DEFINISI
Gagal Ginjal Kronik (CRF) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal
yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) ( KMB, Vol 2 hal 1448).
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal
yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi
glomerular kurang dari 50 mL/min. (Suyono, et al, 2001)
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2001)
II. KLASFIKASI
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
1. Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal dan
penderita asimptomatik.
2. Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea
Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
3. Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
III. ETIOLOGI
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :
1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal)
6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
7. Nefropati toksik
8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)
(Price & Wilson, 1994)
2. FISIOLOGI
Menurut Brunner (2007), fungsi utama ginjal adalah mempertahankan keseimbangan
air dan kadar unsure kimia (elektrolit, hormon, gula darah, dll) dalam cairan tubuh, mengatur
tekanan darah, membantu mengendalikan keseimbangan asam basa darah, membuang sisa
bahan kimia dari dalam tubuh, bertindak sebagai kelenjar, serta menghasilkan hormon dan
enzim yang memiliki fungsi penting dalam tubuh.
Sedangkan menurut Syaifuddin (2014), Fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-zat toksik
atau racun, mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan keseimbangan kadar
asam dan basa sadari cairan tubuh, mempertahankan keseimbangan zat-zat dan garam-garam
lain dalam tubuh, mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir sari protein ureum, kreatinin,
dan amoniak.
Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG kurang lebih 60 mnt/ mnt,
pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein
diberikan 0,6 – 0,8/ kg BB/ hari, yang 0,35 – 0,50 gr diantaranya merupakan protein nilai
biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30 – 35 kkal/ kg BB/ hari, dibutuhkan
pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi.
Tiga tahapan pembentukan urine:
1. Filtrasi glomerulus
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler
tubuh lainnya, kapiler glomerulus secara relative bersifat impermiabel terhadap protein
plasma yang besar dan cukup permiabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti
elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal
Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/ menit. Sekitar
seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/ menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula
bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerulus Filtration Rate).
Gerakan masuk ke kapsula bowman disebut filtrate. Tekanan filtrasi berasal dari
perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman, tekanan
hidrostatik filtrate dalam kapsula bowman serta tekanan osmotic koloid darah. Filtrasi
glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas, namun juga oleh
permeabilitas dinding kapiler.
2. Reabsorpsi
Zat-zat yang di filtrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu: non- elektrolit, elektrolit,
dan air. Setelah filtrasi, langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali
lagi zat-zat yang sudah di filtrasi.
3. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transport aktif molekul-molekul dari aliran darah
melalui tubulus ke dalam filtrate. Banyak substansi yang di sekresi tidak terjadi secara
alamiah dalam tubuh (misalnya: penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam
tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.
Pada tubulus distalis, transport aktif natrium system carier yang juga terlibat dalam
sekresi hydrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali karier
membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya hydrogen atau ion kalium ke
dalam cairan tubular “perjalanannya kembali”. Jadi, untuk setiap ion natrium yang
diabsorpsi, hydrogen atau kalium harus disekresikan dan sebaliknya.
V. PATOFISIOLOG
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam
keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi
sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena
jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% – 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang
sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi
dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi
glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan
kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya
meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena
substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh
penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka
RBC), dan medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara normal
pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan
cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan,
meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi
juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan
garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi
ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat
dan asam organic lain juga terjadi
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel
darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status
uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin
menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme
kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal
balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi
melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya
penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara
normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang
dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol)
yang secara normal dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.
VI. POHON MASALAH
Hipertrofi nefron tersisa untuk mengganti kerja nefron yang rusak, peningkatan kecepatan
filtrasi, beban solute dan reabsorbsi tubulus dalam tiap nefron, meskipub gfr untuk seluruh
massa nefron menurun di bawah normal
Gangguan
pertukaran gas
VII. MANIFESTASI KLINIS
1. Gangguan pernafasan
2. Udema
3. Hipertensi
4. Anoreksia, nausea, vomitus
5. Ulserasi lambung
6. Stomatitis
7. Proteinuria
8. Hematuria
9. Letargi, apatis, penuruna konsentrasi
10. Anemia
11. Perdarahan
12. Turgor kulit jelek, gatak gatal pada kulit
13. Distrofi renal
14. Hiperkalemia
15. Asidosis metabolic
VIII. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang
(Smeltzer & Bare, 2001)
X. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb,
trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin)
b. Pemeriksaan Urin : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM,
keton, SDP, TKK/CCT
2. Pemeriksaan EKG : Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis,
aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
3. Pemeriksaan USG : Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta
prostate
4. Pemeriksaan Radiologi : Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography,
Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada,
pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen
Amin, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA
NIC-NOC. Jogjakarta : Percetakan Mediaction Publishing Jogjakarta.
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning
and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli
diterbitkan tahun 1993)
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC
Nurarif, Hamin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhann Keperwatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Percetakan Mediaction Publishing
Jogjakarta
Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2001