Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN MASALAH SISTEM ELIMINASI : BENIGNA PROSTAT


HIPERPLASIA (BPH)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Profesi Ners
Stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh :

Tri Utami
NIM. P1337420918141

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
NOVEMBER, TAHUN 2018
GANGGUAN MASALAH SISTEM ELIMINASI : BENIGNA PROSTAT
HIPERPLASIA (BPH)

A. Definisi
Benigna Prostat Hyperplasy (BPH) adalah suatu keadaan dimana
kelenjar prostat mengalami pembesaran sehingga dapat menyumbat uretra
pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari
vesika (Purnomo, 2011).
Benigna Prostat Hyperplasy adalah terjadinya pelebaran pada
prostat yang menimbulkan penyempitan saluran kencing dan tekanan di
bawah kandung kemih dan menyebabkan gejala-gejala seperti sering
kencing dan retensi urin (Aulawi, 2014).
Jadi, Benigna Prostat Hyperplasy (BPH) adalah suatu pembesaran
atau hipertrofi kelenjar prostat yang meluas ke atas menuju kandung
kemih dan menghambat aliran keluar urine.

B. Etiologi
Menurut Prabowo dan Pranata (2014), sampai sekarang BPH
masih belum diketahui secara pasti etiologi atau penyebab terjadinya.
Namun, ada beberapa hipotesis yang menyebutkan penyebab terjadinya
BPH diantaranya yaitu :
1. Peningkatan DHT (Dehidrotestosteron), oleh peningkatan 5 alfa
reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan stroma
dari kelenjar prostat mengalami hiperplasia.
2. Ketidakseimbangan estrogen-testosteron berhubungan dengan proses
degeneratif. Pada proses penuaan, pada pria terjadi peningkatan
hormon estrogen dan penurunan hormone testosteron. Hal ini yang
memicu terjadinya hiperplasia stroma pada prostat.
3. Interaksi antar sel stroma dan sel epitel prostat, dengan adanya
peningkatan kadar fibroblast growth factor dan penurunan
transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan
epitel, sehingga akan terjadi BPH.
4. Berkurangnya kematian sel (apoptosis) dengan estrogen yang
meningkat akan menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori stem sel, yang menyebabkan proliferasi abnormal sel stem
sehingga dapat memicu terjadi BPH.

C. Klasifikasi
Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidayat dan de Jong (2005
dalam Kusuma, 2014) dapat dibedakan menjadi 4 tingkatan yang dinilai
berdasarkan pemeriksaan fisik dengan colok dubur dan pemeriksaan sisa
volume urine/ residu urine yang ada di kandung kemih setelah pasien
berkemih dengan menggunakan kateter yaitu sebagai berikut:
Derajat Colok Dubur Sisa Volume Urine
Penonjolan prostat, batas atas dapat < 50 ml
I
diraba
Penonjolan prostat jelas, batas atas 50-100 ml
II
dapat dicapai
III Batas atas prostat tidak dapat diraba >100 ml

IV Batas atas prostat tidak dapat diraba Retensi urine total

Menurut R. Sjamsuhidayat dan wim de Jong (2010) :


1. Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan-tindakan bedah,
namun hanya diberi pengobatan konservatif
2. Derajat dua merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan
biasanya dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra (trans urethral
resection/TUR)
3. Derajat tiga reseksi endoskopik dapat dikerjakan, bila diperkirakan
prostat sudah cukup besar, reseksi tidak cukup 1 jam sebaiknya dengan
pembedahan terbuka, melalui trans retropublik/perianal
4. Derajat empat tindakan harus segera dilakukan membebaskan klien
dari retensi urine total dengan pemasangan kateter

D. Tanda dan Gejala


Menurut Purnomo (2011), tanda dan gejala dari BPH diantaranya
diantaranya yaitu:
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS), pada gejala
obstruksi ditandai dengan retensi urin (urin tertahan dikandung kemih
sehingga urin tidak bisa keluar), sulit memulai miksi, pancaran miksi
lemah, kencing terputus-putus, dan miksi tidak puas. Sedangkan gejala
iritasi meliputi frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi yang
sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas, berupa adanya gejala obstruksi,
seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang (merupakan tanda dari
hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda infeksi.
3. Gejala diluar saluran kemih, meliputi hernia inguinalis atau hemoroid,
sehingga mengakibatkan penekanan intra abdomen. Selain itu, juga
adanya perubahan prostat yang membesar, dan kemerahan.

E. Komplikasi
Menurut Wijaya dan Putri (2013), komplikasi yang dapat terjadi
pada BPH adalah retensi urin kronik dapat menyebabkan refluks
vesikoureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal, infeksi saluran
kemih, proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu
miksi, dan hematuria. Sedangkan menurut Purnomo (2011), komplikasi
yang berkaitan dengan post BPH yaitu hemoragi dan syok, pembentukan
bekuan/trobosis, obstruksi kateter, disfungsi seksual, dan inkontinensia
urine.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Berdasarkan Purnomo (2011), terdapat beberapa cara untuk penegakkan
diagnostik BPH antara lain :
1. Laboratorium, meliputi pemeriksaan pada sedimen urin untuk mencari
kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih.
Keganasan prostat perlu diperiksa dengan kadar penanda tumor
Prostate Specific Antigen (PSA).
2. Pencitraan, dengan pemeriksaan USG prostat bertujuan untuk menilai
bentuk, besar prostat, dan mencari kemungkinan adanya karsinoma
prostat.
3. Pancaran urine atau flow rate, merupakan pencatatan pancaran urine
selama proses miksi secara elektronik. Pancaran urin (flow rate), dapat
dihitung dengan cara menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya
miksi berlangsung (ml/detik). Menurut Prabowo dan Pranata (2014),
normal pancaran urine adalah >15 ml/detik.
4. Pemeriksaan residual urin, merupakan sisa urin yang tertinggal di
dalam buli-buli setelah miksi. Bagi orang normal, tidak terdapat
terdapat sisa urin dalam kandung kemihnya.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien BPH menurut
Wijaya dan Putri (2013) adalah sebagai berikut:
1. Observasi (Watchful waiting), biasanya dilakukan pada pasien dengan
keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari skor
IPSS (International Prostatic Symptom Score) dibawah 7. Menurut
Nursalam dan Fransisca (2009), sistem penghitungan skor IPPS
terdiri dari tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi
dan diberi nilai 0-5, sedangkan keluhan menyangkut kualitas hidup
pasien diberi nilai 1-7. Dari skor IPPS dapat dikelompokkan gejala
LUTS dalam 3 derajat, yaitu: ringan 0-7, sedang 8-19, dan berat 20-
35. Pada penatalaksaan keperawatan, pasien dianjurkan mengurangi
minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,
mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol
supaya tidak sering miksi.
2. Terapi medikamentosa, bertujuan untuk mengurangi retensio otot
polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi
intravesika dengan obat penghambat adrenergik alfa dan mengurangi
volume prostat sebagai komponen statik dengan cara menurunkan
kadar hormone testosteron atau dihidosteron melalui penghambat
5α-reductase.
3. Terapi bedah
Menurut Haryono (2013), intervensi bedah yang dapat dilakukan
meliputi :
a. Pembedahan terbuka (Prostatektomi)
Beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka yang biasa
digunakan adalah: Prostatektomi suprapubik, Prostatektomi
perineal, dan Prostatektomi retropubik.
b. Pembedahan endourologi
Menurut Purnomo (2011), pembedahan endourologi dapat
dilakukan dengan memakai tenaga elektrik diantaranya:
1) TURP (Transurethral Resection of the Prostate), yaitu
tindakan ini dilaksanakan apabila pembesaran prostat terjadi
dalam lobus medial yang langsung mengelilingi uretra.
Setelah TURP pasien akan terpasang kateter three way,
yang dilakukan irigasi kandung kemih secara terus menerus
dilaksanakan untuk mencegah pembekuan darah.
2) TIUP (Transurethral Incision of the Prostate).
3) BNI (Bladder Neck Incision).
4) Elektrovaporisasi Prostat.
5) Laser Prostaktomi.
c. Terapi invasif minimal, dilakukan pada pasien dengan resiko
tinggi terhadap tindakan pembedahan, diantaranya Transurethral
Microvawe Thermotherapy (TUMT), Transuretral Ballon
Dilatation (TUBD), Transuretral Needle Ablation (TUNA), dan
pemasangan stent uretra.

H. Pathway

Growth Faktor Sel Prostat Prolokerasi


Umur Panjang Abnormal
Estrogen dan Sel Strem
Testoteron
tidak Sel Stroma Sel yang
Produksi sel
seimbang Pertumbuhan Mati kurang
stroma dan eitel
Berpacu
berlebihan

Prostat Membesar

Penyempitan Lumen Posterior Trans Urethral Reseksi Prostat


(TURP)

Obstruksi Iritasi Mukosa Pemasangan Kurangnya


Kandung DC informasi
Kencing terhadap
tindakan
RETENSI pembedahan
URINE

CEMAS
NYERI AKUT RESIKO
INFEKSI

Sumber : Yuli, R (2007)


I. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata nama, umur, alamat, agama, pendidikan
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
2) Keluhan waktu di data
3) Riwayat kesehatan yang lalu
4) Pengaruh BPH terhadap gaya hidup, dan apakah masalah
urinary yang dialami pasien
c. Riwayat kesehatan keluarga
d. Pemeriksaan fisik
1) Gangguan dalam berkemih seperti: Sering berkemih,
terbangun pada malam hari untuk berkemih, perasaan ingin
miksi yang sangat mendesak, Nyeri pada saat miksi, pancaran
urin melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, jumlah air
kencing menurun dan harus mengedan saat berkemih, aliran
urin tidak lancar/terputus-putus, urin terus menetes setelah
berkemih, ada darah dalam urin, kandung kemih terasa penuh,
nyeri di pinggang, punggung, rasa tidak nyaman di perut, urin
tertahan di kandung kencing, terjadi distensi kandung kemih.
2) Gejala umum seperti keletihan, tidak nafsu makan, mual
muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik
3) Kaji status emosi : cemas, takut
4) Kaji urin : jumlah, warna, kejernihan, bau
5) Kaji tanda vital
e. Kaji pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan radiografi
2) Urinalisa
3) Lab seperti kimia darah, darah lengkap, urine
f. Kaji tingkat pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga
tentang keadaan dan proses penyakit, pengobatan dan cara
perawatan di rumah.
g. Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
1) Biologis Pola makan dan minum
2) Psikologi
Perubahan status emosional
3) Sosial
Berhubungan dengan pola interaksi
4) Spiritual
Pasien dan keluarga mempunyai keyakinan dan berdo’a untuk
kesembuhan.
2. Diagnosa dan Perencanaan Keperawatan
a. Pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi
NOC :
- Pain level
- Pain control
- Comfort level
Kriteria hasil :
- Mampu mengontrol Nyeri
- Rasa Nyeri berkurang
- Mampu mengenal Nyeri (Skala,intensitas,frekuensi)
NIC :
- Kaji skala Nyeri
- Observasi reaksi non verbal dari ketidak nyamanan
- Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengkaji
pengalaman nyeri
- Ciptakan lingkunganm yang nyaman (Suhu
ruangan,Pencahayaan dan kebisingan)
- Ajarkan pasien pengobatan non farmakologi (Managemen
Nyeri)
- Kolaborasikan pemberian analgetik (Anti nyeri)
2) Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau
menghadapi proses bedah.
NOC :
- Anxiety self-Control
- Anxiety level
- Coping
Kriteria hasil :
- Mampu mengidentifikasi Cemas
- Mampu mengontrol Cemas
- Vital Sign dalam batas normal
- Menunjukan berkurangnya kecemasan
NIC :
- Gunakan pendekatan yang menenangkan
- Jelaskan prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
- Pahami perspektifpasien terhadap situasi strees
- Motivasi keluarga untuk menemani
- Identifikasi tingkat kecemasan
- Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya
- Intruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
3) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan factor biologi
NOC :
- Nutrisitional status
- Nutrisitional status : food and Fluid intake
- Nutrisitional status : Nutrien intake
- Weight control
Kriteria hasil :
- Berat badan (BB) ideal sesuai tinggi badan
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
- Peningkatan fungsi pengecapan dan menelan
- Tidak ada penurunan BB yang berarti
NIC :
- Kaji adanya alergi makanan
- Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
- Monitor intake dan output pasien
- Informasikan pentingnya nutrisi bagi pasien
4) Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan spasme
kandung kemih
NOC :
- Urinary elimination
- Urinary Contiunence
Kriteria hasil :
- Kandung kemih kosongkan secara penuh
- Tidak ada residu urine > 100-200 cc
- Intake cairan dalam rentang normal
- Bebas dari ISK
- Tidak ada spasme bladder
- Balance Cairan seimbang
NIC :
- Observasi output urine
- Masukan kateter kemih
- Anjurkan pasien atau keluarga merekam output urine
b. Post operasi
1) Nyeri akut berhubungan agen injuri fisik
NOC :
- Pain level
- Pain control
- Comfort level
Kriteria hasil :
- Mampu mengontrol Nyeri
- Rasa Nyeri berkurang
- Mampu mengenal Nyeri (Skala,intensitas,frekuensi)
NIC :
- Kaji skala Nyeri
- Observasi reaksi non verbal dari ketidak nyamanan
- Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengkaji
pengalaman nyeri
- Ciptakan lingkunganm yang nyaman (Suhu ruangan,
Pencahayaan dan kebisingan)
- Ajarkan pasien pengobatan non farmakologi (Managemen
Nyeri)
- Kolaborasikan pemberian analgetik (Anti nyeri)
2) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasiv
pembedahan
NOC :
- Immune Status
- Knowledge : Infection control
- Risk control
Kriteria hasil :
- Klien bebas dari tanda-tanda infeksi
- Mampu mencegah timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam jumlah normal
- Menunjukan perilaku hidup sehat
NIC :
- Monitor kerentanan terhadap infeksi
- Batasi pengunjung
- Pertahankan teknik asepsis
- Inspeksi kondisi luka/ insisi bedah
- Berikan perawatan luka
- Motivasi untuk istiraht
- Motivasi masukan nutrisi yang cukup
- Ajarkan Cuci tangan
- Jika terlihat tanda-tanda infeksi colaborasikan dengan
dokter
3) Kurang pengetahuan tentang penyakit, diit, dan pengobatan b.d
kurangnya paparan informasi.
NOC :
- Mampu menggambarkan diet yang dianjurkan
- Mengetahui makanan-makanan yang boleh dikonsumsi
- Mengetahui tujuan dari diet yang dianjurkan
- Mampu memilih makanan-makanan yang dianjurkan
dalam diet
NIC :
- Kaji pengetahuan tentang diet yang dianjurkan
- Berikan penyuluhan diet pada pasien post operasi
4) Defisit perawatan diri berhubungan dengan imobilisasi pasca
operasi
NOC :
- Self Care Status
- Self Care: Dressing
- Activity Tolerance
- Fatigue level
- Mobility : physiocal impaired
- Ambulation
- Activity Intolerance
Kriteria hasil :
- Mampu melakukan ADLs yang paling mendasar dari
aktivitas perawatan diri
- Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
- Menyatakan perasaan dalam meningkatkan
kekuatan dan kemampuan berpindah
NIC :
- Monitor Vital Sign
- Ajarkan Ambulasi
- Ajarkan ROM
- Ajarkan Senam Kegel
- Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara
mandiri
- Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu
kebutuhan ADLs
- Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan

3. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 hari diantaranya adalah pasien tidak
mengalami hipertermi, tidak mengalami kekurangan volume
cairan, tidak mengalami malnutrisi serta tidak mengalami nyeri
akut dan ansietas.
DAFTAR PUSTAKA

Aulawi, K (Ed.). (2014). Keperawatan medikal bedah. Yogyakarta: Rapha


Publishing.

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M. & Wagner, C. M. (2013).


Nursing interventions classification (NIC). Edisi keenam (Edisi
Bahasa Indonesia). Terjemahan oleh Nurjannah, I. & Roxsana, D. T.
2016. Yogyakarta: Mocomedia.

Haryono, R. (2013). Keperawatan medikal bedah sistem perkemihan. Yogyakarta:

Kusuma, A. S. (2014). Asuhan keperawatan pada pasien dengan BPH melalui


pendekatan proses keperawatan secara komprehensif di ruang Dahlia
RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Purwokerto: FIK
UMP

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L. & Swanson, E. (2013). Nursing


outcomes classification (NOC) pengukuran outcomes kesehatan. Edisi
Kelima (Edisi Bahasa Indonesia). Terjemahan oleh Nurjannah, I. &
Roxsana, D. T. 2016 Yogyakarta: Mocomedia.

Nurarif, A. H. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan

diagnosis medis & NANDA NIC- NOC. Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction.

Prabowo, E. & Pranata, A. E. (2014). Asuhan keperawatan sistem perkemihan.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Purnomo, B. (2011). Dasar-dasar urologi. Jakarta: Salemba Medika.

Rapha Publishing.Nursalam & Fransisca. (2009). Asuhan keperawatan pada


pasien gangguan sistem perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Sjamsuhidajat, R. dkk. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC
Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2013). Buku ajar keperawatan medikal bedah
Brunner & Suddart edisi 12. Terjemahan oleh Devi Yulianti & Amelia
Kimin. 2013. Jakarta: EGC.

Wijaya, A. S. & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan medikal bedah. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai