Anda di halaman 1dari 10

BAB II

KAKI DIABETES

Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti.
Hasil pengelolaan kaki diabetes sering mengecewakan baik bagi dokter pengelola
maupun penyandang DM dan keluarganya. Sering kaki diabetes berakhir dengan
kecacatan dan kematian. Sampai saat ini, di Indonesia kaki diabetes masih merupakan
masalah yang rumit dan tidak terkelola dengan maksimal, karena sedikit sekali orang
berminat menggeluti kaki diabetes. Juga belum ada pendidikan khusus untuk mengelola
kaki diabetes. Di samping itu, ketidaktahuan masyarakat mengenai kaki diabetes masih
sangat mencolok, lagi pula adanya permasalahan biaya pengelolaan yang besar yang tidak
terjangkau oleh masyarakat pada umumnya, semua menambah peliknya, masalah kaki
diabetes.1

A. PATOFISIOLOGI KAKI DIABETES


Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM
yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati,
baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan mengakibatkan
berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya
perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah
terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah
merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih
lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes.1

2
Gambar 2.1. Patofisiologi terjadinya ulkus pada kaki diabetik
(Sumber: Sudoyo AW dkk.Kaki Diabetes.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III.Edisi V. Jakarta: Interna Publishing;2009 p.1966)

B. KLASIFIKASI KAKI DIABETES


Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari yang sederhana
seperti klasifikasi Edmonds dari King`s College Hospital London, klasifikasi
Liverpool yang sedikit lebih ruwet sampai klasifikasi Wagner yang lebih terkait
dengan pengelolaan kaki diabetes, dan juga klasifikasi Texas yang lebih kompleks
tetapi juga lebih mengacu kepada pengelolaan kaki diabetes. Suatu klasifikasi
mutakhir dianjurkan oleh International Working Group on Diabetic Foot.1,4

3
Tabel 2.1. Klasifikasi Texas4
Tingkat
Stadium
0 1 2 3
Tanpa tukak Luka
atau pasca superfisial, Luka sampai Luka sampai
A tukak, kulit tidak sampai tendon atau tulang atau
intak/utuh tendon atau kapsul sendi kapsul sendi
tulang kapsul sendi
B Dengan infeksi
C Dengan iskemia
D Dengan infeksi dan iskemia
Sumber: Sudoyo AW dkk.Kaki Diabetes.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.Edisi
V. Jakarta: Interna Publishing;2009 p.1966

Tabel 2.2. Klasifikasi PEDIS International Consensus on the Diabetic Foot 2003
1 = None
Impaired Perfusion 2 = PAD + but no critical
3 = Critical limb ischemia
1 = Superficial full thickness, not deeper than
dermis
Size/Extent in mm2 2 = Deep ulcer, below dermis, involving
Tissue Loss/Depth subcutaneous structures, fascia, muscle or tendon
3 = All subsequent layer of the foot involved
including bone and or joint
1 = No symptoms or signs of infection
2 = Infection of skin and subcutaneous tissue only
3 = Erytheme > 2 cm or infection involving
subcutaneous structure(s). No systemic sign(s) of
Infection
inflammatory response
4 = Infection with systemic manifestation: fever,
leukocytosis, shift to the left, metabolic instability,
hypotension, azotemia
1 = Absent
Impaired Sensation
2 = Present

Sumber: Sudoyo AW dkk.Kaki Diabetes.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.Edisi
V. Jakarta: Interna Publishing;2009 p.1966

4
Tabel 2.3. Klasifikasi Wagner (Klasifikasi yang saat ini masih banyak dipakai)4
0 = Kulit intak atau utuh
1 = Tukak superfisial
2 = Tukak dalam (sampai tendon, tulang)
3 = Tukak dalam dengan infeksi
4 = Tukak dengan gangrene pada 1-2 jari kaki
5 = Tukak dengan gangrene luas seluruh kaki
Sumber: Sudoyo AW dkk.Kaki Diabetes.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.Edisi
V. Jakarta: Interna Publishing;2009 p.1966

Tabel 2.4. Klasifikasi Liverpool


Vaskular
Klasifikasi primer Neuropati
Neuroiskemik
Tukak sederhana, tanpa komplikasi
Klasifikasi sekunder
Tukak dengan komplikasi
Sumber: Sudoyo AW dkk.Kaki Diabetes.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.Edisi
V. Jakarta: Interna Publishing;2009 p.1966

Adanya klasifikasi kaki diabetes yang dapat diterima oleh semua pihak akan
mempermudah para peneliti dalam membandingkan hasil penelitian dari berbagai
tempat di muka bumi. Dengan klasifikasi PEDIS akan dapat ditentukan kelainan apa
yang lebih dominan, vascular, infeksi atau neuropatik, sehingga arah pengelolaan pun
dapat tertuju dengan lebih baik. Misalnya suatu ulkus gangrene dengan critical limb
ischemia (P3) tentu lebih memerlukan tindakan untuk mengevaluasi dan
memperbaiki keadaan vaskularnya dahulu. Sebaliknya kalau faktor infeksi menonjol
(I4), tentu pemberian antibiotik harus adekuat. Demikian juga kalau faktor mekanik
yang dominan (insensitive foot, S2), tentu koreksi untuk mengurangi tekanan plantar
harus diutamakan.1
Suatu klasifikasi lain yang juga sangat praktis dan sangat erat dengan
pengelolaan adalah klasifikasi yang berdasar pada perjalanan alamiah kaki diabetes
(Edmonds 2004-2005):1
 Stage 1: Normal Foot
 Stage 2: High Risk Foot
 Stage 3: Ulcerated Foot
 Stage 4: Infected Foot
 Stage 5: Necrotic Foot
5
 Stage 6: Unsalvable Foot
Untuk stage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting dan semuanya
dapat dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer, baik oleh podiatrist/chiropodist
maupun oleh dokter umum maupun dokter keluarga.1
Untuk stage 3 dan 4 kebanyakan sudah memerlukan perawatan di tingkat
pelayanan kesehatan yang lebih memadai umumnya sudah memerlukan pelayanan
spesialistik.1
Untuk stage 5, apalagi stage 6, jelas merupakan kasus rawat inap dan jelas
sekali memerlukan suatu kerjasama tim yang sangat erat, dimana harus ada dokter
bedah, utamanya dokter ahli bedah vaskular/ahli bedah plastik dan rekonstruksi.1
Untuk optimalisasi pengelolaan kaki diabetes, pada setiap tahap harus diingat
berbagai faktor yang harus dikendalikan, yaitu:1
 Mechanical control-pressure control
 Metabolic control
 Vascular control
 Educational control
 Wound control
 Microbiological control-infection control
Pada tahap yang berbeda diperlukan optimalisasi yang berbeda pula. Misalnya
pada stadium 1 dan 2 tentu saja faktor wound control dan infection control belum
diperlukan, sedangkan untuk stadium 3 dan selanjutnya tentu semua faktor tersebut
harus dikendalikan, disertai keharusan adanya kerjasama multidisipliner yang baik.
Sebaliknya, untuk stadium 1 dan 2, peran usaha pencegahan untuk tidak terjadi ulkus
sangat mencolok. Peran rehabilitasi medis dalam usaha mencegah terjadinya ulkus
dengan usaha mendistribusikan tekanan plantar kaki memakai alas kaki khusus, serta
berbagai usaha untuk non-weight bearing lain merupakan contoh usaha yang sangat
bermanfaat untuk mengurangi kecacatan akibat deformitas yang terjadi pada kaki
diabetes.1

6
C. PENGELOLAAN INFEKSI PADA KAKI DIABETES
Infeksi adalah masalah yang penting dan sangat sering terjadi sebagai
komplikasi yang serius pada kaki diabetik, perlu penanganan segera yang dimulai
dari lesi yang minimal. Mudahnya terjadi infeksi pada penderita kaki diabetik
diakibatkan oleh adanya iskemia, mikrotrombus, sebelumnya hingga akhirnya
terbentuk abses, gangren, sepsis, dan osteomielitis.2,3
Setiap penderita DM memiliki respon terhadap infeksi yang berbeda-beda.
Tanda-tanda infeksi yang umum dapat berupa demam, edema, eritema, pernanahan,
atau berbau dan leukositosis. Penderita DM dengan infeksi kaki sekalipun berat tidak
selalu diikuti dengan peningkatan temperature tubuh dan jumlah leukosit. Di samping
itu sering sekali luasnya infeksi melebihi yang tampak secara klinis. Menurut
Gibbons dan Eliopoulus, 1984 pada infeksi kaki yang berat pada 2/3 penderita DM
tidak dijumpai tanda-tanda infeksi seperti temperature tubuh < 37,8 dan jumlah
leukosit < 10,103/mm3.2,3
Faktor-faktor yang merupakan risiko timbulnya infeksi yaitu:2
a. Faktor imunologi
- Produksi antibodi menurun
- Peningkatan produksi steroid dari kelenjar adrenal
- Daya fagositosis granulosit menurun
b. faktor metabolik
- Hiperglikemia
- Benda keton mengakibatkan asam laktat menurun daya bakterisidnya
- Glikogen hepar dan kulit menurun
c. Faktor angiopati diabetika
d. Faktor neuropati
Kuman penyebab infeksi meliputi polimikrobial yang bersifat aerob dan
anaerob, gram negative dan gram positif. Leicher dkk, 1988 mendapatkan hasil
pemeriksaan kultur bakteriologi dijumpai mikroorganisme yang tersering adalah
gram positif 72% (Staphylococcus dan Streptococcus grup B) dan gram negative
49% (E. coli, Klebsiela species, Pseudomonas aeruginosa, Proteus species,
Bacteriodes species, dan Peptostreptococcus). Peneliti lain mendapatkan kuman yang
tersering adalah kokus gram positif aerobic 89% basil gram negative aerob 36% dan

7
anaerob 17%. Penyebab tersering yang lain adalah jamur candida albicans dan
trichopiton walaupun tidak bersifat sistemik.2,3
Ankle brachial index (ABI) merupakan pemeriksaan non-invasif untuk
mengetahui adanya obstruksi di vaskuler perifer bawah. Pemeriksaan ABI sangat
murah, mudah dilakukan dan mempunyai sensitivitas yang cukup baik sebagai
marker adanya insufisiensi arterial. Pemeriksaan ABI dilakukan seperti kita
mengukur tekanan darah menggunakan manset tekanan darah, kemudian adanya
tekanan yang berasal dari arteri akan dideteksi oleh probe Doppler (pengganti
stetoskop). Dalam keadaan normal tekanan sistolik di tungkai bawah (ankle) sama
atau sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan darah sistolik lengan atas (brachial).
Pada keadaan di mana terjadi stenosis arteri di tungkai bawah maka akan terjadi
penurunan tekanan. ABI dihitung berdasarkan rasio tekanan sistolik ankle dibagi
tekanan sistolik brachial. Dalam kondisi normal, harga normal dari ABI adalah >0,9,
ABI 0,71–0,90 terjadi iskemia ringan, ABI 0,41–0,70 telah terjadi obstruksi vaskuler
sedang, ABI 0,00–0,40 telah terjadi obstruksi vaskuler berat.2
Pengobatan terhadap infeksi ditujukan kepada kuman penyebab yang bersifat
polimikrobial dengan antibiotic yang bersifat polifarmasi. Antibiotik yang
direkomendasi sebagai terapi empiris pada ulkus KD sebelum diperoleh hasil kultur
dan uji resistensi dapat dilihat pada tabel-1.

Tabel 2.5. Regimen terapi antibiotik empiris untuk ulkus pada kaki diabetic5
Skenario Drug of Choice Alternatives
Mild to moderate, Dicloxacillin (Pathocil) Cephalexin (keflex); amoxicillin/clavulanate
Localized cellulitis potassium (augmentin); oral clindamycin
(outpatient) (cleocin)
Moderate to severe cellulitis Nafcillin (Unipen) or Cefazolin (ancef); ampicilin/sulbactam
(inpatient) oxacillin (unasyn), clindamycin IV, vancomycin
(vancocin)
Moderate to severe celulitis Ampicilin/sulbactam Ticarcilin/clavulanat (timentin);
with ischemia or significant piperacilin/tazobactam (zosyn); clindamycin
local necrosis plus ciprofloxacin (cipro); cefreazidime
(fortaz) or cefepime (maxipime)
orcefotaxime (claforan) or ceftriaxon
(rocephin) plus metronidazole (flagyl);
cefazolin (for Staphylococcus aureus);
nafcilin (unipen); oxacilin

8
Life or limb threatening Ticarcilin/clavulanate Clindamycin plus ciprofloxacin or
infection orpoperacilin/tazobactam, tobramycin (nebcin); clindamycin plus
with or without an ceftazidime or cefepime or cefotaxime or
aminoglycoside ceftriaxone; imipenem/cilastin (primaxin) or
meropenem (merrem); vancomycin plus
aztreonam (azactam) plus metronidazole;
vancomycin plus cefepime, ceftazidime plus
metronidazole.
Persons with serious
betalactam allergy may be
given alternative agents
Sumber: 3. Bronze M.S.Diabetic Foot Infection.2011.
http://emedicine.medscape.com/article/237378-overview#showall Diakses tangal 8 Juli 2012

D. PENCEGAHAN
1. Pencegahan Primer
Penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabetes sangat penting untuk
pencegahan kaki diabetes. Penyuluhan ini harus dilakukan pada setiap
kesempatan pertemuan dengan penyandang DM, dan harus selalu diingatkan
kembali tanpa bosan. Anjuran ini berlaku untuk semua pihak terkait pengelolaan
DM, baik para perawat, ahli gizi, ahli perawatan kaki, maupun dokter sebagai
dirigen pengelolaan. Khusus untuk dokter, sempatkan selalu melihat dan
memeriksa kaki penyandang Dm sambil mengingatkan kembali cara pencegahan
dan cara perawatan kaki yang baik. Berbagai kejadian/tindakan kecil yang
tampak sepele dapat mengakibatkan kejadian yang mungkin fatal. Demikian pula
pemeriksaan yang tampaknya sepele dapat memberikan manfaat yang sangat
besar. Periksalah selalu kaki pasien setelah mereka melepaskan sepatu dan
kausnya.1
Keadaan kaki penyandang diabetes digolongkan berdasar risiko terjadinya
dan risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetes
berdasar risiko terjadinya masalah (Frykberg):1
1. Sensasi normal tanpa deformitas,
2. Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi,
3. Insensitivitas tanpa deformitas,
4. Iskemia tanpa deformitas,

9
5. Kombinasi/complicated,
a. Kombinasi insensitivitas, iskemia dan/atau deformitas,
b. Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.
Pengelolaan kaki diabetes terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya
tukak, disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan
dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya risiko tersebut. Peran ahli rehabilitasi
medis terutama dari segi ortotik sangat besar pada usaha pencegahan terjadinya
ulkus. Dengan memberikan alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya
ulkus karena faktor mekanik akan dapat dicegah.1
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut. Untuk kaki
yang kurang merasa/insensitif (kategori 3 dan 5), alas kaki perlu diperhatikan
benar, untuk melindungi kaki yang insensitif tersebut.1
Kalau sudah ada deformitas (kategori risiko 2 dan 5), perlu perhatian
khusus mengenai sepatu/alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran
tekanan pada kaki.1
Untuk kasus dengan ketegori risiko 4 (permasalahan vaskular), latihan kaki
perlu diperhatikan benar untuk memperbaiki vaskularisasi kaki.1
Untuk ulkus yang complicated, tentu saja semua usaha dan dana
seyogyanya perlu dikerahkan untuk mencoba menyelamatkan kaki dan usaha ini
masuk ke usaha pencegahan sekunder.1

2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dan pengelolaan ulkus/gangren diabetik yang sudah
terjadi, yakni pencegahan agar tidak terjadi kecacatan yang lebih parah.1
a. Kontrol metabolik : kontrol kadar gula darah, kadar albumin serum, kadar
Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta fungsi ginjal. Semua factor tersebut
akan dapat mneghambat kesembuhan luka jika tidak diperhatikan dan tidak
diperbaiki.
b. Kontrol vaskular : kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali secara
sederhana seperti : warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis dan
arteri tibialis posterior serta ditambah pengukuran tekanan darah.
Pengelolaannya bisa berupa modifikasi faktor risiko (memperbaiki faktor
risiko arterosklerosis dan walking program), terapi farmakologis

10
(memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang DM)
dan revaskularisasi (terapi bedah).
c. Wound control : debridement yang adekuat dan terapi topical (cairan salin
sebagai pembersih luka, atau cairan yodine encer, senyawa silver sebagai
bagian dari dressing).
d. Microbiological control : pemberian antibiotic dengan spectrum luas,
mencakup kuman Gram positif dan negative, dikombinasikan dengan obat
yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (seperti misalnya metronidazol).
e. Pressure control : jika tetap kaki dipakai untuk berjalan, luka yang selalu
mendapat tekanan tidak akan sempat menyembuh, palagi kalau luka tersebut
terletak di bagian plantar seperti luka pada kaki Charcot. Untuk mencapai
kedaan non weight-bearing dapat dilakukan antara lain : removable cast
walker, temporary shoes, wheelchair, total contact casting.
f. Education control : dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM atau
ulkus/gangrene diabetic maupun keluarganya diharapkan akan dapat
membantu dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk
kesembuhan luka yang optimal.

11

Anda mungkin juga menyukai