Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

HIV atau Human Imunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang


menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekbalan
tubuh manusia. AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah
sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan infeksi oleh HIV. Akibat menurunnya kekebalan tubuh maka orang
tersebut sangat mudah terkena berbagai penyakit infeksi (infeksi oportunistik)
yang sering berakibat fatal. Di seluruh dunia pada tahun 2013 ada 35 juta orang
dengan hidup HIV yang meliputi 16 juta perempuan dan 3,2 juta anak berusia <15
tahun (KEMENKES RI, 2014).
Di Indonesia penderita HIV pada bulan Januari-Maret 2016 yang dilaporkan
sebanyak 7.146 oarng, dengan persentase infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada
kelompok umur 25-49 tahun (69,7%), diikuti kelompok umur 20-24 tahun
(16,6%), dan kelompok umur >50 tahun (7,2%). Rasio HIV laki-laki dan
perempuan adalah 2:1. Dan persentase faktor resiko HIV tertinggi adalah
hubungan seks berisiko pada heteroseksual (47%), LSL (lelaki seks lelaki) (25%),
lai-lain (25%), dan penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (3%)
(KEMENKES RI,2016).

BAB II
2.1 Definisi HIV

HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia


yang menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka
waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS
sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul secara kompleks
dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang
disebabkan oleh infeksi HIV.1

2.2 Epidemiologi

Penularan HIVterjadi akibat melalui cairan tubuh yang mengandung


virus HIV yaitu melaui hubungan seksual, baik homoseksual mau pun
heteroseksual, jarum suntik pada pengunaan narkoba, trasfusi komponen
darah dan dari ibu yang terinfeksiHIV ke bayi yang di lahirkannya.2

Sejak 1985 sampai 1996 kasus AIDS masih amat jarang di temukan
di indonesia. Kemudian jumlah kasus baru HIV semakin meningkat pada
tahun 1999 mulai meningkat tajam yang terutama di sebabkan penularan
melalui narkotika suntik. Di Indonesia penderita HIV pada bulan Januari-
Maret 2016 yang dilaporkan sebanyak 7.146 oarng, dengan persentase
infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (69,7%),
diikuti kelompok umur 20-24 tahun (16,6%), dan kelompok umur >50 tahun
(7,2%). Rasio HIV laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Dan persentase
faktor resiko HIV tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada
heteroseksual (47%), LSL (lelaki seks lelaki) (25%), lai-lain (25%), dan
penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (3%) (KEMENKES
RI,2016).2

2.3 Etiologi
Penyebab infeksi adalah golongan retrovirus yang disebut human
immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun
1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika
ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2.1 HIV-2 dianggap
sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk
memudahkan keduanya disebut HIV.4

AIDS dapat menyerang semua golongan umu, termasuk bayi,


pria maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah:4

1. Lelaki homoseksual atau biseks.

2. Orang yang ketagian obat intravena

3. Partner seks dari penderita AIDS

4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).

5. Bayi dari ibu terinfeksi.

6. Penguna tato yang tidak steril

Penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat ditularkan


melalui:4

a. Hubungan seksual (resiko 0,1 – 1%)

b. Darah :

1) Transfuse darah yang mengandung HIV (resiko 90 – 98 %)

2) Transfuse jarum yang mengandung HIV (resiko 0,3%)

3) Terpapar mukosa yang mengandung HIV (resiko 0,09%)

c. Transmisi dari ibu ke anak:


1) Selama kehamilan (resiko 2-10 %)

2) Saat persalinan (resiko 50-60 %)

3) Air susu ibu (resiko 11-29 %)

2.4 Patofisiologi

Partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu


kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari
semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk tahap
AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi pasien AIDS
sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang
terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal.
Perjalan penyakit tersebut menunjukan gambaran penyakit yang kronis,
sesuai dengan perusakan sistem kekebaan tubuh yang juga bertahap.2

Infeksi HIVtidak akan berlangsung memperlihatkan tanda atau


gejala tertentu. Sebagian memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi
HIV akut, 3-6 minggu setelah terinfeksi.gejala yang terjadi adalah demam,
nyeri menelas, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau
batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa
gejala). Masa tanpa gejaa geja ini umumnya berlangsung selam 8-10
tahun, tetapi ada sekelompok kecil orang yang perjalanannya penyakitnya
amat cepat,dapat hanya sekitar 2 tahun, dan ada pula yang perjalannanya
lambat.2

Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, odha mulai


menampakan gejala-gejala akibat infeksi rasa lemah, pembesaran kelenjar
getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur, herpes. Tanpa pengobatan
ARV, walaupun selama beberapa tahun tidak menunjukan gejala, secara
bertahap sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi HIV akan
memburuk, dan akhirnya pasien masuk tahan AIDS, jadi yang disebut
laten secara klinik (tanpa gejala), sebetulnya bukan laten bila di tinjau dari
sudut penyakit HIV. Manisfestasi dari awal dari kerusakan sistem
kekebalan tubuh adalah kerusakan mikro arsitektur folikel kelenjar getah
bening dan infeksi HIV yang luas di jaringan limfoid, yang dapat dilihat
dengan pemeriksaan hibridisasi in situ.Sebagian besar replikasi HIV
terjadi di kelenjar getah bening, bukan di peredaran darah tepi.2

Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, Klinis
tidak menunjukan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi,
10 partikel setiap hari.Replikasi yang cepat ini disertai dengan mutasi HIV
dan seleksi, muncul HIV yang resisten. Bersamaan dengan replikasi HIV,
terjadi kehancuran limfosit CD4 yang tinggi, untungnya tubuh masih bisa
mengkompensasi dengan memproduksi limfosit CD4 sekitar 109 sel setiap
hari. Perjalan penyakit lebih progesif pada pengguna narkotika, Lebih dari
80% pengguna narkotika terinfeksi Virus hepatitis C infeksi pada katup
jantung juga adalah penyakit yang di jumpai pada odha pengguna
narkotika dan biasanya tidak di temukan pada odha yang tertular dengan
cara lain.Lamanya pengguna jarum suntik berbanding lurus dengan infeksi
pneumonia dan tuberkulosis.Makin lama seseorang menggunaka narkotiak
suntikan, makin mudah ia terkena pneumonia dan tuberkulosis. Infeksi
secar bersamaan ini akan menimbulkan efek yang buruk. Infeksi oleh
kuman penyakit lain akan menyebabkan virus HIV membelah dengan
lebih cepat sehingga jumlahnya akan meningkat pesat. Selain itu juga
dapat memyebabkan reaktivasi virus di dalam Limfosit T. Akibatnya
perjalanan penyakitnya biasanya leih progesif.2

Perjalanan penyakit HIV yang lebih progesif pada pengguna


narkotika ini juga tercemin dari hasil penelitian di RS dr,Cipto
Mangunkusumo pada 57 pasien HIV asimptomatik yang berasal dari
pengguna narkotika, dengan kadar CD4 lebih dari 200sel/mm 3. Ternyata
56,14% mempunyai jumlah virus dalam darah (viral load) yang melebihi
55.000 kopi/ml, artinya penyakit infeksi HIV nya progesif, waaupun kadar
CD4 relatif masih cukup baik.2

2.5 Pemeriksaan Penunjang

1. Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)


Uji ini merupakan test pertama dari test HIV. Test ini mendeteksi
adanya antibodi HIV didalam darah. Jika test ini negatif, maka orang
tersebut tidak terinfeksi HIV dan test berhenti disini. Jika test ini positif,
maka test kedua dilakukan untuk memperkuat dugaan dari test yang
pertama.6

2. Western Blotting
Uji ini digunakan untuk mengkonfirmasi dari hasil positif ELISA.
Test ini mendeteksi pita protein spesifik yang terdapat pada individu yang
terinfeksi HIV. Dikombinasi dengan hasil positif dari ELISA, hasil Western
Blotting ini 99,9% akurat dalam mendeteksi infeksi HIV.6

3. Polymerase Chain Reaction (PCR)


PCR digunakan untuk mendeteksi fragmen DNA dan RNA viral
yang spesifik pada orang yang terinfeksi HIV. Setelah infeksi terjadi, RNA
dan DNA virus HIV bersirkulasi di dalam darah. Adanya potongan DNA
dan RNA virus mengindikasikan adanya virus HIV.6

4. Total lymphocyte count (TLC)


Perkalian dari persentase limfosit dengan leukosit total. TLC adalah
pemeriksaan yang lebih mudah dan lebih murah dibandingkan
pemeriksaan jumlah CD4. TLC didapatkan dari pemeriksaan hitung jenis
leukosit dan leukosit total pada pemeriksaan darah rutin.6

Rumus total limfosit count (TLC) atau hitung limfosit total

% Limfosit X Jumlah Leukosit


( dengan catatan jumlah leukosit dalam batas normla)

2.6 Gejala Klinis

Gejala penyakit AIDS/HIV sangat bervariasi. Berikut ini gejala


yang ditemui pada penderita AIDS/HIV, panas lebih dari 1 bulan, batuk-
batuk, sariawan dan nyeri menelan, badan menjadi kurus sekali, diare,
sesak napas, pembesaran kelenjar getah bening, kesadaran menurun,
penurunan ketajaman penglihatan, bercak ungu kehitaman di kulit.3

Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati,


karena dapat merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di
Indonesia, misalnya gejala panas dapat disebabkan penyakit tipus atau
tuberculosis paru. Bila terdapat beberapa gejala bersama-sama pada
seseorang dan ia mempunyai perilaku atau riwayat perilaku yang mudah
tertular AIDS, maka dianjurkan ia tes darah HIV.3

Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda


penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer
akut yang lamanya 1 – 2

Minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi
imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat
dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam
kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral. Dan disaat
fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS
(bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan
terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah
Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu
protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus,
mikrobakterial, atipikal.3
Pembagian stadium:1

a. Stadium
pertama : HIV

Infeksi di mulai dengan masuknya HIV dan di ikuti dengan


terjadinya perubahan serologis ketika antibodi terhadap virus tersebut
berubah dari negatif menjadi positif. Rentang waktu sejak HIV masuk ke
dalam tubuh sampai tes antibodi terhadap HIVmenjadi positif di sebut
dengan window period. Lama window period adalah antara satu sampai
tiga bulan, bahkan ada yang dapat berlangsung sampai enam bulan.

b. Stadium kedua : Asimptomatik ( tanpa gejala )

Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat HIV,


tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala apa pun. Keadaan ini dapat
berlangsung rata-rata selama 5-10 tahun. Cairan tubuh pasien HIV.AIDS
yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain.

c. Stadium ketiga : Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata


( pesistent

Generalized Lynphadenopaty ).

Hal ini tidak hanya muncul pada satu tempat saja dan berlangsung lebih
satu bulan.

d. Stadium keempat : AIDS

Keadaan ini di sertai dengan adanya bermacam-macam


penyakit, antara infeksi opporturistik , penyakit saraf, dan penyakit
tuberkulosis paru..

Gejala klinis pada stadium AIDS di bagi antara lain :3


- Gejala utama / mayor :

a. Demam berkepanjangan
lebih dari 3 bulan

b. Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun


terus menerus c. Penurunan berat badan lebih dari 10
% dalam tiga bulan.

- Gejala minor :

a. Batuk kronis
selama satu bulan

b. Infeksi pada mulut dan tenggorokan yang disebabkan oleh


jamur Candida albicans

c. Pembengkakan kelenjar getah bening yangmenetap di


seluruh tubuh

d. Munculnya herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal di


seluruh tubuh.

E Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita


F Retinitis virus sitomegalo
fase Derajat

1 infeksi HIV primer

2 HIV dengan defesiensi imun dini (CD4+ > 500/ul )

3 Adanya HIV dengan defesiensi imun yang sedang

(CD4+; 200-500/ul)

4 Hiv dengan defesiensi imun yang berat (CD4+ < 200/ul)

di sebut dengan AIDS . Sehingga muncul CDC Amerika

(1993), pasien masuk alam kategori AIDS bila CD4+ <

200/ul

4 Tahap Derajat Infeksi HIV

Sumber : Depkes RI 2003.5


Klasifikasi Klinis Infeksi HIV menurut WHO

Stadium Gambaran Klinis Skala Aktivitas

1 1. Asimptomatis Asimptomatis , aktivitas

2. Limfadenopati Normal
generalisata

2 1. Berat badan menurun


<10 %
Simptomatis , aktivitas
2. Kelainan kulit dan
Normal
mukosa yang ringan
seperti, dermatitis
seboroik, prurigo,
onikomikosis, ulkus oral
yang rekuen, dan kheilitis
angularis

3. Herpes zoster dalam 5


tahun terakhir

4. Infeksi saluran nafas


bagian Atas seperti
sinusitis bakterialis

3 1. Berat badan menurun Pada umumya lemah,


<10%
aktivitas di tempat tidur
2. Diare kronis yang
kurang dari 50%
berlangsung lebih dari 1
bulan

3. Demam berkepanjangan
lebih dari satu bulan

4. Kandidiasis orofaringeal

5. Oral hairy leukoplakia

6. TB paru alam satu


tahun terakhir

7. Infeksi bacterial yang


beraseperti
pnemonipiomiositis
4 1. HIV wasting syndrome Pada umumya sangat
seperti yang didefinisikan lemah,
oleh CDC
aktivitas di tempat tidur
2. Pnemonia Pneumocystis lebih
carini
dari 50%
3. Toksoplasmosis otak

4. Diare lebih dari satu


bulan

5. Kriptokokosis
Ekstrapulmonal

6. Retinitis virus
sitomegalo

7. Herpes simplek
mukokutan > 1 bulan

8. Leukoensefalopati
multifokal progresif

9. Mikosis diseminata
seperti histoplasmosis

10. Kandidiasis di
esophagus, trakea,
bronkus, dan paru

11. Mikobakteriosis
atipikal diseminata

12. Septisemia
salmonelosis nontifoid
13. Tuberkulosis di luar
paru

14. Limfoma

15. Sarkoma Kaposi

16. Ensealopati HIV

Sumber : Depkes RI 2003


15

2.5 Penatalaksanaan

Tatalaksana HIV di layanan primer dapat dimulai apabila penderita


HIV sudah dipastikan tidak memiliki komplikasi atau infeksi oportunistik
yang dapat memicu terjadinya sindrom pulih imun. Evaluasi ada tidaknya
infeksi oportunistik dapat dengan merujuk ke layanan sekunder untuk
pemeriksaan lebih lanjut karena gejala klinis infeksi pada penderita HIV
sering tidak spesifik. Untuk memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan
pemeriksaan jumlah CD4 (bila tersedia) dan penentuan stadium klinis
infeksi HIV.6

1. Tidak tersedia pemeriksaan CD4


Penentuan mulai terapi ARV didasarkan pada penilaian klinis.
2. Tersedia pemeriksaan CD4
a. Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD4 <350
sel/mm³tanpa memandang stadium klinisnya
b. Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif, ibu hamil
dan koinfeksi hepatitis B tanpa mengandung jumlah CD4.

Panduan lini pertama yang direkomendasikan pada orang dewasa yang belum
mendapat terapi ARV.6

Populasi target Pilihan yang Catatan


direkomendasikan

Dewasa dan AZT atau TDF + Merupakan pilihan paduan


anak 3TC (atau FTC) + yang sesuai untuk sebagian
EVF atau NVP besar pasien Gunakan FDC
jika tersedia

Perempuan AZT + 3TC + EFV Tidak boleh menggunakan


hamil atau NVP EFV pada trimester pertama
16

TDF bisa merupakan pilihan

Ko-infeksi AZT atau TDF + Mulai terapi ARV segera


HIV/TB 3TC (FTC) + EFV setelah terapi TB dapat
ditoleransi (antara 2 minggu
hingga 8 minggu) Gunakan
NVP atau tripel NRTI bila EFV
tidak dapat digunakan

Ko-infeksi TDF + 3TC (FTC) Pertimbangkan pemeriksaan


HIV/Hepatitis + EFV atau NVP HbsAG terutama bila TDF
B kronik aktif merupakan paduan lini
pertama. Diperlukan
penggunaan 2 ARV yang
memiliki aktivitas anti-HBV

Dosis antiretroviral untuk ODHA dewasa.6

Golongan/ Nama Obat Dosis

Nucleoside RTI

Abacavir (ABC) 300 mg setiap 12 jam

Lamivudine (3TC) 150 mg setiap 12 jam atau 300 mg sekali


sehari

Stavudine (d4T) 40 mg setiap 12 jam (30 mg setiap 12 jam


bila BB <60 kg

Zidovudine (ZDV atau 300 mg setiap 12 jam


AZT)

Nucleotide RTI
17

Tenofovir (TDF) 300 mg sekali sehari, (Catatan: interaksi


obat dengan ddI perlu mengurangi dosis
ddI)

Non-nucleoside RTIs

Efavirenz (EFV) 600 mg sekali sehari

Nevirapine(NVP) 200 mg sekali sehari selama 14 hari,


kemudian 200 mg setiap 12 jam
(Neviral®)

Protease inhibitors

Lopinavir/ritonavir 400 mg/100 mg setiap 12 jam, (533 mg/133


(LPV/r) mg setiap 12 jam bila dikombinasi dengan
EFV atau NVP)

ART kombinasi

AZT -3TC (Duviral ®) Diberikan 2x sehari dengan interval 12 jam

2.7 Komplikasi
Adapun komplikasi dengan HIV/AIDS antara lain:4

a. Pneumonia pneumocystis (PCP)

b. Tuberculosis (TBC), Umum dikenal dengan tuberculosis, adalah


penyakit umum yang
diderita penderita Aids dan dapat mematikan. hampir semua penderita
HIV/Aids, juga menderita Tb

c
Esofagitis

d. Diare
18

e. Toksoplasmositis

f. Leukoensefalopati multifocal
prigesif.

g. Herpes simplek, ulkus kronik (> 1


bulan)

h. Cytomegalovirus (CMV). Adalah jenis virus herpes yang menular melalui

cairan tubuh, seperti air liur, darah, ASI, semen dan urin

i. Candiasis, Menyebabkan peradangan dan bercak putih pada mulut


(lidah),tenggorokan dan vagina

2.9 Prognosis

Prognosis sangat tergantung kondisi pasien saat datang dan


pengobatan. Terapi hingga saat ini adalah untuk memperpanjang masa
hidup, belum merupakan terapi definitif, sehingga prognosis pada
umumnya dubia ad malam.6

3.0 pencegahan

Ada beberapa jenis progam yang terbukti sukses di terapkan di


beberapa negara dan amat di anjurkan oleh Badan Kesehatan Dunia,
WHO, yaitu :2

a. Pendidikan Kesehatan reprodukti untuk remaja dan dewasa muda


b. Program penyuluhan sebaya
c. Program kerjasama dengan media cetak
d. Program pendidikan agama
e. Melakukan sex yang aman.
f. Menghindari kontak darah ataupun sexual dengan penderita HIV
19

3.1 Edukasi
1. Menganjurkan tes HIV pada pasien TB, infeksi menular seksual (IMS),
dan kelompok risiko tinggi beserta pasangan seksualnya, sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.6
2. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit
HIV/AIDS. Pasien disarankan untuk bergabung dengan kelompok
penanggulangan HIV/AIDS untuk menguatkan dirinya dalam
menghadapi pengobatan penyakitnya.6

BAB III

HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human


Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV
dapat menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga
sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain. Acquired
Immunodeficiency Syndrom (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat
20

menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat dan disebabkan oleh infeksi
HIV. Kumpulan gejala tersebut diantaranya disebabkan masuknya
mikroorganisme seperti infeksi bakteri, virus dan jamur ke dalam tubuh, bahkan
timbulnya keganasan akibat menurunnya daya tahan tubuh penderita. Penyakit
HIV ditularkan melalui cairan tubuh penderita yang terjadi melalui proses
hubungan seksual, transfusi darah, penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi
secara bergantian, penularan dari ibu ke anak dalam kandungan melalui plasenta
dan kegiatan menyusui

DAFTAR PUSTAKA

1. Anderson Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses


Penyakit. Volume 1. Jakarta : EGC.

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
21

3. Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Edisi 4, Jilid
1. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

4. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media


Sculapius

5. Depkes R.I 2003. Pedoman Nasional Perawatan, Dukungan dan


Pengobatan bagi ODHA.Buku Pedoman Untuk Petugas Kesehatan dan
Petugas Lainnya. Jakarta: Ditjen PPM dan PL Depkes.

6. Abidin, Z. 2014. Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter di Fasilitas


Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta. Diunduh dari :
http://fk.unila.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/PPK-Dokter-di-
Fasyankes-Primer.pdf

Anda mungkin juga menyukai