Anda di halaman 1dari 5

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada pertemuan tiga
lempeng (Eurasia, Hindia-Australia dan Pasifik) yang menyebabkan terbentuknya
deretan gunung berapi dan gempa Bumi (Hidayat, 2011). Indonesia mempunyai
potensi sumber daya panas bumi mencapai 28.100,00 MW, yakni sumber potensi tersebut
tersebar di sepanjang jalur vulkanik yang membentang dari Pulau Sumatera, Jawa, Bali,
Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku serta daerah – daerah non vulkanik seperti
Kalimantan dan Papua (Kasbani, 2012). Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi
yang paling banyak memiliki potensi energi panas bumi yaitu 1.857,00 MW yang terdapat
di enam kabupaten yakni, Karo, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Padang
Lawas dan Mandailing Natal (Gunawan, 2013).
Panas bumi merupakan salah satu sumber energi alternatif terbarukan dan
sangat berpotensi untuk diproduksi di Indonesia, hal ini disebabkan Indonesia
memiliki lingkaran sabuk gunung api sepanjang lebih dari 7000 km yang memiliki
potensi panas bumi yang besar (Nuha, dkk, 2014). Energi panas yang berasal dari
dalam Bumi akan muncul ke permukaan dan akan terkumpul di bagian kerak bumi.
Kerak Bumi tersusun dari berbagai macam jenis batuan yang memiliki titik lebur
yang berbeda-beda. Batuan yang tidak tahan dengan suhu tinggi dari inti Bumi akan
meleleh dan menjadi cairan yang disebut magma (Barbier, 2002). Energi ini secara
langsung berasal dari sumber panas terestrial yang pada dasarnya tak ada habisnya
di bawah kerak Bumi dan tidak bergantung pada energi matahari langsung (Kolar,
2000). Suhu di bawah kerak Bumi yang relatif tipis bisa mencapai 1300 oC
(Ghomshei, 2010).
Energi panas bumi adalah energi panas yang berasal dari dalam bumi. Energi
panas yang terkadung di dalam reservoir dapat dimanfaatkan secara langsung
maupun dikonversi terlebih dahulu menjadi tenaga listrik (Utami, dkk, 2013).
Menurut Kebijakan Energi Nasional Indonesia (Perpres No. 5 th. 2006) kontribusi
energi panas Bumi masuk ke dalam energi nasional sebesar 5% pada tahun 2025
atau sekitar 9500 MW. Untuk mewujudkan target tersebut telah disusun roadmap
pengembangan energi panas Bumi yang memberikan kerangka waktu bagi
2

pencapaiannya. Keberadaan regulasi tersebut harus diikuti upaya-upaya dalam


tataran teknis, antara lain penyiapan data-data panas Bumi hasil kegiatan survei atau
eksplorasi, yang nantinya digunakan penyiapan Wilayah Kerja Pertambangan
(WKP) panas Bumi (Kasbani, 2005). Daerah yang mengalami rasio elektrifikasi
pasokan listrik yakni Provinsi Papua (36,41%), Nusa Tenggara Timur (54,77%),
Nusa Tenggara Barat (64,43%), Kalimantan Tengah (66,21%), Gorontallo
(67,81%), Sulawesi Barat (67,6%), Kepulauan Riau (69,66%), Sumatera Utara
(89,6%), khususnya Sumatera Utara sejak tahun 2005, krisis listrik di Sumut tidak
kunjung selesai. Saat ini kebutuhan listrik Sumut sebesar 1.700 MW (megawatt),
sedangkan kekurangan pasokan sekitar 330 MW. Jumlah ini di luar cadangan daya
yang dibutuhkan sebagai cara untuk mengantisipasi jika terjadi gangguan
pembangkit (Budiyanti, 2014).
Sumber air panas bumi di Kabupaten Simalungun, secara geografis terletak
diantara 02036’00”– 03018’00” Lintang Utara dan 98032’00”– 99035’00” Bujur
Timur (Badan Pusat Statistik Simalungun, 2014). Berdasarkan pengakuan dari
masyarakat setempat, air panas yang terdapat di daerah ini umumnya masih
dijadikan sebagai objek wisata saja sedangkan untuk pengembangan sumber energi
panas belum dilakukan. Dengan melihat potensi yang dimiliki pada daerah panas
bumi tersebut, maka perlu dikembangkankan agar sumber energi panas bumi ini
dapat dimanfaatkan dengan baik.
Metode geotermometer merupakan salah satu metode untuk menghitung
suhu reservoir yang ada dalam sumber panas dengan menggunakan termometer
sebagai alat pembanding dan menjadi objek pengukuranya adalah kandungan unsur
kimia yang ada dalam air tersebut. Cara eksplorasi sistem geotermometer telah
banyak dilakukan. Dari data pengkuran geotermometer dapat diukur kimia air panas
tersebut seperti Na, K, Mg, Ca, dan SiO2. Berdasarkan pengukuran geotermometer
ini maka didapatkan hasil untuk suhu reservoir berdasarkan unsur-unsur kimia yang
ada didalam air panas, yang pada akhirnya dapat dirumuskan kedalam persamaan
geotermometer (Shundoro, dkk.,2006).
Penelitian penting dilakukan mengingat data pengukuran suhu panas bumi
bisa berubah akibat perubahan alam. Karena itu dibutuhkan data baru untuk
3

mengamati adanya perubahan dari data sebelumnya. Penelitian penentuan suhu


reservoir panas bumi dengan menggunakan persamaan geotermometer empiris ada
dilakukan seperti di daerah panas bumi Rianiate Kecamatan Pangururan
menghasilkan suhu reservir sekitar 100,480C dan sudah dilakukan juga diaerah
panas bumi Dolok Marawa Kabupaten Simalungun dengan suhu reservoir sekitar
125,100 C. Namun, terjadinya perpindahan sumber air panas pada daerah tersebut
maka penulis tertarik untuk melakukan pengukuran ulang suhu reservoir dengan
menggunakan persamaan geotermometer empiris di panas bumi tersebut. Dengan
uraian tersebut Sehingga penulis memilih judul: Pengukuran Suhu Reservoir
Panas Bumi Tinggi Raja Kabupaten Simalungun Dengan Menggunakan
Persamaan Geotermoeter Empiri, untuk mendapatkan suhu reservoar dari
masing-masing unsur kimia yang ada dalam air panas.

1.2. Batasan Masalah


Untuk membatasi ruang lingkup yang jelas berdasarkan uraian yang telah
dikemukakan pada latar belakang diatas, maka penulis membatasi permasalahan
sebagai berikut:
1. Penelitian dilakukan di tiga titik yang berbeda sumber panas bumi di
Tinggi raja.
2. Sampel air panas permukaan yang suhu dan pH permukaan telah diukur
dimasukkan ke dalam wadah (botol) yang bersih dn tidak mengalami
perubahan akibat panas.
3. Unsur kimia sebagai sampel untuk pengukuran konsentrasi di
laboratorium adalah: Na (Natrium), K (Kalium), Ca (Kalsium), dan Mg
(Magnesium), sehingga persamaan geotermometer yang digunakan ada
tiga yaitu Geotermometer Na-K, Geotermometer Na-K-Ca, dan
Geotermometer (Na-K-Ca-Mg)p.
4

1.3 Rumusan Masalah


Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah suhu permukaan serta pH air panas pada tiga titik sumber
air panas yang berbeda di desa Tinggi raja
2. Bgaimanakah konsentrasi unsur Na, K, Ca, dan Mg yang terkandung pada
sampel air panas dari sumber air panas di desa Tinggi raja
3. Berapakah suhu reservoir daerah panas bumi desa Tinggi raja
berdasarkan persamaan geotermometer (geotermometer Na-k,
Geotermometer Na-K-Ca, dan Geotermometer (Na-K-Ca-Mg)p.

1.4. Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui suhu permukaan serta pH air panas pada tiga titik
sumber air panas yang berbeda di desa Tinggi raja.
2. Untuk mengetahui konsentrasi unsur kimia Na, K, Ca, dan Mg pada air
panas di desa Tinggi raja.
3. Untuk mengetahui nilai reservoir daerah panas bumi di desa Tinggi raja
berdasarkan persamaan Geotermometer Empiris (Geotermometer Na-K,
Geotermometer Na-K-Ca, dan Geotermometer (Na-K-Ca-Mg)p.
5

1.5. Manfaat Penelitian


Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan informasi penelitian lebih lanjut tentang sumber air panas
bumi yang ada di desa Tinggi Raja
2. Memberikan informasi unsur-unsur kimia yang terkandung didalam air
panas khususnya yang terkandung didalam air panas pada sumber air
panas di desa Tinggi raja.
3. Sebagai salah satu cara mengetahui suhu reservoir dengan menggunakan
persamaan geotermometer empiris yang melibatkan hasil konsentrasi
unsur kimia air panas.

Anda mungkin juga menyukai