Anda di halaman 1dari 13

I.

DEFINISI
Gagal Ginjal Kronik (CRF) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal
yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) ( KMB, Vol 2 hal 1448).
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal
yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi
glomerular kurang dari 50 mL/min. (Suyono, et al, 2001)
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2001)

II. KLASFIKASI
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
1. Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal dan
penderita asimptomatik.
2. Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea
Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
3. Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.

III. ETIOLOGI
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :
1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal)
6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
7. Nefropati toksik
8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)
(Price & Wilson, 1994)

IV. ANATOMI FISIOLOGI


1. ANATOMI
Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam mempertahankan
keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi cairan tubuh/ekstraselular. Ginjal
merupakan dua buah organ berbentuk seperti kacang polong, berwarna merah kebiruan.
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal disebelah kanan
dan kiri tulang belakang, dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal di belakang peritoneum
atau di luar rongga peritoneum.
Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang di mulai dari ketinggian vertebra
torakalis sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri
karena letak hati yang menduduki ruang lebih banyak di sebelah kanan. Masing-masing
ginjal memiliki panjang 11,25 cm, lebar 5-7 cm dan tebal2,5 cm. Berat ginjal pada pria
dewasa 150-170 gram dan wanita dewasa 115-155 gram.
Ginjal ditutupi oleh kapsul tunikafibrosa yang kuat, apabila kapsul di buka terlihat
permukaan ginjal yang licin dengan warna merah tua. Ginjal terdiri dari bagian dalam,
medula, dan bagian luar, korteks. Bagian dalam (interna) medula. Substansia medularis
terdiri dari pyramid renalis yang jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis
sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya menghadap ke sinus renalis. Mengandung bagian
tubulus yang lurus, ansahenle, vasa rekta dan duktuskoli gensterminal. Bagian luar
(eksternal) korteks. Subtansia kortekalis berwarna coklat merah, konsistensi lunak dan
bergranula. Substansia ini tepat dibawah tunika fibrosa, melengkung sepanjang basis piramid
yang berdekatan dengan sinus renalis, dan bagian dalam di antara pyramid dinamakan
kolumna renalis. Mengandung glomerulus, tubulus proksimal dan distal yang berkelok-kelok
dan duktus koligens.
Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan fungsional
ginjal. Kedua ginjal bersama-sama mengandung kira- kira 2.400.000 nefron. Setiap nefron
bias membentuk urin sendiri. Karena itu fungsi dari satu nefron dapat menerangkan fungsi
dari ginjal.
Urine produk akhir dari fungsi ginjal, dibentuk dari darah oleh nefron. Nefron terdiri
atas satu glomerulus, tubulus proksimus, ansahenle, dan tubulus distalis. Banyak tubulus
distalis keluar membentuk tubulus kolengentes. Dari tubulus kolengentes, urine mengalir ke
dalam pelvis ginjal. Dari sana urine meninggalkan ginjal melalui ureter dan mengalir ke
dalam kandung kemih. Tiap ginjal manusia terdiri dari kurang lebih 1 juta nefron dan semua
berfungsi sama. Tiap nefron terbentuk dari 2 komponen utama, yaitu:
1. Glomerulus dan kapsula bowman, tempat air dan larutan di filtrasi dari darah
2. Tubulus, yang mereabsorpsi material penting dari filtrate dan memungkinkan bahan-
bahan sampah dan material yang tidak dibutuhkan untuk tetap dalam filtrate dan
mengalirke pelvis renalis sebagai urine.
Glomerulus terdiri atas sekumpulan kapiler-kapiler yang mendapat suplai nutrisi dari arteri
oraferen, dan diperdarahi oleh arteri oraferen. Glomerulus dikelilingi oleh kapsula bowman.
Arteri oraferen mensuplai darah ke kapiler peritubular. Yang dibagi menjadi 4 bagian.
1. Tubulus proksimus
2. Ansahenle
3. Tubulus distalis
4. Tubulus kolengntes
Sebagian air dan elektrolit direabsorpsi ke dalam darah di kapiler peritubuler. Produk akhir
metabolisme keluar melalui urine. Nefron tersusun sedemikian rupa sehingga bagian depan
dari tubulus distalis berada pada pertemuan arteri oraferen dan eferen, yang sangat dekat
dengan glomerulus. Di tempat ini sel-sel maculadensa dari tubulus distalis terletak
berdekatan pada sel-sel juksta glomerulus dari dinding arteri oraferen. Kedua tipe sel ini
ditambah sel-sel jaringan ikat membentuk apparatus junksta glomerulus.

2. FISIOLOGI
Menurut Brunner (2007), fungsi utama ginjal adalah mempertahankan keseimbangan
air dan kadar unsure kimia (elektrolit, hormon, gula darah, dll) dalam cairan tubuh, mengatur
tekanan darah, membantu mengendalikan keseimbangan asam basa darah, membuang sisa
bahan kimia dari dalam tubuh, bertindak sebagai kelenjar, serta menghasilkan hormon dan
enzim yang memiliki fungsi penting dalam tubuh.
Sedangkan menurut Syaifuddin (2014), Fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-zat toksik
atau racun, mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan keseimbangan kadar
asam dan basa sadari cairan tubuh, mempertahankan keseimbangan zat-zat dan garam-garam
lain dalam tubuh, mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir sari protein ureum, kreatinin,
dan amoniak.
Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG kurang lebih 60 mnt/ mnt,
pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein
diberikan 0,6 – 0,8/ kg BB/ hari, yang 0,35 – 0,50 gr diantaranya merupakan protein nilai
biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30 – 35 kkal/ kg BB/ hari, dibutuhkan
pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi.
Tiga tahapan pembentukan urine:
1. Filtrasi glomerulus
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler
tubuh lainnya, kapiler glomerulus secara relative bersifat impermiabel terhadap protein
plasma yang besar dan cukup permiabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti
elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal
Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/ menit. Sekitar
seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/ menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula
bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerulus Filtration Rate).
Gerakan masuk ke kapsula bowman disebut filtrate. Tekanan filtrasi berasal dari
perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman, tekanan
hidrostatik filtrate dalam kapsula bowman serta tekanan osmotic koloid darah. Filtrasi
glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas, namun juga oleh
permeabilitas dinding kapiler.
2. Reabsorpsi
Zat-zat yang di filtrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu: non- elektrolit, elektrolit,
dan air. Setelah filtrasi, langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali
lagi zat-zat yang sudah di filtrasi.
3. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transport aktif molekul-molekul dari aliran darah
melalui tubulus ke dalam filtrate. Banyak substansi yang di sekresi tidak terjadi secara
alamiah dalam tubuh (misalnya: penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam
tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.
Pada tubulus distalis, transport aktif natrium system carier yang juga terlibat dalam
sekresi hydrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali karier
membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya hydrogen atau ion kalium ke
dalam cairan tubular “perjalanannya kembali”. Jadi, untuk setiap ion natrium yang
diabsorpsi, hydrogen atau kalium harus disekresikan dan sebaliknya.

V. PATOFISIOLOG
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam
keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi
sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena
jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% – 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang
sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi
dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi
glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan
kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya
meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena
substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh
penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka
RBC), dan medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara normal
pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan
cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan,
meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi
juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan
garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi
ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat
dan asam organic lain juga terjadi
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel
darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status
uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin
menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme
kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal
balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi
melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya
penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara
normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang
dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol)
yang secara normal dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.
VI. POHON MASALAH

- Infeksi - Penyakit matabolik


- Penyakit faskular - Nefropati toksik
- Peradangan - Nefropati obstruksi
- gg.jarringan penyambung - gg. konginetal & heriditer

Kerusakan nefron ginjal

Hipertrofi nefron tersisa untuk mengganti kerja nefron yang rusak, peningkatan kecepatan
filtrasi, beban solute dan reabsorbsi tubulus dalam tiap nefron, meskipub gfr untuk seluruh
massa nefron menurun di bawah normal

STID I STID II STID III


Penurunan cadangan ginjal Insuf renal (BUN, creat Gg std akhir (90% massa
(asimtomatik) meningkat, nokturia, nefron hancur, bun. creat
poliuri meningkat, OLIGURI)
)

Perubahan sistem tubuh

Cardiovaskular Retensi cairan dan Penurunan fungsi Produksi Hb


nutrium ekresi ginjal menurun
Hipertrovi ventrikel
kiri Oedema Sindrom uremia Suplai O2 di
dalam jaringan
tubuh menurun
Payah jantung kiri Kelebihan volume Anoreksia , mual
cairan muntah
Kelelahan otot
Bendungan atrium
kiri naik Ketidak
seimbangan nutrisi Intoleransi
kurang dari aktifitas
Tekanan vena kebutuhan tubuh
jugularis meningkat

Kapiler paru naik

Edema paru naik

Gangguan
pertukaran gas
VII. MANIFESTASI KLINIS
1. Gangguan pernafasan
2. Udema
3. Hipertensi
4. Anoreksia, nausea, vomitus
5. Ulserasi lambung
6. Stomatitis
7. Proteinuria
8. Hematuria
9. Letargi, apatis, penuruna konsentrasi
10. Anemia
11. Perdarahan
12. Turgor kulit jelek, gatak gatal pada kulit
13. Distrofi renal
14. Hiperkalemia
15. Asidosis metabolic

VIII. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang
(Smeltzer & Bare, 2001)

IX. PENATALAKSAAN MEDIS


1. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius,
seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis memperbaiki abnormalitas
biokimia ; menyebabkan caiarn, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas ;
menghilangkan kecendurungan perdarahan ; dan membantu penyembuhan luka.
2. Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut ;
hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh
karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar
elektrolit serum ( nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi
puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Pningkatan
kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren
sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema.
3. Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian,
pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan
darah dan status klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral dari urine, drainase
lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk
terapi penggantia cairan.
4. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
5. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida untuk terapi
hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang dapat
menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia.
6. Dialisis
7. Transplantasi ginjal
(Reeves, Roux, Lockhart, 2001)

X. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb,
trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin)
b. Pemeriksaan Urin : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM,
keton, SDP, TKK/CCT
2. Pemeriksaan EKG : Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis,
aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
3. Pemeriksaan USG : Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta
prostate
4. Pemeriksaan Radiologi : Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography,
Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada,
pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen

XI. MASALAH KEPERAWATAN


1. Gangguan pertukaran gas b/d edema paru naik
2. Kelebihan volume cairan b/d retensi cairan dan nutrium
3. Ketidakseimbangan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia
4. Intoleransi aktifitas b/d Suplai O2 di dalam jaringan tubuh menurun
XII. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama, usia, jenis kelamin, agama, pekerjaan, alamat, suku/bangsa, no.register.
2. Riwayat penyakit
a. Keluhan utama
Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-kadang disertai
udema ekstremitas, napas terengah-engah.
b. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) Sedangkan stroke infark tidak
terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri copula, tidak kejang
dan tidak muntah, kesadaran masih baik.
c. Riwayat penyakit yang lalu
Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit, infeksi saluran
kemih, hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik, riwayat keluarga dengan penyakit
polikistik, keganasan, nefritis herediter
d. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
(Hendro Susilo, 2000)
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
 Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
 Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak
bisa bicara
 Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi

B. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


Diagnosa keperawatan yang muncul dengan pasien cva ich adalah sebagai berikut :
1. Ketidak efektifan perfusi jaringan otak b/d peningkatan tekanan intrakranial
Aktifitas dan Istirahat
Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur
Kelemahan otot dan tonus, penurunan ROM
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada
Peningkatan JVP, tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub
3. Integritas Ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan
Menolak, cemas, takut, marah, irritable
4. Eliminasi
Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin pekat warna
merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung
5. Makanan/Cairan
Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia, mual,
muntah, rasa logam pada mulut, asites
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan
6. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan
Gangguan status mental,penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, koma
7. Nyeri/Kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
Distraksi, gelisah
8. Pernafasan
Pernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal), Paroksismal Nokturnal Dyspnea (+)
Batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal
9. Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi), petekie,
ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit, ROM terbatas
10. Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas
11. Interaksi Sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasanya
(Doengoes, 2000)

C. Rencana Asuhan Keperawatan


1. Gangguan pertukaran gas b/d edema paru naik
Kriteria Hasil :
- Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigen yang adekuat
- Memelihara kebersihan paru – paru dan bebas dari tanda distress
- Tanda – tanda vital dalam rentang normal.
Intervensi :
1. Monitoring TTV
2. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
3. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
4. Lakukan suction pada mayo
5. Pasang mayo bila perlu
6. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
7. Monitor respirasi dan status O2
2. Kelebihan volume cairan b/d retensi cairan dan nutrium
Kriteria Hasil :
- Hasil laboratorium mendekati normal
- BB stabil
- Tanda vital dalam batas normal
- Tidak ada edema
Intervensi :
1. Monitor denyut jantung, tekanan darah, CVP
2. Catat intake & output cairan, termasuk cairan tersembunyi seperti aditif antibiotic,
ukur IWL
3. Awasi BJ urin
4. Batasi masukan cairan
5. Monitor rehidasi cairan dan berikan minuman bervariasi
6. Timbang BB tiap hari dengan alat dan pakaian yang sama
7. Kaji kulit,wajah, area tergantung untuk edema. Evaluasi derajat edema (skala +1
sampai +4)
8. Auskultasi paru dan bunyi jantung
9. Kaji tingkat kesadaran : selidiki perubahan mental, adanya gelisah

3. Ketidakseimbangan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia


Kriteria Hasil :
- Adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Intervensi :
1. Monitoring TTV
2. Kaji adanya alegi makanan
3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
4. Anjurkan pasien untuk meningkatan protein dan vitamin C
5. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhan

4. Intoleransi aktifitas b/d Suplai O2 di dalam jaringan tubuh menurun


Kriteria Hasil :
- Berpastsipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai peningkatan TD, nadi dan RR
- Mampu melakukan aktifitas sehari-hari
- Tanda-tanda vital normal
- Level kelemahan
- Sirkulasi status baik
- Mampu berpindah : tanpa atau dengan bantuan alat
- Energi psikomotor
Intervensi :
1. Monitoring TTV
2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktifitas yang mampu dilakukan
3. Bantu untuk memilih aktifitas yang konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik,
pskologi dan sosial
4. Bantu kien untuk mendapatkan alat bantuan aktifitas seperti krek, kursi roda
5. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
6. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktifitas
7. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA
NIC-NOC. Jogjakarta : Percetakan Mediaction Publishing Jogjakarta.
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning
and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli
diterbitkan tahun 1993)
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC
Nurarif, Hamin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhann Keperwatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Percetakan Mediaction Publishing
Jogjakarta
Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2001

Anda mungkin juga menyukai