Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS PROVENANCE, DIAGENESIS DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN

SERTA PENGARUH TERHADAP KUALITAS RESERVOIR BATUPASIR


FORMASI TALANG AKAR, SUMUR FA-21,
CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA

Fahmi Abdillah*, Hadi Nugroho*, Fahrudin*, Agus Priyantoro


(corresponding email: f.abdillah93@yahoo.com)
* Program Studi Teknik Geologi Universitas Diponegoro, Semarang

ABSTRACT
The necessary of technology at this time resulted the necessary of energy resources will
increasing, and it also result the scarcity of energy resources. One of the energy resources that is still
used as a major energy resource is oil and gas. To overcome these problems, exploration activities at
this time needs to be further improved. In the field of exploration, one of the most important things to
know is reservoir. Reservoir quality is important for us to know so that we can determine whether an
area has hydrocarbon potential to be developed or not. The main parameters of reservoir quality are
porosity and permeability.
In this study discussed the analysis of provenance, diagenetic and depositional environment of
the sandstone reservoir of Talang Akar Formation, North West Java Basin and from the results of the
analysis will be associated with the effect on reservoir quality. To determine the reservoir quality
based on these parameters, can be done by several methods such as petrographic, cores, SEM and
XRD analysis.
From the analysis that has been done can be seen that the provenance of Talang Akar
sandstone is Granite. So it can be seen that the Talang Akar sandstone which the provenance is
Granite has good reservoir quality, with porosity values ranging from 19.04% to 24.28% and
permeability ranging between 30-674 mD or belonging to the class good - very good
(Koesoemadinata, 1980). Then the diagenetic process that occurs is compaction, cementation,
replacement and dissolution. The process of compaction, cementation and replacement leads to
reduced rock porosity values ranging from 2.25 to 11.5%, while the dissolution process resulting in
increased rock porosity is about 1.5 - 2%. The depositional environment of the Talang Akar
Sandstone is Upper Delta front. Rock facies in the upper delta front has good reservoir quality, with
porosity values range from 19.04% to 24.28% and permeability range between 30-674 mD or
belonging to the class is good - very good (Koesoemadinata, 1980).

Keyword: Reservoir quality, provenance, diagenetic process, depositional environment

I. PENDAHULUAN diagenesis dan lingkungan pengendapan dari


Reservoir merupakan unsur yang suatu reservoir, yaitu berupa reservoir
berperan penting dalam penampungan minyak batupasir Formasi Talang Akar, Cekungan
dan gasbumi. Kualitas reservoir penting untuk Jawa Barat Utara dan dari hasil analisis
kita ketahui agar kita dapat menentukan tersebut akan dikaitkan dengan pengaruhnya
apakah suatu wilayah memiliki potensi terhadap kualitas reservoir. Adapun tujuan
hidrokarbon untuk dikembangkan ataupun penelitian ini adalah untuk mengetahui
tidak. Kualitas reservoir berupa porositas dan provenance dan proses diagenesis dari hasil
permeabilitas dapat dipengaruhi oleh proses analisis petrografi, SEM dan XRD, kemudian
diagenesis. Oleh karena itu, pada penelitian ini untuk mengetahui fasies dan lingkungan
akan dibahas mengenai analisis provenance, pengendapan dari hasil deskripsi dan analisis

1
core serta untuk mengetahui pengaruh kala Miosen Awal – Miosen Akhir. Formasi
provenance, diagenesis dan lingkungan Parigi terendapkan secara selaras diatas
pengendapan terhadap kualitas reservoir. Formasi Pre Parigi. Litologi penyusunnya
sebagian besar adalah batugamping berwarna
II. GEOLOGI REGIONAL abu-abu terang, berfosil dan berpori dengan
sedikit dolomit. Adapun litologi penyusun
Menurut Gresko dkk. (1995), cekungan
yang lain adalah serpih karbonatan, napal yang
Jawa Barat Utara terletak di sepanjang utara
dijumpai pada bagian bawah.
laut Jawa, memanjang dari wilayah Jawa Barat
Formasi Cisubuh terendapkan secara
sampai Jawa Tengah. Sub cekungan yang
selaras diatas Formasi Parigi. Litologi
terdapat pada Cekungan Jawa Barat Utara
penyusunnya adalah batulempung berselingan
antara lain Sub Cekungan Ciputat, Sub
dengan batupasir dan serpih gampingan,
Cekungan Pasir Putih, Sub Cekungan
mempunyai komposisi banyak glaukonit,
Jatibarang, dan Sub Cekungan Arjuna. Proses
lignit, sedikit rijang, pirit, dan fragmen batuan
sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara
beku vulkanik. Umur formasi ini adalah
berlangsung mulai dari Kala Eosen Tengah
Miosen Akhir sampai Pleistosen. (Arpandi dan
hingga Zaman Kuarter. Pada Kala Eosen
Patmosukismo, 1975).
Tengah terendapkan secara tidak selaras
Formasi Jatibarang diatas batuan dasar
(basement). III. METODOLOGI PENELITIAN
Kemudian urutan stratigrafi regional Pada penelitian tugas akhir ini, penulis
berikutnya setelah Formasi Jatibarang adalah menggunakan metode deskriptif dan metode
Formasi Talang Akar. Formasi ini terendapkan analisis. Berikut ini adalah penjelasan dari
secara tidak selaras diatas Formasi Jatibarang. masing-masing metode tersebut:
Litologi penyusunnya pada bagian bawah 1. Metode Deskriptif
terdiri dari serpih gampingan dengan sedikit Metode Deskriptif ini terdiri dari
komposisi material berukuran pasir, batulanau studi pustaka dan studi kasus. studi
dengan sisipan batupasir terkadang juga pustaka adalah kajian pustaka yang
dijumpai konglomerat secara lokal. Adapun diperoleh dengan cara membaca dan
pembentuk formasi ini terjadi dari kala mengolah data yang diperoleh dari
Oligosen sampai dengan Miosen Awal. berbagai macam literatur. Sedangkan
Ketebalan formasi ini berkisar antara 50 – 300 studi kasus merupakan penelitian yang
m. bertujuan untuk memberikan gambaran
Formasi Baturaja terendapkan secara secara rinci tentang latar belakang, sifat
selaras diatas Formasi Talang Akar. Adapun dan karakter yang khas dari suatu kasus.
litologi penyusunnya berupa batugamping Studi kasus disini merupakan penelitian
terumbu dengan penyebarannya yang tidak yang bertujuan untuk memberikan
merata. Selain itu juga ditemukan dolomit, gambaran secara rinci dari hasil studi
interclast, glaukonit, napal, rijang, dan kasus yang didapatkan pada penelitian
batubara. Ketebalan formasi ini sekitar 50 m yang meliputi gambaran sifat khas dari
(Budiyanti dan Rufaida, 1991). karakteristik rerservoir yang meliputi
Formasi Cibulakan Atas terdiri dari deskripsi litologi secara umum seperti
perselingan antara serpih dengan batupasir dan tekstur batuan, komposisi mineral baik itu
batugamping. Formasi ini diendapkan pada dari deskripsi core maupun petrografi.

2
2. Metode Analisis Core pada Batupasir Formasi Talang Akar yang
Analisis Core ini dilakukan pada diidentifikasi dari analisis SEM ini dapat
sampel core batuan sepanjang 9 meter, dijadikan sebagai indikator untuk
dimana sampel core ini merupakan zona mengetahui proses diagenesis yang
reservoir dari Formasi Talang Akar pada terjadi.
sumur FA-21. Pada analisis core ini, 5. Metode Analisis XRD
dilakukan deskripsi sifat fisik batuan Prinsip dari alat XRD adalah sinar
secara umum meliputi jenis batuan, X yang dihasilkan dari suatu zat akan
warna, struktur, tekstur, komposisi, memiliki panjang gelombang tertentu.
porositas, oil staind, fasies batuan, dan Hasil yang diperoleh dapi pengukuran
asosiasi fasiesnya. Deskripsi ini dilakukan dengan menggunakan instrumen XRD
per kedalaman 5 cm. Dari hasil analisis adalah grafik dikfraktogram.
core ini ditentukan fasies dan lingkungan Difraktogram adalah output yang
pengendapan dari objek penelitian yaitu merupakan grafik antara 2θ (diffraction
Batupasir Formasi Talang Akar. angle) pada sumbu X dan intensitas pada
3. Metode Analisis Petrografi sumbu Y (Welton, 2003). Dari data
Analisis petrografi dilakukan sekunder XRD ini dapat diketahui
terhadap 9 sampel sayatan batuan yang komposisi mineral penyusun batuan
diambil dari sampel core yang tersebut, diantaranya mineral karbonat,
sebelumnya telah dianalisis. Tujuan dari mineral lempung, kuarsa, pirit dan
analisis ini adalah untuk melihat feldpsar. Data XRD ini digunakan sebagai
kenampakan batuan secara mikroskopis data pembanding selama menentukan
atau dengan kata lain untuk melihat persentase mineral penyusun batuan
kenampakan-kenampakan yang tidak tersebut dari analisis petrografi.
dapat dilihat secara jelas pada saat 6. Metode Analisis Routine Core
analisis core, seperti komposisi batuan. Data sekunder dari analisis routine
Pada analisis petrografi ini dilakukan core digunakan untuk mengetahui nilai
deskripsi sifat fisik batuan meliputi porositas dan permeabilitas. Nilai
ukuran butir, sortasi, hubungan antar porositas dan permeabilitas batuan ini
butir, komposisi batuan (butiran dijadikan sebagai parameter kualitas
terrigenous, matriks, semen dan reservoir pada penelitian ini. Pengukuran
penggantian) serta porositas batuan. porositas dengan analisis routine core
4. Metode Analisis SEM menggunakan unsur Helium (He) sebagai
Analisis SEM bertujuan untuk medianya. Pengukuran bulk volume
mengetahui jenis mineral lempung yang batuan ini dapat diketahui oleh adanya
terdapat pada batuan. Sistem kerja dari perpindahan fluida dengan menggunakan
SEM diawali dengan produksi sinar prinsip hukum Boyle. Volume gas
elektron yang dihasilkan dari filamen Helium yang dimasukkan dengan besaran
elektron, kemudian lensa magnetik tekanan tertentu ke dalam batuan akan
memfokuskan elektron menuju ke sampel. menunjukkan besaran nilai bulk volume
Ketika elektron mengenai sampel maka batuan tersebut, dan dari nilai bulk volume
sampel akan mengeluarkan elektron baru tersebut dapat diketahui nilai porositas
yang akan diterima oleh detektor dan batuannya (Ubani dkk., 2012). Sedangkan
dikirim ke monitor (Welton, untuk mengukur nilai permeabilitas dalam
2003).Adapun mineral-mineral lempung analisis routine core, digunakan prinsip
3
Hukum Darcy. Hukum Darcy mineral lempung yang terus terpadatkan
menunjukkan hubungan antara variabel sehingga terubahkan menjadi mineral mika.
aliran fluida dalam batuan. Selain itu juga ditandai dengan adanya
pseudomatrix. Terjadinya proses kompaksi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN yang intens akan mengakibatkan berkurangnya
porositas dan permeabilitas batuan, hal ini
Provenance
dikarenakan butiran-butiran pada batuan yang
Jika ditinjau dari aspek provenance,
sebelumnya memiliki celah atau rongga, akan
dimana dari hasil analisis dapat diketahui
terpadatkan dan membuat butiran satu dengan
bahwa provenance Batupasir Talang Akar ini
yang lainnya akan saling bersatu atau terikat,
merupakan batuan beku asam berupa Granite,
sehingga rongga atau celah antar butir akan
dimana hal ini ditandai dari dominannya
semakin berkurang. Hal ini dapat kita lihat
komposisi kuarsa monokristalin yang bersifat
pada perbandingan antara sampel FA-1, FA-2,
straight extinction pada batupasir tersebut
FA-5 dan FA-7. Sampel FA-1 dan FA-2
yaitu berkisar antara 45 - 49%. Kemudian dari
mempunyai pola hubungan antar butir
hasil analisis petrografi yang telah dilakukan
dominan berupa concave convex dan
dapat diketahui bahwa nilai porositas reservoir
mempunyai komposisi mika sebanyak 1,75 %.
ini berkisar antara 16 % hingga 19 %.
Sedangkan Sampel FA-5 dan FA-7
Sedangkan dari hasil routine core, porositas
mempunyai pola hubungan antar butir
batuan mempunyai kisaran nilai 19,04 %
dominan berupa long dan point contact serta
hingga 24,28 %. Nilai porositas tersebut
mempunyai komposisi mika hanya 0,75 %.
termasuk dalam klasifikasi baik-sangat baik
Hal ini menunjukkan bahwa proses kompaksi
(Koesoemadinata, 1980). Sedangkan nilai
lebih intens terjadi pada sampel FA-1 dan FA-
permeabilitas yang didapatkan dari data
2 dibandingkan pada sampel FA-5 dan FA-7.
routine core berkisar antara 30 – 674 mD atau
Adapun nilai porositas pada sampel FA-1, FA-
termasuk kedalam kelas baik - sangat baik
2, FA-5 dan FA-7 masing-masing adalah 16%;
(Koesoemadinata, 1980). Hal ini menunjukkan
17,5%; 18% dan 19%. Terlihat bahwa
bahwa batupasir yang provenancenya berupa
porositas pada sampel FA-1 dan FA-2 lebih
batuan beku asam akan memiliki porositas
rendah dibandingkan dengan porositas pada
yang baik. Hal ini dikarenakan batupasir
sampel FA-5 dan FA-7. Hal ini
dengan provenance berupa batuan beku asam
mengindikasikan bahwa proses kompaksi yang
memiliki komposisi kuarsa monokristalin yang
lebih intens terjadi pada sampel FA-1 dan FA-
sangat dominan. Batupasir dengan komposisi
2 mengakibatkan nilai porositas pada kedua
dominan kuarsa monokristalin akan
sampel tersebut lebih rendah dibandingkan
mempunyai porositas dan permeabilitas yang
dengan nilai porositas pada sampel FA-5 dan
lebih baik.
FA-7, sehingga terjadinya proses kompaksi
Diagenesis
dapat kita jadikan sebagai acuan dalam
Kemudian jika dilihat dari proses
penentuan kualitas reservoir. Dari grafik
diagenesis yang terjadi, terdapat beberapa
tersebut dapat kita ketahui bahwa semakin
proses diagenesis yang mempengaruhi kualitas
banyak jumlah komposisi mika dan
reservoir. Pertama adalah proses kompaksi.
pseudomatrix, yang menunjukkan proses
Adanya proses kompaksi ditandai dengan
kompaksi terjadi lebih intens, maka nilai
hubungan antar butir yang menunjukkan pola
porositas batuan akan semakin rendah, dan
concave convex, kemudian adanya mineral
sebaliknya apabila jumlah komposisi mika dan
mika yang terbentuk sebagai ubahan dari
pseudomatrix rendah, maka nilai porositas
4
batuan akan semakin tinggi. Hal tersebut juga terlihat pada sampel sayatan tipis yang telah
berlaku terhadap permeabilitas suatu batuan. dianalisis, terlihat bahwa mineral feldspar
Kemudian proses diagenesis berikutnya yang terubahkan menjadi mineral lempung
yang dianggap mempengaruhi kualitas akan menyebabkan berkurangnya porositas
reservoir adalah proses sementasi. Sementasi batuan karena mineral-mineral lempung ini
ini juga berefek negatif terhadap kualitas akan mengisi sebagian rongga antar butir. Hal
reservoir, hal ini dikarenakan sementasi ini juga berlaku terhadap nilai permeabilitas.
merupakan proses pengisian material-material Semakin banyak kehadiran jumlah mineral
pada ruang antar butir sedimen dan secara lempung sebagai penggantian maka nilai
kimiawi mengikat butir-butir sedimen satu permeabilitasnya akan semakin rendah.
dengan yang lain. Hal ini mengakibatkan Terakhir adalah proses pelarutan.
rongga atau celah pada batuan akan terisi oleh Berbeda dengan proses diagenesis lainnya,
semen dan secara otomatis akan menyebabkan proses pelarutan ini mempunyai efek yang
nilai porositas menjadi berkurang. Dari positif terhadap kualitas reservoir. Hal ini
analisis terhadap sembilan sampel yang telah dikarenakan dengan terjadinya proses
dilakukan dapat diketahui hubungan antara pelarutan, maka akan mengakibatkan
jumlah komposisi semen dengan porositas. terbentuknya porositas sekunder atau dengan
Sampel FA-1 hingga FA-7 mempunyai total kata lain akan mengakibatkan bertambahnya
komposisi semen masing-masing yaitu 11,5%; porositas batuan, seperti yang terlihat pada
10,5%; 10,5%; 9,5%; 9%; 9%; 7,5%; 8% dan sampel sayatan tipis yang telah dianalisis,
9%. Adapun porositas sampel FA-1 hingga terlihat bahwa terdapat porositas sekunder
FA-7 masing-masing yaitu 16%; 17,5%; 18%; hasil dari pelarutan mineral yang tidak stabil
16%; 18%; 17,25%; 19%; 18% dan 17%. Dari seperti feldspar. Dari sembilan sampel yang
data-data tersebut maka secara umum dapat telah dianalisis, porositas sekunder ini
disimpulkan bahwa hubungan jumlah mempunyai jumlah sekitar 1,5 % hingga 2 %.
komposisi semen dengan nilai porositas akan Hasil perbandingan pengaruh proses-proses
berbanding terbalik. Apabila jumlah komposisi diagenesis tersebut terhadap kualitas reservoir
semen rendah maka nilai porositas akan tinggi, pada penelitian ini sesuai dengan yang
sebaliknya apabila jumlah komposisi semen dinyatakan oleh Choquette dan Pray (1970;
tinggi maka nilai porositas akan rendah. dalam Boggs, 2006), dimana terjadinya proses
Sehingga terbukti bahwa terjadinya proses kompaksi dan sementasi akan mengakibatkan
sementasi akan menurunkan nilai porositas berkurangnya nilai porositas sedangkan
batuan. Hal tersebut juga berlaku terhadap terjadinya proses pelarutan akan
permeabilitas suatu batuan. Untuk mengetahui mengkikbatkan bertambahnya nilai porositas.
pengaruh sementasi terhadap permeabilitas Fasies dan Lingkungan Pengendapan
batuan, berikut ini merupakan grafik yang Dari hasil pembahasan sebelumnya
menggambarkan hubungan jumlah komposisi telah diketahui bahwa lingkungan
semen dengan nilai permeabilitas batuan yang pengendapan Batupasir Formasi Talang Akar
didapatkan dari data routine core. ini yaitu Upper delta front. Fasies batuan yang
Proses diagenesis berikutnya adalah terendapkan pada zona upper delta front
penggantian. Walaupun tidak ada hubungan terdiri dari clean sandstone dengan hanya
yang pasti antara proses penggantian dengan dijumpai sedikit sisipan shale. Walaupun
kualitas reservoir, tetapi di beberapa kasus, hanya termasuk ke dalam satu lingkungan
proses penggantian dapat berpengaruh pengendapan, tetapi seperti telah dijelaskan
terhadap kualitas reservoir. Seperti yang sebelumnya bahwa fasies batuan ini terdiri dari
5
tiga fasies asosiasi yaitu Cross laminated and antara 30 – 674 mD atau termasuk ke dalam
Flaser-lenticular Fine Sand with Common kelas baik - sangat baik (Koesoemadinata,
Laminated Clay and Burrowing (Fasies A); 1980).
Cross laminated Fine-grained Sandstone with
common organic carbon (Fasies B) dan V. KESIMPULAN
Flaser-Lenticular and Cross laminated Fine
1. Provenance dari Batupasir Talang Akar
Sand with common burrowing (Fasies C).
merupakan Granit, hal ini ditandai dari
Fasies asosiasi A dan C memiliki karakterisitik
dominannya komposisi kuarsa
yang hampir serupa dimana pada fasies ini
monokristalin yang bersifat straight
terdiri dari batupasir dengan struktur sedimen
extinction pada batupasir tersebut yaitu
berupa cross laminated dan di beberapa
berkisar antara 45 - 49%. Adapun Proses
kedalaman disisipi oleh batupasir dengan
diagenesis yang terjadi diantaranya
struktur sedimen berupa flaser-lentikuler dan
kompaksi, sementasi, penggantian dan
burrowing serta terdapat sisipan laminated
pelarutan.
clay. Sedangkan Fasies asosiasi C merupakan
2. Fasies batuan ini terdiri dari tiga fasies
batupasir dengan struktur sedimen berupa
asosiasi yaitu Cross laminated and
cross laminated dan pada fasies ini tidak
Flaser-lenticular Fine Sand with
dijumpai adanya sisipan clay sehingga dapat
Common Laminated Clay and Burrowing
dikatakan batupasir pada fasies ini merupakan
(Fasies A); Cross laminated Fine-grained
clean sand. Jadi dapat dikatakan bahwa
Sandstone with common organic carbon
batupasir dengan struktur sedimen berupa
(Fasies B) dan Flaser-Lenticular and
cross laminated tersebut bertindak sebagai
Cross laminated Fine Sand with common
reservoir sedangkan batupasir ataupun shale
burrowing (Fasies C). Adapun
yang mempunyai struktur sedimen berupa
lingkungan pengendapan dari Batupasir
flaser-lentikuler dan laminasi bertindak
Talang Akar ini adalah Upper Delta front.
sebagai seal karena tidak mempunyai porositas
3. Batupasir Formasi Talang Akar yang
dan permeabilitas yang baik.
provenancenya berupa Granit memiliki
Seperti yang telah dijelaskan pada bab
nilai porositas berkisar antara 19,04%
metodologi penelitian bahwa fokus utama
hingga 24,28% dan permeabilitas berkisar
objek penelitian ini adalah reservoir, oleh
antara 30 – 674 mD atau termasuk ke
karena itu, pada zona reservoir ini, nilai
dalam kelas baik - sangat baik
porositas dan permeabilitas yang dianalisis
(Koesoemadinata, 1980). Proses
hanya batupasir dengan struktur sedimen cross
kompaksi, sementasi dan penggantian
laminated.
menyebabkan berkurangnya nilai
Kemudian jika dilihat dari hasil analisis
porositas batuan yaitu berkisar antara 2,25
petrografi, porositas batuan mempunyai
- 11,5%, sedangkan proses pelarutan
kisaran nilai sebesar 16% hingga 19%.
mengakibatkan bertambahnya porositas
Sedangkan dari hasil routine core, porositas
suatu batuan yaitu berkisar 1,5 - 2%.
batuan mempunyai kisaran nilai 19,04%
Adapun fasies batuan pada zona upper
hingga 24,28%. Hal tersebut menunjukkan
delta front memiliki porositas berkisar
bahwa porositas batuan yang terendapkan pada
antara 19,04% - 24,28% dan
zona upper delta front memiliki nilai porositas
permeabilitas berkisar antara 30 – 674
yang baik-sangat baik (Koesoemadinata,
mD atau termasuk ke dalam kelas baik -
1980). Sedangkan nilai permeabilitas yang
sangat baik (Koesoemadinata, 1980).
didapatkan dari data routine core berkisar
6
DAFTAR PUSTAKA Kementerian Dalam Negeri Republik
Agam, Rameli dan Wiradi, 2009. Menulis Indonesia, 2011. Jumlah Penduduk
Karya Ilmiah. Yogyakarta: Famili Indonesia 259 Juta.
Pustaka Keluarga. www.kemendagri.go.id/news/2011/09/1
Arpandi, D., dan Patmosukismo, S., 1975. The 9/jumlah-penduduk-indonesia-259-juta.
Cibulakan Formation as One of The Koesoemadinata, RP., 1980. Geologi Minyak
Most Prospective Stratigraphic Units in dan Gasbumi. Bandung: Institut
The North-west Java Basinal Area. Teknologi Bandung.
Proceedings of the Indonesian Nazir, Mohammad, 1983. Metode Penelitian.
Petroleum Association, 4/1, 181-210: Jakarta: Ghalia Indonesia Darussalam.
Jakarta. Noble, A., Pratomo, K.H., Nugrahanto, K.,
Basu, A., Young, S., Suttner, L., James, W., Ibrahim, A.M.T., Prasetya, I.,
Mack, G., 2003. Re-evaluation of the Mujahadin, N., dan Howes, J.V.C.,
use of undulatory extinction and 1997. Petroleum Systems of Northwest
crystallinity in detrital quartz for Java. International Conference on
provenance interpretation. Journal of Petroleum Systems of Southemt Asia
Sedimentary Petrology, Vol. 45, (1975), and Australia Proceedings: Jakarta.
pp. 873- 882: USA. Nichols, Gary, 1999. Sedimentology and
Bloch, S. dan Mc. Gowen, J.H., 1992. Stratigraphy (First Edition). Hoboken,
Influence of Depositional Environment USA: A John Wiley & Sons, Ltd.,
on Reservoir Quality Prediction. Publication.
SEPM Short Course pp. 41-57: USA Pettijohn, F. J., 1974. Sedimentary Rocks
Boggs, S., 2006, Principle of Sedimentology (Third Edition). New York: Harper &
and Stratigraphy (Fourth Edition). Row Publisher.
USA: Pearson Prentice Hall. Ponto, C.V., Wu, C.H., Pranoto, A., Stinton,
Budiyanti dan Rufaida, D., 1991. Stratigraphic W.H., 1988. Improved Interpretation
analysis of the Main member of the of the Talang Akar Depositional
Upper Cibulakan Formation at E field, Environment. Jakarta: IPA, 2006 - 17th
ONWJ. Proceeding IPA Annual Annual Convention Proceedings.
Convention: Jakarta. Reineck, H.E. dan Singh, I.B., 1980.
Clements, Ben dan Hall, Robert, 2006. Depositional Sedimentary
Provenance Of Paleogene Sediments In Environment (Second Edition). New
West Java, Indonesia. Jakarta: York: Springer Verlag Heidelberg.
Proceedings International Geosciences Selley, Richard, 1976. Applied Sedimentology
Conference and Exhibition. (First Edition). New York: Academic
Dickinson, W.R. and Suczek, C.A. 1979. Plate Press.
Tectonic and Sandstone Composition. Sahraeyan, M., dan Bahrami, M., 2012.
AAPG Bull, Vol. 63 No. 12, 2164 – Petrography and Provenances of
2182 p. Sandstones from The Aghajari
Gresko, M., Suria, C., dan Sinclair S., 1995. Formation, Folded Zagros Zone,
Basin Evolution of The Ardjuna Rift Southwest Iran. International Journal of
System and Its Implications for Basic and Applied Sciences, pp. 238-
Hydrocarbon Exploration Offshore 298.
Northwest Java. Proceeding IPA 24th
Annual Convention: Jakarta.
7
Tucker, M.E., 1981. Sedimentary Petrology an Ubani, C.E., Adeboye, Y.B., dan Oriji, A.B.,
Introduction. London: Blackwell 2012. Advances in Coring and Core
Scientific Publications. Analysis for Reservoir Formation
Tucker, M.E., 1996. Sedimentary Rocks in The Evaluation. Nigeria: University of
Field. United Kingdom: Wiley Lagos.
Scientific Publications. Welton, Joann E., 2003. SEM Petrology Atlas.
Tortosa, A., Palomares, M., Arribas, J., 1991. Oklahoma: AAPG.
Quartz Grain Types in Holocene Wilson, M.D., dan Stanton, P.T., 1986.
Deposits : Some Problems In Diagenetic Mechanisms of Porosity and
Provenance Analysis. Geological Permeability Reduction and
Society of London, Special Publication, Enhancement. 118.
Vol. 57, (1991), pp. 47- 54.

8
LAMPIRAN

Gambar 1. Core Reservoir Batupasir Formasi Talang Akar, Sumur FA-21,


kedalaman 1927-1936 m (Sumber foto: LEMIGAS)

FA-1 FA-2 FA-3

FA-4 FA-5 FA-6

FA-7 FA-8 FA-9

FA-7 FA-8 FA-9


Gambar 2. Sayatan Tipis Batupasir Formasi Talang Akar (XPL),
Sampel FA 1 – FA 9 (Sumber foto: LEMIGAS)

9
FA-1 FA-3
C A A

B
C
B

FA-4 FA-5
B

C A

FA-6 FA-7
A
B
A
B

FA-8 FA-9
A B
C
A
C

Gambar 3. Sayatan Tipis SEM Batupasir Formasi Talang Akar (XPL), Sampel FA 1, FA 3, FA 4,
FA 5, FA 6, FA 7, FA 8 dan FA 9 (Sumber foto: LEMIGAS)

10
Tabel 1. Komposisi mineral pada sampel FA1 - FA9
Komposisi (%)
Pengga
Butiran terrigenous Semen
ntian
Kuarsa Lithic Mineral asesoris
Sampel

Porositas
Indeterminate

Indeterminate
Matriks
Batulempung

Mineral berat
Polikristalin

dan mineral
Feldspar

Dolomit
Kaolinit

Kaolinit
Metamorf
extinction

extinction
Undulose

Silika
Straight

clay

clay
rendah
derajat

Chert

Mika

opaq

Pirit
FA
46 9 1 - 1 0,5 1,5 1,75 1,25 - 3 2 1 3 5,5 1,5 6 16
–1
FA 17,
48 8 2 - 0,5 - 1,5 1,75 2 - 3 5,5 1,5 2,5 5,5 1,5 6
–2 5
FA
45 9 1,5 - 0,25 0,25 1 1 1 1 2,5 2 0,5 3 5 3 5 18
–3
FA
47 6 2 - 0,75 - 1,5 1,25 1 2 4,5 2,5 0,5 2,5 4 1,5 6 16
–4
FA
49 7,5 1,5 - 0,5 - 1,5 0,75 0,5 - 4 1,5 0,5 2 5 1,5 5 18
–5
FA 1,2 17,
47 9,5 2 - 0,5 - 1 1,5 1 2,5 2,5 0,5 2 4 1 4
–6 5 25
FA
49 11 3 - - - 1,5 0,75 - 0,25 2,5 1,5 - 2 4 1,5 3 19
–7
FA 7,2
48 1,5 1 0,5 - 2 1 0,75 0,5 2 2 0,5 3 2,5 2,5 4 18
–8 5
FA
46 9,5 1,5 1,5 0,5 - 1,5 1 0,5 1,5 2,5 2 0,5 2,5 4 2 4 17
–9

Tabel 2. Komposisi Mineral Sampel FA1-FA9 dari Data XRD


(Sumber data: LEMIGAS)
Mineral Mineral
Mineral lainnya
Lempung Karbonat Jumlah (%)
(%)
(%) (%)
Min. Lempung
Min. Karbonat
Ilit-smektit

Sampel
K-feldspar

No.
Plagioklas
Dolomit

Lainnya
Kaolinit

Kuarsa
Siderit
kalsit

Pirit
Ilit

1 FA-1 - 6 18 - 6 - 70 - - - 24 6 70
2 FA-2 - 4 12 - 8 - 76 - - - 16 8 76
3 FA-3 - 5 16 - 7 1 70 - - 1 21 8 71
4 FA-4 - 8 24 - 4 1 61 - - 2 32 5 63
5 FA-5 - 4 18 - 5 - 73 - - - 22 5 73
6 FA-6 - 4 22 - 8 - 62 2 - 2 26 8 66
7 FA-7 - 2 28 - 7 - 62 - - 1 30 7 63
8 FA-8 - 4 30 - 3 - 61 1 - 1 34 3 63
9 FA-9 - 6 30 - 5 - 55 2 - 2 36 5 59

11
Tabel 3. Tabel Nilai Porositas dan Permeabilitas dari Data Routine Core
Sampel Permeabilitas (mD) Porositas (%)
FA-1 71 20,93
FA-2 132 21,09
FA-3 71 21,08
FA-4 39 19,31
FA-5 215 22,55
FA-6 203 21,04
FA-7 674 23,24
FA-8 305 21,56
FA-9 201 20,81

Tabel 4. Komposisi Kuarsa Untuk Penentuan Provenance


Komposisi (%)
Kode Kuarsa Kuarsa Kuarsa
monokristalin monokristalin monokristalin Kuarsa
Sayatan (straight (low undulose (high undulose polikristalin
extinction) extinction) extinction)
FA – 1 81,13 10,38 6,6 1,89
FA – 2 80,7 10,53 5,26 3,51
FA – 3 78,18 9,09 10 2,73
FA – 4 85,44 4,85 5,83 3,88
FA – 5 84,96 8,85 3,54 2,65
FA – 6 82,14 7,14 7,14 3,57
FA – 7 80,65 8,06 6,45 4,84
FA – 8 84,79 7,37 5,07 2,76
FA – 9 82,57 7,34 7,34 2,75

Gambar 4. Hasil plot komposisi kuarsa pada varietal quartz diamond plot
menurut Basu dkk. (2003); (B) Tortosa dkk. (1991)

12
Tabel 5. Komposisi Q-F-L Untuk Penentuan Tatanan Tektonik Provenance
Kode
%Q %F %L % Total
Sayatan
FA - 1 91,4 1,7 6,9 100
FA - 2 91,6 2,0 6,4 100
FA - 3 93,2 1,7 5,1 100
FA - 4 91,2 1,3 7,5 100
FA - 5 93,0 1,2 5,8 100
FA - 6 91,4 2,4 6,1 100
FA - 7 90,8 2,6 6,6 100
FA - 8 90,8 2,5 6,7 100
FA - 9 90,8 3,3 5,8 100

Tabel 6. Komposisi Qm-F-Lt Untuk Penentuan Setting Tektonik Provenance


Kode
% Qm %F % Lt % Total
Sayatan
FA - 1 89,7 1,7 8,6 100
FA - 2 88,4 2,0 9,6 100
FA - 3 90,7 1,7 7,6 100
FA - 4 87,6 1,3 11,1 100
FA - 5 90,5 1,2 8,2 100
FA - 6 88,2 2,4 9,4 100
FA - 7 86,4 2,6 11,0 100
FA – 8 88,3 2,5 9,2 100
FA – 9 88,3 3,3 8,3 100

Gambar 5. Hasil plot komposisi grain pada Triangular Q-F-L dan Qm-F-Lt Plot
(Dickinson dan Suzcek, 1979)

13
Gambar 6. Grafik Nilai Porositas dan Permeabilitas berdasarkan
kedalaman dari data routine core

14

Anda mungkin juga menyukai