Anda di halaman 1dari 15

2

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Otitis media kronik adalah proses peradangan akibat infeksi mukoperiosteum rongga
telinga tengah yang ditandai oleh perforasi membran timpani, keluar sekret yang terus-menerus
atau hilang timbul, dan dapat menyebabkan perubahan patologik yang permanen.7 Proctor
(1980) memberikan batas waktu 6 minggu untuk terjadinya awal proses kronis, sedangkan
Paparella (1983) mengatakan bahwa kronisitas cenderung berdasarkan atas kelainan patologis
yang telah terjadi, dan pada umumnya setelah peradangan berlangsung 12 minggu. Di
kepustakaan lain disebutkan bahwa pada otitis media kronik selain terjadinya proses
peradangan pada telinga tengah juga terjadi pada daerah mastoid.8

Otitis media tuberkulosis (OMT) adalah radang kronik mukosa telinga tengah yang
disebabkan oleh basil tahan asam Mycobacterium tuberculosis dan dapat juga disebabkan oleh
Mycobacterium atypic.6 Infeksi tuberkulosis telinga tengah primer merupakan diagnosis yang
sulit karena presentasi klinis yang tidak spesifik dan bervariasi. Tuberkulosis oto-mastoiditis
pertama kali digambarkan oleh Jean Louis Petit pada abad 18. Terdapat tiga karakteristik klinis
yaitu keluar cairan telinga yang tidak nyeri, perforasi membran timpani multipel dan granulasi
yang pucat pada telinga tengah, namun tiga tanda ini juga kadang tidak tampak.9 Tanda klinis
penyakit ini pertama kali disebutkan oleh Wilde pada tahun 1853. Pada tahun 1882, Koch
menunjukkan bakteri basil Tuberkulosis dan Esche mengisolasi bakteri basil pada sekret
telinga tengah pada tahun 1883.

2.2 Prevalensi
Mycobacterium tuberculosis menginfeksi primer di paru-paru, namun 15-30% kasus
berlokasi di ektra pulmoner. Penelitian pada era pre-antibiotik pada suatu populasi
menunjukkan bahwa pasien dengan TB pulmoner mempunyai infeksi TB telinga tengah
sebanyak 2%.10

Otitis media tuberkulosis merupakan kasus yang jarang, kira-kira 0,04-0,9% dari semua
kasus otitis media supuratif.1,4,8 Tuberkulosis telinga primer relatif jarang dilaporkan, dan
penyakit ini biasanya merupakan sekunder dari infeksi paru-paru, laring, faring, dan hidung.
Meskipun kejadian pasti otitis media tuberkulosis tidak diketahui, di Inggris diperkirakan
3

sekitar 93 kasus dalam 5 tahun. Kejadian pasti ini sering tidak dilaporkan karena diagnosis
sering terlambat. Otitis media tuberkulosis dapat terjadi pada semua usia, 50% kasus terjadi
pada anak-anak dan sering terjadi pada laki-laki, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan
adalah 1,4:1.2,11,12
Di negara barat, insiden tahunan otitis media tuberkulosis telah menurun selama 60
tahun terakhir dari 5,5 kasus per 100.000 penduduk sebelum tahun 1953 menjadi 2,3 kasus
setelah tahun 1953. Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya kejadian tuberkulosis itu
sendiri. Meskipun demikian, pada wilayah dimana tuberkulosis endemik, data telah
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kejadian. Pada era sebelum antibiotik, 2-8% dari
seluruh kasus otitis media supuratif kronik merupakan tuberkulosis dan bayi dibawah 1 tahun
menderita 50% penyakit ini.10 Hanya terdapat sangat sedikit kasus otitis media tuberkulosis
yang dilaporkan dalam literatur. Penelitian Mills menyebutkan bahwa insiden otitis media
tuberkulosis telah turun secara dramatis sejak kemunculannya pada abad ini. Pada masa itu, 3-
5% dari kasus otitis media ialah akibat dari basil tuberkulosis, dimana saat ini kondisi tersebut
relatif jarang. Turner dan Eraser dalam studinya melaporkan bahwa pada tahun 1915, 2,8%
dari seluruh kasus otitis media supuratif diakibatkan oleh tuberkulosis.13

2.3. Etiologi dan Patogenesis


Otitis media tuberkulosis sering disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis,
meskipun mycobacterium atypic juga dilaporkan. Mycobacterium bovis lebih jarang terlihat
dibanding Mycobacterium hominis. OMT biasanya dikarenakan menelan susu sapi yang
terinfeksi.6,13

Secara umum penyebaran Infeksi pada telinga tengah dapat terjadi melalui beberapa jalan,
diantaranya:14
1. Ekstensi melalui tulang yang telah mengalami demineralisasi selama infeksi akut atau
karena terjadi resorpsi oleh kolestetatom atau osteitis pada penyakit kronis yang destruktif
Dapat diketahui bila:

a. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit.


b. Gejala infeksi lokal mendahului gejala infeksi sistemik
c. Pada proses operasi ditemukan lapisan tulang yang rusak diantara fokus supurasi dengan
jaringan sekitarnya.
2. Penyebaran melalui darah yang terinfeksi melalui vena melewati tulang dan dura ke sinus
venosus – petrosus lateral dan superior – struktur intrakranial. Ternyata tulang yang intak
4

memungkinkan terjadinya tromboflebitis di dalam sistem vascular Havers. Penyebaran


tromboflebitis dari sinus lateralis ke serebelum dan dari sinus petrosus superior ke lobus
temporalis menjelaskan komplikasi yang sering terjadi. Secara umum penyebaran dengan
cara ini terjadi dalam waktu 10 hari setelah masa infeksi pertama.
3. Melalui jalur anatomi yang normal - oval window atau round window ke meatus Auditori
internus, koklea dan aquaduktus vestibular, dehiscence dari tulang tipis pada bulbus
jugularis, dehiscence garis sutur pada tulang temporal
Dapat diketahui bila:

a. Komplikasi terjadi pada awal dari penyakit


b. Serangan labirintis atau meningitis berulang
c. Pada saat operasi ditemukan penjalaran melalui tulang yang bukan disebabkan oleh
proses erosi.9a,11a,18a
4. Melalui defek tulang yang non anatomis, yang disebabkan trauma, operasi, atau erosi karena
keganasan.
5. Melalui defek karena pembedahan, misalnya fenestrasi ke semisirkular kanal lateral pada
operasi stapedektomi.
6. Ke dalam jaringan otak sepanjang ruang periarteriolar Virchow-Robin. Penyebaran ini tidak
mempengaruhi arteri di kortikal, sehingga menjelaskan pembentukan abses hanya di white
area tanpa terlihat infeksi di permukaan otak. Diagram yang menggambarkan rute
penyebaran infeksi dari telinga tengah, dapat dilihat berikut ini (gambar 1)

Gambar 1. Rute penyebaran infeksi dari telinga tengah

Rute penyebaran tuberkulosis pada telinga tengah telah menjadi perdebatan selama
bertahun-tahun; rute masuk bakteri paling logis ialah melalui tuba faring-timpani.( gambar 2)
5

ADAMS dalam sebuah studi mengenai pasien tuberkulosis yang menjalani


thorakoplasti menunjukkan adanya patensi tuba faring-timpani yang abnormal pada seluruh
pasien yang mengalami otitis media. Tuberkulosis yang menyerang membran timpani biasanya
sekunder dari tuberkulosis pulmoner, menyebar melalui tuba Eustachii, sering kali disebabkan
oleh ekspulsi yang terlalu kuat saat hemoptue sehingga darah yang terinfeksi masuk ke dalam
timpani. Kondisi ini biasanya dimulai sebagai otitis media serous. Infeksi dapat pula mencapai
telinga tengah melalui kanal audotorius eksterna atau melalui penyebaran secara hematogen.
Studi Proctor dan Windsay menemukan bukti kuat basilus TB mencapai telinga dengan rute
hematogen. Hal tesebut selanjutnya menghasilkan keterlibatan langsung dari produksi nekrosis
tulang mastoid dan berkembang melibatkan telinga tengah.13,14

Gambar 2. Tuba eustachius pada anak lebih datar dan pendek dibandingkan dewasa

Selain dari beberapa faktor diatas, ada faktor lain yang dapat menimbulkan terjadinya
komplikasi dari penyakit tersebut, Nelly menggolongkannya dalam 5 kategori :

1. Bakteriologi
2. Terapi antibiotika
3. Resistensi tubuh penderita
4. Pertahanan anatomi
5. Drainase
Dua faktor pertama berhubungan dengan mikrobiologi, dan tiga faktor terakhir berhubungan
dengan tubuh pasien.14Patogenesis otitis media tuberkulosis berhubungan dengan tiga
mekanisme yaitu penyebaran secara hematogen dan limfogen dari infeksi paru, penyebaran
dari infeksi nasofaring melalui tuba eustasius, dan implantasi langsung melalui kanalis
auditorius eksterna serta perforasi membran timpani.1,2,11,12
6

Pertama, rute hematogen dari lokasi yang jauh, paling sering berasal dari lesi primer di paru.
Kedua, ekstensi secara langsung dari nasofaring ke tuba eustachius. Selain itu dilaporkan
infeksi melalui liang telinga dan perforasi membran timpani, dari strukur terdekat (misalnya
infeksi saraf pusat), dan infeksi congenital dari sirkulasi plasenta atau selama proses
persalinan.13,15,16 Penyebaran langsung dari mukosa dapat mengakibatkan tuberkulosis
mastoiditis atau osteomielitis dari tulang temporal.16
Otitis media tuberkulosis kongenital relatif jarang terjadi. Janin atau bayi baru lahir rentan
terhadap berbagai bentuk kontaminasi; secara langsung melalui sirkulasi plasenta; dengan
melakukan aspirasi cairan amnion yang terinfeksi atau saat proses melahirkan, melalui kontak
dengan mukosa genital yang terinfeksi. Hal ini dapat juga terjadi dengan bentuk penularan
infeksi dari ibu ke janin.13

Perubahan tulang temporal pada otitis media kronik pada telinga dengan atau tanpa perforasi
membran timpani adalah sama. Selama fase aktif, mukosa telinga tengah memperlihatkan
proses infiltrasi yang ektensif dari sel-sel akut maupun kronis. Sel-sel limfosit dan plasma
paling menonjol dalm fase ini, dan terkadang juga ditemukan infeksi bakteri intraepithelial.
Proses infeksi akan mengakibatkan terjadinya proses udema yang kronis pada mukosa yang
pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya perubahan mukosa tersebut menjadi polipoid,
yang mana hal ini ditandai dengan adanya pembentukan mukosa kapiler baru yang rapuh yang
diikuti dengan terbentuknya jaringan granulasi.14,17
Dari penelitian Sade didapatkan bahwa pada penyakit yang dengan proses peradangan
kronis pada telinga tengah ditandai dengan adanya yang epitel sekretori yang banyak,
perubahan ini bersifat irreversible dan menyebar keseluruh permukaan mukosa dan
bertanggung jawab terhadap keluarnya cairan sekret yang bersifat mukoid dan mukopurulen.
Dalam hal ini juga ditandai dengan adanya kerusakan pada mukosa yang ditandai dengan
adanya proses ulserasi yang jika berlangsung lama dapat mengakibatkan tereksposnya lapisan
kapsul tulang. Dan hal ini dapat mengakibatkan terjadinya osteitis kronis dan periosteitis.17

Membran timpani juga dapat mengalami perubahan yang beragam, yang pada akhirnya akan
mengakibatkan terjadinya perubahan proses perforasi kronis dan kehilangan lapisan kolagen
yang difus.

Perubahan erosi pada tulang pendengaran sering terjadi pada pasien yang disebabkan oleh
proses infeksi kronis dan kemudian diikuti dengan proses nekrosis pada tulang tersebut yang
kemudian diikuti dengan trombosis vaskular. Hal ini biasanya berpengaruh terhadap prosessus
7

lentikularis yang ada pada daerah inkus dan kepala stapes, dimana daerah tersebut akan
digantikan oleh jaringan fibrous. Tulang yang mengalami proses periostitis dan osteotis akan
diikuti dengan perubahan osteoklas, dekalsifikasi dan kehilangan matriks tulang. Perubahan
tersebut terutama terjadi pada daerah mastoid yang ditandai dengan proses destruksi dan
perbaikan, tetapi yang paling menonjol adalah proses perusakan tulang tersebut yang pada
akhirnya ditandai terbentuknya proses sklerotik pada tulang tersebut.14,17,18

Ossifikasi pada daerah labirin (labyrinthitis ossificans) merupakan proses yang jarang
terjadi, dimana hal ini terbentuknya proses pembentukan formasi tulang didaerah
membranaseus labirin dan hal ini dapat mengakibatkan gangguan pendengaran. Proses
ossifikasi Labirintitis biasanya sebagai akibat dari proses supuratif meningitis. Bakteri masuk
ke telinga dalam melalui kanalis auditorius internus dan akuaduktus kokhlea, sehingga
mengakibatkan destruksi daerah membranasesus yang luas. Proses ossifikasi ini terjadi pada
minggu ke 2 dan 3 setelah proses akut purulen. 14,17,18

2.5 Gejala dan tanda otitis media tuberkulosis


Tanda klinis dan gejala otitis media tuberkulosis pertama kali didokumentasikan pada
tahun 1853. Sejak saat itu, banyak fitur karakteristik klinis yang dideskripsikan dalam literatur.
Umumnya, otitis media tuberkulosis bersifat unilateral. Otitis media tuberkulosis ditandai
dengan otorhea yang tidak nyeri yang gagal merespon terapi antimikroba biasa, pada pasien
dengan bukti adanya infeksi TB dimanapun, yang diikuti dengan perforasi multipel membran
timpani, jaringan granulasi , serta nekrosis tulang dan limfadenopati preaurikular. Perforasi
multipel dapat terjadi pada stadium awal, namun perforasi tersebut dapat bergabung menjadi
perforasi total membran timpani yang disertai jaringan granulasi pucat.
Otitis media tuberkulosis mempunyai gejala klinik dengan spektrum yang luas, tetapi
beberapa kasus sering dengan gejala yang umum. Gejala klinik yang khas dari otitis media
tuberkulosis ini terdiri dari keluar cairan yang banyak dari telinga tanpa disertai nyeri dan tuli
berat. Tuli berat merupakan tanda klasik dari otitis media tuberkulosis dapat berupa tuli
konduktif, tuli sensorineural atau campur.(2,9,12)
Pada gejala klasik, dari pemeriksaan otoskopi didapatkan perforasi multipel dan
jaringan granulasi dari telinga tengah yang merupakan patognomonis untuk otitis media
tuberkulosis. Limfadenopati servikal dapat terjadi 5- 10% kasus otitis media tuberkulosis.
Limfadenopati terjadi lebih awal, tidak nyeri dan persisten yang tidak respon dengan
8

pengobatan. Gejala lain seperti penurunan berat 4 badan, keringat malam dan batuk darah
sering ditemukan pada pasien dengan tuberkulosis paru aktif.9
Langkah pertama dalam menegakkan diagnosis otitis media tuberkulosis adalah
pewarnaan basil tahan asam dan kultur sekret telinga. Jika pewarnaan dan kultur gagal
menemukan mycobacterium tuberculosis tetapi kemungkinan dari klinisnya tinggi maka
dilakukan pemeriksaan histopatologi dari jaringan granulasi untuk konfirmasi organisme tahan
asam. Menurut Roy, dari penelitian Kirsch et all, 1995 dari semua pemeriksaan tuberkulosis
termasuk radiologi dada, pemeriksaan mantoux, pewarnaan dan kultur sekret, otitis media
tuberkulosis dapat ditegakkan hanya pada 26% kasus.21
Pengalaman MYERSON menunjukkan bahwa discharge dari telinga tengah yang
muncul tanpa adanya rasa sakit pada pasien TB dianggap sebagai tuberkulosis. Pada stadium
awal otitis media tuberkulosis, eardrum terlihat kusam dan tampak adanya pembuluh darah
yang berdilatasi. Membran timpani kemudian menebal dan permukaanya berobliterasi.
Eksudat dari telinga tengah kental dan terkadang dibingungkan dengan adanya debris keratin
terinfeksi dari kolesteatoma. Fistula preaurikula, limfadenopati, dan fasial palsi jarang
ditemukan.
Komplikasi lebih lanjut meliputi paralisis fasial, labirintits, fistula post-aurikula, abses
subperiosteal, apasitis petrosa, dan infeksi intrakranial. Kelumpuhan nervus facialis telah
dilaporkan pada beberapa kasus otitis media tuberkulosis meskipun apabila terapi anti-TB telah
dimulai. Paralisis nervus facialis terlihat pada hampir 16% kasus dewasa dan 35% kasus anak.
Hal ini juga perlu dipertimbangkan pada pasien ketika otorhea kronik terjadi pada imigran baru
yang berasal dari daerah dengan tingkat infeksi tinggi. Otitis media tuberkulosis cenderung
menyebabkan infeksi pada labirin daripada bentuk otitis purulent yang biasanya. Meskipun
demikian, karena penyebaran penyakit yang semakin bertambah, gejala diakibatkan oleh
keterlibatan labirin jarang terjadi, meskipun fungsinya rusak.13
Diagnosis otitis media tuberkulosis sulit ditegakkan karena rendahnya indeks
kemungkinan gejala klinik, bervariasinya gejala klinik, jarang berhubungan dengan gejala
sistemik dan hasil kultur mycobacterium tuberculosis yang sering negatif palsu. Oleh sebab itu
dalam beberapa laporan, diagnosis otitis media tuberkulosis sering dibuat pada waktu operasi
atau setelah operasi.
Diagnosis pasti otitis media tuberkulosis dibuat berdasarkan kultur jaringan atau sekret
telinga tengah. Pemeriksaan penunjang yang lain seperti swab jaringan, kultur mikrobiologi,
pemeriksaan serologi, pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR), dan analisa histologi.8
Tomografi komputer tulang temporal sering digunakan dalam membantu penegakan diagnosis
9

otitis media tuberkulosis. Pada tomografi komputer dapat ditemukan sklerosis rongga mastoid
dan opasifikasi pada telinga tengah dan mastoid. Destruksi tulang pendengaran dan destruksi
kanalis fasialis yang sering membingungkan dengan gambaran kolesteatom.21

2.6. Pemeriksaan Penunjang


2.6.1. Audiometri nada murni
Gambaran utama audiogram dari OMT ialah ketulian yang tidak proporsional dengan
derajat perkembangan penyakit yang terlihat pada otoskop. Umumnya gangguan pendengaran
yang terjadi moderate hingga severe. Dapat berupa tuli konduksi, sensorineural, ataupun tuli
campuran. Meskipun begitu, McAdam dan Rubio melaporkan sebuah kasus perkembangan
ketulian yang lambat, menunjukkan bahwa masalah pendengaran dapat bervariasi.13

2.6.2. Radiologi

Foto x-ray mastoid sederhana atau CT scan menunjukkan tidak ada karakteristik
spesifik, namun bersama dengan klinis dan uji komplementari lain, dapat memperkuat
kecurigaan diagnosis. Hal ini juga membantu untuk menemukan derajat keterlibatan stuktur
dan memungkinkan untuk perencanaan yang lebih baik saat pembedahan jika diperlukan.
Beberapa penulis berdebat bahwa deteksi x-ray pada mastoid menunjukan pneumatisasi yang
baik dan terkadang diisi oleh jaringan lunak, pada pasien dengan klinis otitis media kronik,
menunjukkan kemungkinan etiologi TB. Penting untuk diingat bahwa x-ray dada normal tidak
mengeksklusi kemungkinan infeksi TB pada telinga.

Temuan radiologis sering kali tidak spesifik. Erosi tulang jarang terjadi, namun
demineralisasi tulang telah dilaporkan. Pneumatisasi mastoid yang baik dengan otitis media
kronik menunjukkan otitis media tuberkulosis namun tidak diagnostik, karena kasus seperti ini
dapat pula ditemukan lesi destruktif dan sklerotik mastoid. Studi terbaru menunjukkan bahwa
CT ialah modalitas terbaik yang tersedia untuk mendiagnosis mastoiditis tuberkulosis; CT
memberikan informasi lebih dibanding film polos standard dan lebih akurat serta berguna
dibanding polycycloidal tomography dan MRI.(Gambar 3)
10

Gambar 3. MSCT scan axial menunjukkan gambaran sklerotik pada mastoid kanan dan jaringan
granulasi pada telinga tengah

2.6.3. Skin Test ( Mantoux test)

Ini merupakan test penapisan rutin untuk tuberkulosis. Dalam test ini menggunakan
protein derivat yang telah dimurnikan. Hasilnya positif pada tuberkulosis. Namun hasil test
negatif tidak mengeksklusi kemungkinan adanya tuberkulosis.

2.6.4. Studi Bakteriologis dan Histologis

Diagnosis otitis media tuberkulosis didasarkan pada adanya basil tahan asam dalam
granuloma pada material biopsi, dengan atau tanpa kultur Mycobacterium tuberkulosis dari
biopsy, discharge aural atau aspirasi telinga tengah. Demonstrasi basil tahan asam dalam
discharge telinga sulit dilakukan karena adanya infeksi sekunder. Namun, kultur discharge
memiliki hasil yang rendah. Oleh karenanya, klinisi harus mempertahankan indeks kecurigaan
yang tinggi, melakukan multipel kultur dan mencari dengan rajin untuk mendapatkan bukti
adanya infeksi TB pada organ lain. Nilai positif dari basil tahan asam pada discharge telinga
bervariasi dari 5-35% dan pada pemeriksaan ulangan dapat meningkat menjadi 50%. Meskipun
demikian, konfirmasi diagnosis tetap sulit karena tingginya rasio infeksi bakteri sekunder pada
telinga tengah dengan tuberkulosis (79%) yang dapat mencegah identifikasi Mycobacterium
tuberkulosa pada pengecatan ataupun kultur.

Sensitivitas antibiotik terhadap berbagai obat anti TB semakin meningkat dalam


beberapa tahun terakhir dikarenakan peningkatan resistensi bakteri. Diagnosis dibuat dari
pemeriksaan apusan langsung dan kultur discharge, serta pemeriksaan histopatologi dari
telinga tengah. Histologi jaringan menunjukkan granulasi dengan sel epiteloid dan sel giant
11

multinuclear (sel giant Langhans), area nekrosis sentral, infiltrasi limfositik, ulserasi dan tanda-
tanda resorpsi tulang.

Pemeriksaan histopatologi yang melibatkan telinga tengah dan mukosa mastoid akan
menunjukkan tiga tipe perubahan: military, granulomatosa, dan caseous. Military type
berkaitan dengan infeksi superfisial, dan caseous type dengan nekrosis masif serta sekuesterasi.
(Gambar 4)

Gambar 4. Gambaran histopatologi TB yang menunjukkan jaringan granulomatosa, sel


Langhans dan nekrosis caseosa

2.6.5. Test Lain

Jika fasilitas tersedia, polymerase chain reaction (PCR) discharge telinga dapat
dikerjakan. Penyelidikan lain seperti rasio sedimentasi eritrosit, serta status serologis untuk
mengetahui status imunitas pasien dapat dilakukan.

2.7. Tatalaksana

2.7.1. Tatalaksana Medikamentosa

Terapi anti-tuberkulosis adalah tatalaksana pilihan untuk otitis media tuberkulosis.


Terapi pertama untuk OMT melalui antibiotik dilaporkan oleh Grief dan Gould pada tahun
1948. Terapi pertama untuk OMT yang sukses hanya menggunakan streptomisin, namun
standar kemoterapi saat ini menggunakan kombinasi berbagai obat. Hal ini harus dikelola
dengan terapi anti-tuberkulosis (kategori 1). Didalamnya termasuknya 4 regimen obat dalam
dua bulan pertama (Isoniazid, Rifampisin, Pyrazinamid, dan Ethambutol) diikuti oleh 2
regimen obat dalam 4 bulan selanjutnya (Isoniazid dan Rifampisin). Baru-baru ini, resistensi
12

terhadap obat-obat anti-tuberkulosis ialah masalah utama dan salah satu faktor penyulit utama
dalam melawan penyakit.

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:

• OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
• Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO) (Depkes, 2007).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1. Tahap Awal (Intensif)

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif
tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA
negatif (konversi) dalam 2 bulan (Depkes, 2007).
2. Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistent
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (Depkes, 2007).
13

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia yaitu :


a. Kategori I
- TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks terdapat lesi luas.
- Paduan obat yang dianjurkan adalah 2 RHZE/ 4 RH atau 2 RHZE/6HE atau 2
RHZE/ 4R3H3.
b. Kategori II - TB paru kasus kambuh.

• Paduan obat yang dianjurkan adalah 2 RHZES/ 1 RHZE sebelum ada hasil uji
resistensi. Bila hasil uji resistensi telah ada, berikan obat sesuai dengan hasil uji
resistensi. - TB paru kasus gagal pengobatan

• Paduan obat yang dianjurkan adalah obat lini 2 sebelum ada hasil uji resistensi
(contoh: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-
18 bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin).
• Dalam keadaan tidak memungkinkan fase awal dapat diberikan 2 RHZES/ 1
RHZE.
• Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi.
• Bila tidak terdapat hasil uji resistensi, dapat diberikan 5 RHE.
3. TB Paru kasus putus berobat.
1. Berobat ≥ 4 bulan
- BTA saat ini negatif. Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada

perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi


aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan
mempertimbangkan juga kemungkinan panyakit paru lain. Bila terbukti
TB, maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih
kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama (2 RHZES / 1 RHZE /
5 R3H3E3).
14

- BTA saat ini positif. Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang
lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
2. Berobat ≤ 4 bulan - Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
(2 RHZES / 1 RHZE / 5 R3H3E3).
- Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif, pengobatan
diteruskan.

c. Kategori III
- TB paru (kasus baru), BTA negatif atau pada foto toraks terdapat lesi minimal.
- Paduan obat yang diberikan adalah 2RHZE / 4 R3H3.

d. Kategori IV
- TB paru kasus kronik. Paduan obat yang dianjurkan bila belum ada hasil uji
resistensi, berikan RHZES. Bila telah ada hasil uji resistensi, berikan sesuai hasil
uji resistensi (minimal OAT yang sensitif ditambah obat lini 2 (pengobatan
minimal 18 bulan).

e. Kategori V
- MDR TB, paduan obat yang dianjurkan sesuai dengan uji resistensi ditambah OAT
lini 2 atau H seumur hidup (PDPI, 2006).

2.7.2. Tatalaksana Pembedahan

Myerson menyarankan radikal mastoidektomi jika ditemukan adanya komplikasi


seperti: paralisis fasial, abses subperiosteal, labirintitis, nyeri tekan mastoid, dan nyeri kepala.
Pembedahan mungkin diperlukan pada beberapa kasus untuk menghilangkan sekuester dan
meningkatkan drainase. Ketika pembedahan dikombinasi dengan kemoterapi adekuat,
kesempatan untuk sembuh dengan dry ear memiliki prognosis yang baik. Baru-baru ini, peran
pembedahan telah direvisi. Di masa lalu, pembedahan dilakukan untuk menyediakan drainase,
untuk mengontrol penyebaran ke nervus sentral dan untuk meringankan paralisis fasial.
Kemunculan kemoterapi spesifik telah menantang semua ini, dan saat ini pembedahan harus
disediakan untuk mendekompresi nervus fasial dan untuk menghilangkan material nekrotik
15

yang mungkin menyediakan nidus untuk organisme agar tetap tak terjamah oleh terapi anti-
tuberkulosis. Terkadang, demonstrasi sekuster pada tulang temporal selama pembedahan akan
memberikan petunjuk terhadap diagnosis.

2.8. Prognosis

Di masa lalu, banyak orang meninggal karena otitis media tuberkulosis, sebelum
kemunculan streptomisin. Saat ini dengan kombinasi terapi anti-tuberkulosis, hasilnya telah
membaik. Meskipun demikian, secara umum tidak ada perbaikan pendengaran. Perbaikan pada
gangguan pendengaran dapat dicapai setelah sesasi otorhae dengan timpanoplasti. Pemulihan
dari tuli sensorineural jarang terjadi seiring proses penyembuhan. Paralisis fasial akan
membaik secara parsial ataupun total. Kecepatan dan tingkat pemulihan secara langsung terkait
dengan interval waktu antara paralisis fasial dan dimulainya terapi.

2.9. Diagnosis Banding

Diagnosis banding otitis media tuberkulosis meliputi infeksi jamur, granulomatosis


Wegner, midline granuloma, sarkoidosis, sifilis, necrotizing otitis externa, infeksi
mycobacterial atipikal, limfoma, histiositosis X, dan kolesteatoma. Diagnosis ini dapat
dieksklusi secara klinis berdasarkan ada tidaknya rasa sakit, dan tipe serta konsistensi
discharge. Dalam mendiagnosis otitis media tuberkulosis, penting untuk mempertimbangkan
otitis media supuratif kronik sebagai diagnosis banding. Diagnosis otitis media tuberkulosis
sering terlewat pada stadium awal atau dibuat hanya setelah terapi bedah untuk otitis media.
16

BAB 3
RINGKASAN

Otitis media tuberkulosis ialah penyakit yang sulit didiagnosis, jika tidak dilakukan
terapi, dapat merusak telinga tengah dan struktur lain disekitarnya. Gejala dan tanda yang
bervariasi dan tidak spesifik menyebabkan sulitnya diagnosis ini. Gejala klasik seperti keluar
cairan telinga tanpa nyeri, perforasi membran timpani multipel dan paralisis fasial yang sering
dikatakan di literatur, tidak selalui dijumpai. Penyakit ini harus dipertimbangkan dalam
diagnosis banding dari discharge kronik telinga tengah yang tidak merespon pada terapi
umumnya. Penundaan dalam diagnosis dapat mengarah pada komplikasi. Pada infeksi otologi
dengan gambaran imaging adanya destruksi tulang dan selule mastoid dan gambaran tulang
sekuester, harus dicurigai sebagai otitis media tuberkulosis.Kecurigaan yang tinggi diperlukan
untuk diagnosis awal dan terapi anti-tuberkulosis seharusnya dimulai secepat mungkin untuk
mencegah komplikasi yang mungkin.

Anda mungkin juga menyukai