Anda di halaman 1dari 3

OPINI ANAK TANI #3: GADUH BERAS NASIONAL

“Masalah harga beras seharusnya bisa diredam jika ada data yang jelas” – Dwi Andreas
Santosa1

Beberapa hari ini publik negeri ini dibuat geger dengan kebijakan pemerintah untuk
mengimpor 500.000 ton beras dari negeri tetangga. Hal ini tak heran ditangggapi dengan
sinis baik oleh sejumlah tokoh maupun masyarakat umum karena sebentar lagi negeri ini
akan mengalami panen raya, yaitu sekitar bulan Februari. Kini, publik pun bertanya-tanya,
bagaimana nasib beras petani lokal jika ternyata beras impor tiba di Indonesia bertepatan
dengan panen raya. “Rencana impor beras oleh pemerintah adalah hal yang wajar terutama
untuk kepentingan pasokan” kata Direktur Institute for Development of Economics and
Finance (INDEF), Enny Sri Hartati. Namun, penempatan waktu dilakukan impor beras di
bulan Januari atau Februari tidaklah tepat, lanjut beliau2. Seperti telah diketahui publik,
bahwa periode Februari adalah jadwal panen raya ketika panen nanti.
Pemerintah seharusnya bisa memprediksi kebutuhan dan memastikan pasokan
beras yang aman. Terutama impor beras ini hanya menguntungkan sebagian kecil
pedagang besar. Kedatangan beras impor dikhawatirkan dapat merusak harga beras petani
ketika panen nanti. Salah satu pengamat pertanian dan Guru Besar Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Dwi Andreas Santosa, menyatakan bahwa harga beras naik
seharusnya dapat diredam jika ada data yang jelas. Kebijakan pangan selama ini
berdasarkan data yang tidak akurat, yaitu data produksi dan konsumsi, timpal beliau.
Dalam opini yang dilansir Kompas, 18 Januari 2018, Dwi Andreas Santosa juga
menambahkan bahwa beras impor sebaiknya disimpan sebagai cadangan untuk tahun 2018
ketika sudah memasuki Maret karena apabila didistribusikan akan berdampak pada
penurunan harga gabah di tingkat usaha tani3.
Informasi stok beras ini juga dipermasalahkan oleh salah satu anggota Ombudsman
Republik Indonesia, Alamsyah Saragih, dengan menyatakan bahwa informasi stok beras
yang tidak akurat ke publik akan menjadi persepsi kesimpangsiuran data. Perbaikan data

1
“Harga Beras Meroket, Salah Siapa?” dalam liputan6.com
2
“Ombudsman sebut ada maladministrasi dalam impor 500 ribu ton beras” dalam bbc.com
3
“Ironi Impor Beras” dalam Opini Kompas
adalah kepentingan bersama, lanjut beliau4. Kolaborasi antar lembaga pemerintah harus
lebih tingkatkan kembali. Misal dalam perhitungan data, selain dilakukan oleh
Kementerian Pertanian, juga dilakukan oleh Badan Pusat Statistik secara akurat dan
Kementerian Perdagangan dengan survei stok secara independen. Ombudsman juga
mengkritik Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, untuk tidak membangun opini bahwa
beras surplus dan perayaan panen secara berlebihan. Hal ini terlihat saat ini, kenaikan
harga beras disertai opini yang bertentangan.

Gambar 1. Sebaran harga dan pasokan beras di tiap provinsi (Sumber: Ombudsman RI 2018)

Berdasarkan gambar di atas, sebaran pasokan di tiap daerah pas-pasan dan tidak
merata. Di beberapa provinsi, ditemui pasokan menurun dan juga kenaikan harga di atas
Harga Eceran Tertinggi (HET). Hal ini ditandai pada simbol berwarna merah, yaitu
Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan Papua. Temuan yang
disajikan dalam bentuk infografis di atas merupakan temuan Ombudsman yang juga
menepis pernyataan pemerintah, yakni Kementerian Pertanian, bahwa stok beras aman.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Gatot Irianto, memastikan produksi beras tidak
berkurang.

4
“Pantauan Ombudsman: Data Surplus Beras dari Mentan Tak Akurat” dalamkatadata.co.id
Upaya pemerintah untuk meredam kenaikan harga yaitu mengambil kebijakan
impor beras. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 tahun 2018.
Dijelaskan juga bahwa sebelumnya, Kemendag telah melakukan upaya untuk
mengstabilkan harga beras, yaitu dengan operasi pasar bersama Bulog. Namun, upaya
operasi pasar tak berhasil mengentaskan kenaikan harga yang terjadi di pasaran5. Harga
beras jenis medium yang banyak dikonsumsi masyarakat selama Desember 2017 naik 6.6
persen dari Rp 9.280 per kilogram menjadi Rp 9.526 per kilogram, jika dilihat dari data
yang disajikan oleh Badan Pusat Statistik. Bahkan, 11 Januari 2018, harga beras di Pasar
Induk Beras Cipinang harga beras medium mencapai Rp 11.275 per kilogram. Berdasarkan
data-data inilah menjadi acuan Kementerian Perdagangan melakukan impor beras untuk
menutupi kekurangan stok.
Berdasarkan beberapa hal yang telah dijelaskan di atas, upaya impor beras oleh
pemerintah sebagian besar direspon negatif baik dari sejumlah tokoh dan ahli serta
masyarakat umum. Oleh karena itu, kami bersikap, diantaranya adalah:
1. Menolak kebijakan impor beras yang dilakukan oleh pemerintah.
2. Menuntut pemerintah untuk berhenti membangun opini bahwa data pangan
selalu surplus jika tidak sesuai dengan kondisi lapang.
3. Menuntut kementerian terkait dalam kebijakan pangan untuk melakukan
perbaikan data pangan, baik dari persediaan stok maupun konsumsi tiap daerah.
4. Menuntut pemerintah segera melakukan tindakan stabilisasi harga dan
pemerataan stok beras.
5. Menuntut pemerintah segera melaksanakan upaya untuk mencapai kedaulatan
pangan seperti yang dicita-citakan dalam Nawacita.

Bogor, 18 Januari 2018


Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa
Institut Pertanian Bogor

5
“Jalan Panjang Mendag Keluarkan Kebijakan Impor Beras” dalam kompas.com

Anda mungkin juga menyukai