Anda di halaman 1dari 8

Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA III Tahun 2013

PEMBUATAN KITOSAN DARI CANGKANG UDANG DAN


APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN UNTUK MENURUNKAN
KADAR LOGAM CU

Sry Agustina*, Yeti Kurniasih


1*
IKIP Mataram, Mataram
2
IKIP Mataram,Mataram, Indonesia
Sryagustina_92@yahoo.com

Abstrak

Kitosan merupakan modifikasi dari senyawa kitin yang banyak terdapat dalam kulit luar
hewan golongan rustaceae seperti udang, lobster dan kepiting. Salah satu sumber daya
alam di bidang perikanan yang sangat melimpah adalah udang. Selama ini pemanfaatan
cangkang udang hanya terbatas sebagai pakan ternak dan bahkan dibiarkan begitu saja
sampai membusuk sehingga menggangu estetika lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar rendemen serta kualitas kitin dan kitosan yang dihasilkan dari
cangkang udang serta untuk mengetahui seberapa besar kapasitas adsorpsi kitosan dari
cangkang udang sebagai adsorben untuk menurunkan kadar logam Cu. Tahap pembuatan
kitosan meliputi: tahap demineralisasi dengan HCl 1,5M, tahap deproteinasi dengan NaOH
3,5% serta tahap deasetilasi dengan NaOH 60%. Selanjutnya kitosan yang diperoleh
dikarakterisasi dan ditentukan kapasitas adsorpsinya terhadap ion logam Cu. Kadar Cu
pada sampel sebelum dan sesudah diadsorpsi diukur dengan AAS (Atomic Absorption
Spectroscopy). Dari hasil penelitian diperoleh karakterisasi kitosan sebagai berikut:
rendemen 67,08%, memiliki tekstur serbuk bewarna putih, tidak berbau, memiliki kadar air
1,55% serta larut sempurna dalam asam asetat glasial 2%. Kitosan yang diperoleh dari hasil
penelitian mampu mengadsorpsi logam Cu sampai konsentrasi 100 ppm dengan persen
adsorpsi sebesar 90,37%.

Kata Kunci: Adsorben, Cangkang Udang, Kitosan.

1. Pendahuluan terbatas pada penjualan daging sedangkan


Manfaat kitosan dalam berbagai cangkang udang dibuang dan dibiarkan
industri sangat banyak diantaranya dalam begitu saja sampai membusuk tanpa
industri farmasi, biokimia, bioteknologi, adanya pemanfaatan. Hal ini jika dibiarkan
pengawetan, kosmetik, dan digunakan untuk akan menimbulkan pencemaran lingkungan
pengompleks ion logam berat yang terdapat serta akan merusak estetika lingkungan.
dalam air permukaan dan limbah industri. Alternatif untuk mengatasi fenomena ini
Kitosan merupakan suatu polimer yang adalah dengan memanfaatkan cangkang
bersifat polikationik. Kitosan dengan struktur udang menjadi produk kitosan.
[β-(1-4)-2-amina -2-deoksi -Dglukosa] Kitosan yang dihasilkan pada
merupakan hasil dari deasetilasi dari kitin penelitian ini diaplikasikan untuk
(Apsari, 2010). Keberadaan gugus hidroksil mengadsorpsi ion logam serta mencari
dan amino sepanjang rantai polimer kapasitas adsorpsinya. Berdasarkan hasil
mengakibatkan kitosan sangat efektif penelitian bahwa kitosan mampu
2+
mengadsorpsi kation ion logam berat mengadsorpsi ion logam Ni (Erdawati,
2+
maupun kation dari zat-zat organik (protein 2008), mengadsorpsi ion Hg (Rahayu,
2+
dan lemak). Interaksi kation logam dengan 2007), mengadsorpsi ion Pb (Sanjaya,
3+ 2+
kitosan terjadi melalui pembentukan kelat 2007), mengadsorpsi ion Cr dan Cu
koordinasi oleh atom N gugus amino dan O (Apsari, 2010). Berdasarkan teori HSAB
gugus hidroksil (Tao Lee, et al. 2001). (Hard Soft Acid and Base) bahwa amina
Kitosan merupakan turunan dari termaksud basa keras sedangkan logam
kitin yang banyak terdapat dalam kulit luar Cu2+ merupakan asam perbatasan
hewan golongan crustaceae seperti udang, (keraslunak) sehingga akan terjadi ikatan
lobster dan kepiting (Kusumaningsih, 2004). antara ligan amina dan ion logam Cu2+
Salah satu potensi kekayaan sumber daya membentuk asam basa keras (Saito, 1996).
alam di bidang perikanan yang sangat Kitosan yang dihasilkan dalam penelitian ini
melimpah khususnya di NTB adalah udang. diharapkan dapat mengadsorpsi ion logam
Hasil observasi yang dilakukan di pasar Cu dalam larutan air.
Kebon Roek Ampenan, pasar Pagesangan
dan pasar Bertais menunjukkan bahwa
penjualan udang yang dilakukan di pasar

365
Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA III Tahun 2013

2. Metode Penelitian dicuci dengan aquades untuk


2.1 Alat dan Bahan menghilangkan HCl yang tersisa. Filtrat
Alat-alat yang digunakan dalam terakhir yang diperoleh diuji dengan
penelitian ini adalah: Seperangkat alat larutan AgNO3, bila sudah tidak terbentuk
penggerus, Magnetic stirrer with heater 79- endapan putih maka sisa ion Cl- yang
1, Oven memmert UNB-400, Desikator, terkandung sudah hilang. Selanjutnya
Timbangan analitik ohaus, Stop watch, padatan dikeringkan pada oven dengan
o
Spektrofotometer AAS, Statif dan klem, pH temperature 80 C selama 24 jam dan
universal, Termometer, Pengaduk magnetik, diperoleh serbuk kulit udang tanpa
Alat Sentrifugasi, Corong, Ayakan 100 mineral yang kemudian didinginkan
mesh, Pipet volume, Labu ukur, Gelas dalam desikator.
beker, dan alat-alat kimia lainnya yang biasa 2. Penghilangan protein (deproteinasi)
digunakan di laboratorium. Serbuk cangkang udang yang
Bahan-bahan yang digunakan didapatkan dari hasil demineralisasi
dalam penelitian ini adalah: Cangkang ditambahkan larutan NaOH 3,5% dengan
udang yang dikumpulkan dari pasar Kebun perbandingan 1:10 (b/v) antara pelarut
Roek Ampenan, HCl p.a, NaOH p.a, dengan sampel. Campuran tersebut
o
CH3COOH p.a, CuSO4.5H2O sebagai dipanaskan pada suhu 40-50 C selama 4
larutan standar, Ninhidrine sebagai jam sambil dilakukan pengadukan
pengoksidasi gugus amina pada kitosan, dengan kecepatan 50 rpm kemudian
-
AgNO3 untuk mengidentifikasi ion Cl , dilakukan sentrifugasi selama 15 menit
Indikator PP untuk mengidentifikasi pada kecepatan 2000 rpm, sehingga
-
kandungan OH , Aquades. diperoleh padatan dalam bentuk
supersenatan. Filtrat terakhir yang
2.2 Tahapan Penelitian diperoleh diuji dengan indicator PP, bila
Tahapan yang dilakukan dalam tidak terjadi perubahan warna merah
-
penelitian ini terdiri atas isolasi kitosan dari bata maka sisa ion OH yang terkandung
cangkang udang, karakterisasi kitosan yang sudah hilang. Selanjutnya padatan
terbentuk, aplikasinya sebagai adsorben disaring dan didinginkan sehingga
serta mecari kapasitas adsorpsi kitosan diperoleh kitin yang kemudian dicuci
terhadap logam Cu. dengan aquades. Padatan yang
o
a. Persiapan bahan diperoleh dikeringkan dalam oven 80 C
Limbah cangkang udang direbus selama 24 jam kemudian didinginkan
selama 15 menit, kemudian dicuci dalam desikator.
dengan air agar kotoran yang melekat 3. Deasetilasi
hilang, lalu dikeringkan dalam oven pada Hasil yang diperoleh dari proses
o
suhu 110-120 C selama kurang lebih deproteinasi dilanjutkan dengan proses
satu jam, kemudian dimasukkan dalam deasetilasi dengan menambahkan NaOH
desikator, dan ditimbang sampai 60% dengan perbandingan 1:20 (b/v).
didapatkan berat konstan. Setelah kering Campuran diaduk dan dipanaskan pada
o
kemudian dihaluskan kemudian diayak suhu 40-50 C selama 4 jam dengan
dengan ayakan berukuran 100 mesh. kecepatan pengadukan 50 rpm kemudian
b. Pembuatan Kitosan dilakukan sentrifugasi selama 15 menit
Proses pembuatan kitosan dari pada kecepatan 2000 rpm, sehingga
demineralisasi dengan HCl 1,5 M, diperoleh padatan dalam bentuk
deproteinasi dengan NaOH 3,5 %, dan supersenatan. Padatan yang diperoleh
deasetilasi dengan NaOH 60 % dinetralkan dengan aquades sampai pH
(Puspawati, 2010). netral. Padatan kemudian dikeringkan
o
1. Penghilangan mineral (demineralisasi) dalam oven pada suhu 80 C selama 24
Serbuk cangkang udang yang sudah jam. Kitosan yang diperoleh kemudian
dihaluskan hingga berukuran 100 mesh dikarakterisasi.
tersebut ditambahkan larutan HCl 1,5 M c. Karakterisasi kitosan
dengan perbandingan 1:15 (b/v). Karakterisasi kitosan yang dilakukan
Campuran dipanaskan pada suhu 40- meliputi: uji organoleptik (uji bau, tekstur
o
50 C selama 4 jam sambil dilakukan serta warna kitosan), rendemen, kadar
pengadukan dengan kecepatan 50 rpm air, kelarutan kitosan serta uji dengan
kemudian dilakukan sentrifugasi selama larutan ninhidrin.
15 menit pada kecepatan 2000 rpm, 1. Rendemen
sehingga diperoleh dalam bentuk Rendemen kitosan ditentukan
supersenatan. Padatan yang diperoleh berdasarkan persentasi berat kitosan

366
Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA III Tahun 2013

yang dihasilkan terhadap berat merupakan zat pengoksidasi kuat


bahan baku kepala udang sebelum yang dapat bereaksi dengan amina
diproses (Zahiruddin, et al, 2008). (dari senyawa kitosan) pada pH 4-8
%Rendemen = membentuk senyawa bewarna
ungu.
100%

d. Penentuan Kapasitas Adsorbsi Kitosan
Terhadap Logam Cu
2. Kadar Air
Sebanyak 0,1 gram kitosan
Kadar air merupakan salah satu
ditambahkan dengan 25 ml larutan
parameter yang sangat penting untuk
tunggal ion logam Cu(II) dengan
menentukkan mutu kitosan. Protan
konsentrasi 25, 50, 75 dan 100 ppm
Biopolimer menetapkan standar mutu
pada kondisi pH 7. Larutan kemudian
untuk kadar air kitosan adalah ≤10%
dikocok dengan menggunakan stirrer
(Bastaman, 1989). Pengujian kadar 0
pada kecepatan 50 rpm pada suhu 25 C.
air dapat dilakukan dengan metode
reaksi dihentikan pada menit ke-20.
AOAC cara pemanasan (Sudarmadji,
Larutan kemudian disaring dan kadar ion
et al, 1994).
logam yang tersisa diukur dengan
a) Timbang sampel sebanyak 0,5 gr
menggunakan Spektrofotometer AAS.
dalam cawan porselin atau gelas
arloji yang telah diketahui
beratnya.
3 Pembahasan Hasil
b) Masukkan dalam oven pada
o 3.1 Isolasi Kitin dan Sintesis Kitosan
suhu 100-105 C selama 1-2 jam Tabel 1. Rendemen Kitin dan Kitosan
tergantung bahannya. Kemudian Berat cangkang udang awal 200
didinginkan dalam desikator (g)
selama kurang lebih 30 menit
dan ditimbang. Berat sampel setelah 95
c) Panaskan lagi dalam oven, demineralisasi (g)
didinginkan dalam desikator dan Berat sampel setelah 73,521
diulangi hingga berat konstan. deproteinasi/kitin (g)
Perhitungan kadar air dapat
dilakukan dengan rumus sebagai Rendemen kitin (%) 36,76
berikut:
Berat sampel kitin yang 70,521
%kadar air = 100% disintesis menjadi kitosan
Keterangan:
a: Berat cawan dan sampel awal Kitosan yang diperoleh (g) 47,305
(g) Rendemen kitosan (%) 67,08
b: Berat cawan dan sampel
setelah kering (g) Tahap isolasi kitin dimulai dari proses
c: Berat sampel awal (g) demineralisasi, proses demineralisasi
3. Kelarutan Kitosan menggunakan larutan Cl 1,5 M. Proses
Kelarutan kitosan merupakan demineralisasi ini bertujuan untuk
salah satu parameter yang dapat menghilangkan garam-garam anorganik
dijadikan sebagai standar penilaian atau kandungan mineral yang ada pada
mutu kitosan. Semakin tinggi kitin. Garam-garam yang terkandung pada
kelarutan kitosan berarti mutu kitosan cangkang udang seperti: calsium,
yang dihasilkan semakin baik. Dalam magnesium, fosfor, besi, mangan, kalium,
hal ini kitosan dilarutkan pada asam tembaga, natrium, seng dan sulfur. Mineral
asetat glasial dengan konsentrasi 2 yang paling banyak terkandung dalam
% dengan perbandingan 1:100 cangkang udang adalah CaCO3
(g/ml). (Rachmania, 2011). Proses yang terjadi
4. Uji Ninhidrin pada tahap demineralisasi adalah mineral
Sebesar 0,1 gram kitosan yang terkandung dalam sampel akan
yang diperoleh dari penelitian bereaksi dengan HCl sehingga terjadi
disemprotkan dengan larutan pemisahan mineral dari cangkang udang
ninhidrin kemudian didiamkan tersebut. Terjadinya proses pemisahan
selama 5 menit. Amati perubahan mineral ditunjukkan dengan terbentuknya
yang terjadi, jika positif berubah gas CO2 berupa gelembung udara pada
warna ungu maka kitin telah saat larutan HCl ditambahkan dalam sampel
berubah menjadi kitosan. Ninhidrin (Hendry, 2008), sehingga penambahan HCl

367
Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA III Tahun 2013

ke dalam sampel dilakukan secara bertahap deproteinasi-demineralisasi. Hal ini


agar sampel tidak meluap. Reaksi yang disebabkan karna mineral membentuk shield
terjadi adalah: (pelindung) yang keras pada kulit
CaCO3(s) + 2HCl(l) → CaCl2(s) + H2O(l) + udang, sehingga dengan menghilangkan
CO2↑ mineral terlebih dahulu akan mempermudah
Cangkang udang bebas mineral yang proses penghilangan protein sehingga %
diperoleh dari tahap demineralisasi rendemen kitin lebih besar. Proses
dilanjutkan dengan tahap deproteinasi. selanjutnya adalah deasetilasi kitin untuk
Tahap deproteinasi menggunakan NaOH mendapatkan kitosan. Tahap deasetilasi
3,5% dengan tujuan untuk memisahkan atau dilakukan dengan merendam kitin
melepaskan ikatan-ikatan protein dari kitin. menggunakan NaOH p.a 60% dengan
Pada tahap deproteinasi, protein yang perbandingan 1:20 (b/v) selama 4 jam pada
0
terkandung dalam cangkang udang akan suhu 40-50 C. Kondisi ini digunakan karena
larut dalam basa sehingga protein yang struktur sel-sel kitin yang tebal dan kuatnya
terikat secara kovalen pada gugus fungsi ikatan hydrogen intramolekuler antara atom
kitin akan terpisah. Reaksi pada tahap hidrogen pada gugus amin dan atom
deproteinasi dapat dilihat pada gambar 1 oksigen pada gugus karbonil. Proses
sebagai berikut: deasetilasi dalam basa kuat panas
menyebabkan hilangnya gugus asetil pada
kitin melalui pemutusan ikatan antara karbon
pada gugus asetil dengan nitrogen pada
gugus amin. Reaksi pembentukan kitosan
dari kitin merupakan reaksi hidrolisa suatu
amida oleh suatu basa. Kitin bertindak
sebagai amida dan NaOH sebagai basanya.
Mula-mula terjadi reaksi adisi, dimana gugus
-
–OH masuk ke dalam gugus NHCOCH3
kemudian terjadi eliminasi gugus CH3COO
sehingga dihasilkan suatu amina yaitu
kitosan. Mekanisme pembentukan kitosan
dari kitin dapat dilihat dari persamaan reaksi
pada gambar 2 di bawah ini:
Gambar 1. Reaksi antara protein dan basa

Hasil penelitian ini diperoleh % rendemen


kitin sebesar 36,76%. Hasil rendemen yang
diperoleh lebih besar dari % rendemen yang
diperoleh Ernawati (2008), % rendemennya
hanya sebesar 9,54%. Penelitian ini tahap
isolasi kitin dimulai dengan tahap
demineralisasi dan dilanjutkan dengan tahap
deproteinasi yang berlangsung selama 4
0
jam pada suhu 40-50 C sedangkan pada
penelitian Ernawati proses isolasi kitin
Gambar 2. Reaksi Pembentukkan Kitosan Dari Kitin
dimulai dari tahap deproteinasi dan
dilanjutkan dengan tahap demineralisasi
Penelitian ini memiliki rendemen kitosan
yang berlangsung selama 1 jam tanpa
sebesar 67,08% dibandingkan dengan
disertai pemanasan. Hal ini membuktikan
penelitian yang dilakukan oleh Sinaga
bahwa waktu dan suhu reaksi sangat
(2009) yang menggunakan NaOH 50% pada
berpengaruh terhadap rendemen kitin yang
proses deasetilasinya menghasilkan
diperoleh. Faktor lain yang berpengaruh
rendemen kitosan sebesar 26,33%. Hal ini
terhadap rendemen kitin adalah urutan
disebabkan karena NaOH yang digunakan
tahapan isolasi kitin, pada penelitian ini
pada penelitian ini dengan konsentrasi basa
urutan isolasi kitin dimulai dari
tinggi (60%) menyebabkan zat-zat yang
demineralisasi-deproteinasi sedangkan
bereaksi semakin cepat berlangsung
pada Ernawati urutan isolasi kitin dimulai
sehingga semakin besar kemungkinan
dari deproteinasi-demineralisasi. Isolasi
terjadinya tumbukan antara kitin dan basa
dengan urutan demineralisasi-deproteinasi
kuat tersebut, sehingga semakin banyak
menghasilkan rendemen lebih banyak
kitin yang diubah menjadi kitosan.
dibandingkan dengan tahap isolasi

368
Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA III Tahun 2013

3.2 Karakterisasi Kitosan dihasilkan semakin baik. Kitosan yang


Tabel 2. Karakterisasi Kitosan dihasilkan memiliki kelarutan yang
Parameter Nilai dari Nilai dari sempurna dalam asam asetat glasial 2%.
kitosan yang standar Kelarutan diamati dengan membandingkan
diperoleh internasional kejernihan larutan kitosan dengan
Kadar air 1,55 % <10 % kejernihan pelarutnya. Membuktikan ada
tidaknya gugus amina pada kitosan,
Kelarutan Larut Larut dilakukan uji menggunakan larutan ninhidrin,
alam uji ninhidrin kitosan hasil sintesis
asam asetat menunjukkan positif yang dapat dilihat dari
2% perubahan warna ungu yang terjadi setelah
(1gr/100ml) kitosan diinteraksikan dengan larutan
ninhidrin. Ninhidrin merupakan oksidator
Tekstur Serbuk Serbuk
kuat yang bereaksi dengan gugus amina
Warna Putih Putih sampai dari senyawa kitosan pada pH 4-8
kuning pucat menghasilkan senyawa hasil ikatan antara
hidrindantin dan ninhidrin melalui jembatan
nitrogen yang bewarna ungu (Sanjaya, at al,
2007). Mekanisme reaksi antara amina
Bau Tidak berbau Tidak berbau dengan ninhidrin dapat dilihat dari
persamaan reaksi pada gambar 3 di bawah
Uji dengan Positif - ini:
larutan berwarna
ninhidrin ungu

Hasil penelitian seperti yang itunjukkan pada


tabel 2 diketahui bahwa kitosan yang
diperoleh telah memenuhi nilai standar
internasional sehingga bisa digunakan untuk
berbagai aplikasi. Kitosan yang dihasilkan
memiliki kadar air yang rendah. Kadar air
pada kitosan dipengaruhi oleh proses
keberhasilan pada saat pengeringan, lama
pengeringan yang dilakukan, jumlah kitosan
yang dikeringkan dan luas permukaan
tempat kitosan yang dikeringkan. Kelarutan Gambar 3. Mekanisme reaksi antara amina dengan
kitosan dalam asam asetat glasial ninhidrin
3.3 Penentuan Kapasitas Adsorpsi
merupakan salah satu parameter yang
Hasil pengukuran logam Cu
dapat dijadikan sebagai standar penilaian
sebelum dan setelah diadsorpsi dapat dilihat
mutu kitosan. Semakin tinggi kelarutan
pada tabel 3 dan gambar 4 berikut ini :
kitosan dalam asam asetat glasial 2%
(1gr/100ml) berarti mutu kitosan yang
Tabel 3. Persen Cu yang teradsorpsi
Konsentr Absorbansi Konsentrasi Konsentrasi % adsorpsi
asi Cu Cu yang Cu yang Cu yang
awal teradsorpsi Tersisa teradsorpsi
(ppm) (ppm) (ppm)
25 0,024 0,734 23,266 97,06
50 0,058 1,348 48,652 97,3
75 0,194 3,803 71,197 94,93
100 0,157 9,633 90,367 90,37
Massa kitosan yang digunakan 0,1 gr dalam
volume sampel 25 ml

369
Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA III Tahun 2013

kitosan dengan ion logam dapat dilihat pada


gambar 5 di bawah ini:

Gambar 5. pembentukan komplek antara kitosan


dengan ion logam Cu.
Gambar 4. % adsorpsi kitosan terhadap logam Cu
Pada tabel 3 dan gambar 4 tersebut dapat Kapasitas adsorpsi terhadap logam Cu dari
dilihat hubungan antara konsentrasi logam kitosan dalam penelitian ini dibandingkan
Cu dengan persen adsorpsi. Gafik di atas dengan adsorben tanah liat dari tanah awu
diketahui bahwa dengan menggunakan yang mengandung 14,98% monmorillonite,
massa kitosan sebesar 0,1 gram ternyata menunjukkan bahwa kitosan memiliki
mampu mengadsorpsi logam Cu sampai kemampuan adsorpsi 290 kali lebih besar
dengan konsentrasi 100 ppm dengan dibandingkan tanah liat. Hal ini ditunjukkan
persentasi adsorpsi diatas 90%. Konsentrasi oleh persentase Cu yang teradsorpsi oleh
25-50 ppm persentasi adsorpsi meningkat tanah liat sebesar 62% dengan konsentrasi
namun ketika konsentrasi 75-100 ppm Cu 5 ppm dengan volume larutan 25 ml
persentasi adsorpsi mulai menurun. untuk 1 gram tanah liat sehingga kapasitas
Penurunan persentasi adsorpsi dipengaruhi adsorpsi adalah 0,0775 mg Cu/g adsorben.
oleh adsorben kitosan telah mencapai titik Kitosan yang diperoleh dari penelitian dapat
maksimum dalam mengadsorpsi. Massa 0,1 mengadsorpsi 90% logam Cu 100 ppm
gram kitosan mampu mengadsorpsi logam dengan volume larutan 25 ml untuk 0,1
dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari gram kitosan sehingga diperoleh kapasitas
100 ppm, namun persentasi adsorpsinya adsorpsi adalah 22,5 mg Cu/gr adsorben.
yang akan menurun disebabkan oleh sisisisi
aktif kitosan telah jenuh dengan adsorbat. 4. Simpulan dan Saran/Rekomendasi
Interaksi antara kitosan dengan logam Cu Simpulan
merupakan reaksi pembentukan senyawa a. Hasil karakterisasi kitosan sebagai
kompleks antara kitosan dengan ion logam, berikut: rendemen 67,08%, memiliki
dimana kitosan berperan sebagai ligan dan tekstur serbuk bewarna putih, tidak
ion logam sebagai ion pusat. Hal ini terjadi berbau, memiliki kadar air 1,55%
karena melimpahnya pasangan elektron serta larut sempurna dalam asam
bebas pada oksigen dan nitrogen pada asetat glasial 2%.
struktur molekul kitosan sehingga kitosan b. Kitosan dengan massa 0,1 gr mampu
berperan sebagai donor pasangan elektron menurunkan kadar logam Cu sampai
bebas ( basa lewis) dan ion logam sebagai konsentrasi 100 ppm dengan
reseptor pasangan elektron bebas (asam persentasi adsorpsi ≥ 90%
lewis). Berdasarkan deret kekuatan ligan Saran
dalam spektrokimia, gugus fungsi hidroksil a. Perlu adanya penelitian lanjutan
terletak di sebelah kiri gugus amina, dalam penggunaan bahan dasar
sehingga gugus amina lebih kuat dibanding pembuatan kitosan selain udang.
gugus hidroksil dalam mengadsorpsi. Ini b. Perlu adanya penelitian lanjutan
berarti bahwa pada proses adsorpsi ion dalam mengoptimasi rendemen
logam lebih mudah berikatan dengan gugus kitosan yang diperoleh dengan
amina dari pada mencari kondisi optimum suhu, dan
gugus hidroksil (Oxtoby, et al. 2003). Pada waktu kontak dalam proses
kitin dan kitosan sama-sama memiliki atom deasetilasi.
N tetapi kitin kurang efisien digunakan untuk c. Perlu adanya penelitian lanjutan
pengkelat, sebab gugus asetamida pada mengenai aplikasi kitosan selain
kitin merupakan ligan yang sangat lemah adsorpsi logam berat.
dibandingkan dengan kitosan yang memiliki
gugus amina yang merupakan medan ligan 5. Pustaka
kuat. Sehingga kitosan lebih efisien Apsari, Ajeng Tanindya, et al. (2010). Studi
digunakan dalam proses adsorpsi dari pada Kinetika Penjerapan Ion Chromium dan
Ion Tembaga Menggunakan Kitosan
kitin. Proses pembentukan kompleks antara
Produk dari Cangkang Kepiting. Skripsi.
Semarang: UNDIP.

370
Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA III Tahun 2013

Bastaman, S. (1989). Studies on degradation and Seafood menjadi Khitosan melalui Variasi
extraction of chitin and chitosan from Konsentrasi NaOH. Jurnal Kimia 4 (1),
prawn Shells. Belfast: The departement of Januari 2010,70-90, ISSN 1907-9850.
Mecanical Manufacturing, Aeronautical
and Chemical Engineering. The Queen’s Rachmania, Desie. (2011). Karakteristik Nano
University. Kitosan Cangkang Udang Vannamei
(Litopenaeus vannamei) dengan Metode
Erdawati. (2008). Kapasitas Adsorpsi Kitosan dan Gelasi Ionik. Skripsi. Bogor: IPB
Nanomagnetik Kitosan terhadap Ion Ni(II).
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Rahayu, L. H, et al. (2007). Optimasi Pembuatan
Teknologi-II 2008: Universitas Negeri Kitosan dariKitin Limbah Cangkang
Jakarta. Rajungan (Portunus pelagicus) untuk
Adsorben Ion Logam Merkuri. Jurnal
Ernawati, Pt. (2008). Transformasi Khitin Menjadi Reaktor, Vol. 11, No.1, Juni 2007, Hal.
Kitosan dari Limbah Kulit Udang dan :45-49
Cangkang Kepiting Serta Aplikasinya
Sebagai Biomaterial Anti Bakteri dan Saito, Taro. (1996). Kimia Anorganik. Tokyo:
Potensinya Sebagai Anti Kanker. Iwanami Shoten. Sanjaya, Indah, et al.
Universitas Udayana Jimbaran. (2007). Adsorpsi Pb(II) oleh Kitosan Hasil
Isolasi Kitin Cangkang Kepiting Bakau
Hendry, Jhon. (2008). Teknik Deproteinasi Kulit (Scylla). Jurnal Ilmu Dasar Vol. 8 No.1
Rajungan (Portonus pelagious) secara 2007 : 30-36.
Enzimatik dengan Menggunakan Bakteri
Pseudomonas aeruginosa untuk Sinaga, Purry Artha Kencana. (2009). Perekat
Pembuatan Polimer Kitin dan Berbasis Kitosan untuk Papan Isolasi.
Deasetilasinya. Skripsi. Bogor: IPB Sudarmaji, et al.
http://www.suaramerdeka.unila.ac.id/prosi (1994). Prosedur Analisa Untuk Bahan
ding2008. Makanan dan Pertanian. Liberty.
Yogyakarta.
Kusumaningsih, Triana, et al. (2004). Pembuatan
Kitosan dari Kitin Cangkang Bekicot. Tao lee, S, et al. (2001). Equilibrium and Kinetic
Jurnal Biofarmasi 2 (2): 64-68, Agustus Studies of Copper(II) Ion Uptake by
2004, ISSN: 1693-2242. Surakarta: UNS. Chitosan-Tripolyphosghate Chelating
Resin. Polymer 42: 1879-1892.
Oxtoby, et al. (2003). Prinsip-Prinsip Kimia
Modern. Jakarta: Penerbit Erlangga. Zahiruddin, et al. (2008). Karakteristik Mutu dan
Kelarutan Kitosan dari Ampas Silase
Puspawati, N. M, et al. (2010). Opimasi Kepala Udang Windu (Penaeus
Deasetilasi Khitin dari Kulit Udang dan monodon). Buletin Teknologi Hasil
Cangkang Kepiting Limbah Restoran Perikanan volume 11 nomor 2. IPB

371
Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA III Tahun 2013

372

Anda mungkin juga menyukai