Anda di halaman 1dari 20

BAB I

LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

Nama : Ny. S

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 56 tahun

Alamat : Gruneng RT 07/ RW 01, Jatirejo kecamatan Suruh, Semarang

Pekerjaan : Wiraswasta

Status : Menikah

Masuk RS : 5 November 2016 pukul 08.45 WIB

II. ANAMNESIS

a) Keluhan Utama
Ny. S datang ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan diare sejak 1 hari
yang lalu.

b) Riwayat Penyakit Sekarang


Ny. S datang ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan diare cair seperti
keran sejak 1 hari yang lalu sebanyak > 6 kali gelas belimbing. Diare tidak
disertai lendir dan darah. Pasien tidak mengeluhkan demam dan muntah,
tapi pasien mengeluh mual. Pasien juga mengeluhkan lemas dan pusing
nggliyer. Pasien mengatakan bahwa beliau mengalami penurunan nafsu
makan dan minum.
c) Riwayat Penyakit Dahulu

Ny. S mengaku belum pernah mengalami hal serupa sebelumnya. Namun


pasien mempunyai riwayat sakit hipertensi, vertigo dan asam urat.
d) Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit


serupa.
e) Riwayat Personal Sosial

Ny. S mengaku tidak menjaga kebersihan makanannya dan akhir-akhir


ini beliau sering membeli makanan dari warung pinggir jalan yang belum
terjamin kebersihannya.

III. PEMERIKSAAN FISIK


a) Keadaan Umum : Tampak Lemas
b) Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign

a) Tekanan Darah : 152/98 mmHg


b) Nadi : 109 x/menit
c) Frekuensi Napas : 20x/menit
d) Suhu : 37,0oC

Kepala dan Leher

a) Conjungtiva anemis : (-/-)


b) Sklera Ikterik : (-/-)
c) Pembesaran Limfonodi : (-)
d) Mukosa mulut : Kering

Thorax

a) Cor : Suara S1 dan S2 terdengar regular dan tidak ditemukan bising


atau suara tambahan jantung
b) Pulmo : Bentuk paru simetris, tidak terdapat jejas dan kelainan bentuk.
Tidak ada ketinggalan gerak, vocal fremitus tidak ada
peningkatan maupun penurunan.
c) Perkusi : Sonor

Suara dasar vesikuler : +/+ (positif di lapang paru kanan dan kiri)

Suara ronkhi : -/- (tidak terdengar di lapang paru kanan dan kiri)

Suara wheezing : -/- (tidak terdengar di kedua lapang paru)


Abdomen

a) Peristaltik usus (+) dan terjadi kenaikan peristaltik usus


b) Teraba supel
c) Nyeri tekan epigastrium (+)
d) Perkusi (timpani)

Extremitas

a) Akral dingin : (-) baik di ekstremitas atas maupun bawah


b) CRT : < 2 detik

c) Oedem : (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
I. Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 1.1 Hasil Laboratorium 05-11-2016

Pemeriksaan
Hasil Nilai Rujukan
Hematologi

Lekosit 4,27 4.2-9.3

Eritrosit 4,62 4-5

Hemoglobin 12,4 12-15

Hematokrit 39,0 37-43

Trombosit 217 150-450


Tabel 1.2 Hasil Laboratorium 05-11-2016

Pemeriksaan Kimia Hasil Nilai Rujukan

Glukosa Darah Sewaktu 90 80-144

Ureum 12 10-50

Creatinin 0,8 0,6-1,1

SGOT 19 <31

SGPT 15 <32

Tabel 1.3 Hasil Laboratorium 05-11-2016

Pemeriksaan Elektrolit Hasil Nilai Rujukan

Natrium 140 135-155

Kalium 3,9 3,6-5,5

Chlorida 107 95-108

Kalsium 8,2 8,4-10,5

II. DIAGNOSA KERJA


a) Gastroenteritis Akut dengan Dehidrasi Ringan
b) Hipertensi

III. PENATALAKSANAAN
a) Infus RL 20 tpm
b) Injeksi Ondancentron 1 ampul
c) Injeksi Omeprazole
d) Zinc 1 x 20 mg
e) New Diatab 2 tablet/BAB
f) Ceftriaxone 3 x 1
g) Paracetamol 500 mg
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Gastroenteritis atau diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya


frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi
tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir.

Gastroenteritis atau diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak
normal atau tidak seperti biasanya, dimulai dengan peningkatan volume, keenceran
serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari
dengan atau tanpa lendir dan darah (Hidayat AAA, 2006).
Dapat disimpulkan Gastroenterits atau diare akut adalah inflamasi lambung dan
usus yang disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, dan pathogen,yang di tandai
dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai
perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), Diare juga dapat terjadi pada bayi dan
anak yang sebelumnya sehat dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau
tanpa lendir dan darah.
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu
penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek
sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa,
yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau
tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama
pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode
diare berat (Simatupang, 2004).

Etiologi
Diare akut karena infeksi disebabkan oleh masuknya mikroorganisme atau toksin
melalui mulut. Kuman tersebut dapat melalui air, makanan atau minuman yang
terkontaminasi kotoran manusia atau hewan, kontaminasi tersebut dapat melalui
jari/tangan penderita yang telah terkontaminasi (Suzanna, 1993). Mikroorganisme
penyebab diare akut karena infeksi seperti dibawah ini.
Tabel 2.1 Kuman penyebab diare akut karena infeksi

Penyebab diare juga dapat bermacam macam tidak selalu karena infeksi dapat
dikarenakan faktor malabsorbsi seperti malabsorbsi karbohidrat, disakarida
(inteloransi laktosa, maltosa, dan sukrosa) monosakarida (inteloransi glukosa,
fruktosa, dan galaktosa), Karena faktor makanan basi, beracun, alergi karena
makanan, dan diare karena faktor psikologis, rasa takut dan cemas (Vila J et al.,
2000).

Etiologi diare akut pada 25 tahun yang lalu sebagian besar belum diketahui, akan
tetapi sekarang lebih dari 80% penyebabnya telah diketahui. Terdapat 25 jenis
mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare. Penyebab utama oleh virus adalah
rotavirus (40-60%) sedangkan virus lainnya ialah virus norwalk, astrovirus,
calcivirus, coronavirs, minirotavirus, dan virus bulat kecil (Depkes RI, 2005).

Diare dapat juga disebabkan oleh intoleransi laktosa, alergi protein susu sapi
namun tetap sebagian besar diare disebabkan oleh infeksi. Di Indonesia, penyebab
utama diare adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter, E. Coli, dan Entamoeba
histolytica (Depkes RI, 2000).
Patogenesis
Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan oleh rotavirus. Virus ini
menyebabkan 40-60% dari kasus diare pada bayi dan anak. Setelah terpapar dengan
agen tertentu, virus akan masuk ke dalam tubuh bersama dengan makanan dan
minuman. Kemudian virus itu akan sampai ke sel-sel epitel usus halus dan akan
menyebabkan infeksi dan merusakkan sel-sel epitel tersebut. Sel-sel epitel yang
rusak akan digantikan oleh sel enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel
gepeng yang belum matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini
menyebabkan vili-vlli usus halus mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan
dan makanan dengan baik. Cairan dan makanan tadi akan terkumpul di usus halus
dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus. Hal ini menyebabkan banyak cairan
ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus.
Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan didorong keluar melalui anus dan
terjadilah diare.

Patofisiologi
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi sebagai berikut: 1)
Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik; 2) sekresi cairan dan
elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik; 3) malabsorbsi asam empedu,
malabsorbsi lemak; 4) Defek sistem pertukaran anion atau transpot elektrolit aktif di
enterosit; 5) Motilitas dan waktu transit usus abnormal; 6) gangguan permeabilitas
usus; 7) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik;8) Infeksi dinding usus,
disebut diare infeksi (Setiawan, 2006).

Diare osmotik disebabkan karena meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari


usus halus yang dikarenakan oleh obat-obatan atau zat kimia yang yang
hiperosmotik, malabsorbsi umum dan defek dalam absorbsi mukosa usus misal pada
defisiensi disararidase, malabsorbsi glukosa atau galaktosa (Sudoyo, 2006).

Diare sekretorik disebabkan karena meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari
usus, menurunnya absorbsi. Yang khas pada diare tipe sekretorik secara klinis
ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Penyebab dari diare ini
antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau Eschersia
colli (Setiawan,2006).Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak: diare tipe ini
didapatkan pada gangguan pembentukan atau produksi micelle empedu dan
penyakit-penyakit saluran bilier hati (Ellen et al,. 2007).

Defek sistem pertukaran anion/transpor elektrolit aktif di enterosit; diare tipe ini
disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif NA+ K+ ATP ase di
enterosit dan diabsorbsi Na+ dan air yang abnormal (Ellen et al,. 2007).

Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan hipermotilitas
dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di
usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes melitus, pasca
vagotomi, hipertiroid (Elain et all., 2008).

Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang
abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus
halus (Setiawan,2006).
Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan adanya
kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus
yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit ke dalam lumen, gangguan absorbsi
air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri
Shigella) atau noninfeksi (kolitis ulseratif dan penyakit Chron) . (Setiawan, 2006)

Diare infeksi; infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare.
Dilihat dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non invasif (tidak
merusak mukosa) dan invasif (merusak mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan
diare karena toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut diare toksigenik. Contoh
diare toksigenik adalah kolera. Enterotoksin yangdihasilkan kuman Vibrio cholera
atau eltor merupakan protein yang dapat menempel pada epitel usus, yang lalu
membentuk adenosin monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan
menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat dan kation
natrium dan kalium. Mekanisme absorbsi ion natrium melalui mekanisme pompa
natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ion bikarbonat, air,
natrium, ion, kalium) dapat dikompensasi oleh meningginya absorbsi ion natrium
(diiringi oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat, klorida. kompensasi ini dapat
dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorbsi secara aktif oleh dinding
sel usus (Setiawan, 2006).

Faktor Resiko
Faktor yang dapat menyebabkan diare seperti faktor lingkungan, faktor perilaku
masyarakat, rendahnya pengetahuan masyarakat tentang diare serta malnutrisi.
Contoh dari faktor lingkungan berupa sanitasi yang buruk serta sarana air bersih yang
kurang. Faktor perilaku masyarakat seperti tidak mencuci tangan sesudah buang air
besar serta tidak membuang tinja dengan benar. Tidak memberi ASI secara penuh
4-6 bulan pertama kehidupan pada bayi mempunyai resiko untuk menderita diare
lebih besar, ini akibat kurangnya pengetahuan masyarakat khususnya ibu tentang
diare.

Klasifikasi
Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan berdasarkann :
1. Menurut lama waktu diare:

a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari.


Sedangkan menurut World Gastroenterology Organization Global
Guidelines (2005) diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang
cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal,
berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut biasanya sembuh sendiri,
lamanya sakit kurang dari 14 hari, dan akan mereda tanpa terapi
yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi (Wong, 2009).
b. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.
2. Infektif atau Non Infektif

Pendekatan klinis yang sederhana dan mudah adalah pembagian diare


akut berdasarkan proses patofisiologi enteric infection, yaitu membagi
diare akut atas mekanisme Inflamatory, Non inflammatory, dan
Penetrating.

Inflamatory diarrhea akibat proses invasion dan cytotoxin di kolon


dengan manifestasi sindroma Disentri dengan diare yang disertai lendir dan
darah (disebut juga Bloody diarrhea). Biasanya gejala klinis yang
menyertai adalah keluhan abdominal seperti mulas sampai nyeri seperti
kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi.
Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan atau
darah, secara mikroskopis didapati leukosit polimorfonuklear.
Mikroorganisme penyebab seperti, E.histolytica, Shigella, Entero Invasive
E.coli (EIEC), V.parahaemolitycus, C.difficile, dan C.jejuni.

Non Inflamatory diarrhea dengan kelainan yang ditemukan di usus halus


bagian proksimal, Proses diare adalah akibat adanya enterotoksin yang
mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah,
yang disebut dengan Watery diarrhea. Keluhan abdominal biasanya
minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat
timbul, terutama pada kasus yang tidak segera mendapat cairan pengganti.
Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit.
Mikroorganisme penyebab seperti, V.cholerae, Enterotoxigenic E.coli
(ETEC), Salmonella.

Penetrating diarrhea lokasi pada bagian distal usus halus. Penyakit ini
disebut juga Enteric fever, Chronic Septicemia, dengan gejala klinis demam
disertai diare. Pada pemeriksaan tinja secara rutin didapati leukosit
mononuclear. Mikrooragnisme penyebab biasanya S.thypi, S.parathypi
A,B, S.enteritidis, S.cholerasuis, Y.enterocolitidea, dan C.fetus.
Tabel 2.2 Karakteristik Pada 3 Tipe Diare Akut
Karakteristik Non Inflamatory Inflamatory Penetrating
Watery Bloody, mukus Mukus
Gambaran Tinja :
Volume >>
Volume sedang Volume sedikit
Demam sit(-)(-) (+) (+)
Nyeri Perut (-) (+) PMN
Leukosit (+)/(-)MN
Leukosit
Dehidrasi (+++) (+) (+)/(-)
Tenesmus (-) (+) (-)
Komplikasi Hipovolemik Toksik Sepsis

Gambaran Klinis
Diare terjadi dalam kurun waktu kurang atau sama dengan 15 hari disertai dengan
demam, nyeri abdomen dan muntah. Jika diare berat dapat disertai dehidrasi.
Muntah-muntah hampir selalu disertai diare akut, baik yang disebabkan bakteri atau
virus V. Cholerae. E. Coli patogen dan virus biasanya menyebabkan watery diarrhea
sedangkan campylobacter dan amoeba menyebabkan bloody diarrhea (Manson’s,
1996).

Gambaran klinis diare akut yang disebabkan infeksi dapat disertai dengan muntah,
demam, hematosechia, berak-berak, nyeri perut sampai kram(Triadmodjo, 1993).

Karena kehilngan cairan maka penderita merasa haus, berat badan berkurang,
mata cekung, lidah/ mulut kering, tulang pipi menonjol, turgor berkurang, suara
serak. Akibat asidosis metabolik akan menyebabkan frekuensi pernafasan cepat,
gangguan kardiovaskuler berupa nadi yang cepat tekanan darah menurun, pucat,
akral dingin kadang-kadang sianosis, aritmia jantung karena gangguan elektrolit,
anura sampai gagal ginjal akut(Sudigbya, 1992; Triadmodjo, 1993).
Gejala diare akut dapat dibagi dalam 3 fase, yaitu :

a) Fase prodromal (sindroma pra-diare) : pasien mengeluh penuh di abdomen,


nausea, vomitus, berkeringat dan sakit kepala (Kolopaking, 2002; Joan et
al,. 1998).

b) Fase diare : pasien mengeluh diare dengan komplikasi (dehidrasi,


asidosis, syok, dan lain-lain), kolik abdomen, kejang dengan atau tanpa
demam, sakit kepala (Kolopaking,2002; Joan et al,. 1998).

c) Fase pemulihan : gejala diare dan kolik abdomen berkurang, disertai fatigue.
(Kolopaking, 2002; Joan et al,. 1998).

Dalam praktek klinis sangat penting dalam membedakan gejala antara diare yang
bersifat inflamasi dan diare yang bersifat noninflamasi. Berikut ini yang perbedaan
diare inflamasi dan diare non inflamasi.
Tabel 2.3 Manifestasi yang membedakan diare inflamasi dan noninflamasi

Tanda dan Gejala


Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah gelisah , suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja
akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan lendir ataupun darah. Warna tinja
bisa lama-kelamaan berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan
empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja
makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang berasal dari
laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat
terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut
meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit (Kliegman,
2006).
Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala
dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-
ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering
(Hasan dan Alatas, 1985). Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006),
dinyatakan bahwa berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari
tubuh, diare dapat dibagi menjadi :

a) Diare tanpa dehidrasi


Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena
frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda
dehidrasi.

b) Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)


Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih,
kadang- kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu
makan menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih
normal atau takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas
normal.

c) Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)


Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang
kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-
ubun besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir
dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian
kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin d an
pucat.

d) Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)


Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh
dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan
pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak
ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung,
tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai
apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat
meman≥jan3g d(etik) dengan kulit yang dingin dan pucat.
Tabel 2.4 Derajat dehidrasi berdasarkan skor WHO

SKOR
Yang dinilai
A B C

Gelisah,
Keadaan umum Baik Lesu/haus lemas,mengantuk
hingga syok
Mata Biasa Cekung Sangat cekung

Mulut Biasa Kering Sangat kering

Turgor Baik Kurang Jelek

SKOR < 2 tanda di kolom B dan C : tanpa dehidrasi


: > 2 tanda di kolom B : dehidrasi ringan-sedang

≥ 2 tanda di kolom C : dehidrasi berat

Tabel 2.5 Tanda klinis dehidrasi

Ringan Sedang Berat

Defisit cairan 3-5% 6-8% >10%

Takikard Nadi
Takikardi sangat lemah Takikardi Nadi tak
Hemodinamik Nadi Volume kolaps teraba Akral dingin,
lemah Hipotensi sianosis
ortostatik

Lidah kering Lidah keriput Atonia Turgor


Jaringan
Turgor turun Turgor kurang buruk

Urin Pekat Jumlah turun Oliguria

SSP Mengantuk Apatis Koma


Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diare akut antara lain :
a) Rehidrasi

Bila pasien umum dalam keadaan baik tidak dehidrasi, asupan cairan
yang adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan, sari buah, sup dan
keripik asin. Bila pasien kehilangan cairan yang banyak dan dehidrasi,
penatalaksanaan yang agresif seperti cairan intravena atau rehidrasi oral
dengan cairan isotonik mengandung elektrolit dan gula atau strach harus
diberikan. Terapi rehidrasi oral murah, efektif, dan lebih praktis daripada
cairan intravena. Cairan oral antara lain; pedialit, oralit dll cairan infus a.l
ringer laktat dll. Cairan diberikan 50 – 200 ml/kgBB/24 jam tergantung
kebutuhan dan status hidrasi (Setiawan, 2006).
b) Diet

Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat.


Pasien dianjurkan justru minuman sari buah, teh, minuman tidak bergas,
makanan mudah dicerna seperti pisang, nasi, keripik dan sup. Susu sapi
harus dihindarkan karena adanya defisiensi laktase transien yang
disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Minuman berkafein dan alkohol
harus dihindari karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus.
(Setiawan,2006)
c) Obat antidiare.

Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala a) yang paling efektif yaitu


derivat opioid misal loperamide, difenoksilat-atropin dan tinkur opium.
Loperamide paling disukai karena tidak adiktif dan memiliki efek samping
paling kecil, Bismuth subsalisilat merupakan obat lain yang dapat
digunakan tetapi kontraindikasi pada pasien HIV karena dapat
menimbulkan enselofati bismuth. Obat antimotilitas penggunaannya harus
hati-hati pada pasien disentri yang panas (termasuk infeksi Shigella) bila
tanpa disertai mikroba, karena dapat memperlama penyembuhan penyakit,
b) obat yang mengeraskan tinja; atapulgite 4 x 2 tab perhari, smectite 3 x 1
saset diberikan tiap diare/BAB encer sampai diare berhenti c) obat anti
sekretorik atau anti enkephalinase: Hidrase 3 x 1 tab perhari (Setiawan,
2006).
d) Obat antimikroba.
Pengobatan empirik tidak dianjurkan pada semua pasien. Pengobatan
empirik diindikasikan pada pasien-pasien yang diduga mengalami infeksi
bakteri invasif, diare turis traveler’s diarrhea) atau imunosupresif (Setiwan,
2006).

Secara sederhana prinsip penatalaksanaan dehidrasi adalah mengganti


cairan yang hilang dan mengembalikan keseimbangan elektrolit, sehingga
keseimbangan hemodinamik kembali tercapai. Selain per- timbangan derajat
dehidra si, penanganan juga ditujukan untuk mengoreksi status osmolaritas
pasien.

Terapi farmakologis dengan loperamide, antikolinergik, bismuth


subsalicylate, dan adsorben, tidak direkomendasikan terutama pada anak, karena
selain dipertanyakan efektivitasnya, juga berpotensi menimbulkan berbagai efek
samping. Pada dehidrasi karena muntah hebat, ondansetron efektif membantu
asupan cairan melalui oral dan mengatasi kedaruratan.
e) Dehidrasi Derajat Ringan-Sedang

Dehidrasi derajat ringan-sedang dapat diatasi dengan efektif melalui


pemberian cairan ORS (oral rehydration solution) untuk mengembalikan
volume intravaskuler dan mengoreksi asidosis. Selama terjadi gastroenteritis,
mukosa usus tetap mem- pertahankan kemampuan absorbsinya. Kandungan
natrium dan sodium dalam proporsi tepat dapat secara pasif dihantarkan
melalui cairan dari lumen usus ke dalam sirkulasi.

Jenis ORS yang diterima sebagai cairan rehidrasi adalah dengan kandungan
glukosa 2-3 g/dL, natrium 45-90 mEq/L, basa 30 mEq/L, kalium 20-25 mEq/L,
dan osmolalitas 200-310 mOsm/L.
Banyak cairan tidak cocok digunakan sebagai cairan pengganti, misalnya jus
apel, susu, air jahe, dan air kaldu ayam karena mengandung glukosa terlalu
tinggi dan atau rendah natrium. Cairan pengganti yang tidak tepat akan
menciptakan diare osmotik, sehingga akan makin memperburuk kondisi
dehidrasinya.

Adanya muntah bukan merupakan kontra- indikasi pemberian ORS, kecuali


jika ada obstruksi usus, ileus, atau kondisi abdomen akut, maka rehidrasi secara
intravena menjadi alternatif pilihan. Defisit cairan harus segera dikoreksi dalam
4 jam dan ORS harus di- berikan dalam jumlah sedikit tetapi sering, untuk
meminimalkan distensi lambung dan refleks muntah. Secara umum, pemberian
ORS sejumlah 5 mL setiap menit dapat ditoleransi dengan baik. Jika muntah
tetap terjadi, ORS dengan NGT (nasogastric tube) atau NaCl 0,9% 20-30
mL/kgBB selama 1-2 jam dapat diberikan untuk mencapai kondisi rehidrasi. Saat
pasien telah dapat minum atau makan, asupan oral dapat segera diberikan.
f) Dehidrasi Derajat Berat

Pada dehidrasi berat dibutuhkan evaluasi laboratorium dan terapi rehidrasi


intravena, Penyebab dehidrasi harus digali dan ditangani dengan baik.
Penanganan kondisi ini dibagi menjadi 2 tahap:

1. Tahap Pertama focus untuk mengatasi kedaruratan dehidrasi, yaitu syok


hipovolemia yang membutuhkan penanganan cepat. Pada tahap ini dapat
diberikan cairan kristaloid isotonik, seperti ringer lactate (RL) atau NaCl
0,9% sebesar 20 mL/kgBB. Perbaikan cairan intravaskuler dapat dilihat dari
perbaikan takikardi, denyut nadi, produksi urin, dan status mental pasien.
Apabila perbaikan belum terjadi setelah cairan diberikan dengan
kecepatan hingga 60 mL/kgBB, maka etiologi lain syok harus dipikirkan
(misalnya anafilaksis, sepsis, syok kardiogenik). Pengawasan hemodinamik
dan golongan inotropik dapat diindikasikan.
2. Tahap Kedua berfokus pada mengatasi defisit, pemberian cairan pemeliharaan
dan penggantian kehilangan yang masih ber- langsung. Kebutuhan cairan
pemeliharaan diukur dari jumlah kehilangan cairan (urin, tinja) ditambah
IWL. Jumlah IWL adalah antara 400-500 mL/m2 luas permukaan tubuh
dan dapat meningkat pada kondisi demam dan takipnea. Secara kasar
kebutuhan cairan berdasarkan berat badan adalah:
1) Berat badan < 10 kg = 100 mL/kgBB

2) Berat badan 10-20 kg = 1000 + 50 mL/ kgBB untuk setiap kilogram berat
badan di atas 10 kg

3) Berat badan > 20 kg = 1500 + 20 mL/ kgBB untuk setiap kilogram berat
badan di atas 20 kg
Tabel 2.6 Pedoman Pemberian Antibiotik Secara Empiris Pada Diare Akut

Indikasi Pemberian Antibiotik Pilihan Antibiotik

Demam (suhu oral >38,50C), bloody Kuinolon 3 – 5 hari


stools,leukosit, laktoferin, hemoccult,
sindroma disentri Kotrimoksazole 3 – 5 hari

Traveler’s diarrhea Kuinolon 1 – 5 hari


Diare persisten (kemungkinan Giardiasis) Metronidazole 3x500 mg selama 7 hari
Kotrimoksazole selama 3 hari
Shigellosis
Kuinolon selama 3 hari
Kloramfenikol/Kotrimoksazole/Kuinolon
Intestinal Salmonellosis
selama 7 hari
Campylobacteriosis Eritromisin selama 5 hari
EPEC Terapi sebagai Febrile Dysentry
ETEC Terapi sebagai Traveler’s diarrhea
EIEC Terapi sebagai Shigellosis
EHEC Peranan antibiotik belum jelas
Vibrio non kolera Terapi sebagai febrile dysentery
Aeromonas diarrhea Terapi sebagai febrile dysentery
Umumnya dapat di terapi sebagai febrile
Yersiniosis dysentri.Pada kasus berat : Ceftriaxon IV 1
g/6 jam selama 5 hari
Metronidazole 4 x 250 mg selama 7 hari. Atau
Giardiasis Tinidazole 2 g single dose atau Quinacine 3 x
100 mg selama 7 hari
Metronidazole 3 x 750 mg 5 – 10 hari +
pengobatan kista untuk mencegah relaps:
Ingtestinal Amebiasis Diiodohydroxyquin 3 x 650 mg 10 hari atau
Paramomycin 3 x 500 mg 10 hari atau
Diloxanide furoate 3 x 500 mg 10 hari
Untuk kasus berat atau immunocompromised :
Cryptosporidiosis
Paromomycin 3 x 500 selama 7 hari
Isosporiosis Kotrimoksazole 2 x 160/800 7 hari
Komplikasi
Komplikasi utama akibat penyakit gastroenteritis ini adalah dehidrasi dan
masalah kardiovaskular akibat hipovolemia dengan derajat berat. Apabila diare itu
disebabkan oleh Shigella, demam tinggi dan kejang bisa timbul. Abses pada saluran
usus juga dapat timbul akibat infeksi shigella dan salmonella terutama pada demam
tifoid yang dapat menyebabkan perforasi pada saluran usus. Hal ini sangat berbahaya
dan mengancam nyawa. Muntah yang berat dapat menyebabkan aspirasi dan
robekan pada esofagus (Kliegman, Marcdante, Jenson, Behrman, 2006).
BAB III
KESIMPULAN

Ny. S datang ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan diare cair seperti keran sejak
1 hari yang lalu sebanyak > 6 kali gelas belimbing. Diare tidak disertai lendir dan darah.
Pasien tidak mengeluhkan demam dan muntah, tapi pasien mengeluh mual. Pasien juga
mengeluhkan lemas dan pusing nggliyer. Pasien mengatakan bahwa beliau mengalami
penurunan nafsu makan dan minum. Ditemukan juga adanya denyut nadi takikardi dan
mukosa mulut kering yang merupakan beberapa tanda dan gejala dari diare akut dengan
dehidrasi ringan-sedang. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Ny. S didiagnosis dengan
gastroenteritis akut atau biasa disebut dengan diare akut dengan komplikasi dehidrasi
ringan-sedang.
Daftar Pustaka
http://www.kalbemed.com/Portals/6/23_224PraktisStrategi%20Terapi%20Cairan%20pa
da%20Dehidrasi.pdf (di akses tanggal 8 November 2016)

http://eprints.undip.ac.id/37538/1/Festy_G2A008082_Lap_kti.pdf (di akses tanggal 8


November 2016)

Depkes RI, Direktorat Jendral PPM & PL th 2005, Keputusan Menkes RI no


1216/MENKES/SK/XI/2001 tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare, edisi 4.

Simatupang,2004,http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23245/4/Chapter%20I
I.pdf (di akses tanggal 8 November 2016)

Suzanna 1. Park and Ralph A. Giannela Approach to the adult patient with acute diarrhoea
In: Gastroenerology Clinics of North America. XXII (3). Philadelphia. WB Saunders.
1993.

Vila J, Vargas M, Ruiz J, Corachan M, De Anta MTJ, Gascon J: Quinolon Resisten in


Enterotoxigenic E.colli causing Diarrhea in Travelers to India in Comparison with other
Geographycal Areas. Antimicrobial Agents and Chemotherapy June 2000.

Anda mungkin juga menyukai