DEMAM THYPOID
3. Patofisiologi
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam
tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH<2)
banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi,
pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor pompa proton atau
antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih
hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa
dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum
dan jejunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan
tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus,
mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi
sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi
mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe,
kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe.
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya
ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka
Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke
dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ manapun,
akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella typhi adalah hati, limpa, sumsum
tulang belakang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Invasi
kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah atau penyebaran
retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi ulang
dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin dalam patogenesis
demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin
dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin
dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma
usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat
lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem
vaskular yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada
darah dan juga menstimulasi sistem imunologik. (Soedarmo, dkk., 2012)
4. Pathway Typhoid
Masuk ke lambung
MK: Hipertermi
Hiperperistaltik MK: Gangguan Pola Menekan diafragma
Hipoperistaltik Eliminasi : Diare
Kelemahan
Sesak
Mual dan muntah Diare
MK: Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang Dari
Kebutuhan
4. Manifestasi Klinis
a. Gejala pada anak : inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari
b. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
c. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan
menyebabkan syok, stupor, dan koma
d. Ruam muncul pada hari ke 7-10 hari dan bertahan selama 2-3 hari
e. Nyeri kepala, nyeri perut
f. Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi
g. Pusing, bradikardi, nyeri otot
h. Batuk
i. Epiktaksis
j. Lidah yang berselaput
k. Hepatomegali, splenomegali, meteorismus
l. Gangguan mental berupa somnolen
m. Delirium atau psikosis
n. Dapat timbul gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai penyakit
demam akut dengan disertai syok dan hipotermia.
(Nurarif & Kusuma, 2015).
5. Komplikasi
a. Komplikasi intestinal
1. Perdarahan usus
2. Perporasi usus
3. Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
1. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis, tromboplebitis.
2. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia
hemolitik.
3. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
5. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis
perifer, sindroma guillain bare dan sidroma katatonia (Susilaningrum,
Nursalam, & Utami, 2013).
6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh.
Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
3. Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri
salmonella typhi. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya agglutinin
dalam serum penderita demam tifoid. Akibat adanya infeksi oleh salmonella typhi
maka penderita membuat antibody (agglutinin)
4. Kultur
Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
Kultur urine : bisa positif pada akhir minggu kedua
Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga
5. Anti salmonella typhi igM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut salmonella
typhi, karena antibody igM muncul pada hari ke3 dan 4 terjadinya demam (Nurarif
& Kusuma, 2015).
7. Penatalaksanaan
a. Observasi
1. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau kurang
lebih dari selam 14 hari. MAksud tirah baring adalah untuk mencegah
terjadinya komplikasi perforasi usus.
2. Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
3. Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah pada
waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia dan dekubitus.
4. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi
konstipasi dan diare.
b. Diet
1. Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim
4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7
hari
c. Pengobatan
Obat-obatan yang umumnya digunakan antara lain
1. Anti Biotik (Membunuh Kuman) :
a. Klorampenicol
b. Amoxicilin
c. Kotrimoxasol
d. Ceftriaxon
e. Cefotaxim
2. Antipiretik (Menurunkan panas): Paracetamol
(Smeltzer & Bare. 2002).
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,
agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan
diagnosa medik
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien thypoid biasanya mengeluh adanya
demam.
3. Riwayat penyakit sekarang
Umumnya yang dirasakan pada klien thypoid adalah demam, perut terasa mual,
adanya anorexia, diare atau konstipasi, dan bahkan menurunnya kesadaran.
4. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien sebelumnya pernah mengalami thypoid atau
penyakit menular yang lain.
5. Riwayat penyakit keluarga
Ditanyakan apakah keluarga pernah menderita penyakit yang sama atau penyakit
yang lainnya seperti hipertensi, diabetes melitus dll.
6. Riwayat perkembangan
a. Motorik halus:
Gerakan yang menggunakan otot-otot halus atau sebagian anggota tubuh
tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih.
Misalnya: kemampuan memindahkan benda dari tangan, mencoret-coret,
menyusun balok, menggunting, menulis dan sebagainya.
b. Motorik kasar:
Gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau seluruh anggota tubuh
yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri. Misalnya: kemampuan
duduk, menendang, berlari, naik-turun tangga dan sebagainya.
7. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat
makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.
b. Pola eliminasi
Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama. Sedangkan
eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning
kecoklatan. Klien dengan demam thypoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang
berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga
dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
c. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi
komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
e. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit anaknya.
f. Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya
tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pada klien.
8. Pemeriksaan fisik
c. B1 (Breathing)
Biasanya tidak ada masalah, tetapi pada kasus berat bisa didapatkan komplikasi
yaitu adanya pneumonia.
d. B2 (Blood)
TD menurun, diaforesis terjadi pada minggu pertama, kulit pucat, akral dingin,
penurunan curah jantung dengan adanya bradikardi, kadang terjadi anemia,
leukopeni pada minggu awal, nyeri dada dan kelemahan fisik.
e. B3 (Brain)
Pada klien dengan thypoid biasanya terjadi delirium dan diikuti penurunan
kesadaran dari composmetis ke apatis, somnolen hingga koma pada pemeriksaan
GCS.
d. B4 (Bladder)
Pada kondisi berat akan terjadi penurunan output respon dari curah jantung.
e. B5 (Bowel)
1) Inspeksi: lidah kotor, terdapat selaput putih, lidah hiperemis, stomatitis,
muntah, kembung, adanya distensi abdomen dan nyeri abdomen, diare atau
konstipasi.
2) Auskultasi: penurunan bising usus kurang dari 5x/menit pada minggu pertama
dan selanjutnya meningkat akibat adanya diare.
3) Perkusi: didapatkan suara tympani abdomen akibat adanya kembung.
4) Palpasi: adanya hepatomegali, splenomegali, mengidentifikasi adanya infeksi
pada minggu kedua. Adanya nyeri tekan pada abdomen.
f. B6 (Bone) : adanya respon sistemik yang menyebabkan malaise.
Kelemahan umum. Integumen: timbulnya reseola (emboli dari kuman dimana
didalamnya mengandung kuman Salmonella Typhosa yang timbul diperut, dada,
dan bagian bokong), turgor kulit menurun, kulit kering.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhosa
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat akibat mual muntah dan anorexia.
4. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan inflamasi pada usus halus
5. Gangguan pola eliminasi : Diare berhubungan dengan proses peradangan pada
usus halus
6. Gangguan pola eliminasi : Konstipasi berhubungan dengan proses peradangan
pada usus halus
7. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan sesak akibat dari penekanan
diafragma
8. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
C. Intervensi Keperawatan
D. Implementasi
Realisasi tindakan untuk mencapai tujuan yang telah dilakukan. Kegiatan dalam
pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data, mengobservasi respon klien selama
dan sesudah pelaksanaan tindakan.
E. Evaluasi
Penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan klien dengan tujuan dan
kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
DAFTAR PUSTAKA