Disusun oleh :
Remotivi adalah sebuah lembaga studi dan pemantauan media. Cakupan kerjanya meliputi
penelitian, advokasi, dan penerbitan. Dibentuk oleh Roy Thaniago yang sekaligus peneliti di
Remotivi di Jakarta pada 2010, Remotivi adalah bentuk inisiatif warga atau masyarakat yang
merespon praktik industri media pasca Orde Baru yang semakin komersial dan mengabaikan
tanggung jawab publiknya.
Sejak pendiriannya, biaya oprasional Remotivi didanai oleh donasi publik alias masyarakat,
hasil usaha, proyek penelitian, serta hibah lembaga donor. Dan pada tahun 2014, Remotivi
berhasil meraih penghargain Tasfrih Award 2014 dan Aliansi Jurnalis Independen. Remotivi
mempercayai bahwa media massa mempunyai peran yang penting dalam kehidupan kita.
Karena itu sejak pendiriannya, Remotivi bekerja memantau media dan melakukan kegiatan
literasi media di Indonesia.
Remotivi memiliki 2 Kanal yang masih lumayan aktif untuk saat ini yaitu kanal web yang bisa
diakses di www.remotivi.or.id, Twitter di @remotivi atau di kanal youtubenya yaitu
REMOTIVI. Kali ini kita memfokuskan pada kanal youtube-nya karena untuk kanal
youtubenya sendiri lebih asyik untuk ditonton dan disimak karena ada sisipan Gambar disertai
penjelasan yang lumayan mudah di mengerti.
Mengapa asyik ? Karena Remotivi memproduksi video popular untuk menunjukan masalahnya
atau masalah yang sedang hangat hangatnya terjadi di media kita dengan memberikan
perspektif baru dalam menilik media. Serta Remotivi berpendapat agar kajian yang mereka
dapat bisa menjadi bahan evaluasi bagi pekerja media sekaligus bahan pendidikan melek media
bagi masyarakat luas.
Kritik pertama remotivi terjadi pada 2010 pada tayangan “Primitive Runaway” di Trans TV.
Upaya ini berhasil membuat Komisi Penyiaran Indonesai (KPI) memanggil pengelola
tayangannya. Dan juga desakan masyarakat berhasil membuat Trans TV memperbaiki
tayangan tersebut dan mengubah sudut pandang dan judulnya menjadi “Ethnic Runaway”.
Dari paparan Remotivi mengenai iklan ini, remotivi mencoba membuka pemahaman lebih luas
lebih luas mengenai kenapa orang perlu ditandai etnisitasnya di media dan tentang iklan iklan
yang biasa ditampilkan diTV yang menggunakan berbagai hal dari etnisitas Tionghoa seperti
logat,cara berpikir dan lain lain. Dan divideo ini juga di berikan pemahaman dalam bahasa
media ada istilah Marking atau penandaan. Karena sesuatu ditandai agar sesuatu itu menjadi
mencolok di hadapat sesuatu lain yang dianggap normal yang seperti dilakukan di media yang
menandai etnisitas Tionghoa dengan logat dan cari berfikir untuk membuat suatu perbedaan.
Karena sesungguhnya mereka yang ditandai adalah mereka yang minoritas dan tak lazim,
sedangkan untuk yang lazim dan standar mereka tidak ditandai karena mayoritas. Karena di
Indonesia etnis Tionghoa selalu dikondisikan berada di ruang antara Indonesia tapi Asing.
Stigma mengenai Tionghoa melekat kuat karena sudah dieksploitasi sejak era Kolonial hingga
Orde Baru. Karakter Tionghoa dalam film atau sinetron jarang sekali ditampilkan secara
normal. Seperti, penggunaan pakaian, logat bicara yang seringkali dibuat – buat dan karikatural
karena itu menjadi tanda untuk menggerakan sebuah karakter. Karena sesungguhnya untuk saat
ini dalam memproduksi media, cara menampilkan etnis adalah pilihan. Ada yang memilih
melawan arus seperti halnya dalam film “Filosofi Kopi 2” yang keluar dari cara umum media
di Indonesia untuk mengartikan Tionghoa tetapi banyak juga yang mengikuti arus bebas
hambatan yang anteng berkubang
dalam mengartikan Tionghoa ke arah
rasialis. Namun sepenuhnya media kita
belum benar menyadari pilihan -
pilihan mereka.