Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh :
Nurfaida Indrianingsih
G3A017222
A. Hisprung
1) Definisi Hisprung
Hisprung ( Mega Colon ) penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis
yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada
evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum berelaksasi. Hirschsprung
atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum
atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan
atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan
(Betz,Cecily&Sowden:2000) Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah
kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan
kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir kurang dari 3Kg, lebih banyak
laki – laki dari pada perempuan.
2) Etiologi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan
dinding usus, mulai dari spingter aniinternus ke arah proksimal, 70 % terbatas di
daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai
seluruh usus sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada
anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding
usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
3) Klasifikasi
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, Hirschprung dapat dibagi menjadi dua,
yaitu :
1. Penyakit Hirschprung segmen pendek
Segmen ganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid ini merupakan 70% dari
kasus penyakit hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki
dibandingakan perempuan.
2. Penyakit Hirschprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai saluruh kolon atau usus
halus. Ditemukan banyak terdapat pada laki-laki maupun perempuan.
4) Patofisiologi
Istilah megakolon aganglionik menggambarkan adanya kerusakan primer
dengan tidak adanya sel-sel ganglion parasimpatik otonom pada pleksus submukosa
(Meissner) dan myenterik (Auerbach) pada satu segmen kolon atau lebih.
Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga
pendorong (peristaltik), yang menyebabkan akumulasi/ penumpukan isi usus dan
distensi usus yang berdekatan dengan kerusakan (megakolon). Selain itu, kegagalan
sfingter anus internal untuk berelaksasi berkontribusi terhadap gejala klinis adanya
obstruksi, karena dapat mempersulit evakuasi zat padat (feses), cairan, dan gas.12
Persarafan parasimpatik yang tidak sempurna pada bagian usus yang aganglionik
mengakibatkan peristaltik abnormal, konstipasi dan obstruksi usus fungsional. Di
bagian proksimal dari daerah transisi terjadi penebalan dan pelebaran dinding usus
dengan penimbunan tinja dan gas yang banyak.
Penyakit Hirschsprung disebabkan dari kegagalan migrasi kraniokaudal pada
prekursor sel ganglion sepanjang saluran gas trointestinal antara usia kehamilan.
minggu ke-5 dan ke-12. Distensi dan iskemia pada usus bisa terjadi sebagai akibat
distensi pada dinding usus, yang berkontribusi menyebabkan enterokolitis (inflamasi
pada usus halus dan kolon), yang merupakan penyebab kematian pada bayi/anak
dengan penyakit Hirschsprung
5) Pathways
Sel ganglion parasimpatik dari pleksus aurbach di kolon tidak ada
Peristaltik segmen kolon turun dan mengenai rektum dan kolon kongenital bagian
bawah
Hipertrofi
Distensi kolon bagian proksimal
Distensi abdomen
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan
Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi
total saat lahir dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi
mekonium. Keterlambatan evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah
dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan
yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare,
distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur
merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi
distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 ).
6) Komplikasi
Komplikasi pasca tindakan bedah penyakit Hirschsprung dapat digolongkan atas
kebocoran anastome, stenosis, enterokolitis dan gangguan fungsi sfingter.
Enterokolitis telah dilaporkan sampai 58% kasus pada penderita penyakit
Hirschsprung yang diakibatkan oleh karena iskemia mukosa dengan invasi bakteri dan
translokasi. Perubahan-perubahan pada komponen musin dan sel neuroendokrin,
kenaikan aktivitas prostaglandin E1, infeksi Clostridium difficile atau rotavirus
dicurigai sebagai penyebab terjadinya enterokolitis. Pada keadaan yang sangat berat
enterokolitis akan menyebabkan megakolon toksik yang ditandai dengan demam,
muntah hijau, diare hebat, distensi abdomen, dehidrasi dan syok. Terjadinya ulserasi
nekrosis akibat iskemia mukosa diatas segmen aganglionik akan menyebakan
terjadinya sepsis, pnematosis dan perforasi usus.
Infeksi pada penyakit Hirschsprung bersumber pada kondisi obstruksi usus letak
rendah. Distensi usus mengakibatkan hambatan sirkulasi darah pada dinding usus,
sehingga dinding usus mengalami iskemia dan anoksia. Jaringan iskemik mudah
terinfeksi oleh kuman, dan kuman menjadi lebih virulen. Terjadi invasi kuman dari
lumen usus, ke mukosa, sub mukosa, lapisan muscular, dan akhirnya ke rongga
peritoneal atau terjadi sepsis. Keadaan iskemia dinding usus dapat berlanjut yang
akhirnya menyebabkan nekrosis dan perforasi. Proses kerusakan dinding usus mulai
dari mukosa, dan dapat menyebabkan enterokilitis. Enterokolitis merupakan ancaman
komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini, yang dapat
menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun
sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa diare, distensi abdomen,
feces berbau busuk dan disertai demam.
7) Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
1. Rontgen perut (menunjukkan pelebaran usus besar yang terisi oleh gas dan
tinja)
2. Barium enema
3. Manometri anus (pengukuran tekanan sfingter anus dengan cara
mengembangkan balon di dalam rektum)
4. Biopsi rektum (menunjukkan tidak adanya ganglion sel-sel saraf)
2) Pemeriksaan Penunjang Penyakit Hirschprung :
1. Radiologi
a. Pada foto polos abdomen memperlihatkan obstruksi pada bagian distal
dan dilatasi kolon proksimal.
b. Pada foto barium enema memberikan gambaran yang sama disertai
dengan adanya daerah transisi diantara segmen yang sempit pada bagian
distal dengan segmen yang dilatasi pada bagian yang proksimal. Jika tidak
terdapat daerah transisi, diagnosa penyakit hirschprung ditegakkan dengan
melihat perlambatan evakuasi barium karena gangguan peristaltik.
2. Laboratorium
Tidak ditemukan adanya sesuatu yang khas kecuali jika terjadi komplikasi,
misal : enterokolitis atau sepsis.
3. Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah
terdapat ganglion atau tidak. Pada penyakit hirschprung ganglion ini tidak
ditemukan.
4. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang
menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang
menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi
pembusukan.
8) Penatalaksanaan
1. Konservatif. Pada neonatus dilakukan pemasangan sonde lambung serta pipa
rektal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.
A. Pengkajian
1. Identitas.
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan
kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan
bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering
ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan
yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama
banyak pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).
2. Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total
saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium.
Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa
konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus
akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi
abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat terjadi.
3. Riwayat penyakit dahulu.
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit
Hirschsprung.
4. Riwayat kesehatan keluarga.
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya.
5. Riwayat kesehatan lingkungan.
Tidak ada hubungan dengan kesehatan lingkungan.
6. Imunisasi.
Tidak ada imunisasi untuk bayi atau anak dengan penyakit Hirschsprung.
7. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
8. Nutrisi.
9. Pemeriksaan fisik.
a. Sistem kardiovaskuler (Tidak ada kelainan)
b. Sistem pernapasan (Sesak napas, distres pernapasan)
c. Sistem pencernaan.
Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau.
Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan
merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara
dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
d. Sistem genitourinarius.
e. Sistem saraf (Tidak ada kelainan)
f. Sistem lokomotor/muskuloskeletal (Gangguan rasa nyaman)
g. Sistem endokrin (Tidak ada kelainan)
h. Sistem integumen (Akral hangat)
i. Sistem pendengaran (Tidak ada kelainan)
10. Pemeriksaan diagnostik dan hasil.
a. Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat
gambaran obstruksi usus rendah.
b. Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran
kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada
segmen yang melebar dan terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.
c. Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.
d. Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.
e. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat peningkatan
aktivitas enzim asetilkolin eseterase.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak
adanya daya dorong.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
inadekuat.
3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
5. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan status kesehatan anak.
C. Perencanaan