Anda di halaman 1dari 6

POLIP SERVIKS

1. Definisi
Serviks uteri atau biasa disebut serviks terdapat di setengah hingga sepertiga bawah
uterus, berbentuk silindris, dan menghubungkan uterus dengan vagina melalui kanal
endoservikal. Serviks uteri terdiri dari portio vaginalis, yaitu bagian yang menonjol ke
arah vagina dan bagian supravaginal. Panjang serviks uteri kira-kira 2,5-3cm dan
memiliki diameter 2-2,5 cm. Pada bagian anterior serviks berbatasan dengan kantung
kemih. Pada bagian posterior, serviks ditutupi oleh peritoneum yang membentuk garis
cul-de-sac (Snell, 2006).
Polip serviks adalah lesi serviks yang paling umum, yang mempengaruhi hingga
10% wanita, dengan tingkat kekambuhan yang dilaporkan sebesar 6,2%. Mereka muncul
dari kanal endoserviks atau, lebih jarang, dari ektoserviks dan bervariasi ukurannya dari 5
mm sampai 50 mm. Mereka yang biasanya berwarna merah ceri ke ungu keunguan,
lembut, lentur, berdaging, pedunculated, gembur dan mudah berdarah saat disentuh.
Lebih dari 60% wanita yang mengalami polip serviks berusia antara 40 dan 65 tahun yang
telah memiliki setidaknya 1 anak, dan 45% di antaranya pascamenopause.
Polip sebenarnya adalah suatu adenoma maupun adenofibroma yang berasal dari
selaput lendir endoserviks. Struktur polip rapuh yang tumbuh dari tangkai yang berakar
pada permukaan serviks atau bagian dalam kanal serviks. Tangkainya dapat panjang
hingga keluar dari vulva. Epitel yang melapisi biasanya adalah epitel endoserviks yang
dapat mengalami metaplasi. Bagian ujung polip dapat mengalami nekrosis dan mudah
berdarah. Polip berkembang karena pengaruh radang, hormon, maupun virus. Polip
hampir tidak pernah terjadi pada wanita muda sebelum dimulainya menstruasi. Polip juga
biasa terjadi selama kehamilan. Hal ini dapat terjadi karena adanya peningkatan hormon
estrogen (Prawirohardjo, 2009).
2. Etiologi
Penyebab polip serviks masih belum diketahui. Kemungkinan penyebab terjadinya
polip serviks adalah (Prawirohardjo, 2009):
 Respon yang abnormal sehingga meningkatkan hormone estrogen pada wanita.
Peningkatan kadar hormon estrogen, biasanya menyertai kehamilan, siklus estrus
dan periode perimenopause, sepanjang masa hidup seorang wanita. Kadar bisa
meningkat seratus kali lipat selama kehamilan. Ini mungkin memiliki efek
mendalam pada perkembangan polip serviks. Di sisi lain, lingkungan juga bisa
menjadi sumber zat mirip estrogen seperti xenoestrogen seperti yang ditemukan
pada daging olahan dan produk susu. Selain itu, estrogen kimia dapat mencemari
makanan yang dipanaskan dalam wadah plastik atau styrofoam, dalam hal ini,
polusi udara dari phthalate di penyegar udara
 Inflamasi yang kronik
─ Serviks yang meradang kemerahan dan licin.Beberapa penyebab yang
diketahui dari hal ini adalah:
─ Infeksi: bakteri, ragi, jamur dan virus, misalnya, kutil dan infeksi HPV
(juga penyebab kanker serviks)
─ Perubahan status hormonal
─ Kehamilan, keguguran, aborsi
─ Pemeriksaan pelvis berkala dianjurkan sebagai tindakan pencegahan
primer.Bintik kecil dipotong dari serviks untuk konfirmasi laboratorium
infeksi atau adanya sel abnormal.
 Penyumbatan pembuluh darah di serviks
Sirkulasi darah di serviks menjadi terganggu akibat penyumbatan pembuluh
darah selama kehamilan.Hal ini nampaknya mempromosikan perkembangan
polip. Pada wanita yang tidak hamil, polip yang meradang dikaitkan dengan
metaplasia dan predisposisi kanker.
Polip serviks sering terjadi terutama pada wanita di atas 20 tahun yang sudah
mempunyai anak. Polip jarang terjadi pada wanita yang masih belum menstruasi.
Kebanyakan wanita mempunyai satu polip, akan tetapi ada juga wanita yang mempunyai
2 atau 3 polip.
3. Klasifikasi
a. Polip Ektoserviks
Polip ektoserviks sering diderita oleh wanita yang telah memasuki periode paska-
menopause, meskipun dapat pula diderita oleh wanita usia produktif. Polip
ektoserviks berwarna agak pucat atau merah daging, lunak, dan tumbuh melingkar
atau memanjang dari pedikel. Polip ini tumbuh di area porsio dan jarang sekali
menimbulkan perdarahan sebagaimana polip endoserviks. Secara mikroskopis,
jaringan polip ektoserviks lebih banyak mengandung serat fibrosa di banding polip
endoserviks. Bagian luar polip ektoserviks dilapisi oleh epitel stratifikatum skuamosa.

b. Polip Endoserviks
Pertumbuhan polip berasal dari bagian dalam serviks. Biasanya pada wanita
premenopause (di atas usia 20 tahun) dan telah memiliki setidaknya satu anak. Epitel
yang melapisi biasanya adalah epitel endoserviks yang dapat juga mengalami
metaplasi menjadi lebih kompleks. Bagian ujung polip dapat mengalami nekrosis
serta mudah berdarah.
4. Patofisiologi
Polip dapat menyerang lapisan permukaan luar serviks (ektoserviks) dan bagian
dalam serviks (endoserviks). Serviks uteri pada nulipara dalam keadaan normal kanalis
servikalis bebas kuman, pada multipara dengan ostium uteri eksternum lebih terbuka,
batas ke atas os ostium uteri internum bebas kuman. Radang pada serviks uteri, bisa
terdapat pada porsio uteri diluar ostium uteri eksternum dan pada endoserviks. Penyakit
gonore, sifilis, ulkus, molle dan granuloma inguinale dan TBC dapat ditemukan
peradangan kronis pada serviks. Karena adanya peradangan yang kronis atau virus yang
memicu endoserviks merespon dengan timbulnya adenoma-adenoma fibroma (hiperplasia
pada epitel endoserviks). Setelah epitel endoserviks tumbuh menonjol dan bertangkai dan
dapat memanjang keluar dari vulva, ujungnya mengalami neksrosis serta mudah berdarah
(Prawirohardjo, 2009).
5. Gambaran Klinis
Polip serviks bervariasi dari tungggal hingga multiple, berwarna merah terang,
rapuh, dan strukturnya menyerupai spons. Kebanyakan polip ditemukan berupa penjuluran
bewarna merah yang terang yang terjepit atau keluar dari ostium servis.Walaupun sebagian
besar polip berdiameter kecil tetapi pertumbuhannya mungkin saja mencapai ukuran
beberapa sentimeter. Panjang tangkai polip juga bervarisi dari ukuran di bawah 1 cm
(protrusi melalui ostium serviks) hingga mencapai beberapa sentimeter sehingga
memungkinkan ujung distal polip mencapai atau keluar dari introitus vagina.
6. Gejala Klinis
Polip serviks mungkin tidak menimbulkan gejala apapun. Namun begitu gejala yang
didapatkan bisa berupa:
a. Keputihan yang bisa berbau busuk jika terjadi infeksi
b. Perdarahan antara periode menstruasi
c. Perdarahan yang lebih berat selama periode mestruasi
d. Perdarahan setelah hubungan intim (post-coital bleeding)
e. Perdarahan setelah menopause
7. Diagnosis
Banyak polip endoserviks yang diketahui melalui pemeriksaan visual selama
pemeriksaan panggul. Diagnosis polip serviks dibuat dengan cara menginspeksi serviks
menggunakan spekulum. Jika terdapat pendarahan harus dilakukan pemeriksaan untuk
menyingkirkan kelainan terutama keganasan serviks dan endometrium. Gejala dari polips
biasanya intermenstrual bleeding, postcoital bleeding, leukorea, hipermenorrhea dan tidak
terasa nyeri. Pada pemeriksaan menggunakan spekulum, pemeriksa akan melihat
permukaan yang halus, warna merah atau keunguan, pertumbuhan ‘fingerlike’ pada
serviks.
Pemeriksaan penunjang:
a. Pemeriksaan Radiologi
Polip yang terletak jauh di endoserviks dapat dievaluasi melalui pemeriksaan
histerosalfingografi atau sonohisterografi dengan infus salin. Biasanya, hasil
pemeriksaan ini memberikan hasil yang bermakna dalam mengetahui adanya polip
atau kelainan lainnya.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Sitologi vagina dapat menunjukkan adanya tanda infeksi dan sering kaliditemukan
sel-sel atipik. Pemeriksaan darah dan urin tidak terlalu banyak membantu
menegakkan diagnosis.
c. Pemeriksaan Khusus
Polip yang terletak jauh di kanal endoserviks tidak dapat dinilai melalui inspeculo
biasa, tetapi dapat dilakukan pemeriksaan khusus menggunakan spekulum
endoserviks atau histeroskopi. Seringkali polip endoserviks ditemukan secara tidak
sengaja pada saat dilakukan pemeriksaan perdarahan abnormal. Pemeriksaan
ultrasonografi dilakukan untuk menyingkirkan adanya massa atau polip yang
tumbuh dari uterus.
8. Diagnosis Banding
Diagnosis banding polip serviks adalah mioma uteri, polip endometrium dan
Adenomyoma of endocervical type.
a. Mioma Uteri
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang struktur utamanya adalah otot polos
rahim. Mioma uteri terjadi pada 20-25% perempuan di usia reproduktif, tetapi oleh
faktor yang tidak diketahui secara pasti. Insidensnya 3-9 kali lebih banyak pada ras
kulit berwarna dibandingkan dengan kulit ras putih. Selama 5 dekade terakhir,
ditemukan 50% kasus mioma uteri terjadi pada ras kulit berwarna.
b. Polip Endometrium
Tumor ini cukup sering dijumpai tetapi tidak dapat dipastikan jumlah
kejadianya.Usia penderita yang mengalami ganguan ini berkisar antara 12 hingga 81
tahun tetapi angka kejadian tertinggi terjadi di antara usia 30-59 tahun. Polip
endometrial seringkali berupa penonjolan langsung dari lapisan endometrium atau
merupakan tumor bertangkai dengan pembesaran di bagian ujungnya.Polip
endometrium merupakan pertumbuhan aktif stroma dan kelenjar endometrium
secara fokal, terutama sekali pada daerah fundus atau korpus uteri. Hampir sebagian
besar penderita tidak mengetahui/menyadari keberadaan polip endometrial karena
kelainan ini tidak menimbulkan gejala spesifik.
c. Adenomyoma of endocervical type
Adenomyoma adalah varian pembentuk tumor adenomiosis (endometriosis di
miometrium) dan adenomyoma kadang-kadang disajikan sebagai polip serviks.
Seringkali, komponen epitel adenomyoma menunjukkan sel kolumnar mukosa
endoserviks, bukan sel glandular endometrium.
9. Penatalaksanaan
Indikasi pengobatan untuk polip serviks berasal dari beberapa faktor, yaitu gejala,
usia dan status reproduksi pasien, risiko komplikasi ginekologi/obstetrik, jenis polip
(tunggal, pedikulasi), asal (ektoserviks atau endoserviks), dan jinak atau ganas.
Pemeriksaan histologis adalah wajib terutama jika keganasan dicurigai.
Bila dijumpai polip serviks, dokter dapat mengambil 2 macam tindakan:
a. Konservatif
Yakni bila ukuran polip kecil, tidak mengganggu, dan tidak menimbulkan
keluhan (misal sering perdarahan atau keputihan), dokter akan membiarkan dan
mengobservasi perkembangan polip secara berkala.
b. Agresif
Yakni bila ukuran polip besar, ukuran membesar, mengganggu aktifitas, atau
menimbulkan keluhan. Tindakan agresif ini berupa tindakan curettage atau
pemotongan tangkai polip. Tindakan kuret ini bisa dilakukan dengan rawat
jalan, biasanya tidak perlu rawat inap. Tapi untuk polip-polip yang ukurannya
kecil (beberapa milimeter) bisa dicoba pemberian obat yang dimasukkan
melalui vagina untuk mengurangi reaksi radang. Setelah pemberiannya tuntas,
diperiksa lagi, apakah pengobatan tersebut ada efeknya pada polip atau tidak.
Pada wanita tanpa gejala, polip yang berukuran berdiameter kurang dari 2 cm
dan mempunyai tangkai kurus, tangkainya digenggam dengan forsep polip dan
diputar beberapa kali sampai dasar polipnya terlepas dari jaringan servik
dasarnya, tindakan ini disebut ekstirpasi. Bila terdapat perdarahan pervaginam
abnormal, maka diperlukan kuret untuk menyingkirkan keganasan servik dan
endometrium. Dianjurkan mengkauterisasi dasarnya untuk mencegah
perdarahan dan rekurensi. Jaringan polip dikirim ke laboratorium patologi guna
memastikan bahwa histologisnya jinak atau sesuai dengan gambaran jaringan
polip serviks.
10. Prognosis
Prognosis penyakit umumnya baik. Ekstirpasi sederhana dengan cara
menghilangkan langsung polip merupakan tindakan yang sangat kuratif dan jarang sekali
untuk berulang. 99% polip serviks akan tetap jinak dan 1% akan di beberapa titik
menunjukkan neoplastik berubah.
11. Komplikasi
Polip serviks dapat terinfeksi, biasanya oleh kelompok Staphylococcus,
Streptococcus, dan jenis patogen lainnya. Infeksi serius biasanya terjadi setelah dilakukan
instrumentasi medik untuk menegakkan diagnosis atau setelah membuang polip.
Antibiotik spektrum luas perlu diberikan bila tanda awal infeksi telah tampak.

Daftar Pustaka:
Achadiat, C M. 2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC.
Bucella D, Frédéric B, Noël JC. Giant Cervical Polyp: A Case Report and Review of A Rare
Entity. Arch Gynecol Obstet 2008.
Merck Manual Professional. Benign Gynecologic Lession: Cervical Polyp. Gynecology and
Obstetrics, 2008.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kandungan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Rabe, Thomas. 2003. Buku Saku Ilmu Kandungan. Jakarta: Hipocrates.
Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik edisi 6. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai