Laporan Pendahuluan Pneumonia
Laporan Pendahuluan Pneumonia
1
3. Penyebab / faktor predisposisi
Virus : Influensa, parainfluensa,adenovirus.
Bakteri : Streptokokus pneumonia, Streptokokus aureus,
Hemofilus influenza, Stafilokokus, Pneumokokus.
Jamur : Pseudomonas, Candida albican.
Aspirasi : Makanan atau benda asing.
Inhalasi : Racun atau bahan kimia, rokok, debu dan gas
Pneumonia juga disebabkan oleh terapi radiasi (terapi radisasi untuk
kanker payudara/paru) biasanya 6 minggu atau lebih setelah
pengobatan selesai ini menyebabkan pneumonia radiasi. Bahan kimia
biasanya karena mencerna kerosin atau inhalasi gas menyebabkan
pneumonitis kimiawi (Smeltzer, 2001 : 572). Karena aspirasi/inhalasi
(kandungan lambung) terjadi ketika refleks jalan nafas protektif hilang
seperti yang terjadi pada pasien yang tidak sadar akibat obat-obatan,
alkohol, stroke, henti jantung atau pada keadaan selang nasogastrik
tidak berfungsi yang menyebabkan kandungan lambung mengalir di
sekitar selang yang menyebabkan aspirasi tersembunyi. ( Smeltzer,
2001 :637)
4. Patofisiologi
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu
reaksi inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan
menghasilkan eksudat, yang menggangggu gerakan difusi oksigen serta
karbon dioksida. Sel-sel darah putih, kebanyakan neutrofil, juga bermigrasi
ke dalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara.
Area paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, edema
mukosa dan bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial bronchi atau alveoli
dengan mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena
yang memasuki paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan
keluar ke sisi kiri jantung tanpa mengalami oksigenasi. Pada pokoknya
darah, darah terpirau dari sisi kanan ke sisi kiri jantung. Percampuran darah
yang teroksigenasi dan tidak teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan
hipoksemia arterial. (Smeltzer, 2002:574).
2
5. Klasifikasi
Klasifikasi pneumoni (Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia
Komuniti di Indonesia)
a. Berdasar klinis dan Epidemiologi:
1. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia) : Sporadis
atau endemik; muda atau orang tua
2. Pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia/nosocomial
pneumonia) : Didahului perawatan di RS
3. Pneumonia aspirasi : Alkoholik, usia tua
4. Pneumonia pada penderita immunocompromised : Pada pasien
transplantasi, onkologi, AIDS
b. Berdasar Bakteri Penyebab:
1. Pneumonia bakterial/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang
peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik,
Staphilococcuspada penderita pasca infeksi influenza.
2. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia.
3. Pneumonia Virus
4. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised)
c. Berdasar Predileksi Penyakit:
1. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumonia bakterial, jarang pada
bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau
segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus,
misal: pada aspirasi benda asing, atau proses keganasan.
Corak infeksi bakteri akut ini meliputi bagian besar atau seluruh
lobus paru. Kebanyakan pneumonia lobaris disebabkan oleh
pneumokokus yang masuk ke dalam paru melalui saluran udara.
Kadang-kadang disebabkan oleh mikroorganisme lain (Klebsiella
pneumonia, stafilokokus, streptokokus, hemophilus influenzae).
Urutan stadium adalah “klasik” tetapi jarang terlihat karena terapi
3
antibiotic. Namun berbagai stadium menggambarkan riwayat
pneumonia lobaris tanpa komplikasi :
Kongesti terlihat nyata pada 24 jam pertama.
Hepatisasi merah (konsolidasi) menggambarkan jaringan paru
dengan eksudat akut yang berpadu, mengandung neutropil
dan sel darah merah, memberikan penampakan makroskopik
merah, padat, seperti hati.
Hepatisasi kelabu menyusul, ketika sel darah merah pecah
dan tertinggal eksudat fibrinosupuratif, memberikan
penampakan kelabu coklat.
Resolusi adalah stadium akhir yang diharapkan, ketika
eksudat padat mengalami degradasi enzimatik dan selular dan
pembersihan. Struktur normal kembali lagi.
4
6. Gejala klinis
Gejala klinis tergantung pada lokasi, tipe kuman dan tingkat berat penyakit
Adapun gejala klinis dari pneumonia yaitu :
o Nyeri dada
o Demam
o Malaise (Kelemahan)
o Batuk produktif berupa sputum
o Sianosis
o Ronchi
o Sesak
Pneumonia bakterial/pneumokokus
- Awitan menggigil
- Demam yang timbul dengan cepat (39,50C – 40,5 0C ( 1020F-105
0
F).
- Nyeri dada yang terasa tertusuk-tusuk yang dicetuskan oleh
bernafas dan batuk
- Takipnea ( 25-45 x/menit).
- Pernafasan mendengkur, cuping hidung,.
- Penggunaan otot-otot bantu aksesori pernafasan.
Pneumonia atipikal.
Beragam dalam gejalanya, tergantung pada organism penyebab. Banyak
pasien mengalami infeksi saluran pernafasan atas (kongesti anasal, sakit
tenggorok), dan awitan gejala pneumonianya bertahap. Gejala yang
menonjol :
- Sakit kepala.
- Demam tingkat rendah.
- Nyeri pleuritus.
- Mialgia.
- Ruam.
- Faringitis.
- Setelah beberapa hari, sputum mukoid atau mukopurulen
dikeluarkan .
- Nadi cepat
5
Gejala lainnya:
- Pipi berwarna kemerahan.
- Warna mata menjadi lebih terang
- Bibir serta bidang kuku sianotik.
- Berkeringat.
- Sputum pirulen, berbusa, bersemu darah sering dihasilkan pada
pneumonia pneumokokus, stafilokokus, Klebsiella, dan streptokokus,
Pneumonia Klebsiella juga mempunyai sputum kental, sputum H.
influenza biasanya berwarna hijau.
(Smeltzer, 2001 : 574-575).
7. Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan fisik difokuskan pada area dada
Inspeksi : pernafasan cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan,
retraksi dada
Palpasi : taktil fremitus meningkat dengan konsolidasi
Perkusi : pekak diatas area yang konsolidasi
Auskulatasi : suara ronki nyaring, suara pernafasan bronchial.
6
Pemeriksaan fungsi paru-paru: volume mungkin menurun, tekanan saluran
udara meningkat, kapasitas pemenuhan udara menurun dan hipoksemia.
Pemeriksaan serologi misalnya titer virus atau legionella, aglutinin dingin:
membantu dalam membedakan diagnosa organisme khusus.
Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka: dapat menyatakan intranuklear
tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMV); karakteristik sel raksasa
(rubeolla).
7
lainnya dan trimetoprim sulfametoksazol (Bactrim) Pengobatan untuk
pneumonia adalah
Pneumonia Obat
Pneumonia bakterialis
Pneumonia Pinisilin G IV
streptococcus Pinisilin V PO. Terapi antibiotik bergantian, seperti
sefuroksim atau sefalosporin generasi ketiga,
eritomosin, setriakson), eritomisin, klindamisin,
pemisilin lain, timetoprim-sulfametoksazol(bactrim)
Pneumonia Nafcilin, metisilin, oksasilin, vankomisin untuk
stapilococus organisme yang resisten terhadap metisilin atau
pasien yang alergi terhadap penisilin
Pneumonia Gantamisin, tobramisin, sefalosporin, generasi ketiga
klebsiella ( sefotaksim, seftizoksim, seftriakson)
Pneumonia Piperasilin, tikarsilin dikombinasi dengan gentamisin
pseudomonas atau ortobramisin
Haemophilus Amphisilin, amoksilin, augmenti sefaklor atau
influenza sefuroksim. Trimethoprim-sulfametaksozal bagi
pasien yang alergi terhadap pinisilin.
Pneumonia atipikal
Penyakit Eritromisin, rifampin
legionnaires
Pneumonia Eritromisin, derivat tetrasiklin ( Doxycycline)
mikoplasma
Pneumonia virus Amatadine, rimantadine. Diobati secara simptomatis.
Pneumonia Trimetoprim-sulfametoksazol, dapsone, pentamidin
pnemosistis carinii
(PCP)
Pneumonia fungi Flusitoasin dengan ampotensin B pada pasien non-
neurotropenik. Ketotanazol, Lobektomi dari bola
fungus.
Pneumonia Doksisklin, eritromisin, klarifomisin, azitromisin
klamidia
8
(pneumonia
TWAR)
Tuberculosis Rimfampi, streptomisin, atambutol, isoniazid (INH),
pirazinamid
Terapi oksigen untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96 %
berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah
Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat
disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat
bronkospasme.
Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak
Pengaturan cairan: pada pasien pneumonia, paru menjadi lebih sensitif
terhadap pembebanan cairan terutama pada pneumonia bilateral
Pemberian kortikosteroid, diberikan pada fase sepsis
Ventilasi mekanis. Indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada
pneumonia adalah :
- Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan
menggunakan masker.
- Gagal nafas yang ditandai oleh peningkatan CO2 didapat asidosis,
henti nafas, retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif
Tirah baring sampai infeksi menunjukan tanda-tanda penyembuhan. Jika
pasien di rawat di rumah sakit, pasien diamati dengan cermat dan secara
kontinu sampai kondisi klinis membaik.
(Smeltzer, 2005 588-571, 575; Sudoyo ; 2006 : 969)
11. Komplikasi
- Hipotensi dan syok.
- Gagal pernafasan
- Atelektasis.
- Efusi pleural
- Delirium.
- Superinfeksi
(Smeltzer, 2005 : 579)
9
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1. Airway
2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
eksudat ditandai dengan penurunan suara nafas, suara nafas ronchi,
produksi sputum
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan suplai oksigen
ditandai dengan pasien tampak sesak
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi ventilasi ditandai dengan takikardi, kelelahan, dispnea, sianosis.
4. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal (misal 38,5-39,6 0C).
10
5. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologi ditandai dengan
takikardia, melindungi area yang sakit, melaporkan nyeri baik verbal
maupun non verbal.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara
kebutuhan dan dan suplai oksigen ditandai laporan verbal kelelahan,
dipsnea dan ketidaknyamanan yang sangat.
3. Perencanaan Keperawatan
1. Dx 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
penumpukan eksudat ditandai dengan penurunan suara nafas, suara nafas
ronchi, produksi sputum
Tujuan : : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama….x…..menit,
bersihan jalan napas pasien efektif dengan kriteria hasil :
- pasien melaporkan sesak berkurang
- pernafasan teratur
- ekspandi dinding dada simetris
- pasien dapat batuk efektif
- Suara nafas abnormal tidak ada ( ronchi)
- sputum berkurang ( sputum jernih, tidak berbau dan tidak berwarna)
atau tidak ada
- frekuensi nafas normal (16-20)x/menit
Intervensi :
Intervensi Rasuional
Mandiri: 1. Mengidentifikasi kelainan
1. Auskultasi suara nafas, pernafasan berhubungan dengan
perhatikan bunyi nafas abnormal obstruksi jalan napas
2. Monitor usaha pernafasan, 2. Menentukan intervensi yang
pengembangan dada, dan tepat dan mengidentifikasi
keteraturan derajat kelainan pernafasan
3. Observasi produksi sputum, 3. Merupakan indikasi dari
muntahan, atau lidah jatuh ke kerusakan jaringan otak
belakang
4. Pantau tanda-tanda vital terutama
4. Untuk mengetahui keadaan
frekuensi pernapasan
11
5. Berikan posisi semifowler jika umum pasien
tidak ada kontraindikasi 5. Meningkatkan ekspansi paru
6. Ajarkan klien napas dalam dan optimal
batuk efektif jika dalam keadaan 6. Batuk efektif akan membantu
sadar dalam pengeluaran secret
sehingga jalan nafas kembali
7. Berikan klien air putih hangat efektif
sesuai kebutuhan jika tidak ada 7. Fisioterapi dada terdiri dari
kontraindikasi postural drainase, perkusi dan
fibrasi yang dapat membantu
dalam pengeluaran sekret klien
sehingga jalan nafas klien
kembali efektif
8. Lakukan fisioterapi dada sesuai
8. Untuk meningkatkan rasa
indikasi
nyaman pasien dan membantu
9. Lakukan suction bila perlu pengeluaran sekret
9. Membantu dalam pengeluaran
sekret klien sehingga jalan nafas
klien kembali efektif secara
mekanik
10. Lakukan pemasangan selang
10. Membantu membebaskan jalan
orofaringeal sesuai indikasi
napas
Kolaborasi
11. Berikan O2 sesuai indikasi 11. Memenuhi kebutuhan O2
12. Berikan obat sesuai indikasi 12. Membantu membebaskan jalan
misalnya bronkodilator, napas secara kimiawi
mukolitik, antibiotik, atau
steroid
12
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan selama ....x...jam diharapkan pola
nafas pasien kembali normal / stabil dengan kriteria hasil :
- RR dalam batas normal : 16-20 x/menit
- Tidak ada nafas cuping hidung
- Pasien tidak menggunakan otot bantu pernafasan
- Pasien melaporkan sesak nafas berkurang
- Pasien tidak sesak lagi
- Suara nafas normal tidak ada ronchi, tidak ada whezing
Intervensi:
a. Monitor usaha pernafasan, pengembangan dada, keteraturan pernafasan,
dan penggunaan otot bantu pernafasan
R: kecepatan biasanya meningkat karena ekspansi paru terbatas
b. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
c. Pantau tanda-tanda vital terutama frekuensi pernafasan
R: kecepatan biasanya meningkat karena ekspansi paru terbatas
d. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
e. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia
Kolaborasi :
a. Berikan O2 sesuai indikasi
R: untuk mengurangi sesak pasien
b. Pemeriksaan rontgen dada
R: untuk mengetahui penyebab permasalahan pada paru
c. Berikan obat sesuai indikasi
R: untuk memberikan pengobatan yang tepat
13
- Pasien melaporkan keluhan sesak berkurang
- Tidak terjadi sianosis.
- Tingkat kesadaran komposmentis.
- Nadi teratur.
- Hipoksemia tidak ada
- TTV stabil :
- Suhu dalam rentang normal : 36,5-37,20C.
- Nadi dalam batas normal : 60-100 x/menit.
- Tekanan darah dalam batas normal : 120-110/80-70 mmHg.
- RR dalam batas normal : 16-20x/menit.
- Hasil AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45 mmHg, PO2 : 95-100
mmHg)
- Hasil pemeriksaan rongten dalam batas normal
Intervensi :
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Mengkaji frekuensi dan 1. Berguna dalam evaluasi derajat
kedalaman pernafasan. Catat distress pernapasan atau
penggunaan otot aksesori, napas kronisnya proses penyakit
bibir, ketidak mampuan
berbicara / berbincang 2. Sianosis kuku menggambarkan
2. Mengobservasi warna kulit, vasokontriksi/respon tubuh
membran mukosa dan kuku, terhadap demam. Sianosis
serta mencatat adanya sianosis cuping hidung, membran
perifer (kuku) atau sianosis pusat mukosa, dan kulit sekitar mulut
(circumoral) dapat mengindikasikan adanya
hipoksemia sistemik
3. Mencegah kelelahan dan
3. Mengobservasi kondisi yang mengurangi komsumsi oksigen
memburuk. Mencatat adanya untuk memfasilitasi resolusi
hipotensi,pucat, cyanosis, infeksi.
perubahan dalam tingkat
14
kesadaran, serta dispnea berat
dan kelemahan. 4. Shock dan oedema paru-paru
4. Menyiapkan untuk dilakukan merupakan penyebab yang
tindakan keperawatan kritis jika sering menyebabkan kematian
diindikasikan memerlukan intervensi medis
secepatnya. Intubasi dan
ventilasi mekanis dilakukan
pada kondisi insufisiensi
respirasi berat.
5. Meningkatkan ekspansi paru
5. Berikan posisi semifowler jika
optimal
tidak ada kontraindikasi
Kolaborasi
6. Memberikan terapi oksigen 6. Pemberian terapi oksigen
sesuai kebutuhan, misalnya: untuk menjaga PaO2 diatas 60
nasal kanul dan masker. mmHg, oksigen yang
diberikan sesuai dengan
7. Memonitor ABGs, pulse toleransi dengan pasien
oximetry 7. Untuk memantau perubahan
proses penyakit dan
memfasilitasi perubahan
dalam terapi oksigen
4. Hipertermi b/d proses penyakit ditandai dengan peningkatan suhu tubuh diatas
rentang normal (misal 38,5-39,6 0C).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x…… hipertermi
dapat diatasi, dengan kriteria hasil :
- Pasien melaporkan panas badannya turun.
- Kulit tidak merah.
- Suhu dalam rentang normal : 36,5-37,20C.
- Nadi dalam batas normal : 60-100 x/menit.
- Tekanan darah dalam batas normal : 120-110/80-70 mmHg.
- RR dalam batas normal : 16-20x/menit.
15
Intervensi :
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Pantau TTV. 1. Untuk mengetahui keadaan
umum pasien
2. Observasi suhu kulit dan catat 2. Untuk mengetahui peningkatan
keluhan demam. suhu tubuh pasien
3. Berikan masukan cairan sesuai 3. Untuk menanggulangi terjadinya
kebutuhan perhari, kecuali ada syok hipovolemi
kontraindikasi.
4. Berikan kompres air 4. Untuk menurunkan suhu tubuh
biasa/hangat
Kolaborasi
5. Kolaborasi pemberian cairan IV. 5. Untuk menanggulangi terjadinya
syok hipovolemi
6. Kolaborasi pemberian obat 6. Untuk menurunkan suhu tubuh
antipiretik yang bekerja langsung di
hipotalamus
5. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologi ditandai dengan takikardia,
melindungi area yang sakit, melaporkan nyeri baik verbal maupun non verbal
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan selama …..x .... jam diharapkan
nyeri pasien dapat berkurang atau terkontrol dengan kriteria hasil:
- pasien tidak tampak meringis lagi
- skala nyeri 0-3
- pasien tampak tenang/rileks
- tanda-tanda vital dalam batas normal: TD: 120-110/70-80 mmhg,
Nadi: 60-100x/menit, RR: 16-20x/menit, suhu: 36,5-37,2 0C
16
1. Kaji lokasi nyeri, frekuensi, durasi, status nyeri pasien diperlukan sebagai
dan intensitas data awal untuk menentukan intervensi.
peningkatan frekuensi denyut nadi
2. Pantau perubahan tanda vital dapat terjadi akibat meningkatnya
terutama nadi. intensitas nyeri.
Untuk mengurangi rasa nyeri pasien
3. Berikan tindakan kenyamanan dasar atau sebagai pengalih perhatian
dan aktivitas hiburan. membantu menurunkan intensitas nyeri
4. Dorong keterampilan manajemen dengan mengalihkan perhatian pasien
nyeri misalnya teknik relaksasi dari nyerinya.
napas dalam (dengan cara tarik
nafas melalui hidung tahan sampai
hitungan sepuluh lalu hembuskan
pelan -pelan melalui mulut sambil
dirasakan.
untuk membantu mengurangi nyeri.
5. Kolaborasi dalam pemberian
analgetik
17
R : untuk mengalihkan perhatian pasien agar tidak jenuh
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat
R: untuk menjaga kesehatan agar tidak cepat lelah
4. Evaluasi
Dx 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan eksudat
ditandai dengan penurunan suara nafas, suara nafas ronchi, produksi sputum :
- pasien melaporkan sesak berkurang
- pernafasan teratur
- ekspandi dinding dada simetris
- pasien dapat batuk efektif
- Suara nafas abnormal tidak ada ( ronchi)
- sputum berkurang ( sputum jernih, tidak berbau dan tidak berwarna)
atau tidak ada
- frekuensi nafas normal (16-20)x/menit
Dx 2 : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan suplai oksigen
ditandai dengan pasien tampak sesak :
- RR dalam batas normal : 16-20 x/menit
- Tidak ada nafas cuping hidung
- Pasien tidak menggunakan otot bantu pernafasan
- Pasien melaporkan sesak nafas berkurang
- Pasien tidak sesak lagi
- Suara nafas normal tidak ada ronchi, tidak ada whezing
Dx 3 : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi ditandai dengan takikardi, kelelahan, dispnea, sianosis :
- Pasien melaporkan keluhan sesak berkurang
- Tidak terjadi sianosis.
- Tingkat kesadaran komposmentis.
- Nadi teratur.
- Hipoksemia tidak ada
- TTV stabil
- Hasil AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45 mmHg, PO2 : 95-100
mmHg)
- Hasil pemeriksaan rongten dalam batas normal
18
Dx 4 : Hipertermi b/d proses penyakit ditandai dengan peningkatan suhu tubuh
diatas rentang normal (misal 38,5-39,6 0C) :
- Pasien melaporkan panas badannya turun.
- Kulit tidak merah.
- Suhu dalam rentang normal : 36,5-37,20C.
- Nadi dalam batas normal : 60-100 x/menit.
- Tekanan darah dalam batas normal : 120-110/80-70 mmHg.
- RR dalam batas normal : 16-20x/menit.
Dx 5 : Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologi ditandai dengan takikardia,
melindungi area yang sakit, melaporkan nyeri baik verbal maupun non verbal :
- pasien tidak tampak meringis lagi
- skala nyeri 0-3
- pasien tampak tenang/rileks
- tanda-tanda vital dalam batas normal: TD: 120-110/70-80 mmhg,
Nadi: 60-100x/menit, RR: 16-20x/menit, suhu: 36,5-37,2 0C
Dx 6 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara kebutuhan
dan dan suplai oksigen ditandai laporan verbal kelelahan, dipsnea dan
ketidaknyamanan yang sangat : ADL mandiri, dapat beraktivitas yang
ditoleransi
19
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid II Media. Jakarta:
EGC.
Guyton & Hall. Fisiologi Kedokteran. Jakar Ralph & Rosenberg, 2003, Nursing
Diagnoses: Definition & Classification 2005-2006, Philadelphia USA.
Suyono, S, et all. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke 3. Jakarta:
FKUI.
Sudoyo, Aru W.dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid II.
Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Falkutas Kedokteran Universitas
Indonesia..
Smellzer, S.C .2000. dan Bare, B.G. Brunner and Suddarth. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.
20