Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

PENYAKIT PARKINSON

Pembimbing:
dr. Samadhi Tulus Makmud, Sp.S

Penyusun:
Felix Setiawan
406171041

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT SUMBER WARAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 8 JANUARI – 10 FEBRUARI 2018
JAKARTA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkinsonisme merupakan kumpuilan gejala yang terdiri dari tremor, rigiditas,


bradikinesia dan instabilitas postural. Fahn dkk (2011) mengusulkan klasifikasi
terbaru parkinsonisme yang digunakan hingga saat ini yaitu Parkinsonisme primer
atau penyakit Parkinson, Parkinsonisme sekunder (parkinsonisme akibat infeksi,
toksin, obat-obatan, vaskular dan metabolik), sindrom parkinsonism-plus
(progressive supranuclear palsy, multiple system atrophy, corticobasal
degeneration), dan gangguan heredodegeneratif (benign Parkinsonism).1 Topik
yang dibahas dalam referat ini adalah penyakit Parkinson.

Penyakit Parkinson merupakan salah satu gangguan gerak neurogeneratif


progresif ditandai dengan parkinsonisme. Nama parkinson berasal dari James
Parkinson yang pertama kali mendeskripsikan kelainan ini pada tahun 1817.
Penyakit Parkinson ditandai dengan gambaran patologis berupa degenerasi neuron
disertai adanya badan Lewy (Lewy bodies) pada substansia nigra pars kompakta.1

Data The Global Burden of Disease Study (2015) mengindikasikan adanya


kecenderungan usia yang lebih tua pada saat terjadi kematian. Fenomena
demografik ini menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif, yaitu
penyakit Alzheimer diikuti penyakit Parkinson pada peringkat kedua tersering.
Dengan meningkatnya harapan hidup maka penyakit Parkinson menjadi salah satu
tantangan terberat yang dihadapi dunia kesehatan.1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Parkinson

2.1.1 Definisi

Penyakit Parkinson (PP) adalah salah satu kelainan gangguan gerak yang dapat
mempengaruhi kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Meskipun PP
dikaitkan dengan berbagai macam gejala, ada gejala khas yang sering muncul
pada PP. Gejala ini biasanya dibagi menjadi gejala yang mempengaruhi
pergerakan (gejala motorik) dan yang tidak mempengaruhi pergerakan (gejala
non-motor).

Gejala motorik yang paling umum dari PP adalah tremor, rigiditas


(kekakuan otot), dan bradikinesia (gerakan yang melambat). Seseorang dengan PP
Mungkin juga bermasalah dengan postur, keseimbangan, koordinasi, dan berjalan.
Gejala non-motorik umum dari PP adalah gangguan tidur, konstipasi, kecemasan,
depresi, kelelahan serta gejala lainnya.2 Secara umum PP dapat didefinisikan
sebagai kelainan gangguan gerak neurodegeneratif yang bersifat progresif ditandai
dengan tremor, rigiditas, bradikinesia dan instabilitas postural.1

2.1.2 Epidemiologi

Prevalensi PP bervariasi di beberapa benua. Pringsheim dkk menemukan bahwa


prevalensinya pada usia 70-79 tahun lebih rendah di Asia (646/100.000 individu)
dibandingkan Eropa, Amerika Utara dan Australia. Adapun insidens penyakit ini
berkisar 16-19 kasus per 100.000 individu pertahun. Savica dkk memperoleh
insidens 21 kasus per 100.000 penduduk pertahun di Minnesota yang dapat
dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia dan etnis.1

PP lebih tinggi pada laki-laki dibandingakan perempuan dengan rasio 3:2.


Studi meta-analisis oleh Hirsch dkk menunjukkan insidens laki-laki sebesar 61,21
per 100.000 individu per tahun dan hampir 2 kali lipat dari perempuan yakni
37,55 per 100.000 individu pertahun.1
Terdapat peningkatan insidens PP seiring bertambahnya usia, baik pada
laki-laki maupun perempuan. Pada kelompok laki-laki, insidens berkisar dari 3,59
per 100.000 penduduk pada usia 40-49 tahun yang meningkat menjadi 132,72 per
100.000 penduduk pada usia 70-79 tahun, lalu menurun menjadi 110,48 per
100.000 penduduk usia diatas 80 tahun. Pada kelompok perempuan insidens mulai
dari 2,94 per 100.000 penduduk pada usia 49-49 tahun yang meningkat menjadi
104,99 per 100.000 penduduk pada usia 70-79 tahun, lalu menurun 66,02 per
100.000 penduduk usia diatas 80 tahun.1

2.1.3 Anatomi Ganlia Basal

Ganlia basal merupakan sekelompok nukleus subkortikal yang terdiri dari


neostriatum (nukelus kaudatus dan putamen), striatum ventral, globus palidus
segmen interna dan externa (GPi, GPe), nukleus subtalamikus (subthalamic
nucleus/STN) dan substansia nigra pars reticulata dan pars kompakta (SNr, SNc).
Ganlia basal merupakan salah satu bagian dari sirkuit kortikal-subkortikal yang
lebih besar, yang berasal dari seluruh korteks dan berkaitan dengan ganglia basal
dan talamus.1

Sirkuit ganglia basal-talamokortikal tersusun dalam suatu jaras fungsional.


Striatum dan STN merupakan titik masuk utama bagi input yang menuju ke
ganglia basal. Striatum menerima input dari korteks dan talamus, sedangkan STN
menerima input dari talamus dan batang otak. Dari nukleus tersebut, informasi
diteruskan melalui berbagai jaras dan masuk ke nukleus keluaran utama yaitu Gpi
dan SNr. Keluaran ganlia basal dari Gpi dan SNr akan diteruskan menuju ke
talamus serta batang otak.1
Gambar 1. Anatomi Ganglia Basal, Korteks, Talamus dan Batang Otak3

2.1.4 Patofisiologi

Patofisiologi utama yang menyebabkan gejala motorik PP, khususnya


bradikinesia dikaitkan dengan disfungsi sirkuit motorik yang menghubungkan
korteks prefrontal, ganglia basal dan talamus. Berdasarkan sirkuit motorik ganglia
basal yang diajukan dan dikembangkan oleh Alexander dkk, hubungan antara
striatum sebagai titik masuk utama dan GPi/SNr sebagai keluaran utama dari
ganglia basal tersusun menjadi jaras langsung (direct) berupa jaras monosinaptik
GABAergik inhibitorik dan jaras tidak langsung (indirect) yang mencakup GPe
dan STN. Striatum memiliki peran utama dlaam pemproses informasi
sensorimotor dan meneruskannya ke GPi. Selanjutnya stimulus akan diteruskan
melalui proyeksi GABAergik yang bersifat inhibitorik menuju segmen motorik
talamus anterior ventral, yang akan meneruskan stimulus melalui jalur
glutamaergik menuju korteks dan berperan dalam prosesn perencanaan dan inisiai
motorik. Sirkuit ini dikendalikan dan dimodulasi oleh proyeksi dopamin
nigrostriatal.1
Pada PP terjadi neurogenerasi substansia nigra pars kompakta, input
domapinergik menuju striatum akan menurun menyebabkan penurunan eksitatorik
dopaminergik pada reseptor D1 dan input dopaminergik inhibitorik pada reseptor
D2. Adanya defisiensi dopamin dan kelainan patologi pada reseptor dopamin akan
menyebabkan perubahan pada dua jaras keluaran striatopalidal utama yang
menuju GPi secara monosinaptik melalui jaras langsung atau melewati proyeksi
GPe melalui jaras tidak langsung.1

Hasil akhir dari disfungsi input dopaminergik dari kedua neuron striatum
tersebut adalah peningkatan aktivitas GPi melalui jalur langsung dan tidak
langsung sehingga memberikan efek inhibisi ke talamus dan korteks, terjadi
disfungsi inisiasi, kecepatan dan amplitudo gerak.1

Gambar 2. Sirkuit Ganglia Basal pada Keadaan Normal dan Penyakit Parkinson.4
2.1.5 Etiologi

Etiologi penyakit parkinson belum diketahui, tetapi beberapa keadaan


diidentifikasikan sebagai faktor resiko yaitu Usia (insiden dan prevalensi
penyakit parkinson meningkat sejalan dengan meningkatnya usia, jarang
timbul pada usia dibawah 30 tahun), Rasial (Penelitian epidemiologik
menunjukkan bahwa prevalensi penyakit parkinson pada orang kulit putih lebih
tinggi dari pada orang asia atau afrika), Genetik, Toksin (paparan MPTP/methyl
phenyl tetrahydropyridine dapat menimbulkan penyakit Parkinson), Infeksi,
Trauma dan Stress emosional (stress dapat mempengaruhi sistem dopamin sentral
yang pada gilirannya akan mempercepat kerusakan sel di substansia nigra).5

2.1.6 Gejala dan Tanda Klinis

Gejala motorik utama dari PP adalah bradikinesia, rigiditas, tremor dan


instabilitas postural.1

2.1.6.1 Tremor

Tremor merupakan salah satu gambaran khas PP, namun 30% pasien dapat tidak
mengeluhkan tremor pada awal gejala dan sekitar 25% kasus tanpa tremor selama
perjalanan penyakit. Tremor seringkali terjadi pada ekstremitas, lengan lebih
sering terkena dibandingkan dengan tungkai. Pada awal penyakit, tremor bersifat
unilateral, kemudian seiring perjalanan penyakit, terjadi pada ekstremitas
kontralateral. Hal ini juga dapat terjadi secara intermiten pada rahang, bibir dan
lidah.

Tremor sebagian besar terjadi pada bagian distal dan lebih jelas pada jari-
jari tangan atau kaki. Gerakan berupa felksi ekstensi yang melibatkan jari-jari atau
pronasi supinasi pergelangan tangan yang disebut “pill rolling tremor” meskipun
tanpa melakukan gerakan rotatoar seperti saat melakukan pill rolling. Tremor
mencapai amplitudo maksimal saat istirahat, sehingga dikenal sebagai tremor
istirahat atau resting tremor.
2.1.6.2 Rigiditas

Rigiditas merupakan peningkatan tonus otot di seluruh lingkup gerak sendi dan
tidak tergantung dari kecepatan otot saat digerakkan. Rigiditas dapat ditemukan
pada leher, badan dan ekstremitas dalam keadaan relaksasi. Pemeriksaan
pergelangan tangan dengan gerakan fleksi ekstensi merupakan salah satu cara
deteksi adanya rigiditas roda gigi (cogwheel) dan dapat dilakukan juga pada sendi
siku.

Rigiditas dapat mempengaruhi postur pasien, fleksi pada sebagian besar


sendi termasuk tulang belakang dan membentuk postur simian (simian posture),
suatu postur yang khas pada PP. Bentuk ekstrim dari gangguan postur ini dikenal
sebagai camptocormia. Mengangkat salah satu lengan atau menggenggam salah
satu tangan dapat menyebabkan rigiditas semakin jelas pada ekstremitas
kontralateral (manuver Froment).

2.1.6.3 Akinesia

Akinesia merupakan salah satu gejala yang sangat mempengaruhi kualitas hidup
pasien, karena gerakan volunter pasien menjadi lambat. Pasien mengalami
kesulitan menginisiasi gerakan dan mengubah berbagai gerakan motorik. Akinesia
dapat ditemukan pada inspeksi secara umum. Pasien duduk diam dengan ekspresi
wajah minimal seperti topeng (facial amimia atau masked face). Gestur,
komunikasi dan gerakan pasien juga berkurang.

Pada akinesia juga ditemukan kesulitas dalam melakukan dua gerakan


dalam waktu yang sama. Terdapat pula gangguan menulis, huruf menjadi kecil-
kecil (mikrofagia). Pada saat awal menulis bentuknya masih normal, namun
semakin lama akan semakin mengecil. Pada saat menggambar spiral, pasien akan
kehilangan kelancaran, yaitu menggambar secara perlahan dengan jukuran spiral
yang menjadi kecil disertai tremor, sehingga garis menjadi tidak mulus.

2.1.6.4 Instabilitas Postural

Pasien dapat mengalami kesulitas bangkit dari kursi. Posisinya cenderung


membungkuk kedepan untuk meletakkan pusat gravitasi diatas kaki dan seringkali
harus dibantu dengan lengan. Pada tahap awal ditemukan gangguan cara berjalan
berupa berkurangnya ayunan lengan. Tahap selanjutnya panjang langkah akan
berkurang dan kaki tidak dapat diangkat secara normal pada saat melangkah
sesuai dengan gambaran shuffling gait. Pasien juga cenderung jatuh kedepan
(propulsi) maupun ke belakang (retropulsi).1

Gambar 3. Gambaran Klinis Penyakit Parkinson.6

Gejala nonmotorik jarang dikenali dalam praktek klinis. Baik klinisi


maupun pasien seringkali mengenyampingkan gejala ini dan lebih fokus pada
gejala motorik yang membawa pasien ke dokter. Pada sebagian besar pasien PP
memiliki gejala nonmotorik, termasuk lebih dari 40% gangguan tidur. Gejala
nonmotorik memiliki spektrum yang luas dan mencakup 4 ranah (domain) yaitu
gangguan otonom, gangguan tidur, neuropsikiatrik dan gangguan sensoris.1
Gambar 4. 4 Ranah Gejala Nonmotorik Penyakit Parkinson.

2.1.7 Diagnosis dan Diagnosis banding

Terdapat beberapa kriteria diagnosis yang dapat digunakan, diantaranya sesuai


dengan United Kingdom Parkinson’s Disease Society Brain Bank. Penilaian yang
juga sebaiknya dilakukan adalah stadium penyakit berdasarkan klasifikasi
Modified Hoehn and Yahr.

Penyakit Parkinson didiagnosis berdasarkan kriteria klinis. Tidak


didapatkan terapi yang bersifat definitif untuk menegakkan diagnosis, kecuali
konfirmasi histopatologis adanya badan Lewy pada autopsi. Pemeriksaan
penunjang dilakukan untuk membedakan dengan kelainan degeneratif lain,
terutama parkinsonisme sekunder atau atipikal.
Magnetic resonance Imaging (MRI) digunakan untuk menyingkirkan
diagnosis banding lain, seperti parkinsonisme vaskular, penyakit Wilson dan
sindrom parkinsonisme atipikal. Positron Emission Tomography (PET) dan
Single-Photon Emission Computed Tomography (SPECT) dapat membantu
proses visualisasi bagian pre dan pascasinaps dari proyeksi nigostriatal serta
mendapatkan gambaran semikuantitatif jaras-jaras tersebut. Hal ini digunakan
untuk membedakan PP dengan sindrom parkinsonisme atipikal lain atau tremor
esensial. Ultrasonografi transkranial untuk mengkonfirmasi gambaran hiperekoik
di substansia nigra pada hampir 2/3 pasien PP dan dapat terdeteksi pada tahap
awal penyakit. Namun hasil tersebut juga dapat ditemukan pada 10% orang
normal sehingga pemeriksaan ini hanya bersifat suportif dalam penegakan
diagnosis.1
Gambar 5. Kriteria Diagnosis Parkinson

Gambar 6. Stadium Penyakit Parkinson


2.1.8 Tatalaksana Farmakologi Gejala Motorik

Terapi simptomatik pada umumnya efektif pada stadium awal penyakit. Namun
dengan berjalannya waktu, sebagian besar pasien akan mengalami penyulit yang
beragam dan disabilitas yang berkelanjutan akibat progresivitas penyakit. Oleh
karena itu perlu pemberian terapi untuk memperlambat atau menghentikan
progresivitas penyakit.

Beberapa agen farmakologis yang digunakan untuk pengobatan PP juga


memiliki manfaat yang berpotensi sebagai neuroprotektor, namun hasilnya belum
memuaskan. Agen farmakologis tersebut antara lain inhibitor MAO-B (selegilin,
rasagilin), agonis domapin (pramipeksol), vitamin D dan koenzim 10.

Terapi farmakologis yang ada saat ini masih bersifat simtomatik untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien. Karena bertujuan simtomatik umumnya
klinisi berupaya mengurangi gejala dengan dosis terkecil yang paling efektif
untuk menghindari efek samping yang diinginkan. Dengan demikian terapi
bersifat individual disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pasien.

Hingga saat ini agen yang dapat meningkatkan konsentrasi domapin atau
menstimulasi reseptor domapin, yakni levodopa dan agonis dopamin masih
menjadi terapi utama untuk gejala motorik pada PP. Meskipun levodopa
merupakan baku emas pada terapi PP namun memiliki resiko tinggi terjadinya
komplikasi motorik. Sementara agonis dopamin efektifitasnya masih lebih inferior
dibandingkan levodopa serta memiliki efek samping cukup banyak dan lebih berat
dibandingkan levodopa seperti gangguan kognitif, halusinasi, hipotensi ortostatik
dan gangguan kontrol impuls. Meskipun demikian, risiko terjadinya komplikasi
motorik lebih rendah dibandingkan levodopa. Oleh karena itu pada usia lanjut
dengan gejala yang lebih berat levodopa merupakan terapi pilihan utama.
Sebaliknya pada pasien usia muda dapat diberikan agonis dopamin atau inhibitor
MAO-B.

Pertimbangan gejala motorik yang dominan juga mempengaruhi pilihan


terapi. Pada pasien yang memiliki gejala tremor dominan, antikolinergik seperti
triheksifenidil dapat dijadikan alternatif. Mekanisme yang mendasari
antikolinergik belum dapat dipahami sepenuhnya, namun diperkirakan deplesi
dopamin menyebabkan hipersensitivitas kolinergik sehingga perlu antikolinergik.
Efek samping yang ditimbulkan akan memperberat disabilitas diantaranya
gangguan kognitif, konstipasi, retensi urin dan gangguan prostat.

Gambar 7. Mekanisme Kerja Obat Simptomatik Parkinson7


Gambar 8. Algoritme Tatalaksana Penyakit Parkinson
DAFTAR PUSTAKA

1. Dewati E, Tunjungsari D, Ariani NNR. Penyakit parkinson. Dalam:


Aninditha T, Wiratman W. Buku Ajar Neurologi. Edisi ke-1. Jakarta:
FKUI; 2017. p 109-35.
2. Parkinson’s Disease Handbook. [Acessed on: 2018 January 29]. Available
at: www.apdaparkinson.org
3. KIN-450 Neurophysiology: Parkinson’s Disease. [Acessed on: 2018
January 29]. Available at: kin450-neurophysiology.wikispaces.com
4. Researchgate. [Acessed on: 2018 January 29]. Available at:
www.researchgate.net
5. PERDOSSI. Konsensus Tatalaksana Penyakit Parkinson. Edisi Revisi.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2003. hal. 8 – 17.
6. Neupsy Key: Parkinson’s Disease. [Acessed on: 2018 January 29].
Available at: neupsykey.com
7. Medbullets: Parkinson’s Disease Drugs. [Acessed on: 2018 January 29].
Available at: step2.medbullets.com/neurology/121704/parkinsons-disease-
drugs

Anda mungkin juga menyukai