LTE Part.1
LTE Part.1
Jaringan selular telah berkembang selama bertahun-tahun. Beberapa sistem selular dan
jaringan telah dikembangkan dan digunakan di seluruh dunia untuk menyediakan pengguna
dengan kualitas dan komunikasi yang handal. Teknologi mobile dari pertama sampai generasi
ketiga telah dengan cepat berkembang untuk memenuhi kebutuhan layanan suara, video, dan
data.
Dewasa ini, transisi ke smartphone telah mengarahkan minat pengguna ke arah yang lebih
berbasis pada mobile aplikasi dan layanan, meningkatkan permintaan lebih pada kapasitas
dan bandwidth jaringan. Sementara itu, transisi ini memberikan peluang pendapatan yang
signifikan untuk operator jaringan dan penyedia layanan, karena terdapat pendapatan rata-
rata jauh lebih tinggi per user (ARPU-Average Revenue Per User) dari penjualan smartphone
dan layanan. Sementara pembangunan jaringan radio berjalan dengan cepat, penetrasi
smartphone juga meningkat secara eksponensial. Oleh karena itu, operator jaringan perlu
memastikan bahwa user experience tetap sama, atau bahkan lebih baik daripada sistem yang
sebelumnya.
Dengan meningkatnya permintaan layanan data, hal ini menjadi semakin menantang untuk
memenuhi kapasitas data yang dibutuhkan dan efisiensi spektrum. Hal ini menambah lebih
banyak permintaan pada operator jaringan, vendor dan penyedia perangkat untuk
menerapkan metode dan fitur yang mampu menstabilkan kapasitas sistem, sehingga
meningkatkan user experience. Sistem 4G dan fitur-fitur canggih-nya memiliki kemampuan
untuk bersaing secara luas pada perangkat mobile-komunikasi, menyediakan berbagai
layanan mobile dan kualitas komunikasi yang handal.
Artikel ini menjelaskan teknologi 4G LTE (Long Term Evolution) untuk sistem mobile; transisi
dari generasi ketiga (3G) ke generasi keempat (4G). LTE telah dikembangkan oleh 3GPP
(Third Generation Partnership Project), mulai dari versi pertama di Release 8 dan hingga terus
ber-evolusi sampai Release 10, versi terbaru dari LTE, juga dikenal sebagai LTE-Advanced.
Arsitektur LTE
Arsitektur LTE dikenal dengan suatu istilah SAE (System Architecture Evolution) yang menggambarkan suatu
evolusi arsitektur dibandingkan dengan teknologi sebelumnya. Secara keseluruhan LTE mengadopsi teknologi
EPS (Evolved Packet System). Didalamnya terdapat tiga komponen penting yaitu UE (User Equipment), E-
UTRAN (Evolved UMTS Terrestial Radio Access Network), dan EPC (Evolved Packet Core).
E-UTRAN
Evolved UMTS Terresterial Radio Access Network atau E-UTRAN adalah sistem arsitektur LTE yang memiliki
fungsi menangani sisi radio akses dari UE ke jaringan core. Berbeda dari teknologi sebelumnya yang
memisahkan Node B dan RNC menjadi elemen tersendiri, pada sistem LTE E-UTRAN hanya terdapat satu
komponen yakni Evolved Node B (eNode B) yang telah emnggabungkan fungsi keduanya. eNode B secara fisik
adalah suatu base station yang terletak dipermukaan bumi (BTS Greenfield) atau ditempatkan diatas gedung-
gedung (BTS roof top).
Gambar 1. SC-FDMA
Dengan prinsip Frekuensi Division Multiple Access (FDMA), pengguna yang berbeda akan kemudian
akan menggunakan carrier yang berbeda atau sub-carrier, seperti yang ditunjukkan pada gambar
berikut:
Penggunaan prinsip multi-carrier ditunjukkan pada Gambar 3, dimana data dibagi pada sub-carrier yang
berbeda dari satu pemancar. Contoh pada Gambar 3 memiliki filter Bank yang untuk solusi praktisnya
biasanya diganti denganInverse Fast Fourier Transform (IFFT) dimana jumlah subcarrier banyak.
Gambar 3. Prinsip Multicarrier
Salah satu contoh pendekatan multi-carrier adalah dual carrier WCDMA (dual cell HSDPA), yang mana
menggunakan dual carrier WCDMA namun tidak menggunakan prinsip-prinsip pemanfaatan spektrum
tinggi. Untuk mengatasi-nya, digunakan pendekatan orthogonality diantara transmisi yang
berbeda,untuk menciptakan sub-carrier yang tidak mengganggu satu sama lain, meskipun spektrum
masih tumpang tindih dalam domain frekuensi. Ini adalah apa yang dicapai dengan prinsip Orthogonal
Frequency Division Multiplexing (OFDMA), di mana masing-masing frekuensi sub-carrier ini memiliki
perbedaan dalam domain frekuensi, kemudian sub-carrier yang berdekatan memiliki nilai nol saat itulah
dilakukan sampling dari sub-carrier yang diinginkan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4 berikut:
Untuk LTE, perbedaan frekuensi antara sub-operator telah dipilih yaitu 15 kHz di Release 8 (alternatif
dari 7,5 kHz direncanakan akan didukung dalam rilis yang akan datang sehubungan dengan aplikasi
siaran seperti mobile TV). Prinsip dasar OFDMA sudah dikenal pada tahun 1950, pada saat sistem yang
menggunakan teknologi analog, dan membuat sub-carrier orthogonal sebagai fungsi variasi komponen
dan suhu bukan masalah sepele. Sejak meluasnya penggunaan teknologi digital untuk komunikasi,
OFDMA juga menjadi lebih layak dan terjangkau untuk digunakan konsumen. Selama beberapa tahun
terakhir teknologi OFDMA diadopsi secara luas di banyak sistem seperti di TV digital (DVB-T dan
DVB-H) serta seperti dalam aplikasi Wireless Local Area Network (WLAN). Prinsip OFDMA telah
digunakan di bagian uplink LTE multiple access sebagai SC-FDMA menggunakan prinsip OFDMA
arah uplink untuk mencapai tinggi efisiensi spektrum, seperti yang dijelaskan pada bagian berikutnya.
OFDM berlandaskan pada operasi IFFT (Invers Fast Fourier Transform) yang merupakan kebalikan
dari FFT (Fast Fourier Transform). FFT sendiri merupakan pengembangan dari DFT (Discrete Fourier
Transform) yaitu algoritma tertentu dalam ilmu pemrosesan sinyal digital yang mengubah suatu sinyal
dalam domain waktu ke dalam domain frekuensi, sehingga IDFT merupakan teknik komputasi yang
mengubah suatu sinyal dalam domain frekuensi ke dalam domain waktu. Suatu sinyal yang
ditransmisikan dapat dipetakan kedalam beberapa domain, baik domain waktu maupun domain
frekuensi.
Pemilihan OFDMA pada LTE dirasa mampu mengakomodir kebutuhan layanan. namun
penggunaan OFDMA pada sisi uplnk belum optimal, salah satu faktornya adalah tingginya
nilai PAPR (Peak Avarage Power Ratio). PAPR adalah tingkat perbandingan rata-rata dengan
daya puncak.
Gambar 6. PAPR
Dalam komunikasi OFDMA suatu informasi dibawa oleh suatu symbol yang berisikan bit-bit
informasi. Symbol tersebut didefinisikan menurut diagram konstelasi berdasarkan skema
modulasi yang digunakannya, bisa berupa QPSK, 16QAM, atau 64QAM. Penggunaan
transmisi data berupa bit rate rendah dengan pita sempit akan sangat rentan terhadap
variasi daya yang terjadi antar carrier yang disebabkan noise. Hal tersebut dapat
meningkatkan BER (Bit Error Rate) yang berdampak pada kesalahan konstelasi. Noise akan
mengganggu transmisi symbol dengan menyebarkan spektral kedalam spektrum yang lebih
lebardari yang seharusnya, akibatnya akan terjadi adjacent channels.
Untuk mengatasi PAPR pada OFDMA dapat disiasati dengan diberlakukannya pengaturan
titik kompresi tinggi pada power amplifiernya. Cara tersebut mengatur sedemikian rupa
power yang dipancarkan pada beberapa titik yang menjadi nilai power tertinggi. Hal ini
tidak begitu bermasalah untuk komunikasi downlink sebab alokasi daya yang digunakan
bisa tak terbatas karena supply oleh jaringan listrik. Berbeda pada komunikasi uplink yang
disupply daya hanya melalui baterai. Dengan kapasitas baterai yang terbatas waktu dan
daya maka hal tersebut sangat bermasalah untuk mengirimkan informasi. Untuk mengatasi
itu pada komunikasi uplink LTE menggunakan SC-FDMA.
Di mana aliran data yang berbeda diumpankan ke operasi pra-coding dan kemudian
seterusnya sinyal dipetakan dan menghasilkan sinyal OFDMA.
Hal tersebut dinamakan 'virtual' atau 'multi-pengguna' MIMO yang didukung oleh LTE rilis 8
namun tidak mewakili perspektif perangkat karena hanya urutan sinyal referensi yang
dimodifikasi. Dari sisi jaringan, penambahan processingdiperlukan untuk memisahkan
pengguna satu dengan yg lain. Bagi para vendor produsen smartphone, penggunaan 'klasik'
dua antena pemancar MIMO tidak menarik karena berdampak pada peningkatan investasi
perangkat, sehingga transmisi perangkat multi-antena kemudian dimasukan pada rilis 10 atau
LTE-Advanced.
Physical Layer
Pada bagian ini menjelaskan tentang physical layer LTE berdasarkan prinsip penggunaan
OFDMA dan SC-FDMA. Physical layer ditandai dengan prinsip desain yang tidak diperlukan
sumber daya yang didedikasikan untuk satu pengguna; penggunaan sumber daya hanya
didasarkan pada alokasi sumber daya yang dinamis yang digunakan secara bersama. Hal ini
dianalogikan dengan sumber daya penggunaan di internet, yang berbasis paket tanpa alokasi
sumber daya-pengguna tertentu. Physical layer dari sistem akses radio memiliki peran penting
untuk mendefinisikan kapasitas yang pada akhirnya menjadi titik fokus dalam hal kinerja yang
diharapkan. Namun, sistem yang kompetitif membutuhkan lapisan protokol yang efisien untuk
memastikan kinerja yang baik dari application layer sampai end user.
Dari sifat desain yang sudah dibahas, LTE hanya berisi common transport channel; dedicated
transport channel tidak ada (Dedicated Channel, DCH, seperti dalam WCDMA). Transport
channel adalah interface antara MAC layer dan Physical layer. Dalam setiap transport
channel, pemrosesan diterapkan untuk physical layer yang sesuai untuk membawa saluran
transportasi tersebut.Physical layer tersebut diperlukan untuk memberikan penugasan sumber
daya yang dinamis baik dalam hal variasi kecepatan data dan dalam hal pembagian sumber
daya antara pengguna yang berbeda.
Di arah uplink UL-SCH dilakukan oleh Physical Uplink Share Channel (PUSCH). RACH
dilakukan oleh Physical Random Access Channel (PRACH). Pemetaan transport channel
diilustrasikan pada ganbar berikut:
Di arah downlink, PCH dipetakan ke Physical Downlink Share Channel (PDSCH). Sedangkan
BCH dipetakan ke Physical Broadcast Channel (PBCH), seperti pada gambar berikut:
Pada downlink metode modulasi untuk data pengguna adalah sama seperti di arah uplink
yaitu QPSK, 16QAM, dan 64QAM. E Node B sudah men-support semua metode modulasi
tersebut. Seperti pada jaringan 3G sebelumnya, di LTE dikenal dengan fitur Adaptive
Modulation and Coding, yang memastikan error rate tetap dibawah limit yang dapat diterima,
dengan pengaturan modulasi dan coding rate secara dinamis.
Level modulasi yang lebih rendah meningkatkan link budget dan fade margin. Perubahan
lingkungan propagasi menyebabkan perubahan skema modulasi dan coding. Oleh karena itu
dalam perencanaan kapasitas variasi kanal propagasi jangka panjang harus diperhitungkan.
Berikut gambaran adaptive modulation and coding, yang mampu membuat skema modulasi:
Dimana satu resource block terdiri dari 12 subcarriers dengan masing-masing subcarrier
sebesar 15 kHz dan terdapat 7 OFDM symbol atau satu slot sebesar 0.5 ms. Sehingga dalam
1 resource block badwidthnya sebesar 15 kHz x 12 subcarriers = 180 kHz. Bagian terkecil
resource block adalah resource elementatau RE. Dalam satu resource block terdapat
12 subcarriers x 7 OFDM symbol = 84 resource element.
Dalam domain waktu dikenal dengan istilah Time Transmision Interval atau TTI,yang
merupakan unit dasar pada domain waktu saat penjadwalan transmisi data pada kanal fisik.
Untuk lebih jelasnya mengenai konsep TTI tersebut, berikut ilustrasi Frame Structure pada
LTE:
Radio frame merupakan waktu terpanjang pada sistem frame di LTE. 1 Radio frame besarnya
10 ms atau 20 slot. Bagian terkecil dari frame LTE adalah 1 slot dengan waktu 0.5 ms.
1 subframe terdiri 2 slot dengan waktu sebesar 1 ms. Jadi 1 subframe inilah yang dijadikan
TTI pada LTE. Dari penjelasan sebelumnya disinggung bahwa dalam 1 resource block terdiri
dari 7 OFDM symbol merupakan 1 slot sebesar 0.5 ms, sehingga dalam 1 TTI yang waktunya
1 ms, dapat ditransmisikan data sebesar 2 resource block.
Banyaknya jumlah resource block tergantung pada bandwidth (BW) yang digunakan. Semakin
besar BW, semakin besar pula resource block yang tersedia. Dengan begitu, semakin besar
sistem memiliki resource block, semakin besar pula maksimal throughput yang dihasilkan.
Pada artikel selanjutnya akan dijelaskan tentang perhitungan maksimal throughput yang
tergantung dari beberapa faktor, salah satunya adalah besarnya resource blocktersebut.
Seperti kita ketahui bahwa ada berbagai variasi bandwidth yang digunakan pada sistem LTE,
seperti 1.4 MHz, 3 MHz, 5 MHz, 10 MHz, dan 20 Mhz. Tabel berikut menunjukan berapa
besar resource block (RB) terhadap bandwidth yang digunakan:
LTE RF Measurement
Pengukuran Radio Frequency (RF) pada LTE ditentukan oleh 3GPP yaitu RSRP(Reference
Signal Received Power) dan RSRQ (Reference Signal Received Quality). RSRP adalah power
rata-rata pada resource element yang membawareference signal dalam subcarrier. UE (User
Equipment) mengukur power dari banyak resource element yang digunakan untuk membawa
reference signal kemudian dihitung rata-rata-nya dalam satu bandwidth. Berikut adalah
ilustrasi tentang RSRP:
RSRQ didefinisikan sebagai rasio antara jumlah N RSRP terhadap RSSI (Received Signal
Strength Indication). Atau biasa ditulis RSRQ = N x RSRP / RSSI. RSSI mengukur power
bandwidth termasuk serving cell power, noise, daninterference power. Berikut ilustrasinya
untuk mempermudah pemahaman:
Ambil contoh jika tidak ada trafik pada cell A yang sedang serving ke UE, maka perhitungan
RSRQ-nya adalah : N x RSRP / RSSI = 25 RSRP / 2 x 25 RSRP = 1/2 = -3 dB. N adalah
jumlah resource block pada badwidth, utk contoh ini menggunakan 5 MHz sehingga jumlah
resource blocknya 25. Sedangkan dalam kondisi tidak ada traffic hanya ada 2 reference simbol
saja yang ditransmisikan. Untuk lebih jelasnya berikut ilustrasinya:
Gambar 4. RSRQ saat tidak ada trafik
Berikut contoh jika ada trafik di cell A, maka perhitungan RSRQ-nya adalah: N x RSRP / RSSI
= 25 RSRP / 300 RSRP = -10.8 dB.
Berikut adalah guardband yang dibutuhkan untuk sistem dan lokasi yang sama (co-location):
Berikut adalah ilustrasi terkait guardband pada LTE yang menggunakan frekuensi GSM :
Terdapat 70 MHz untuk LTE FDD dan 50 MHz untuk LTE TDD atau WIMAX. Untuk menghindari
interferensi antara FDD dan TDD diberikan guardband sebesar 5 MHz.
Band tersebut secara luas telah digunakan pada GSM 1800 dan dapat di refarming ke LTE 1800.
Banyak operator telah membangun LTE pada band tersebut di bandwidth 10 MHz. Bahkan ada juga
yang menggunakan sampai 20 MHz.
Semua perangkat mendukung 20 MHz bandwidth, sehingga sudah siap menyesuaikan dengan
ketersediaan bandwidth yang dioperasikan oleh operator selular. Misalkan sementara ini operator
selular di Indonesia masih menngunakan bandwidth 5 MHz, yang kedepannya akan melakukan
ekspansi setelah ada lisensi dari otoritas setempat.
Berikut adalah tabel category perangkat dari mulai category 1 sampai dengan 5:
Perangkat atau UE yang memiliki kapabilitas yang paling rendah atau category 1, dengan peak rate
DL 10 Mbps dan UL 5Mbps. Untuk modulasi downlink, semua category mendukung modulasi QPSK,
16QAM, dan 64 QAM. Terkait proses kapan menggunakan modulasi QPSK, 16QAM, dan 64QAM bisa
dibaca pada artkel sebelumnya yaitu MODULASI.
Untuk modulasi uplink, hanya category 5 saja yang mampu mendukung modulasi 64QAM, selain itu
untuk category 1 sampai dengan 4 hanya mendukung modulasi QPSK dan 16QAM. Selain peak rate
dan modulasi, terdapat fitur MIMO DL yaitu Multiple Input Multiple Output Downlink dimana dengan
fitur tersebut mampu meningkatkan kecepatan data pada arah downlink. Untuk informasi lengkap
mengenai MIMO bisa dibaca pada artikel sebelumnya yaitu MIMO-Multiple Input Multiple Output.
Pada category 1, pilihannya adalah optional, bisa mendukung MIMO atau tidak. Untuk category 2
sampai dengan 4 mendukung MIMO 2 x 2 yang berarti mampu meningkatkan kecepatan data
maksimum dua kali, namun jika disisi enode B, fitur MIMO tersebut diaktifkan. Untuk MIMO 4 x 4 hanya
didukung oleh perangkat dengan category 5. Beberapa perangkat smartphone yang beredar dipasaran
yang merupakan keluaran vendor-vendor ternama maupun pendatang baru, sudah mendukung
category 4 dan 5. Sebut saja Samsung Galaxy A5, Sony experia C3, Z3 yang mendukung LTE category
4. Menarik untuk kita cermati terkait smartphone yang memiliki spesifikasi yang lebih tinggi lagi dari
kapabilitas yang ada saat ini. Namun kembali lagi, semua peak data rate yang diharapkan tergantung
dari resources perangkat eNodeB itu sendiri, salah satunya adalah bandwidth.