Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Diare merupakan salah satu penyakit dengan insidensi tinggi di dunia dan
dilaporkan terdapat hampir 1,7 milyar kasus setiap tahunnya. Penyakit ini sering
menyebabkan kematian pada anak usia di bawah lima tahun (balita). Dalam satu tahun
sekitar 760.000 anak usia balita meninggal karena penyakit ini (World Health
Organization (WHO), 2013).
Didapatkan 99% dari seluruh kematian pada anak balita terjadi di negara
berkembang. Sekitar ¾ dari kematian anak terjadi di dua wilayah WHO, yaitu Afrika
dan Asia Tenggara. Kematian balita lebih sering terjadi di daerah pedesaan, kelompok
ekonomi dan pendidikan rendah. Sebanyak ¾ kematian anak umumnya disebabkan
penyakit yang dapat dicegah, seperti kondisi neonatal, pneumonia, diare, malaria, dan
measles (WHO, 2013b).
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti
Indonesia karena memiliki insidensi dan mortalitas yang tinggi. Diperkirakan 20-50
kejadian diare per 100 penduduk setiap tahunnya. Kematian terutama disebabkan karena
penderita mengalami dehidrasi berat. 70-80% penderita adalah mereka yang berusia
balita. Menurut data Departemen Kesehatan, diare merupakan penyakit kedua di
Indonesia yang dapat menyebabkan kematian anak usia balita setelah radang paru atau
pneumonia (Paramitha, Soprima, & Haryanto, 2010).
Dari penemuan kasus diare di fasilitas masyarakat pada tahun 2011 terdapat
35,5% kasus diare yang ditangani di Indonesia. Di Jawa Tengah ditemukan kasus diare
sebanyak 1.337.427, dan yang ditangani 225.332 kasus atau sekitar 16,8%
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Kejadian diare di kota Surakarta
pada tahun 2007 cukup tinggi yaitu sebanyak 7,06% dari total jumlah penduduk
(Departemen Kesehatan RI, 2009).
Penularan diare dapat dengan cara fekal-oral, yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen, kontak tangan langsung dengan penderita,
barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau secara tidak langsung melalui
lalat. Cara penularan ini dikenal dengan istilah 4F, yaitu finger, flies, fluid, field
(Subagyo & Santoso, 2012).
Adapun faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen
diantaranya adalah tidak memberikan ASI secara penuh pada bayi usia 4-6 bulan, tidak
memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
kebersihan, kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan
makanan yang tidak higienis, serta cara penyapihan yang tidak baik (Subagyo &
Santoso, 2012). Kejadian diare dapat dicegah dengan memperhatikan air minum yang
aman dan sanitasi yang higienis (WHO, 2013b).
Pemberian air susu ibu (ASI) merupakan cara alami untuk menjaga nutrisi yang
baik, meningkatkan daya tahan tubuh, serta memelihara emosi selama masa
pertumbuhan dan perkembangan bayi. ASI mengandung zat nutrisi yang dibutuhkan,
serta faktor anti bakteri dan anti virus yang melindungi bayi terhadap infeksi. Beberapa
penelitian membuktikan bahwa ASI dapat mengurangi kejadian infeksi selama masa
bayi dan balita. Suatu penelitian menyatakan bahwa bayi yang tidak mendapat ASI, dua
kali lebih sering masuk rumah sakit dibandingkan bayi yang mendapat ASI (Aldy,
Lubis, Sianturi, Azlin, & Tjipta, 2009).
Di Indonesia, persentase ibu yang menyusui eksklusif sampai dengan 6 bulan
adalah 15,3 %. Inisiasi dini menyusui kurang dari satu jam setelah bayi lahir adalah 29,3
%, tertinggi di Nusa Tenggara Timur 56,2 % dan terendah di Maluku 13,0 %. Sebagian
besar proses mulai menyusui dilakukan pada kisaran waktu 1-6 jam setelah bayi lahir
tetapi masih ada 11,1% yang mulai menyusui setelah 48 jam. Untuk pemberian
kolostrum cukup baik, dilakukan oleh 74,7 % ibu kepada bayinya (Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS), 2010).
Tingginya angka kejadian diare balita merupakan masalah yang penting di
masyarakat sehingga perlu untuk didapatkan data yang memadai. Faktor-faktor risiko
yang menyebabkan diare perlu digali untuk memberikan wawasan dan informasi yang
bermanfaat bagi masyarakat akan pentingnya pencegahan kejadian diare tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin membuktikan hubungan pemberian ASI
eksklusif dengan kejadian diare akut pada bayi usia 1-6 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Pucangsawit Surakarta.
B. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
Agar mahasiswa mampu memahami konsep keperawatan maternitas tentang cara
pemberian asuhan keperawatan Medikal bedah

2. TUJUAN KHUSUS
a. Mampu memahami Definisi Diare
b. Mampu memahami Anatomi pencernaan
c. Mampu memahami Etiolog Diare
d. Mampu memahami Tanda dan gejala Diare
e. Mampu memahami Patofisiologi Diare
f. Mampu memahami Pathway Diare
g. Mampu memahami Pemeriksaan penunjang Diare
h. Mampu memahami Komplikasi Diare
i. Mampu memahami Penatalaksanaan Diare
j. Mampu memahami Asuhan Keperawtan Diare

C. MANFAAT

Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
khususnya kepada mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
hal-hal yang berhubungan dengan asuhan keperawatan medikal bedah pada sistem
pencernaan sehingga mampu mengaplikasikannya

Anda mungkin juga menyukai