Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN PNEUMONIA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi / Pengertian
 Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya
disebabkan oleh agens infeksius (Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
edisi 8).
 Pneumonia adalah radang paru-paru yang dapat disebabkan oleh
bermacam-macam sebab seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing
(Kapita Selekta Kedokteran,edisi 2).
 Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat (Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2 edisi ketiga).
 Pneumonia merupakan radang paru yang disebabkan mikroorganisme
(bakteri, virus, jamur, dan parasit) Brass, 2002.

2. Epidemiologi / Insiden Kasus


Pneumonia dapat terjadi pada berbagai usia, meskipun lebih
banyak terjadi pada usia yang lebih muda. Masing-masing kelompok umur
dapat terinfeksi oleh pathogen yang berbeda, yang mempengaruhi dalam
penetapan diagnosa dan terapi. Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi
saluran nafas bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-
20 %.
Pneumonia adalah penyakit infeksius yang sering menyebabkan
kematian di Amerika Serikat. Dengan pria menduduki peringkat ke empat
dan wanita kelima. (Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8). Di AS
terdapat 2 sampai 3 juta per tahun dengan jumlah kematian rata-rata 45.000
orang. Di Indonesia pneumonia merupakan penyebab kematian no 3 setelah
kardiovaskuler dan tuberkolosis

1
3. Penyebab / faktor predisposisi
 Virus : Influensa, parainfluensa,adenovirus.
 Bakteri : Streptokokus pneumonia, Streptokokus aureus,
Hemofilus influenza, Stafilokokus, Pneumokokus.
 Jamur : Pseudomonas, Candida albican.
 Aspirasi : Makanan atau benda asing.
 Inhalasi : Racun atau bahan kimia, rokok, debu dan gas
 Pneumonia juga disebabkan oleh terapi radiasi (terapi radisasi untuk
kanker payudara/paru) biasanya 6 minggu atau lebih setelah
pengobatan selesai ini menyebabkan pneumonia radiasi. Bahan kimia
biasanya karena mencerna kerosin atau inhalasi gas menyebabkan
pneumonitis kimiawi (Smeltzer, 2001 : 572). Karena aspirasi/inhalasi
(kandungan lambung) terjadi ketika refleks jalan nafas protektif hilang
seperti yang terjadi pada pasien yang tidak sadar akibat obat-obatan,
alkohol, stroke, henti jantung atau pada keadaan selang nasogastrik
tidak berfungsi yang menyebabkan kandungan lambung mengalir di
sekitar selang yang menyebabkan aspirasi tersembunyi. ( Smeltzer,
2001 :637)

4. Patofisiologi
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu
reaksi inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan
menghasilkan eksudat, yang menggangggu gerakan difusi oksigen serta
karbon dioksida. Sel-sel darah putih, kebanyakan neutrofil, juga bermigrasi
ke dalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara.
Area paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, edema
mukosa dan bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial bronchi atau alveoli
dengan mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena
yang memasuki paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan
keluar ke sisi kiri jantung tanpa mengalami oksigenasi. Pada pokoknya
darah, darah terpirau dari sisi kanan ke sisi kiri jantung. Percampuran darah
yang teroksigenasi dan tidak teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan
hipoksemia arterial. (Smeltzer, 2002:574).

2
5. Klasifikasi
Klasifikasi pneumoni (Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia
Komuniti di Indonesia)
a. Berdasar klinis dan Epidemiologi:
1. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia) : Sporadis
atau endemik; muda atau orang tua
2. Pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia/nosocomial
pneumonia) : Didahului perawatan di RS
3. Pneumonia aspirasi : Alkoholik, usia tua
4. Pneumonia pada penderita immunocompromised : Pada pasien
transplantasi, onkologi, AIDS
b. Berdasar Bakteri Penyebab:
1. Pneumonia bakterial/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang
peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik,
Staphilococcuspada penderita pasca infeksi influenza.
2. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia.
3. Pneumonia Virus
4. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised)
c. Berdasar Predileksi Penyakit:
1. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumonia bakterial, jarang pada
bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau
segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus,
misal: pada aspirasi benda asing, atau proses keganasan.
Corak infeksi bakteri akut ini meliputi bagian besar atau seluruh
lobus paru. Kebanyakan pneumonia lobaris disebabkan oleh
pneumokokus yang masuk ke dalam paru melalui saluran udara.
Kadang-kadang disebabkan oleh mikroorganisme lain (Klebsiella
pneumonia, stafilokokus, streptokokus, hemophilus influenzae).
Urutan stadium adalah “klasik” tetapi jarang terlihat karena terapi

3
antibiotic. Namun berbagai stadium menggambarkan riwayat
pneumonia lobaris tanpa komplikasi :
 Kongesti terlihat nyata pada 24 jam pertama.
 Hepatisasi merah (konsolidasi) menggambarkan jaringan paru
dengan eksudat akut yang berpadu, mengandung neutropil
dan sel darah merah, memberikan penampakan makroskopik
merah, padat, seperti hati.
 Hepatisasi kelabu menyusul, ketika sel darah merah pecah
dan tertinggal eksudat fibrinosupuratif, memberikan
penampakan kelabu coklat.
 Resolusi adalah stadium akhir yang diharapkan, ketika
eksudat padat mengalami degradasi enzimatik dan selular dan
pembersihan. Struktur normal kembali lagi.

2. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada


lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus.
Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan
obstruksi bronkus.
Corak pneumonia bakteri ini ditandai oleh konsolidasi parenkim
paru yang eksudatif dan berbercak, paling sering disebabkan oleh
Stafilokokus, pneumokokus, Haemophilus infuenzae, Pseudomonas
aeruginosa dan bakteri koliform. Secara makroskopik, paru
menunjukkan fokus konsolidasi dan supurasi yang tersebar dan
menimbul. Gambaran histologik terdiri atas eksudat akut
(neurofilik) supuratif mengisi ruang dan saluran udara, biasanya
sekitar bronkus dan bronkiolus. Resolusi eksudat biasanya normal,
tetapi organisasi dapat terjadi dan berakibat pembentukan jaringan
parut fibrotik pada beberapa kasus, atau pada penyakit yang agresif
mungkin menimbulkan abses. Corak peradangan yang predominan
interstisium terlihat pada infeksi pediatrik, seperti pada Escheria
coli atau streptokokus hemolitik grup B.
3. Pneumonia interstisial.

4
6. Gejala klinis
Gejala klinis tergantung pada lokasi, tipe kuman dan tingkat berat penyakit
Adapun gejala klinis dari pneumonia yaitu :
o Nyeri dada
o Demam
o Malaise (Kelemahan)
o Batuk produktif berupa sputum
o Sianosis
o Ronchi
o Sesak
 Pneumonia bakterial/pneumokokus
- Awitan menggigil
- Demam yang timbul dengan cepat (39,50C – 40,5 0C ( 1020F-105
0
F).
- Nyeri dada yang terasa tertusuk-tusuk yang dicetuskan oleh
bernafas dan batuk
- Takipnea ( 25-45 x/menit).
- Pernafasan mendengkur, cuping hidung,.
- Penggunaan otot-otot bantu aksesori pernafasan.
 Pneumonia atipikal.
Beragam dalam gejalanya, tergantung pada organism penyebab. Banyak
pasien mengalami infeksi saluran pernafasan atas (kongesti anasal, sakit
tenggorok), dan awitan gejala pneumonianya bertahap. Gejala yang
menonjol :
- Sakit kepala.
- Demam tingkat rendah.
- Nyeri pleuritus.
- Mialgia.
- Ruam.
- Faringitis.
- Setelah beberapa hari, sputum mukoid atau mukopurulen
dikeluarkan .
- Nadi cepat

5
Gejala lainnya:
- Pipi berwarna kemerahan.
- Warna mata menjadi lebih terang
- Bibir serta bidang kuku sianotik.
- Berkeringat.
- Sputum pirulen, berbusa, bersemu darah sering dihasilkan pada
pneumonia pneumokokus, stafilokokus, Klebsiella, dan streptokokus,
Pneumonia Klebsiella juga mempunyai sputum kental, sputum H.
influenza biasanya berwarna hijau.
(Smeltzer, 2001 : 574-575).

7. Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan fisik difokuskan pada area dada
Inspeksi : pernafasan cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan,
retraksi dada
Palpasi : taktil fremitus meningkat dengan konsolidasi
Perkusi : pekak diatas area yang konsolidasi
Auskulatasi : suara ronki nyaring, suara pernafasan bronchial.

8. Pemeriksaan diagnostik / penunjang


 Sinar X : untuk melihat distribusi struktural( misal,lobar,bronkial ),dapat juga
menyatakan abses luas/infiltrat,empiema (stapilococcus) infiltrasi menyebar
atau terlokalisasi (bakterial), penyebaran/perluasan infiltrat nodul (virus)
 Rontegen dada: ketidaknormalan mungkin terjadi, tergantung pada luas paru
yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
 Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah: dapat diambil dengan biopsi
jarum, aspirasi transtrakeal,bronskoskopi fiberoptik, atau biopsi pembukaan
paru untuk mengatasi organisme penyebab, seperti bakteri dan virus.
 Pemeriksaan laboratorium (DL, Serologi, LED): leukositosis menunjukkan
adanya infeksi bakteri, menentukan diagnosis secara spesifik, LED biasanya
meningkat. Elektrolit : Sodium dan Klorida menurun. Bilirubin biasanya
meningkat.
 Analisis gas darah dan Pulse oximetry: menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan
O2.

6
 Pemeriksaan fungsi paru-paru: volume mungkin menurun, tekanan saluran
udara meningkat, kapasitas pemenuhan udara menurun dan hipoksemia.
 Pemeriksaan serologi misalnya titer virus atau legionella, aglutinin dingin:
membantu dalam membedakan diagnosa organisme khusus.
 Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka: dapat menyatakan intranuklear
tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMV); karakteristik sel raksasa
(rubeolla).

9. Diagnosis / criteria diagnostik


Penegakan diagnosis dibuat dengan pengarahan kepada terapi empiris, mencakup
bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit dan perkiraan jenis kuman
penyebab infeksi. Dugaan mikrorganisme penyebab infeksi mengarahkan pada
pemilihan antibiotic yang tepat.
Ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan
gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya, disertai pemeriksaan penunjang.
Diagnosa etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi dan atau serologi.
Karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat
dilakukanpun kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan, WHO mengajukan
pedoman diagnosis dan tatalaksana yang lebih sederhana.
Berdasarkan pedoman tersebut, pneumonia dibedakan atas :
- Pneumonia sangat berat : bila ada sianosis sentral dan tidak sanggup minum,
harus dirawat di RS dan diberi antibiotik.
- Pneumonia berat : bila ada retraksi, tanpa sianosis, dan masih sanggup minum,
harus dirawat di RS dan diberi antibiotik.
- Pneumonia : bila tidak ada retraksi, tetapi nafas cepat, tidak perlu dirawat, cukup
diberi antibiotik oral.
- Bukan pneumonia : hanya batuk tanpa tanda dan gejala seperti di atas, tidak
perlu dirawat. ( Mansjoer, 2000: 467)

10. Teraphy/ tindakan penanganan


 Pengobatan pneumonia termasuk pemberian antibiotik yang sesuai seperti
ditetapkan hasil pewarnaan Gram. Pinisilin G merupakan antibiotik pilihan
untuk infeksi oleh S. Pneumoniae. Medikasi efektif lainnya termasuk
eritromisin, klindamisin, sefalosporin generasi kedua dan ketiga, pinisilin

7
lainnya dan trimetoprim sulfametoksazol (Bactrim) Pengobatan untuk
pneumonia adalah
Pneumonia Obat
Pneumonia bakterialis
Pneumonia Pinisilin G IV
streptococcus Pinisilin V PO. Terapi antibiotik bergantian, seperti
sefuroksim atau sefalosporin generasi ketiga,
eritomosin, setriakson), eritomisin, klindamisin,
pemisilin lain, timetoprim-sulfametoksazol(bactrim)
Pneumonia Nafcilin, metisilin, oksasilin, vankomisin untuk
stapilococus organisme yang resisten terhadap metisilin atau
pasien yang alergi terhadap penisilin
Pneumonia Gantamisin, tobramisin, sefalosporin, generasi ketiga
klebsiella ( sefotaksim, seftizoksim, seftriakson)
Pneumonia Piperasilin, tikarsilin dikombinasi dengan gentamisin
pseudomonas atau ortobramisin
Haemophilus Amphisilin, amoksilin, augmenti sefaklor atau
influenza sefuroksim. Trimethoprim-sulfametaksozal bagi
pasien yang alergi terhadap pinisilin.
Pneumonia atipikal
Penyakit Eritromisin, rifampin
legionnaires
Pneumonia Eritromisin, derivat tetrasiklin ( Doxycycline)
mikoplasma
Pneumonia virus Amatadine, rimantadine. Diobati secara simptomatis.
Pneumonia Trimetoprim-sulfametoksazol, dapsone, pentamidin
pnemosistis carinii
(PCP)
Pneumonia fungi Flusitoasin dengan ampotensin B pada pasien non-
neurotropenik. Ketotanazol, Lobektomi dari bola
fungus.
Pneumonia Doksisklin, eritromisin, klarifomisin, azitromisin
klamidia

8
(pneumonia
TWAR)
Tuberculosis Rimfampi, streptomisin, atambutol, isoniazid (INH),
pirazinamid
 Terapi oksigen untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96 %
berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah
 Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat
disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat
bronkospasme.
 Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak
 Pengaturan cairan: pada pasien pneumonia, paru menjadi lebih sensitif
terhadap pembebanan cairan terutama pada pneumonia bilateral
 Pemberian kortikosteroid, diberikan pada fase sepsis
 Ventilasi mekanis. Indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada
pneumonia adalah :
- Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan
menggunakan masker.
- Gagal nafas yang ditandai oleh peningkatan CO2 didapat asidosis,
henti nafas, retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif
 Tirah baring sampai infeksi menunjukan tanda-tanda penyembuhan. Jika
pasien di rawat di rumah sakit, pasien diamati dengan cermat dan secara
kontinu sampai kondisi klinis membaik.
(Smeltzer, 2005 588-571, 575; Sudoyo ; 2006 : 969)

11. Komplikasi
- Hipotensi dan syok.
- Gagal pernafasan
- Atelektasis.
- Efusi pleural
- Delirium.
- Superinfeksi
(Smeltzer, 2005 : 579)

9
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1. Airway

- Sputum: merah muda, berkarat atau purule.


- Nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk; nyeri dada substernal.
- Bunyi nafas: menurun atau tidak ada di atas area yang terlibat, atau
nafas bronchial
2. Breathing
- Pola : cepat (tachynea) atau normal
- Suara nafas weezing, rochi, cyanosis, nyeri pada rongga dada dan
peningkatan produksi sputum
- Irama pernafasan : berfariasi tergantung pada pola dan kedalaman
pernafasan
- Penggunaan otot bantu pernapasan
- Riwayat adanya PPOK, Perokok (faktor resiko)
3. Circulation
- Peningkatan TD
- Peningkatan frekuensi jantung/takikardi berat
- Wajah tampak kemerahan atau pucat
- Warna kulit/membran mukosa normal/sianosis
- Riwayat penyakit jantung/GJK kronis

2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
eksudat ditandai dengan penurunan suara nafas, suara nafas ronchi,
produksi sputum
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan suplai oksigen
ditandai dengan pasien tampak sesak
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi ventilasi ditandai dengan takikardi, kelelahan, dispnea, sianosis.
4. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal (misal 38,5-39,6 0C).

10
5. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologi ditandai dengan
takikardia, melindungi area yang sakit, melaporkan nyeri baik verbal
maupun non verbal.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara
kebutuhan dan dan suplai oksigen ditandai laporan verbal kelelahan,
dipsnea dan ketidaknyamanan yang sangat.

3. Perencanaan Keperawatan
1. Dx 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
penumpukan eksudat ditandai dengan penurunan suara nafas, suara nafas
ronchi, produksi sputum
Tujuan : : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama….x…..menit,
bersihan jalan napas pasien efektif dengan kriteria hasil :
- pasien melaporkan sesak berkurang
- pernafasan teratur
- ekspandi dinding dada simetris
- pasien dapat batuk efektif
- Suara nafas abnormal tidak ada ( ronchi)
- sputum berkurang ( sputum jernih, tidak berbau dan tidak berwarna)
atau tidak ada
- frekuensi nafas normal (16-20)x/menit
Intervensi :
Intervensi Rasuional
Mandiri: 1. Mengidentifikasi kelainan
1. Auskultasi suara nafas, pernafasan berhubungan dengan
perhatikan bunyi nafas abnormal obstruksi jalan napas
2. Monitor usaha pernafasan, 2. Menentukan intervensi yang
pengembangan dada, dan tepat dan mengidentifikasi
keteraturan derajat kelainan pernafasan
3. Observasi produksi sputum, 3. Merupakan indikasi dari
muntahan, atau lidah jatuh ke kerusakan jaringan otak
belakang
4. Pantau tanda-tanda vital terutama
4. Untuk mengetahui keadaan
frekuensi pernapasan

11
5. Berikan posisi semifowler jika umum pasien
tidak ada kontraindikasi 5. Meningkatkan ekspansi paru
6. Ajarkan klien napas dalam dan optimal
batuk efektif jika dalam keadaan 6. Batuk efektif akan membantu
sadar dalam pengeluaran secret
sehingga jalan nafas kembali
7. Berikan klien air putih hangat efektif
sesuai kebutuhan jika tidak ada 7. Fisioterapi dada terdiri dari
kontraindikasi postural drainase, perkusi dan
fibrasi yang dapat membantu
dalam pengeluaran sekret klien
sehingga jalan nafas klien
kembali efektif
8. Lakukan fisioterapi dada sesuai
8. Untuk meningkatkan rasa
indikasi
nyaman pasien dan membantu
9. Lakukan suction bila perlu pengeluaran sekret
9. Membantu dalam pengeluaran
sekret klien sehingga jalan nafas
klien kembali efektif secara
mekanik
10. Lakukan pemasangan selang
10. Membantu membebaskan jalan
orofaringeal sesuai indikasi
napas
Kolaborasi
11. Berikan O2 sesuai indikasi 11. Memenuhi kebutuhan O2
12. Berikan obat sesuai indikasi 12. Membantu membebaskan jalan
misalnya bronkodilator, napas secara kimiawi
mukolitik, antibiotik, atau
steroid

2. Dx 2 : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan suplai oksigen


ditandai dengan pasien tampak sesak

12
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan selama ....x...jam diharapkan pola
nafas pasien kembali normal / stabil dengan kriteria hasil :
- RR dalam batas normal : 16-20 x/menit
- Tidak ada nafas cuping hidung
- Pasien tidak menggunakan otot bantu pernafasan
- Pasien melaporkan sesak nafas berkurang
- Pasien tidak sesak lagi
- Suara nafas normal tidak ada ronchi, tidak ada whezing
Intervensi:
a. Monitor usaha pernafasan, pengembangan dada, keteraturan pernafasan,
dan penggunaan otot bantu pernafasan
R: kecepatan biasanya meningkat karena ekspansi paru terbatas
b. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
c. Pantau tanda-tanda vital terutama frekuensi pernafasan
R: kecepatan biasanya meningkat karena ekspansi paru terbatas
d. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
e. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia
Kolaborasi :
a. Berikan O2 sesuai indikasi
R: untuk mengurangi sesak pasien
b. Pemeriksaan rontgen dada
R: untuk mengetahui penyebab permasalahan pada paru
c. Berikan obat sesuai indikasi
R: untuk memberikan pengobatan yang tepat

3. Dx 3 : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan


perfusi ventilasi ditandai dengan takikardi, kelelahan, dispnea, sianosis.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x…. diharapkan
pertukaran gas kembali efektif.
Dengan kriteria :

13
- Pasien melaporkan keluhan sesak berkurang
- Tidak terjadi sianosis.
- Tingkat kesadaran komposmentis.
- Nadi teratur.
- Hipoksemia tidak ada
- TTV stabil :
- Suhu dalam rentang normal : 36,5-37,20C.
- Nadi dalam batas normal : 60-100 x/menit.
- Tekanan darah dalam batas normal : 120-110/80-70 mmHg.
- RR dalam batas normal : 16-20x/menit.
- Hasil AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45 mmHg, PO2 : 95-100
mmHg)
- Hasil pemeriksaan rongten dalam batas normal

Intervensi :
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Mengkaji frekuensi dan 1. Berguna dalam evaluasi derajat
kedalaman pernafasan. Catat distress pernapasan atau
penggunaan otot aksesori, napas kronisnya proses penyakit
bibir, ketidak mampuan
berbicara / berbincang 2. Sianosis kuku menggambarkan
2. Mengobservasi warna kulit, vasokontriksi/respon tubuh
membran mukosa dan kuku, terhadap demam. Sianosis
serta mencatat adanya sianosis cuping hidung, membran
perifer (kuku) atau sianosis pusat mukosa, dan kulit sekitar mulut
(circumoral) dapat mengindikasikan adanya
hipoksemia sistemik
3. Mencegah kelelahan dan
3. Mengobservasi kondisi yang mengurangi komsumsi oksigen
memburuk. Mencatat adanya untuk memfasilitasi resolusi
hipotensi,pucat, cyanosis, infeksi.
perubahan dalam tingkat

14
kesadaran, serta dispnea berat
dan kelemahan. 4. Shock dan oedema paru-paru
4. Menyiapkan untuk dilakukan merupakan penyebab yang
tindakan keperawatan kritis jika sering menyebabkan kematian
diindikasikan memerlukan intervensi medis
secepatnya. Intubasi dan
ventilasi mekanis dilakukan
pada kondisi insufisiensi
respirasi berat.
5. Meningkatkan ekspansi paru
5. Berikan posisi semifowler jika
optimal
tidak ada kontraindikasi

Kolaborasi
6. Memberikan terapi oksigen 6. Pemberian terapi oksigen
sesuai kebutuhan, misalnya: untuk menjaga PaO2 diatas 60
nasal kanul dan masker. mmHg, oksigen yang
diberikan sesuai dengan
7. Memonitor ABGs, pulse toleransi dengan pasien
oximetry 7. Untuk memantau perubahan
proses penyakit dan
memfasilitasi perubahan
dalam terapi oksigen

4. Hipertermi b/d proses penyakit ditandai dengan peningkatan suhu tubuh diatas
rentang normal (misal 38,5-39,6 0C).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x…… hipertermi
dapat diatasi, dengan kriteria hasil :
- Pasien melaporkan panas badannya turun.
- Kulit tidak merah.
- Suhu dalam rentang normal : 36,5-37,20C.
- Nadi dalam batas normal : 60-100 x/menit.
- Tekanan darah dalam batas normal : 120-110/80-70 mmHg.
- RR dalam batas normal : 16-20x/menit.

15
Intervensi :
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Pantau TTV. 1. Untuk mengetahui keadaan
umum pasien
2. Observasi suhu kulit dan catat 2. Untuk mengetahui peningkatan
keluhan demam. suhu tubuh pasien
3. Berikan masukan cairan sesuai 3. Untuk menanggulangi terjadinya
kebutuhan perhari, kecuali ada syok hipovolemi
kontraindikasi.
4. Berikan kompres air 4. Untuk menurunkan suhu tubuh
biasa/hangat
Kolaborasi
5. Kolaborasi pemberian cairan IV. 5. Untuk menanggulangi terjadinya
syok hipovolemi
6. Kolaborasi pemberian obat 6. Untuk menurunkan suhu tubuh
antipiretik yang bekerja langsung di
hipotalamus

5. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologi ditandai dengan takikardia,
melindungi area yang sakit, melaporkan nyeri baik verbal maupun non verbal
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan selama …..x .... jam diharapkan
nyeri pasien dapat berkurang atau terkontrol dengan kriteria hasil:
- pasien tidak tampak meringis lagi
- skala nyeri 0-3
- pasien tampak tenang/rileks
- tanda-tanda vital dalam batas normal: TD: 120-110/70-80 mmhg,
Nadi: 60-100x/menit, RR: 16-20x/menit, suhu: 36,5-37,2 0C

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

16
1. Kaji lokasi nyeri, frekuensi, durasi, status nyeri pasien diperlukan sebagai
dan intensitas data awal untuk menentukan intervensi.
peningkatan frekuensi denyut nadi
2. Pantau perubahan tanda vital dapat terjadi akibat meningkatnya
terutama nadi. intensitas nyeri.
Untuk mengurangi rasa nyeri pasien
3. Berikan tindakan kenyamanan dasar atau sebagai pengalih perhatian
dan aktivitas hiburan. membantu menurunkan intensitas nyeri
4. Dorong keterampilan manajemen dengan mengalihkan perhatian pasien
nyeri misalnya teknik relaksasi dari nyerinya.
napas dalam (dengan cara tarik
nafas melalui hidung tahan sampai
hitungan sepuluh lalu hembuskan
pelan -pelan melalui mulut sambil
dirasakan.
untuk membantu mengurangi nyeri.
5. Kolaborasi dalam pemberian
analgetik

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara kebutuhan


dan dan suplai oksigen ditandai laporan verbal kelelahan, dipsnea dan
ketidaknyamanan yang sangat.
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan selama ....x.... jam diharapkan
Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi , dengan kriteria
hasil : ADL mandiri, dapat beraktivitas yang ditoleransi
Intervensi:

a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas


R : agar pasien tidak kelelahan
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
R: agar dapat mengurangi keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat

17
R : untuk mengalihkan perhatian pasien agar tidak jenuh
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat
R: untuk menjaga kesehatan agar tidak cepat lelah

4. Evaluasi
Dx 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan eksudat
ditandai dengan penurunan suara nafas, suara nafas ronchi, produksi sputum :
- pasien melaporkan sesak berkurang
- pernafasan teratur
- ekspandi dinding dada simetris
- pasien dapat batuk efektif
- Suara nafas abnormal tidak ada ( ronchi)
- sputum berkurang ( sputum jernih, tidak berbau dan tidak berwarna)
atau tidak ada
- frekuensi nafas normal (16-20)x/menit
Dx 2 : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan suplai oksigen
ditandai dengan pasien tampak sesak :
- RR dalam batas normal : 16-20 x/menit
- Tidak ada nafas cuping hidung
- Pasien tidak menggunakan otot bantu pernafasan
- Pasien melaporkan sesak nafas berkurang
- Pasien tidak sesak lagi
- Suara nafas normal tidak ada ronchi, tidak ada whezing
Dx 3 : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi ditandai dengan takikardi, kelelahan, dispnea, sianosis :
- Pasien melaporkan keluhan sesak berkurang
- Tidak terjadi sianosis.
- Tingkat kesadaran komposmentis.
- Nadi teratur.
- Hipoksemia tidak ada
- TTV stabil
- Hasil AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45 mmHg, PO2 : 95-100
mmHg)
- Hasil pemeriksaan rongten dalam batas normal

18
Dx 4 : Hipertermi b/d proses penyakit ditandai dengan peningkatan suhu tubuh
diatas rentang normal (misal 38,5-39,6 0C) :
- Pasien melaporkan panas badannya turun.
- Kulit tidak merah.
- Suhu dalam rentang normal : 36,5-37,20C.
- Nadi dalam batas normal : 60-100 x/menit.
- Tekanan darah dalam batas normal : 120-110/80-70 mmHg.
- RR dalam batas normal : 16-20x/menit.
Dx 5 : Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologi ditandai dengan takikardia,
melindungi area yang sakit, melaporkan nyeri baik verbal maupun non verbal :
- pasien tidak tampak meringis lagi
- skala nyeri 0-3
- pasien tampak tenang/rileks
- tanda-tanda vital dalam batas normal: TD: 120-110/70-80 mmhg,
Nadi: 60-100x/menit, RR: 16-20x/menit, suhu: 36,5-37,2 0C
Dx 6 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara kebutuhan
dan dan suplai oksigen ditandai laporan verbal kelelahan, dipsnea dan
ketidaknyamanan yang sangat : ADL mandiri, dapat beraktivitas yang
ditoleransi

19
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M. E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Terjemahan oleh I


Made Kariasa. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid II Media. Jakarta:
EGC.

Guyton & Hall. Fisiologi Kedokteran. Jakar Ralph & Rosenberg, 2003, Nursing
Diagnoses: Definition & Classification 2005-2006, Philadelphia USA.

Price, Sylvia A and Willson, Lorraine M, 1996, Patofisiologi: Konsep Klinis


Proses-Proses penyakit, Edisi empat. Jakarta: EGC.

Suyono, S, et all. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke 3. Jakarta:
FKUI.

Sudoyo, Aru W.dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid II.
Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Falkutas Kedokteran Universitas
Indonesia..
Smellzer, S.C .2000. dan Bare, B.G. Brunner and Suddarth. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Brass, L. M. 2002. Pneumonia, (online),


(http://www.medistra.com/Artikel_Kesehatan/Pneumonia. html). Diakses
tanggal 7 November 2010.

20

Anda mungkin juga menyukai