PAPER Forensik
PAPER Forensik
PAPER
TANATOLOGI DAN ENTOMOLOGI FORENSIK
DISUSUN OLEH:
Rachmat Kurniawan AP (100 100 249)
M. Muizz Shafiq (100 100 )
Pembimbing:
dr. H. Mistar Ritonga, Sp.F
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan paper yang berjudul
Tanatologi dan Entomologi Forensik. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada pembimbing, dr. H. Mistar Ritonga, Sp.F, atas bimbingannya.
Ilmu kedokteran masih terus berkembang dan dalam waktu singkat sudah
muncul teori dan pengetahuan-pengetahuan baru. Untuk itu penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis dengan besar
hati menerima saran, kritik dan masukan yang sifatnya membangun demi kebaikan
ilmu pengetahuan. Semoga paper ini bermanfaat bagi yang membacanya nanti dan
bermanfaat sebagai sumber kepustakaan.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB 1:
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Tanatologi adalah imu yang mempelajari tanda-tanda kematian dan
perubahan yang terjadi setelah seseorang mati serta faktor yang
mempengaruhi. Tanatologi merupakan ilmu paling dasar dan penting dalam
ilmu kedokteran kehakiman terutamanya dalam hal pemeriksaan jenazah
(visum et repertum).
Pada tanatologi dipelajari perubahan-perubahan pada manusia
setelah meninggal dunia. Perubahan-perubahan yang terjadi setelah
kematian dibedakan menjadi dua yaitu perubahan yang teradi secara cepat
(early) dan perubahan yang terjadi secara lambat (late). Perubahan yang
terjadi secara cepat antara lain henti jantung, henti nafas, perubahan pada
mata, suhu, dan kulit. Sedangkan perubahan yang terjadi secara lanjut antara
lain kaku mayat, pembusukan, penyabunan dan mumifikasi.(1)
Kepentingan mempelajari tanatologi adalah untuk menentukan
apakah seseorang benar-benar sudah meninggal atau belum, menetapkan
waktu kematian, sebab kematian, cara kematian, dan mengangkat atau
mengambil organ untuk kepentingan donor atau transplantasi dan untuk
membedakan perubahan-perubahan yang terjadi post-mortal dengan
kelainan-kelainan yang terjadi pada waktu korban masih hidup.
Entomologi forensik merupakan salah satu cabang dari sains
forensik yang memberikan informasi mengenai serangga yang digunakan
untuk menarik kesimpulan ketika melakukan investigasi yang berhubungan
dengan kasus-kasus hukum yang berkaitan dengan dengan manusia atau
satwa.
Dalam kasus entomologi forensik, lalat merupakan invertebrata
primer yang mendekomposisi komponen organik pada hewan termasuk juga
mayat manusia. Pada saat lalat mengambil materi organik yang ada di dalam
tubuh mayat, maka lalat tersebut akan memindahkan telur yang akan
berkembang menjadi larva dan pupa. Adanya berbagai perubahan dari
berbagai jenis lalat dan serangga lain akan menimbulkan suatu komunitas
dalam mayat yang secara ekologi dan evolusi akan terjadi proses kompetisi,
predasi, seleksi, penyebaran dan kepunahan lokal dalam tubuh mayat
tersebut.
Entomologi forensik merupakan ilmu yang mempelajari tentang
serangga dan antropoda lain yang digunakan dalam peradilan. Ilmu
entomologi memfokuskan mengenai distribusi, biologi, dan sifat serangga
1.2.Tujuan Penulisan
Agar dapat mengetahui bagaimana cara mendeskripsikan luka dengan baik
sehingga mampu mengetahui tanatologi dengan baik dan benar.
Sebagai salah satu tugas kepanitraan klinik senior di bagian Ilmu
Kedokteran Forensik RSUP Haji Adam Malik Medan.
1.3.Manfaat Penulisan
Makalah ini bermanfaat bagi para pembaca, khususnya yang terlibat dalam
kalangan medis dan masyarakat pada umumnya.
Dapat lebih mengetahui dan memahami lebih mendalam mengenai
tanatologi sehingga dapat lebih baik dalam mengaplikasikannya alam
kedokteran forensik.
BAB 2:
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Tanatologi
2.1.1. Definisi
Tanatologi berasal dari kata Thanatos (yang berhubungan dengan
kematian) dan logos (ilmu). Tanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran
forensik yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kematian, yaitu
definisi atau batasan mati, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah terjadi
kematian dan faktor-faktor yang mepengaruhi perubahan tersebut.
Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya
fungsi sirkulasi dan respirasi secara permanen (mati klinis). Dengan adanya
perkembangan teknologi ada alat yang bisa menggantikan fungsi sirkuasi
dan respirasi secara buatan. Oleh karena itu definisi kematian berkembang
menjadi kematian batang otak (brain stem death).
b. Mati molekuler/seluler
Proses kematian sel/jaringan secara klinis. Waktu kematian yang
berbeda untuk tiap jaringan dan organ. Otak yang berkisar 3-5 menit.
Otot yang berkisar setelah 4 jam, kemudian kornea setelah 6 jam. Ini
menjadi penting jika mayat merupakan pendonor organ.
c. Mati serebral
Kematian akibat gagalnya fungsi otak, ini merupakan definisi mati
menurut WHO. Pada kematian ini fungsi tubuh lainnya masih dapat
dipertahankan melalui sejumlah alat seperti ventilator.(3)
2.1.3. Medikolegal
Ada beberapa perubahan post-mortem yang perlu diperiksa dan
diperhatikan. Pemeriksaan yang teliti terhadap perubahan post-mortem
dapat membantu menentukan apakah korban telah pasti menginggal, telah
berapa lama korban meninggal, posisi korban meninggal, apakah ada
perubahan dari posisi tersebut, kemudian juga dapat menentukan sebab dan
cara kematian. Sehingga hal-hal penting tersebut dapat diketahui melalui
tanatologi.
Dalam laporan pemeriksaan mayat (VeR), dokter hanya
mencantumkan perubahan-perubahan tersebut, tanpa memberikan
kesimpulan lama kematian, posisi waktu meninggal dan lain-lain.
Diharapkan para pemakai visum melalui pengetahuan yang baik tentang ini
dapat memberikan penilaian sendiri terhadap perubahan-perubahan pada
mayat tersebut. Bila diperlukan dkter akan menjelaskan nilai perubahan
pada mayat tersebut jika diminta oleh penyidik dan pengadilan.
Livor Mortis (lebam mayat): bercak merah atau noda besar merah
kebiruan atau merah ungu (lividae) pada lokasi terendah tubuh
mayat akibat penumpukan eritrosit atau stagnasi darah akibat
terhentinya kerja sistem kardiovaskular dan efek dari gravitasi bumi.
Terjadi 20-30 menit paska kematian, menetap dalam 8-12 jam paska
kematian klinis dan hilang pada penekanan. Penyebabnya meliputi
ekstravasasi cairan dan hemolisis, kapiler yang saling berhubungan,
pengentalan lemak tubuh akibat penurunan suhu tubuh, penekanan
pembuluh oleh otot akibat rigor mortis. Berikut faktor yang dapat
diperhatikan:
o Volume darah: semakin besar, lebam menjadi lebih cepat
dan luas
o Warna lebam: merah kebiruan (normal), merah terang
(keracunan CO, CN, atau suhu dingin), merah gelap
(asfiksia), biru (keracunan nitrit), coklat (keracunan aniline).
Gambar 2 Memar
Kaku mayat (rigor mortis): adalah kekakuan yang terjadi pada otot
yang disertai sedikit pemendekan otot, setelah periode relaksasi
primer; yang terjadi akibat perubahan kimiawi pada serabut-serabut
otot.
o Cadaveric Spasm (instaneous rigor) kekakuan sekelompok
otot tanpa didahului oleh relaksasi primer.
o Heat stiffening: kekakuan akibat suhu tinggi seperti
kebakaran.
o Cold stiffening: kekakuan akibat suhu rendah, terjadi karena
cairan tubuh yang membeku.
Gambar 5 Adipocere
Gambar 6 Mumifikasi
2.2.Entomologi Forensik
2.2.1. Siklus Hidup Lalat
Sebelum menerapkan ilmu entomologi kedalam investigasi suatu kasus,
harus mempelajari siklus hidup lalat. Siklus hidup lalat mempunyai beberapa tahap
dimulai dari, tahap telur, tahap larva, tahap pupa dan berakhir di tahap dewasa.(4)
Bagi tahap telur, bermula bila lalat betina bertelur didaerah yang lembab
dan mempunyai makanan seperti mayat manusia. Sekitar 150 hingga 200 telur yang
diproduksi lalat betina. Telur lalat blowfly khususnya berwarna putih dan berkilat,
berukuran panjang 0.9mm hingga 1,5mm dan lebar 0.3mm hingga 0.4mm.(4)
Larva memiliki 12 segmen dan bagian anterior runcing. Struktur hitam yang
terdiri dari rahang dan sclerites terkait dan berakhir di kait mulut (kerangka
cephalopharyngeal). Bagian posterior tumpul dan memiliki dua area melingkar
berwarna cokelat di hujung segmen. Ini adalah spirakel posterior.(4)
Dalam tahap larva lalat pula, tahap ini terbagi tiga subdivisi instar. Tahap
kehidupan tertentu larva dapat diidentifikasi dengan jumlah celah hadir di setiap
ventilator posterior. Pada instar pertama, satu celah terbentuk; di instar kedua, dua
celah yang terbentuk; di instar ketiga, tiga celah yang terbentuk. Instar pertama
cenderung kurang dari 2 mm, sedangkan instar kedua adalah antara 2 mm dan 9
mm. Instar ketiga dapat antara 9 dan 22 mm panjang. Namun, ukuran adalah ukuran
relatif dapat diandalkan usia karena tergantung pada jumlah dan kualitas makanan
yang tersedia. Proyeksi disebut tuberkel mengelilingi tepi segmen posterior larva.
Spirakel yang terletak di muka horizontal segmen posterior. Jarak antara tuberkel
berperan dalam identifikasi spesies larva.(4)
Mencuat dari segmen anterior ketiga (segmen dada kedua) larva adalah
ventilator anterior, yang terlihat seperti tangan dengan jari-jari memproyeksikan
dari itu. Larva instar ketiga adalah yang terbesar. Setengah jalan melalui tahap ini
mereka berhenti makan dan bermigrasi, mencari tempat untuk pupariation
Serangga yang paling penting untuk penentuan PMI adalah spesies yang
menggunakan mayat untuk reproduksi. Banyak serangga datang mencari sumber
makanan pada mayat tetapi tidak menggunakannya sebagai situs peternakan.
Berbagai macam lalat dewasa dapat ditemukan mendapatkan makanan protein yang
diperlukan untuk perilaku reproduksi. Banyak serangga ini memiliki strategi
reproduksi yang tidak melibatkan bangkai.(4)
Lalat daging berwarna hitam dan abu-abu dan menyebabkan orang untuk
rumpun mereka ke dalam pengelompokan mental umum "lalat," pengelompokan
palsu dari berbagai taksa yang mencakup lalat rumah. Sementara sarcophagids bisa
sangat penting dalam penyelidikan forensik, sebagian besar spesies dalam keluarga
ini tidak berkembang biak di vertebrata bangkai besar.(4)
Beberapa spesies yang lalat kecil dapat menjadi penting dalam tahap akhir
dari dekomposisi atau dengan tubuh yang di tempat-tempat lalat besar tidak bisa
menjangkau mereka (misalnya, dikuburkan dalam peti mati). Dua kelompok
penting adalah menjegal lalat dalam keluarga Phoridae dan nakhoda lalat di
keluarga Piophilidae. Phorids kecil dapat menemukan tubuh yang tersembunyi
dengan baik, tertutup, dibungkus, atau bahkan dikubur.(4)
Salah satu parasitoid yang paling penting dari yg makan Diptera puparia
yang sudah mati adalah tawon pteromalida, Nasonia vitripennis. Spesies ini (dan
parasitoid lainnya) dapat menyebabkan masalah dalam penyelidikan forensik ketika
mereka memusnahkan mengembangkan larva lalat yang sedang dipelihara untuk
identifikasi dan digunakan dalam spesies determinasi PMI.(4)
Spesies adventif biasanya tidak berguna untuk penentuan PMI tapi dapat
memberikan informasi yang sangat berguna mengenai pergerakan tubuh dari satu
lingkungan yang lain.
1. Proses pertama atau fresh stage. Berlangsung selama 1-2 hari, dimulai saat
terjadinya kematian dan berakhir bila mayat menjadi kembung. Secara
umum, tidak banyak perubahan morfologi dapat dilihat tetapi pada proses
ini telah bermulanya autolisis. Entomologi dapat membantu
mengkonfirmasikan asumsi mayat meninggal kira-kira lebih dari 24 jam
berdasarkan pemeriksaan jaringan tubuh mayat. Serangga akan berkeliaran
sekitar mayat pada 10 minit pertama PMI tetapi tiada telur didapati yang
dijumpai saat staging ini (oviposition). Kebiasaannya, blowflies atau
serangga Calliphoridae yang pertama kali muncul pada mayat.
Tergantung suhu mayat, suhu persekitaran, saiz lalat, tahap lalat dan jenis
lalat, kita dapat menentukan PMI dengan tepat.(7)
1 - Telur L 9-11mm -
20 - P 31-34mm - -
21 - A 36-38mm - -
BAB 3:
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
3. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. 1st ed. Jakarta: Binarupa Aksara;
1997.
6. Dahlem GA. The Science of Forensic Entomology. 1st ed. New York; 2009.