spektrum dan refarming

Berikut adalah guardband yang dibutuhkan untuk sistem dan lokasi yang sama (co-location):

Tabel 1. Guardband untuk sistem dan lokasi yang sama

Berikut adalah ilustrasi terkait guardband pada LTE yang menggunakan frekuensi GSM :

Gambar 2. Guardband pada LTE yang sama lokasi dengan GSM


LTE 2.6 GHz
Ini adalah LTE pertama kali serta terbesar bandwidth nya, rencananya akan digunakan oleh telnologi
TDD seperti WIMAX. Namun diawal-awal pembangunan jaringan LTE, spektrum 2.6 GHz diadopsi
untuk percepatan roll out. Juga spektrum tersebut didukung oleh pabrikan hand phone. Pengaturan
spektrum 2.6 GHz diperlihatkan pada gambar berikut:

Gambar 3. Pengaturan spektrum 2.6 GHz

Terdapat 70 MHz untuk LTE FDD dan 50 MHz untuk LTE TDD atau WIMAX. Untuk menghindari
interferensi antara FDD dan TDD diberikan guardband sebesar 5 MHz.

LTE 1800 MHz


Ini merupakan band LTE yang paling menjanjikan yang dapat digunakan secara luas baik untuk dense
urban, urban, dan suburban area. Berikut gambar pengaturan pada LTE 1800 MHz:

Gambar 3. Pengaturan band LTE 1800 MHz

Band tersebut secara luas telah digunakan pada GSM 1800 dan dapat di refarming ke LTE 1800.
Banyak operator telah membangun LTE pada band tersebut di bandwidth 10 MHz. Bahkan ada juga
yang menggunakan sampai 20 MHz.

Berikut beberapa keuntungan pada LTE 1800 MHz:


 Coverage area sekitar 2 kali lebih besar dianding dengan LTE 2.6 GHz
 35% peningkatan tthroughput dibanding dengan LTE 2.6 GHz
 Mengurangi tambahan site, sehingga sistem LTE dengan cepat dibawa ke market.
 Re-use pada GSM 1800 MHz, dan memungkinkan share untuk penggunaan sistem antena
GSM 1800.
 Didukung oleh pabrikan handphone.

Kapabilitas User Equipment (UE)


LTE memiliki kapabilitas User Equipment (UE) atau perangkat pengguna, yang mampu mendukung
kecepatan data 5 Mbps hingga 75 Mbps pada uplink, dan 10 Mbps hingga 300 Mbps pada downlink.
Kapabilitas UE tersebut terdiri dari lima kelas atau lima category, yaitu category 1,2,3,4 dan 5.

Semua perangkat mendukung 20 MHz bandwidth, sehingga sudah siap menyesuaikan dengan
ketersediaan bandwidth yang dioperasikan oleh operator selular. Misalkan sementara ini operator
selular di Indonesia masih menngunakan bandwidth 5 MHz, yang kedepannya akan melakukan
ekspansi setelah ada lisensi dari otoritas setempat.

Berikut adalah tabel category perangkat dari mulai category 1 sampai dengan 5:

Tabel 1. Category perangkat

Perangkat atau UE yang memiliki kapabilitas yang paling rendah atau category 1, dengan peak rate
DL 10 Mbps dan UL 5Mbps. Untuk modulasi downlink, semua category mendukung modulasi QPSK,
16QAM, dan 64 QAM. Terkait proses kapan menggunakan modulasi QPSK, 16QAM, dan 64QAM bisa
dibaca pada artkel sebelumnya yaitu MODULASI.

Untuk modulasi uplink, hanya category 5 saja yang mampu mendukung modulasi 64QAM, selain itu
untuk category 1 sampai dengan 4 hanya mendukung modulasi QPSK dan 16QAM. Selain peak rate
dan modulasi, terdapat fitur MIMO DL yaitu Multiple Input Multiple Output Downlink dimana dengan
fitur tersebut mampu meningkatkan kecepatan data pada arah downlink. Untuk informasi lengkap
mengenai MIMO bisa dibaca pada artikel sebelumnya yaitu MIMO-Multiple Input Multiple Output.

Pada category 1, pilihannya adalah optional, bisa mendukung MIMO atau tidak. Untuk category 2
sampai dengan 4 mendukung MIMO 2 x 2 yang berarti mampu meningkatkan kecepatan data
maksimum dua kali, namun jika disisi enode B, fitur MIMO tersebut diaktifkan. Untuk MIMO 4 x 4 hanya
didukung oleh perangkat dengan category 5. Beberapa perangkat smartphone yang beredar dipasaran
yang merupakan keluaran vendor-vendor ternama maupun pendatang baru, sudah mendukung
category 4 dan 5. Sebut saja Samsung Galaxy A5, Sony experia C3, Z3 yang mendukung LTE category
4. Menarik untuk kita cermati terkait smartphone yang memiliki spesifikasi yang lebih tinggi lagi dari
kapabilitas yang ada saat ini. Namun kembali lagi, semua peak data rate yang diharapkan tergantung
dari resources perangkat eNodeB itu sendiri, salah satunya adalah bandwidth.

Anda mungkin juga menyukai