BAB 2 TP Mastoiditis TB
BAB 2 TP Mastoiditis TB
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Otitis media kronik adalah proses peradangan akibat infeksi mukoperiosteum rongga
telinga tengah yang ditandai oleh perforasi membran timpani, keluar sekret yang terus-menerus
atau hilang timbul, dan dapat menyebabkan perubahan patologik yang permanen.7 Proctor
(1980) memberikan batas waktu 6 minggu untuk terjadinya awal proses kronis, sedangkan
Paparella (1983) mengatakan bahwa kronisitas cenderung berdasarkan atas kelainan patologis
yang telah terjadi, dan pada umumnya setelah peradangan berlangsung 12 minggu. Di
kepustakaan lain disebutkan bahwa pada otitis media kronik selain terjadinya proses
peradangan pada telinga tengah juga terjadi pada daerah mastoid.8
Otitis media tuberkulosis (OMT) adalah radang kronik mukosa telinga tengah yang
disebabkan oleh basil tahan asam Mycobacterium tuberculosis dan dapat juga disebabkan oleh
Mycobacterium atypic.6 Infeksi tuberkulosis telinga tengah primer merupakan diagnosis yang
sulit karena presentasi klinis yang tidak spesifik dan bervariasi. Tuberkulosis oto-mastoiditis
pertama kali digambarkan oleh Jean Louis Petit pada abad 18. Terdapat tiga karakteristik klinis
yaitu keluar cairan telinga yang tidak nyeri, perforasi membran timpani multipel dan granulasi
yang pucat pada telinga tengah, namun tiga tanda ini juga kadang tidak tampak.9 Tanda klinis
penyakit ini pertama kali disebutkan oleh Wilde pada tahun 1853. Pada tahun 1882, Koch
menunjukkan bakteri basil Tuberkulosis dan Esche mengisolasi bakteri basil pada sekret
telinga tengah pada tahun 1883.
2.2 Prevalensi
Mycobacterium tuberculosis menginfeksi primer di paru-paru, namun 15-30% kasus
berlokasi di ektra pulmoner. Penelitian pada era pre-antibiotik pada suatu populasi
menunjukkan bahwa pasien dengan TB pulmoner mempunyai infeksi TB telinga tengah
sebanyak 2%.10
Otitis media tuberkulosis merupakan kasus yang jarang, kira-kira 0,04-0,9% dari semua
kasus otitis media supuratif.1,4,8 Tuberkulosis telinga primer relatif jarang dilaporkan, dan
penyakit ini biasanya merupakan sekunder dari infeksi paru-paru, laring, faring, dan hidung.
Meskipun kejadian pasti otitis media tuberkulosis tidak diketahui, di Inggris diperkirakan
3
sekitar 93 kasus dalam 5 tahun. Kejadian pasti ini sering tidak dilaporkan karena diagnosis
sering terlambat. Otitis media tuberkulosis dapat terjadi pada semua usia, 50% kasus terjadi
pada anak-anak dan sering terjadi pada laki-laki, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan
adalah 1,4:1.2,11,12
Di negara barat, insiden tahunan otitis media tuberkulosis telah menurun selama 60
tahun terakhir dari 5,5 kasus per 100.000 penduduk sebelum tahun 1953 menjadi 2,3 kasus
setelah tahun 1953. Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya kejadian tuberkulosis itu
sendiri. Meskipun demikian, pada wilayah dimana tuberkulosis endemik, data telah
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kejadian. Pada era sebelum antibiotik, 2-8% dari
seluruh kasus otitis media supuratif kronik merupakan tuberkulosis dan bayi dibawah 1 tahun
menderita 50% penyakit ini.10 Hanya terdapat sangat sedikit kasus otitis media tuberkulosis
yang dilaporkan dalam literatur. Penelitian Mills menyebutkan bahwa insiden otitis media
tuberkulosis telah turun secara dramatis sejak kemunculannya pada abad ini. Pada masa itu, 3-
5% dari kasus otitis media ialah akibat dari basil tuberkulosis, dimana saat ini kondisi tersebut
relatif jarang. Turner dan Eraser dalam studinya melaporkan bahwa pada tahun 1915, 2,8%
dari seluruh kasus otitis media supuratif diakibatkan oleh tuberkulosis.13
Secara umum penyebaran Infeksi pada telinga tengah dapat terjadi melalui beberapa jalan,
diantaranya:14
1. Ekstensi melalui tulang yang telah mengalami demineralisasi selama infeksi akut atau
karena terjadi resorpsi oleh kolestetatom atau osteitis pada penyakit kronis yang destruktif
Dapat diketahui bila:
Rute penyebaran tuberkulosis pada telinga tengah telah menjadi perdebatan selama
bertahun-tahun; rute masuk bakteri paling logis ialah melalui tuba faring-timpani.( gambar 2)
5
Gambar 2. Tuba eustachius pada anak lebih datar dan pendek dibandingkan dewasa
Selain dari beberapa faktor diatas, ada faktor lain yang dapat menimbulkan terjadinya
komplikasi dari penyakit tersebut, Nelly menggolongkannya dalam 5 kategori :
1. Bakteriologi
2. Terapi antibiotika
3. Resistensi tubuh penderita
4. Pertahanan anatomi
5. Drainase
Dua faktor pertama berhubungan dengan mikrobiologi, dan tiga faktor terakhir berhubungan
dengan tubuh pasien.14Patogenesis otitis media tuberkulosis berhubungan dengan tiga
mekanisme yaitu penyebaran secara hematogen dan limfogen dari infeksi paru, penyebaran
dari infeksi nasofaring melalui tuba eustasius, dan implantasi langsung melalui kanalis
auditorius eksterna serta perforasi membran timpani.1,2,11,12
6
Pertama, rute hematogen dari lokasi yang jauh, paling sering berasal dari lesi primer di paru.
Kedua, ekstensi secara langsung dari nasofaring ke tuba eustachius. Selain itu dilaporkan
infeksi melalui liang telinga dan perforasi membran timpani, dari strukur terdekat (misalnya
infeksi saraf pusat), dan infeksi congenital dari sirkulasi plasenta atau selama proses
persalinan.13,15,16 Penyebaran langsung dari mukosa dapat mengakibatkan tuberkulosis
mastoiditis atau osteomielitis dari tulang temporal.16
Otitis media tuberkulosis kongenital relatif jarang terjadi. Janin atau bayi baru lahir rentan
terhadap berbagai bentuk kontaminasi; secara langsung melalui sirkulasi plasenta; dengan
melakukan aspirasi cairan amnion yang terinfeksi atau saat proses melahirkan, melalui kontak
dengan mukosa genital yang terinfeksi. Hal ini dapat juga terjadi dengan bentuk penularan
infeksi dari ibu ke janin.13
Perubahan tulang temporal pada otitis media kronik pada telinga dengan atau tanpa perforasi
membran timpani adalah sama. Selama fase aktif, mukosa telinga tengah memperlihatkan
proses infiltrasi yang ektensif dari sel-sel akut maupun kronis. Sel-sel limfosit dan plasma
paling menonjol dalm fase ini, dan terkadang juga ditemukan infeksi bakteri intraepithelial.
Proses infeksi akan mengakibatkan terjadinya proses udema yang kronis pada mukosa yang
pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya perubahan mukosa tersebut menjadi polipoid,
yang mana hal ini ditandai dengan adanya pembentukan mukosa kapiler baru yang rapuh yang
diikuti dengan terbentuknya jaringan granulasi.14,17
Dari penelitian Sade didapatkan bahwa pada penyakit yang dengan proses peradangan
kronis pada telinga tengah ditandai dengan adanya yang epitel sekretori yang banyak,
perubahan ini bersifat irreversible dan menyebar keseluruh permukaan mukosa dan
bertanggung jawab terhadap keluarnya cairan sekret yang bersifat mukoid dan mukopurulen.
Dalam hal ini juga ditandai dengan adanya kerusakan pada mukosa yang ditandai dengan
adanya proses ulserasi yang jika berlangsung lama dapat mengakibatkan tereksposnya lapisan
kapsul tulang. Dan hal ini dapat mengakibatkan terjadinya osteitis kronis dan periosteitis.17
Membran timpani juga dapat mengalami perubahan yang beragam, yang pada akhirnya akan
mengakibatkan terjadinya perubahan proses perforasi kronis dan kehilangan lapisan kolagen
yang difus.
Perubahan erosi pada tulang pendengaran sering terjadi pada pasien yang disebabkan oleh
proses infeksi kronis dan kemudian diikuti dengan proses nekrosis pada tulang tersebut yang
kemudian diikuti dengan trombosis vaskular. Hal ini biasanya berpengaruh terhadap prosessus
7
lentikularis yang ada pada daerah inkus dan kepala stapes, dimana daerah tersebut akan
digantikan oleh jaringan fibrous. Tulang yang mengalami proses periostitis dan osteotis akan
diikuti dengan perubahan osteoklas, dekalsifikasi dan kehilangan matriks tulang. Perubahan
tersebut terutama terjadi pada daerah mastoid yang ditandai dengan proses destruksi dan
perbaikan, tetapi yang paling menonjol adalah proses perusakan tulang tersebut yang pada
akhirnya ditandai terbentuknya proses sklerotik pada tulang tersebut.14,17,18
Ossifikasi pada daerah labirin (labyrinthitis ossificans) merupakan proses yang jarang
terjadi, dimana hal ini terbentuknya proses pembentukan formasi tulang didaerah
membranaseus labirin dan hal ini dapat mengakibatkan gangguan pendengaran. Proses
ossifikasi Labirintitis biasanya sebagai akibat dari proses supuratif meningitis. Bakteri masuk
ke telinga dalam melalui kanalis auditorius internus dan akuaduktus kokhlea, sehingga
mengakibatkan destruksi daerah membranasesus yang luas. Proses ossifikasi ini terjadi pada
minggu ke 2 dan 3 setelah proses akut purulen. 14,17,18
pengobatan. Gejala lain seperti penurunan berat 4 badan, keringat malam dan batuk darah
sering ditemukan pada pasien dengan tuberkulosis paru aktif.9
Langkah pertama dalam menegakkan diagnosis otitis media tuberkulosis adalah
pewarnaan basil tahan asam dan kultur sekret telinga. Jika pewarnaan dan kultur gagal
menemukan mycobacterium tuberculosis tetapi kemungkinan dari klinisnya tinggi maka
dilakukan pemeriksaan histopatologi dari jaringan granulasi untuk konfirmasi organisme tahan
asam. Menurut Roy, dari penelitian Kirsch et all, 1995 dari semua pemeriksaan tuberkulosis
termasuk radiologi dada, pemeriksaan mantoux, pewarnaan dan kultur sekret, otitis media
tuberkulosis dapat ditegakkan hanya pada 26% kasus.21
Pengalaman MYERSON menunjukkan bahwa discharge dari telinga tengah yang
muncul tanpa adanya rasa sakit pada pasien TB dianggap sebagai tuberkulosis. Pada stadium
awal otitis media tuberkulosis, eardrum terlihat kusam dan tampak adanya pembuluh darah
yang berdilatasi. Membran timpani kemudian menebal dan permukaanya berobliterasi.
Eksudat dari telinga tengah kental dan terkadang dibingungkan dengan adanya debris keratin
terinfeksi dari kolesteatoma. Fistula preaurikula, limfadenopati, dan fasial palsi jarang
ditemukan.
Komplikasi lebih lanjut meliputi paralisis fasial, labirintits, fistula post-aurikula, abses
subperiosteal, apasitis petrosa, dan infeksi intrakranial. Kelumpuhan nervus facialis telah
dilaporkan pada beberapa kasus otitis media tuberkulosis meskipun apabila terapi anti-TB telah
dimulai. Paralisis nervus facialis terlihat pada hampir 16% kasus dewasa dan 35% kasus anak.
Hal ini juga perlu dipertimbangkan pada pasien ketika otorhea kronik terjadi pada imigran baru
yang berasal dari daerah dengan tingkat infeksi tinggi. Otitis media tuberkulosis cenderung
menyebabkan infeksi pada labirin daripada bentuk otitis purulent yang biasanya. Meskipun
demikian, karena penyebaran penyakit yang semakin bertambah, gejala diakibatkan oleh
keterlibatan labirin jarang terjadi, meskipun fungsinya rusak.13
Diagnosis otitis media tuberkulosis sulit ditegakkan karena rendahnya indeks
kemungkinan gejala klinik, bervariasinya gejala klinik, jarang berhubungan dengan gejala
sistemik dan hasil kultur mycobacterium tuberculosis yang sering negatif palsu. Oleh sebab itu
dalam beberapa laporan, diagnosis otitis media tuberkulosis sering dibuat pada waktu operasi
atau setelah operasi.
Diagnosis pasti otitis media tuberkulosis dibuat berdasarkan kultur jaringan atau sekret
telinga tengah. Pemeriksaan penunjang yang lain seperti swab jaringan, kultur mikrobiologi,
pemeriksaan serologi, pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR), dan analisa histologi.8
Tomografi komputer tulang temporal sering digunakan dalam membantu penegakan diagnosis
9
otitis media tuberkulosis. Pada tomografi komputer dapat ditemukan sklerosis rongga mastoid
dan opasifikasi pada telinga tengah dan mastoid. Destruksi tulang pendengaran dan destruksi
kanalis fasialis yang sering membingungkan dengan gambaran kolesteatom.21
2.6.2. Radiologi
Foto x-ray mastoid sederhana atau CT scan menunjukkan tidak ada karakteristik
spesifik, namun bersama dengan klinis dan uji komplementari lain, dapat memperkuat
kecurigaan diagnosis. Hal ini juga membantu untuk menemukan derajat keterlibatan stuktur
dan memungkinkan untuk perencanaan yang lebih baik saat pembedahan jika diperlukan.
Beberapa penulis berdebat bahwa deteksi x-ray pada mastoid menunjukan pneumatisasi yang
baik dan terkadang diisi oleh jaringan lunak, pada pasien dengan klinis otitis media kronik,
menunjukkan kemungkinan etiologi TB. Penting untuk diingat bahwa x-ray dada normal tidak
mengeksklusi kemungkinan infeksi TB pada telinga.
Temuan radiologis sering kali tidak spesifik. Erosi tulang jarang terjadi, namun
demineralisasi tulang telah dilaporkan. Pneumatisasi mastoid yang baik dengan otitis media
kronik menunjukkan otitis media tuberkulosis namun tidak diagnostik, karena kasus seperti ini
dapat pula ditemukan lesi destruktif dan sklerotik mastoid. Studi terbaru menunjukkan bahwa
CT ialah modalitas terbaik yang tersedia untuk mendiagnosis mastoiditis tuberkulosis; CT
memberikan informasi lebih dibanding film polos standard dan lebih akurat serta berguna
dibanding polycycloidal tomography dan MRI.(Gambar 3)
10
Gambar 3. MSCT scan axial menunjukkan gambaran sklerotik pada mastoid kanan dan jaringan
granulasi pada telinga tengah
Ini merupakan test penapisan rutin untuk tuberkulosis. Dalam test ini menggunakan
protein derivat yang telah dimurnikan. Hasilnya positif pada tuberkulosis. Namun hasil test
negatif tidak mengeksklusi kemungkinan adanya tuberkulosis.
Diagnosis otitis media tuberkulosis didasarkan pada adanya basil tahan asam dalam
granuloma pada material biopsi, dengan atau tanpa kultur Mycobacterium tuberkulosis dari
biopsy, discharge aural atau aspirasi telinga tengah. Demonstrasi basil tahan asam dalam
discharge telinga sulit dilakukan karena adanya infeksi sekunder. Namun, kultur discharge
memiliki hasil yang rendah. Oleh karenanya, klinisi harus mempertahankan indeks kecurigaan
yang tinggi, melakukan multipel kultur dan mencari dengan rajin untuk mendapatkan bukti
adanya infeksi TB pada organ lain. Nilai positif dari basil tahan asam pada discharge telinga
bervariasi dari 5-35% dan pada pemeriksaan ulangan dapat meningkat menjadi 50%. Meskipun
demikian, konfirmasi diagnosis tetap sulit karena tingginya rasio infeksi bakteri sekunder pada
telinga tengah dengan tuberkulosis (79%) yang dapat mencegah identifikasi Mycobacterium
tuberkulosa pada pengecatan ataupun kultur.
multinuclear (sel giant Langhans), area nekrosis sentral, infiltrasi limfositik, ulserasi dan tanda-
tanda resorpsi tulang.
Pemeriksaan histopatologi yang melibatkan telinga tengah dan mukosa mastoid akan
menunjukkan tiga tipe perubahan: military, granulomatosa, dan caseous. Military type
berkaitan dengan infeksi superfisial, dan caseous type dengan nekrosis masif serta sekuesterasi.
(Gambar 4)
Jika fasilitas tersedia, polymerase chain reaction (PCR) discharge telinga dapat
dikerjakan. Penyelidikan lain seperti rasio sedimentasi eritrosit, serta status serologis untuk
mengetahui status imunitas pasien dapat dilakukan.
2.7. Tatalaksana
terhadap obat-obat anti-tuberkulosis ialah masalah utama dan salah satu faktor penyulit utama
dalam melawan penyakit.
• OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
• Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO) (Depkes, 2007).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1. Tahap Awal (Intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif
tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA
negatif (konversi) dalam 2 bulan (Depkes, 2007).
2. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistent
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (Depkes, 2007).
13
• Paduan obat yang dianjurkan adalah 2 RHZES/ 1 RHZE sebelum ada hasil uji
resistensi. Bila hasil uji resistensi telah ada, berikan obat sesuai dengan hasil uji
resistensi. - TB paru kasus gagal pengobatan
• Paduan obat yang dianjurkan adalah obat lini 2 sebelum ada hasil uji resistensi
(contoh: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-
18 bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin).
• Dalam keadaan tidak memungkinkan fase awal dapat diberikan 2 RHZES/ 1
RHZE.
• Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi.
• Bila tidak terdapat hasil uji resistensi, dapat diberikan 5 RHE.
3. TB Paru kasus putus berobat.
1. Berobat ≥ 4 bulan
- BTA saat ini negatif. Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada
- BTA saat ini positif. Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang
lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
2. Berobat ≤ 4 bulan - Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
(2 RHZES / 1 RHZE / 5 R3H3E3).
- Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif, pengobatan
diteruskan.
c. Kategori III
- TB paru (kasus baru), BTA negatif atau pada foto toraks terdapat lesi minimal.
- Paduan obat yang diberikan adalah 2RHZE / 4 R3H3.
d. Kategori IV
- TB paru kasus kronik. Paduan obat yang dianjurkan bila belum ada hasil uji
resistensi, berikan RHZES. Bila telah ada hasil uji resistensi, berikan sesuai hasil
uji resistensi (minimal OAT yang sensitif ditambah obat lini 2 (pengobatan
minimal 18 bulan).
e. Kategori V
- MDR TB, paduan obat yang dianjurkan sesuai dengan uji resistensi ditambah OAT
lini 2 atau H seumur hidup (PDPI, 2006).
yang mungkin menyediakan nidus untuk organisme agar tetap tak terjamah oleh terapi anti-
tuberkulosis. Terkadang, demonstrasi sekuster pada tulang temporal selama pembedahan akan
memberikan petunjuk terhadap diagnosis.
2.8. Prognosis
Di masa lalu, banyak orang meninggal karena otitis media tuberkulosis, sebelum
kemunculan streptomisin. Saat ini dengan kombinasi terapi anti-tuberkulosis, hasilnya telah
membaik. Meskipun demikian, secara umum tidak ada perbaikan pendengaran. Perbaikan pada
gangguan pendengaran dapat dicapai setelah sesasi otorhae dengan timpanoplasti. Pemulihan
dari tuli sensorineural jarang terjadi seiring proses penyembuhan. Paralisis fasial akan
membaik secara parsial ataupun total. Kecepatan dan tingkat pemulihan secara langsung terkait
dengan interval waktu antara paralisis fasial dan dimulainya terapi.
BAB 3
RINGKASAN
Otitis media tuberkulosis ialah penyakit yang sulit didiagnosis, jika tidak dilakukan
terapi, dapat merusak telinga tengah dan struktur lain disekitarnya. Gejala dan tanda yang
bervariasi dan tidak spesifik menyebabkan sulitnya diagnosis ini. Gejala klasik seperti keluar
cairan telinga tanpa nyeri, perforasi membran timpani multipel dan paralisis fasial yang sering
dikatakan di literatur, tidak selalui dijumpai. Penyakit ini harus dipertimbangkan dalam
diagnosis banding dari discharge kronik telinga tengah yang tidak merespon pada terapi
umumnya. Penundaan dalam diagnosis dapat mengarah pada komplikasi. Pada infeksi otologi
dengan gambaran imaging adanya destruksi tulang dan selule mastoid dan gambaran tulang
sekuester, harus dicurigai sebagai otitis media tuberkulosis.Kecurigaan yang tinggi diperlukan
untuk diagnosis awal dan terapi anti-tuberkulosis seharusnya dimulai secepat mungkin untuk
mencegah komplikasi yang mungkin.