Anda di halaman 1dari 89

Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)

DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

2 KONDISI TRANSPORTASI PERKOTAAN DI JABODETABEK


2.1 Karakteristik Sosio-ekonomi dan Pembangunan Perkotaan
2.1.1 Konteks Wilayah Studi
JABODETABEK berlokasi di Pulau Jawa dan memiliki karakteristik yang khusus sebagai
pusat dari aktivitas politik, ekonomi dan kependudukan Indonesia. Kawasan ini terdiri dari
DKI Jakarta, sebagian Provinsi Jawa Barat (Kota Depok, Kota Bogor, Kabupaten Bogor,
Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi) dan sebagian Provinsi Banten (Kota Tangerang,
Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang). Kemudian, di dalam Provinsi DKI
Jakarta sendiri terdiri dari 5 Kota (Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta
Timur, dan Jakarta Selatan).
Disimpulkan bahwa wilayah JABODETABEK, terbagi ke dalam 4 wilayah kunci: 1) DKI
Jakarta, sebagai pusat, 2) Bekasi yang mencakup Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi
sampai ke timur, 3) Bogor yang mencakup Kota Depok, Kota Bogor dan Kabupaten Bogor
ke arah selatan, dan 4) Tangerang yang mencakup Kota Tangerang, Kota Tangerang
Selatan dan Kabupaten Tangerang ke arah barat.
Gambar 2.1.1 Lokasi Wilayah Studi JABODETABEK

Sumber: Tim Studi

2-1
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

2.1.2 Demografi
Penduduk JABODETABEK terus bertumbuh dengan pesat, pada tahun 1990 jumlahnya
17 juta, meningkat menjadi 21 juta pada tahun 2000, 24 juta pada tahun 2005, dan
diperkirakan telah mencapai 28 juta pada tahun 2010. Peningkatan yang terjadi adalah
sebesar 1.2 kali lipat pada dekade millenium terakhir ini (1990 – 2000) pada rata-rata
pertumbuhan 2.1 % per tahun, selain itu menjadi 12% pada periode 5 tahun berikutnya
(2000 – 2005) dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 2.4% per tahun, dan bertambah
19% pada lima tahun terakhir (2005 – 2010) pada tingkat pertumbuhan rata-rata 3.5% per
tahun.
Pertumbuhan pesat terjadi di wilayah Tangerang dan Bekasi. Rata-rata pertumbuhan
penduduk di wilayah-wilayah ini adalah 4.7 % per tahun dan 4.8% per tahun secara
berurutan, hamper tiga kali lipat rata-rata pertumbuhan nasional yang berkisar 1.6% per
tahun. Selain itu, wilayah Bogor juga meningkat dengan rata-rata pertumbuhan yang
sangat tinggi yakni 4.2% per tahun. Situasi ini menunjukkan pesatnya pertumbuhan
penduduk di luar wilayah DKI Jakarta, yang juga bertumbuh lebih pesat sebelum krisis
ekonomi tahun 1997. Sebenarnya, jumlah penduduk di DKI Jakarta dari tahun 1990
sampai dengan tahun 2000 meningkat pada awalnya menjadi 9.1 juta pada tahun 1995,
namun kemudian berkurang karena adanya tenaga-tenaga kerja yang bermigrasi akibat
dampak resesi yang diikuti dengan krisis ekonomi pada tahun 1997. Bagaimanapun juga,
jumlah penduduk di DKI Jakarta mulai meningkat kembali setelah tahun 2005, dengan
rata-rata yang hampir sama dengan rata-rata pertumbuhan nasional 1.6% per tahun.

Tabel 2.1.1 Demografi di Wilayah Studi

Pertumbuhan Kepadatan Penduduk


Populasi (,000)
Luas Penduduk (% p.a) (per./km2)
Wilayah
(km2) ‘90- ‘00- ‘05-
1990 2000 2005 2010 2000 2005 2010
’00 ‘05 ‘10
DKI Jakarta 656 8,210 8,364 8,839 9,587 0.2 1.1 1.6 12,750 13,474 14,614
Wilayah Studi

Bogor 3,381 3,949 5,300 6,095 7,461 3.0 2.8 4.2 1,568 1,803 2,207
Tangerang 1,260 2,724 4,100 4,711 5,923 4.2 2.8 4.7 3,254 3,739 4,700
Bekasi 1,284 2,073 3,200 3,977 4,965 4.4 4.4 4.8 2,492 3,097 3,867
Total 6,581 16,956 20,964 23,622 27,936 2.1 2.4 3.5 3,186 3,589 4,245
Indonesia 1,919,440 177,385 206,264 219,210 237,641 1.5 1.2 1.6 107 114 124
% thd Nasional 0.3 9.6 10.2 10.8 11.8 - - - - - -
Sumber: Statistik Tahunan Indonesia 1998, Survey Penduduk Antar Sensus 2005, Sensus 2010, BPS

2-2
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Gambar 2.1.2 Pertumbuhan Penduduk di Wilayah Studi 1970-2010

9,587
9,588
10,000
DKI Jakarta 9,113
8,839
9,000 B o go r 8,210 8,364

8,000 Tangerang 7,461


7,484

B ekasi
6,503
7,000
6,095 5,940
Population (,000)

5,923
6,000 5,300
5,063
4,711
5,000 4,579 4,100
3,949
3,412 5,021
4,965
4,000
2,741 2,724
3,000 3,977
1,529 3,200
2,000 1,863 2,637
2,073
1,000 831
1,067
1,143
0
1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010

Sumber: Statistik Tahunan Indonesia 1998, Survey Penduduk Antar Sensus 2005, Sensus
2010, BPS
Gambar 2.3.1 menunjukkan distribusi kepadatan penduduk per kelurahan. Wilayah-
wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi berada di sekitar DKI Jakarta dan
perbatasan dengan wilayah Kota Bogor. Kepadatan penduduk juga telah menunjukkan
tren pertumbuhan yang meningkat di Kabupaten pada wilayah barat dan selatan, di luar
DKI Jakarta terutama yang berada di sepanjang jalan-jalan arteri primer. Namun demikian,
kepadatan penduduk di Kabupaten Tangerang secara relatif masih cukup tinggi
dibandingkan dengan Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bogor, dimungkinkan karena
kedekatannya dengan Bandara Soekarno-Hatta.

2-3
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Gambar 2.1.3 Kepadatan Penduduk Per Kelurahan

Sumber: Sensus 2010, BPS

2.1.3 Ekonomi
JABODETABEK adalah daerah pusat pertumbuhan terbesar di Indonesia di mana 40%
dari keseluruhan investasi asing terkonsentrasi di wilayah tersebut. Perekonomian
JABODETABEK diperhitungkan 25% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) nasional
pada tahun 2008; sekalipun jumlah penduduknya hanya berkisar 12% dari jumlah
nasional.
Pertumbuhan rata-rata Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) JABODETABEK secara
rata-rata relatif stabil pada kisaran 6% per tahun sejak tahun 2003. Selain itu,
pertumbuhan PDRB per wilayahnya juga memiliki kisaran yang mirip (lihat Gambar 2.1.4).
Gambar 2.1.5 menunjukkan tren historis PDB konstan dalam kurun dua puluh tahun
terakhir, dari tahun 1991 hingga tahun 2010. Setelah krisis ekonomi pada tahun 1997,
pertumbuhannya menurun tajam, namun membaik dari resesi dalam lima tahun kemudian
pada tingkatan yang sama dengan ketika sebelum tahun 1997.

2-4
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Tabel 2.1.2 Ekonomi Wilayah Studi


PDRB atas Harga Konstan (2000) PDRB per Kapita
Wilayah (Triliun Rupiah) (juta Rupiah per jiwa)
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2003* 2004* 2005 2006* 2007* 2008*
DKI
261 276 292 310 330 350 30.2 31.5 33.1 34.5 36.1 37.7
Jakarta
Wilayah Studi

Bogor 30 31 33 35 38 40 5.2 5.3 5.5 5.6 5.7 5.8


Tangerang 33 35 38 41 43 45 7.5 7.7 8.1 8.2 8.3 8.4
Bekasi 47 50 53 56 60 63 13.0 13.2 13.3 13.5 13.7 13.9
Total 371 393 417 442 470 498 16.5 17.0 17.6 18.1 18.6 19.0
Indonesia - 1,604 1,690 1,778 1,879 1,984 - 7.4 7.7 8.0 8.3 8.6
% nasional - 24.5 24.6 24.9 25.0 25.1 - - - - - -
Catatan: *Penduduk diproyeksikan berdasarkan rata-rata pertumbuhan pada tabel 2.1.1
Sumber: BPS DKI Jakarta, BPS Provinsi Banten dan BPS Provinsi Jawa Barat

Gambar 2.1.4 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (Triliun Rupiah, Harga 2000)

IDR Trillions

Sumber: BPS DKI Jakarta, BPS Provinsi Banten, BPS Provinsi Jawa Barat

Gambar 2.1.5 Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia 1991 – 2010 (Harga 2000)

Sumber: World Economic Outlook, IMF, 2011 April

2-5
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

2.1.4 Kendaraan Bermotor


Di JABODETABEK, transportasi perkotaan sangat bergantung pada sistem transportasi
berbasis jalan. Jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar diluar Kota dan Kabupaten
Bogor telah meningkat pesat, hampir mencapai tiga kali lipat, atau dari 3.3 juta pada tahun
2000 menjadi 9.6 juta pada tahun 2008.
Gambar 2.1.6 menunjukkan pertumbuhan dari jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar
di DKI Jakarta, Depok, Tangerang dan Bekasi (kecuali Bogor). Untuk sepeda motor,
pertumbuhannya sempat mengalami penurunan sejak terjadinya krisis ekonomi pada
tahun 1997. Namun demikian, seiring dengan mulai membaiknya kondisi perekonomian,
rata-rata pertumbuhan sepeda motor pada tahun 2000 dan 2005 mulai membaik dengan
catatan pertumbuhan yang mencapai 23.5 % per tahun. Sejak tahun 2005
pertumbuhannya kemudian berangsur melambat dengan hanya mencapai 13.3 % per
tahun pada periode tahun 2005-2010. Kondisi sebaliknya terjadi, di antara tahun 2005 dan
2008, jumlah bus justru mengalami sedikit penurunan menjadi hanya sekitar delapan ribu
unit. Adapun, jumlah seluruh kendaraan yang terdaftar dapat dilihat pada Tabel 2.1.3 di
bawah ini.

Tabel 2.1.3 Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta, Depok, Tangerang dan Bekasi (Tidak
Termasuk Militer dan Diplomat)

Jum Kendaraan Terdaftar Kendaraan Terdaftar per 1,000 Pertumbuhan Rata-Rata


Wilayah (,000) Jiwa Kend Terdaftar (% p.a)
1990 2000 2005 2008 1990 2000 2005 2008* ‘90-’00 ‘00-‘05 ‘05-‘08
Motor 804 1,620 4,647 6,766 47 77 197 258 7.3 23.5 13.3

Mobil
(Kecuali Bogor)
Wilayah Studi

486 1,053 1,767 2,035 29 50 75 78 8.0 10.9 4.8


Penumpang
Truk 190 334 500 539 11 16 21 21 5.8 8.4 2.5

Bus 169 254 317 309 10 12 13 12 4.1 4.5 -0.8

Total 1,649 3,260 7,230 9,648 97 156 306 369 7.1 17.3 10.1

Motor 6,083 13,563 28,556 47,684 34 66 130 207 8.3 16.1 18.6

Mobil
1,313 3,039 5,494 9,860 7 15 25 43 8.8 12.6 21.5
Penumpang
Indonesia

Truk 1,024 1,707 2,921 5,147 6 8 13 22 5.2 11.3 20.8

Bus 469 688 1,185 2,583 3 3 5 11 3.9 11.5 29.7

Total 8,889 18,975 38,156 65,273 50 92 174 284 7.9 15.0 19.6

% nasional 18.6 17.2 18.9 14.8 - - - - - - -


Catatan: *Penduduk diproyeksikan berdasarkan rata-rata pertumbuhan pada Tabel 2.1.1; Sumber: Polda Metro
Jaya

2-6
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Gambar 2.1.6 Pertumbuhan Kendaraan Terdaftar di DKI Jakarta, Depok, Tangerang dan Bekasi
(Tidak Termasuk Militer dan Diplomatik)

2.1.5 Kemiskinan
Indikator kemiskinan menunjukkan bahwa kondisi penduduk di wilayah studi secara umum
dalam banyak hal dapat dikatakan lebih baik dari penduduk Indonesia lainnya, namun
demikian tidak berlaku untuk garis kemiskinan. Sebagai gambaran, garis kemiskinan di
Indonesia adalah Rp.211,726/bulan. Namun, hanya DKI Jakarta yang melampaui tingkat
garis kemiskinan tersebut, sedangkan kota/kabupaten lainnya di JABODETABEK justru
berada di bawah tingkatan nasional tersebut.
Di dalam JABODETABEK area yang secara relatif memiliki prosentase penduduk miskin
yang tinggi adalah Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi serta Kabupaten
Tangerang, yang umumnya merupakan kelompok penduduk pedesaan.

Tabel 2.1.4 Tingkat Kemiskinan Pada Tahun 2010


Garis
Jumlah Orang Miskin Indeks
Indeks Kemiskinan
Wilayah Kesenjangan
(% total Kemiskinan (%)
(,000) Kemiskinan (%) (Rp./Bulan)
penduduk)
DKI Jakarta 312 3.5 0.45 0.11 331,169
Kota Bogor 79 8.3 1.49 0.35 169,570
Kab. Bogor 446 10.8 1.95 0.50 197,319
Kota Depok 40 2.9 0.55 0.13 204,552
Kota Tangerang 68 4.4 0.92 0.25 185,053
Kab. Tangerang* 251 7.5 1.46 0.40 175,458
Kota Bekasi 72 3.4 0.63 0.16 197,057
Kab. Bekasi 138 7.0 1.55 0.49 160,136
Indonesia 31,023 13.3 2.21 0.58 211,726
Catatan: *mencakup Kota Tangerang Selatan; ** Data PDRB DKI Jakarta pada 2010 tidak tersedia
Sumber: SUSENAS 2005, kecuali DKI Jakarta dan Indonesia dari Sensus BPS 2010.

2-7
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

2.1.6 Perencanaan dan Pembangunan Perkotaan


Kondisi pembangunan perkotaan di Jakarta saat ini (2000 to 2009) ditunjukkan oleh
Gamar 2.1.7. Kawasan-kawasan yang baru dikembangkan umumnya terdiri dari jenis-
jenis kompleks perbelanjaan skala besar, apartemen dan bangunan perkantoran. Jenis-
jenis pembangunan tersebut mayoritas berlokasi di sepanjang jalan tol dan jalan arteri
serta di sekitar pusat Jakarta seperti Jl Sudirman/ Thamrin dan kawasan ‘segitiga emas’
Mega Kuningan. Namun demikian, pembangunan tersebut menyebabkan terjadinya
peningkatan traffic demand dan menstimulasi timbulnya jumlah perjalanan dalam jumlah
besar yang tidak seimbang dengan kapasitas jalan akses dari kawasan-kawasan tersebut,
sedangkan di sisi lain, pelayanan angkutan umum juga sangat terbatas.

Gambar 2.1.7 Urban Redevelopment di DKI Jakarta

Sumber: Studi Road Pricing Jakarta di Republik Indonesia, 2008, Japan External Trade Organization
(JETRO)

Pada prinsipnya, kawasan JABODETABEK difungsikan sebagai Pusat Kegiatan Nasional


(PKN) dan merupakan kawasan yang memiliki peran kunci dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (RTRWN) sebagai penghubung utama (simpul) aktivitas ekspor impor
karena merupakan gerbang utama internasional. Selain itu, kawasan ini juga merupakan
pusat industry dan pelayanan jasa skala nasional, serta simpul utama untuk transportasi
skala nasional dan provinsi.
Sesuai dengan amanat RTRWN, Rencana Tata Ruang Kawasan
JABODETABEKPUNJUR (yang mencakup kawasan JABODETABEK, Puncak dan
Cianjur) difungsikan ke dalam beberapa strategi nasional sebagai berikut.
i) Untuk memfasilitasi implementasi pembangunan yang terintegrasi berdasarkan
perencanaan antar daerah,
ii) Untuk memfasilitasi implementasi pembangunan yang menjamin keberlanjutan air dan
tanah, menghemat air tanah, serta mengatasi banjir dalam konteks menjaga
kelestarian lingkungan; dan
iii) Untuk memfasilitasi pembangunan ekonomi yang produktif, efektif, dan efisien
berdasarkan fungsi-fungsi dari setiap wilayah untuk merealisasikan ketercapaian
kemakmuran masyarakat dan pembangunan yang berkelanjutan.

2-8
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Kerangka pembangunan perkotaan diilustrasikan dalam Gambar 2.1.8. Di dalamnya


memiliki sejumlah pusat kota dengan DKI Jakarta sebagai inti dari pusatnya sedangkan
wilayah lain sebagai inti satelitnya. Gambaran tersebut merefleksikan kondisi penggunaan
lahan di masa depan dari kawasan JABODETABEK dengan kepadatan indikatif pada
kawasan-kawasan permukiman yang berbeda-beda tingkatannya. Namun demikian,
kawasan dengan kepadatan tinggi tersebar hampir menyerupai pola pesebaran distribusi
kepadatan penduduknya sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2.1.3. Sebagai
tambahan, pembangunan koridor-koridor transportasi darat difungsikan dan ditunjukkan
Gambar 2.1.9. Rencana dan proyek transportasi secara lebih terperinci didiskusikan
dalam tahap-tahap dibawah ini.

Gambar 2.1.8 Struktur Perkotaan JABODETABEKPUNJUR di Masa Depan

Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) untuk Kawasan Jabodetabekpunjur, 2008

2.2 Administrasi Transportasi Perkotaan


2.2.1 Undang-Undang Lalulintas dan Angkutan Jalan (UU No.22 Year 2009)
Undang-undang sebelumnya untuk lalulintas dan angkutan jalan diratifikasi pada tahun
1992, terdiri dari 16 bab dan 74 pasal; Sementara itu undang-undang yang terbaru ini
diterbitkan pada tahun 2009, terdiri dari 22 bab dan 326 pasal. Sebagaimana ditunjukkan
dalam Tabel 2.2.1, undang-undang ini menjadi lebih komprehensif dan meliputi sejumlah
bab baru yang antara lain, tambahan-tambahan utama mengenai jaringan lalulintas dan
transportasi, keamanan dan keselamatan lalulintas, serta sistem informasi dan komunikasi
lalulintas.

2-9
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Tabel 2.2.1 Daftar Isi UU No14 Tahun 1992 dan UU No. 22 Tahun 2009
UU No. 14 Tahun 1992 UU No. 22 Tahun 2009
Lalulintas dan Angkutan Jalan Lalulintas dan Angkutan Jalan
1. Ketentuan Umum 1. Ketentuan Umum
2. Prinsip dan Tujuan 2. Prinsip dan Tujuan
3. Arahan 3. Keberlakuan Undang-Undang
4. Infrastruktur 4. Arahan
5. Kendaraan 5. Implementasi
6. Pengemudi 6. Jaringan Lalulintas dan Transportasi
7. Lalulintas 7. Kendaraan
8. Angkutan 8. Pengemudi
9. Lalulintas dan Angkutan untuk 9. Lalulintas
Penyandang Cacat 10. Transportasi
10. Dampak lingkungan 11. Keamanan, Keselamatan Lalulintas dan Transportasi Darat
11. Pemindahan asset ke Pemerintah 12. Dampak Lingkungan
Daerah 13. Pembangunan Industri, Teknologi, Fasilitas Lalulintas dan Angkutan
12. Investigasi Umum
13. Kode kriminal 14. Kecelakaan Lalulintas
14. Ketentuan tambahan 15. Lalulintas dan Angkutan untuk Pengguna Jalan Khusus (cacat, manula,
15. Ketentuan peralihan anak-anak, ibu hamil dan orang sakit)
16. Ketentuan akhir 16. Sistem Informasi dan Komunikasi Lalulintas dan Transportasi
17. Sumber Daya Manusia
18. Partisipasi Masyarakat
19. Investigasi dan Tuntutan Terhadap Pelanggaran Lalulintas
20. Kode kriminal
21. Ketentuan peralihan
22. Ketentuan akhir
Sumber: Hasil Kompilasi Tim Studi

Revisi undang-undang yang diformulasikan antara lain dari sejumlah sudut pandang
berikut1;
• Desentralisasi: sistem pemerintahan telah didelegasikan dari sistem terpusat menjadi
sistem yang terdesentralisasi, sehingga tata kelola pelayanan transportasi akan juga
mengalami perpindahan kewenangan dari pusat kepada pemerintah daerah,
sementara itu jika dibandingkan dengan pasal-pasal pada undang-undang sebelumnya,
perbedaanya adalah di undang-undang lama tersebut aspek-aspek terkait infrastruktur
jalan, pembangunan dan manajemen angkutan masih menjadi tanggung jawab
pemerintah pusat.
• Disesuaikan untuk merestrukturisasi Polisi Nasional: undang-undang lama
diformulasikan sebelum proses restrukturisasi dan refungsionalisasi kepolisian nasional,
yang mana pada waktu itu masih menjadi bagian dari tentara nasional. Sedangkan
saat ini, Kepolisian berada dibawah komando sipil dan tidak lagi menjadi bagian dari
tentara nasional. Amandemen konstitusi 1945 dilakukan untuk memisahkan fungsi
antara pertahanan dan keamanan. Berdasarkan ketentuan pasal 30 ayat (4), polisi
diposisikan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas keamanan dan ketertiban
nasional melalui perlindungan, penjagaan, pelayanan masyarakat dan menegakkan
peraturan. Peraturan lebih lanjut dari ketentuan konstitusi ini adalah Undang-Undang
No.2 Tahun 2002 tentang Polisi Nasional Indonesia.

1
No.260/KKl/yyVII/2008 Academic Paper for Law LLAJ. December 2, 2008. National Police.
(http://www.komisikepolisianindonesia.com)

2-10
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

• Konsisten dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku: Sejak tahun 1992,
Undang-undang dan peraturan tentang perangkutan lainnya telah mengalami
perubahan, sehingga hal ini memerlukan penggabungan antara perubahan-perubahan
tersebut dengan undang-undang lalulintas dan angkutan jalan yang baru di revisi.
Undang-undang terkait tersebut antara lain,
- Undang-Undang No 38 Tahun 2004 tentang Jalan;
- Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polisi Nasional; dan
- Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
• Batasan yang jelas tentang tugas-tugas di antara institusi: undang-undang baru
ditujukan untuk memberikan batasan yang jelas mengenai keamanan lalulintas jalan
serta undang-undang penegakan hukum, sehingga diharapkan tidak akan terjadi
konflik kepentingan dalam penanganannya di antara setiap institusi yang terkait, dan
hal tersebut juga ditujukan untuk menghilangkan zona abu-abu (ketidakjelasan)
mengenai proses hukum, prosedur administratif, dan aspek-aspek teknis terkait
infrastruktur jalan dan lalulintas.
• Pengendalian yang efektif terhadap pelayanan transportasi umum: Dalam rangka
menjamin keamanan dan keselamatan penumpang, undang-undang baru memberikan
ilustrasi yang lebih eksplisit bahwa kewenangan pengendalian pelayanan transportasi
umum harus dilakukan oleh pemerintah: termasuk menjamin bahwa angkutan umum
layak, aman, nyaman, dan pelayanan operatornya memenuhi standar pelayanan
minimum untuk meningkatkan penggunaan angkutan umum oleh masyarakat, terutama
mendorong mereka untuk beralih dari angkutan pribadi ke angkutan umum, sehingga
jumlah kendaraan di jalanan dapat berkurang.
• Meningkatkan kualitas kemampuan teknis dan perilaku mengemudi para pengemudi:
Surat izin mengemudi harus disesuaikan dengan ukuran kendaraan, sementara
kemampuan teknis serta perilaku mengemudi harus dikontrol pada saat proses
pengurusan surat izin mengemudi. Undang-undang baru memberikan penekanan yang
lebih besar pada sudut pandang kemampuan teknis pengemudi dan sistem surat izin
mengemudi.
Tabel 2.2.2 menunjukkan perbedaan mendasar antara UU No.14 tahun 1992 dengan UU
No.22 tahun 2009 dalam konteks ini.

Tabel 2.2.2 Perbedaan Utama UU No.14 tahun 1992 dan UU No.22 Tahun 2009
Perihal UU No.14 Tahun 1992 UU No.22 Tahun 2009
1. Institusi yang Relevan Tidak dijelaskan secara eksplisit Kementerian Pekerjaan Umum
Kementerian Perhubungan
Kementerian Perindustrian
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Polisi Nasional
“UU tidak menjelaskan secara spesifik nama-nama
institusi di atas, namun mengindikasikannya melalui
penjabaran tugas-tugas yang terkait dengan institusi-
institusi tersebut.
2. Forum Lalulintas dan Tidak ada pernyataan Pasal 13
Angkutan Jalan Pembentukan forum sebagai perwakilan koordinasi di
antara setiap institusi, badan, akademisi dan masyarakat
umum.

2-11
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Perihal UU No.14 Tahun 1992 UU No.22 Tahun 2009


3. Jaringan Transportasi Tidak dijelaskan secara eksplisit Bab 4 menjelaskan secara rinci tentang jaringan
transportasi, termasuk formulasi dari masterplan jaringan
transportasi untuk seluruh struktur jalan dan
hubungannya dengan rencana tata ruang dan klasifikasi
jalan.
4. Dana Pemeliharaan Tidak ada pernyataan Pasal 29
Jalan Pentingnya dana pemeliharaan jalan serta
pengelolaannya oleh suatu lembaga dalam hal ini
Kementerian Pekerjaan Umum
5. Terminal Terminal bus tidak diklasifikasikan Pasal 34 mengklasifikasikan terminal penumpang ke
dalam tiga tipe yaitu tipe A, B dan C serta dibagi kedalam
sub-sub berdasarkan beberapa kelas dari jumlah bus
dan frekuensi penggunaannya. (Namun demikian, pasal
tersebut tidak memberikan penjelasan rinci mengenai
klasifikasi sub-bagian dalam konteks nominal bus dan
frekuensi penggunannya).
6. Parkir Pasal 10 menjelaskan fasilitas parkir Pasal 43
diperuntukan untuk mendukung Lokasi fasilitas parkir harus ditentukan sesuai dengan
keamanan, keselamatan, lalulintas dan rencana tata ruang dan analisa dampak lalulintas, yang
angkutan jalan, yang mana lebih lanjut mana dipertimbangkan untuk lebih berorientasi terhadap
diatur dalam peraturan pemerintah. tata guna lahan.
7. Pendaftaran Kendaraan Pasal 14 menjelaskan secara singkat Pasal 64
Bermotor bahwa setiap kendaraan bermotor wajib Diklarifikasikan bahwa pendaftaran kendaraan diadakan
didaftarkan. oleh Polisi dan ketentuan lanjutnya diatur dalam
peraturan kepolisian.
8. Izin Mengemudi Pasal 19 Bab VIII: Pengemudi
Pengemudi harus memiliki Surat Izin  Pasal 77: Surat Izin Mengemudi dibagi menjadi dua,

Mengemudi 1) untuk individu dan 2) untuk umum, yang mana


mencakup izin untuk mengemudikan kendaraan
komersial.
 Pasal 82: Surat Izin Mengemudi untuk kendaraan

komersial dikategorikan ke dalam 3 bagian


berdasarkan ukuran kendaraannya.
 Pasal 82: Syarat-syarat khusus untuk Surat Izin

Mengemudi kendaraan komersial seperti bus, taksi


dan lain-lain.
9. Analisa Dampak Tidak ada pernyataan Pasal 99
Lalulintas  Diamanatkan untuk melaksanakan analisis dampak

lalulintas untuk berbagai jenis rencana


pembangunan seperti sarana perbelanjaan,
perumahan dan infrastruktur yang mungkin
mengganggu keamanan, keselamatan dan
kelancaran lalulintas.
 Analisis dampak lingkungan adalah salah satu

syarat bagi developer untuk memperoleh izin


membangun.
10. Traffic Demand Tidak ada pernyataan Pasal 133 – 136
Management  Traffic demand management dapat diterapkan untuk

meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan


ruang dan pengendalian lingkungan.
 Retribusi dari Traffic demand management dapat

dialokasikan untuk meningkatkan pelayanan


lalulintas dan angkutan umum.
11. Transportasi Publik Pasal-pasal di dalamnya tidak Pasal 139
menjelaskan kewajiban pemerintah Pemerintah harus menjamin ketersediaan angkutan
untuk mengadakan pelayanan umum (transportasi public) untuk penumpang dan

2-12
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Perihal UU No.14 Tahun 1992 UU No.22 Tahun 2009


angkutan umum (transportasi publik). barang.
12. Jaringan Transportasi Pasal 37 menjelaskan bahwa angkutan Pasal 145
Publik umum dioperasikan dengan jaringan Rencana jaringan rute, termasuk antar-negara, antar
rute yang tetap dan regular. provinsi, dalam provinsi, antar kota, perkotaan dan
pedesaan harus diformulasikan. Rencana ini harus
direview setiap lima tahun sekali.
13. Sistem Transportasi Tidak ada pernyataan Pasal 158
Massal Pemerintah akan menjamin ketersediaan system
angkutan missal untuk memenuhi kebutuhan
transportasi di wilayah perkotaan. Sistem transportasi
missal tersebut mencakup
 Autobus untuk mass transit

 Jalur eksklusif (exclusive lane)

 Pelayanan Angkutan Pengumpan (feeder)

 Rute angkutan umum lain yang tidak beririsan

dengan rute angkutan massal


14. Subsidi Angkutan Tidak ada pernyataan Pasal 185
Umum Penumpang  Kelas ekonomi untuk angkutan umum penumpang

dapat disubsidi oleh pemerintah pusat dan daerah.


15. Keselamatan Lalulintas Tidak dijelaskan secara eksplisit Pasal 200
Polisi nasional bertanggung jawab terhadap
keselamatan lalulintas dan angkutan jalan.
16. Dampak Lingkungan Tidak ada pernyataan untuk Pasal 214 – 215
perusahaan angkutan umum Perusahaan angkutan umum memiliki hak dan
kewajiban untuk memperoleh informasi penting terkait
keberlanjutan lingkungan dan untuk memenuhi standar
kualitas lingkungan.
17. Pendelegasian tugas Pasal 51 Batasan kewenangan dan fungsi di antara pemerintah
kepada Pemerintah Pemerintah pusat dapat pusat, provinsi, dan daerah kabupaten dan kota
Daerah mendelegasikan sebagian urusan dijelaskan secara spesifik dalam beberapa pasal.
pemerintahan terkait lalulintas dan
angkutan jalan kepada pemerintah
daerah.
Sumber: Hasil Kompilasi Tim Studi

Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 mencoba untuk mencakupi 12 peraturan pemerintah


dengan empat dari 12 peraturan tersebut direncanakan untuk diterbitkan pada tahun 2011,
dan sisanya akan diformulasikan pada tahun 2012. Menurut Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat, draft peraturan pemerintah tentang forum lalulintas dan angkutan
jalan, manajemen rekayasa lalulintas, prosedur pemeriksaan dan pengendalian
kendaraan bermotor dan pelanggaran lalulintas sedang dalam proses finalisasi dan
penilaian di Kantor Sekretaris Negara dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pasal-pasal yang terdapat di dalam undang-undang tersebut disimpulkan di dalam Tabel
2.2.3.

Tabel 2.2.3 Draft Peraturan Pemerintah Mengacu Pada UU No.22 Tahun 2009
Draft Peraturan Pemerintah Pasal Acuan Dalam UU No. 22 Tahun 2009
Peraturan Pemerintah yang direncanakan diselesaikan pada tahun 2011

2-13
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Draft Peraturan Pemerintah Pasal Acuan Dalam UU No. 22 Tahun 2009


1. Forum Lalulintas dan Angkutan Jalan Pasal 13: Forum Lalulintas dan Angkutan Jalan
2. Manajemen dan Rekayasa Lalulintas Implementasi manajemen dan rekayasa lalulintas
(Pasal 93, 94, 95, 96, 97 dan 98)
Analisis Dampak Lalulintas (Pasal 101 dan 102)
Traffic Demand Management (Pasal 133 dan 136)
3. Kendaraan Fungsi dan Jenis Kendaraan (Pasal 47)
Syarat Teknis Kelayakan Kendaraan Bermotor (Pasal 48)
Pemeriksaan Kendaraan Bermotor (Pasal 50, 51, 52, 53, 54, 55 dan 56)
Kelengkapan Kendaraan (Pasal 57, 58 dan 59)
Bengkel Kendaraan Bermotor Umum (Pasal 60)
Kendaraan Tidak Bermotor (Pasal 61, 62 dan 63)
4. Prosedur Pemeriksaan Kendaraan Bermotor Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan (Pasal 264, 265 dan 266)
dan Penegakan Hukum Peraturan Lalulintas Prosedur Penegakan Hukum Peraturan Lalulintas (Pasal 267, 268 dan
269)
Prosedur Penanganan Penyitaan (Pasal 270, 271 dan 272)
Peraturan Pemerintah yang direncanakan disusun pada tahun 2012
1. Jaringan Lalulintas Masterplan Lalulintas dan Jaringan Transportasi Darat
(Pasal 18)
Lalulintas (Pasal 19, 20 dan 21)
Fasilitas Jalan (Pasal 25)
Terminal (Pasal 42)
Fasilitas Pendukung (Pasal 46)
2. Angkutan Angkutan Penumpang dan Barang (Pasal 137)
Angkutan Umum (Pasal 150)
Angkutan Multimoda (Pasal 165)
Pengendalian Angkutan Barang (Pasal 172)
Tarif (Pasal 185)
Kewajiban Perusahaan Angkutan Umum (Pasal 192)
Industri Pelayanan Angkutan Umum (Pasal 198)
3. Pendidikan dan Pelatihan Pengemudi Tidak diketahui
4. Keamanan dan Keselamatan Keselamatan Lalulintas dan Angkutan Jalan (Pasal 205)
Pengawasan Keamanan dan Keselamatan Lalulintas dan Angkutan
Jalan (Pasal 207)
5. Dampak Lingkungan Pengendalian Lingkungan (Pasal 209)
Pencegahan dan Pengendalian Dampak Lingkungan (Pasal 210)
Hak dan Kewajiban Masyarakat (Pasal 218)
6. Sistem Informasi dan Komunikasi Sistem Informasi dan Komunikasi: Pengaturan lainnya
(Pasal 252)
Sumberdaya Manusia (Pasal 255)
7. Industri Tidak diketahui
8. Pengembangan Teknologi Tidak diketahui
Sumber: Tim Studi

Tabel 2.2.4 menunjukkan undang-undang dan peraturan terkait sektor transportasi,


khususnya transportasi darat.

2-14
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Tabel 2.2.4 Undang-Undang dan Peraturan Terkait Transportasi


Angkutan
Infra- Insti-
No. Judul Umum Umum Lainnya
struktur tusional
(Bus)
1. UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan X X X X
2. UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan X X X
3. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah X X
4. Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Daerah X X
(Kabupaten/Kota)
5. Peraturan Pemerintah No15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol X
6. Peraturan Pemerintah No.65 Tahun 2005 tentang
Penyusunan dan Penyelenggaraan Pedoman Standar X
Pelayanan Minimal
7. (Keputusan Menteri) KM68 Tahun 1993 tentang Pengelolaan
X X
Angkutan Umum untuk Angkutan Jalan
8. KM 3 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal untuk
X
Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Angkutan Jalan
9. KM1 Tahun 2009 tentang Batas Tarif Atas dan Bawah untuk
X
Bus Umum Antar Kota Antar Provinsi Kelas Ekonomi
10. KM40 Tahun 2009 tentang Tarif Pengujian Kendaraan
` X
Bermotor dan Pedoman Implementasinya
11. KM 60 Tahun 2007 tentang Subsidi Untuk Angkutan Umum
X
Penumpang Jalan
12. KM 58 Tahun 2007 tentang amademen KM 73 Tahun 2004
X
tentang Angkutan Sungai dan Danau
13. KM 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan
X
Persaingan Usaha Bidang Angkutan Umum
14. KM 14 Tahun 2006 tentang Manajemen dan Rekayasa
X
Lalulintas
15. KM 52 Tahun 2006 tentang amademen KM 89 Tahun 2002
tentang Rumus Perhitungan Biaya Bus Penumpang Antar X
Kota Kelas Ekonomi
16. KM 73 Tahun 2004 tentang Angkutan Sungai dan Danau X
17. KM 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan
X
Penumpang Umum di Jalan
18. KM 22 Tahun 2003 tentang Operasional Kereta Api (KA) X
19. KM 34 Tahun 2002 tentang Tarif Dasar Kelas Ekonomi Bus
X
Antar Kota
20. KM 52 Tahun 2000 tentang Jalur Kereta Api X
21. KM 53 Tahun 2000 tentang Persimpangan dan/atau
X X
Penyeberangan Jalur Kereta Api
22. KM 71 Tahun 1999 tentang Akses Angkutan Umum Bagi
X
Penumpang Rentan (Penyandang Cacat dan Sakit)
23. KM 84 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Angkutan
X
Umum Penumpang di Jalan
24. KM 31 1995 tentang Terminal Angkutan Jalan X
25. KM 4 tahun 1999 tentang Prosedur Parkir Kendaraan
X
Bermotor di Jalan
26. KM 36 Tahun 1999 tentang Pendidikan Mengemudi
X
Kendaraan Bermotor
27. KM 66 Tahun 1993 tentang Fasilitas Parkir X
Sumber: http://hubdat.webid/uu. Angkutan Jalan, website Kementerian Perhubungan.

2-15
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

2.2.2 Forum Lalulintas dan Angkutan


Undang-undang lalulintas dan angkutan yang baru secara eksplisit dan tegas
mengilustrasikan keterlibatan masyarakat dalam sektor lalulintas dan angkutan sejalan
dengan amanat desentralisasi. Selain peran dan tanggung jawab masyarakat untuk
terlibat dalam persoalan lalulintas dan angkutan, undang-undang ini juga menekankan
pada kesatuan dan koordinasi di antara institusi-institusi terkait dengan mendirikan forum
lalulintas dan angkutan pada setiap tingkat administratif pemerintah untuk memberikan
pelayanan yang bersifat mensinergikan tugas-tugas utama dan fungsi dari masing-masing
institusi yang berkaitan dengan lalulintas dan angkutan.
Pasal 13 dalam undang-undang mengindikasikan adanya pembentukan forum lalulintas
dan angkutan, dengan tugas utamanya adalah sebagai wadah koordinasi institusi-institusi
terkait dalam hal perencanaan, analisa permasalahan, dan pemilihan solusi permasalahan
untuk mencapai kondisi lalulintas dan pelayanan angkutan yang lebih baik.

1) Badan Koordinasi Lalu Lintas: BAKORLANTAS


Setelah dengan pendapat di beberapa dinas perhubungan terkait, diketahui bahwa Badan
Koordinasi Lalulintas sudah melayani fungsi yang serupa dengan yang diharapkan dari
keberadaan forlum lalulintas dan angkutan. Anggota BAKORLANTAS terdiri dari DisHub,
Dinas PU, Bappeda, Kepolisian, organisasi lokal dan tokoh masyarakat serta mereka
yang secara resmi ditunjuk oleh kepala daerah dengan surat instruksi yaitu SK (Surat
Keputusan). Frekuansi rapat kordinasi dan fungsi utamanya dibedakan dari yang satu
dengan yang lainnya, namun pada dasarnya BAKORLANTAS digunakan tidak hanya
untuk koordinasi antar instansi terkait, namun juga untuk berdialog dengan mereka dalam
rangka merumuskan perencanaan transportasi dan upaya-upaya pemecahan masalah
lalulintas, yang tidak dapat diselesaikan oleh hanya suatu institusi secara individu, seperti
rerouting dan pencabutan rute angkutan umum, termasuk mencari solusi atas
pelanggaran yang dilakukan oleh operator angkutan umum. Meskipun peraturan
pemerintah terkait forum ini belum diterbitkan, dapat diasumsikan secara rasional bahwa
pemerintah daerah, termasuk DKI Jakarta telah memiliki mekanisme untuk merangkul
aspirasi masyarakat, dan mereka akan mentransformasikan badan koordinasi yang ada
kedalam bentuk forum, sesuai dengan peraturan pemerintah.

2) Aspek Legal Forum Lalulintas dan Angkutan Jalan


Meskipun pemerintah daerah saat ini memiliki badan koordinasinya masing dan tidak
dimandatkan oleh Undang-Undang No14 Tahun 1999, namun hal tersebut secara eksplisit
dijelaskan pada Undang-Undang No. 22 Tahun 2009.
Undang-undang menjelaskan bahwa pemerintah menyelenggarakan kegiatan lalulintas
dan angkutan jalan secara terkoordinasi dengan menunjuk sebuah forum sebagai sarana
koordinasi tersebut. Pasal 13 menunjukkan bahwa “koordinasi lalulintas dan angkutan
jalan sebagaimana dimaksud di dalam ayat (1) dilakukan oleh Forum Lalulintas dan
Angkutan Jalan.”
Sesuai dengan draft peraturan, tujuan pembentukan forum ini adalah 1) mensinergikan
tugas dan fungsi setiap institusi terkait lalulintas dan angkutan jalan, antara lain
Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perindustrian,
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, serta Kepolisian pada tingkat pemerintah

2-16
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

pusat, serta institusi-institusi serupa pada tingkat pemerintah daerah kecuali BPPT, dan 2)
memperkuat dan mempermudah implementasi pelayanan angkutan jalan.
Forum ini akan dibentuk dalam kerangka struktur admnistratif pemerintahan, termasuk
tingkat nasional, provinsi, kota dan kabupaten, selain itu tidak hanya dibagi berdasarkan
struktur administratifnya, namun juga akan dibagi berdasarkan klasifikasi jalan.
Pembagian forum dalam sistem yang demikian karena kedudukan lembaga dalam
konteks kelompok administrasi jalan dianggap berbeda satu dengan yang lain, dalam
perencanaan perkotaan dan pedesaan. Selain itu, forum ini lebih berorientasi sebagai
badan koordinasi untuk institusi-institusi pemerintah.

2.2.3 Otoritas Transportasi JABODETABEK (OTJ)


Setelah OTJ didirikan, disarankan untuk dilakukan review terhadap status dan fungsi
forum, dan dalam rangka meningkatkan keterhubungan antara OTJ dengan forum-forum
yang ada ditingkat kabupaten dan kota.
Sejak September 2010, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian
(UKP4) telah memperbaharui “Langkah-Langkah Pengelolaan Transportasi Jabodetabek”
termasuk rencana tindaknya dan matriks pemantauannya. Matriks terakhir, yang direvisi
pada bulan Maret 2011, adalah edisi kedelapan sekaligus edisi terbaru yang
memperbaharui versi terakhir pada bulan April 2011, melalui sistem pelaporan internet
sebagaimana diperkenalkan oleh UKP4 pada bulan Februari 2011. Websitenya didesain
dengan sifat tertutup dan terbatas untuk diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan
pada masing-masing kementerian dan pemerintah daerah DKI Jakarta. Sistem
pelaporannya didesain untuk mengumpulkan perkembangan baru dari aktivitas-aktivitas
setiap institusi secara tepat, sehingga UKP4 dapat melakukan evaluasi dan memberikan
feedback pada periode waktu tertentu yang layak. Sistem ini tidak hanya memerlukan
laporan perkembangan singkat, namun juga dokumen-dokumen terkait berikut foto-
fotonya harus diserahkan oleh setiap institusi untuk membuktikan perkembangan yang
dilaporkannya.
Tujuan pendirian Otoritas Transportasi Jabodetabek (OTJ) adalah salah satu bagian dari
langkah pengelolaan transportasi Jabodetabek yang diperkenalkan oleh UKP4. Tolak ukur
kunci ditentukan oleh UKP4 untuk pendirian OTJ dan masterplan Jabodetabek yang
terintegrasi, yang mana akan didasari oleh rencana dasar OTJ dalam implementasi
kebijakan dan kegiatan di bidang transportasi, yang diringkas dalam Tabel 2.2.5.
Status saat ini dari draft peraturan presiden untuk pendirian OTJ adalah masih dalam
tahap penyerahan kepada Sekretaris Kabinet untuk diberikan kepada Presiden.

2-17
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Tabel 2.2.5 Tolak Ukur OTJ dan Masterplan Transportasi


Aktivitas Institusi Utama Institusi Terkait Target Waktu dan Output
Pendirian OTJ
Studi pembentukan kelembagaan CMEA MOT, Bappenas, Des. 2010
untuk pendirian OTJ UKP4 Studi ini diselesaikan
Penyusunan draft peraturan CMEA MOT, Bappenas April 2011
presiden terkait pendirian OTJ and UKP4 Draft final dari peraturan presiden
(SetNeg, diserahkan pada Sekretaris Negara
Menpan, MTI) June 2011
Peraturan dikeluarkan oleh presiden
Pendirian OTJ CMEA MOT, Bappenas, April 2011
UPK4, 3 Draft awal terms of reference (TOR) dan
provinces, standard operation procedures (SOP)
MOPW, dirumuskan.
Kepolisian Juni 2011
Draft final TOR, SOP dan kandidat ketua
dan wakil-wakilnya diajukan kepada
presiden.

Pendirian OTJ CMEA MOT, Bappenas, Agustus 2011


UPK4, 3 Keputusan Presiden dikeluarkan kemudian
provinces, presiden melakukan pengangkatan ketua
MOPW, Police dan wakil-wakilnya.
Oktober 2011
Diseminasi public terkait kepada sektor-
sektor terkait dan masyarakat. Proses
perekrutan dan mobilisasi personel
Desember 2011
Peresmian OTJ
Revisi MasterplanTransportasi Jabodetabek yang Terintegrasi
Evaluasi terhadap masterplan CMEA Bappenas, MOT,
Desember 2010
transportasi eksisting JTA Perumusan laporan draft final evaluasi
masterplan transportasi eksisting
(SITRAMP)
Februari 2011
Laporan final evaluasi masterplan
transportasi
Revisi master plan transportasi CMEA Bappenas, MOT, Desember 2010
JTA Diskusi laporan draft final master plan
dengan stakeholder terkait
Juni 2011
Laporan draft final revisi masterplan
transportasi diselesaikan dan untuk direview
oleh masing-masing kementerian
Pengumuman peraturan pemerintah CMEA MOT, JTA Juni 2011
(PP) untuk masterplan transportasi Penyusunan draft PP master plan
Jabodetabek Agustus 2011
Draft diserahkan pada Sekretaris Negara
Oktober 2011
Peraturan pemerintah diberlakukan dan
dipublikasikan
Desember 2011
Pedoman teknis dari setiap kementerian-
kementerian terkait serta pemerintah daerah
dikompilasikan dan dipublikasikan
Sumber: Langkah Pengelolaan Transportasi Jabodetabek edisi ke 8. UKP4. Maret 2011

2-18
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Pada awalnya, OTJ dimaksudkan untuk menjadi lembaga dengan otoritas yang relatif
tinggi untuk mengimplementasikan misi-misinya, untuk merealisasikan keterpaduan
masterplan transportasi dan untuk mengembangkan pelayanan transportasi public di
Jabodetabek; Selain itu, lembaga ini juga didirikan untuk menjadi wadah koordinasi dan
pengelolaan dari misi-misi di atas.
Berdasarkan draft peraturan presiden yang diserahkan pada pihak yang berkepentingan,
otoritas transportasi tersebut didirikan dengan sejumlah pertimbangan antara lain;
(1) sistem transportasi publik di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi harus
dikembangkan, dalam rangka meningkatkan pelayanan masyarakat, mendukung
pengembangan ekonomi dan menciptakan lingkungan hidup yang lebih baik bagi
masyarakat; dan
(2) pengembangan jaringan transportasi yang efektif dan efisien dapat mengurangi
beban sentralisasi yang berlebihan ke DKI Jakarta dan secara paralel mendorong
pengembangan kawasan pusat sub-perkotaan (satelit).

3) Fungsi, Tugas dan Otoritas


Otoritas transportasi ini akan didirikan langsung dibawah presiden, sehingga ketuanya
pun akan bertanggung jawab secara langsung kepada presiden, sebagaimana halnya
menteri atau kepala kepolisian. Meskipun status dari kepala otoritas bukan seperti
layaknya menteri atau kepala lembaga tinggi Negara lainnya sejak undang-undang
membatasi pendirian kementerian atau lembaga tinggi baru, demikian istilah lembaga
pemerintah bukan pemerintah telah dihapus dari draft, yang menyebabkan kedudukan
dari OTJ menjadi semakin tidak menentu, sama halnya dengan otoritas yang diberikannya
yang cenderung tidak menentu, termasuk juga hubungan kedudukannya yang tidak jelas
terhadap kementerian, kementerian Negara dan lembaga-lembaga tinggi lainnya. Namun
demikian, satu hal yang pasti bahwa di dalam peraturan presiden dijelaskan bahwa
otoritas ini dipandu oleh tim koordinasi yang diketuai oleh Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian, yang dikepalai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian,
yang mana berimplikasi pada suatu kesimpulan bahwa bagaimanapun juga OTJ berada
dibawah pengendalian kementerian koordinator.
Tugas utama dari OTJ antara lain mencakup 1) merumuskan rencana tindak jangka
pendek berdasarkan masterplan transportasi, 2) menjamin pelayanan angkutan umum
dan pengembangan infrastruktur pendukung yang diperlukan, 3) mengimplementasikan
traffic demand management, 4) mengembangkan transit oriented development, 5)
mengelola pembiayaan dan melaksanakan perencanaan dan monitoring terhadap
kinerjanya.
Pasal 4 dari draft peraturan menyatakan bahwa fungsi dari otoritas adalah sebagai
berikut;
a. untuk memformulasikan rencana umum dan rencana tindak transportasi untuk
mengembangkan dan menyediakan pelayanan transportasi yang terintegrasi;
b. memperkuat pelayanan transportasi umum perkotaan;
c. mengembangkan dan meningkatkan infrastruktur dan fasilitas yang mendukung
pelayanan transportasi umum perkotaan;
d. menerapkan traffic demand management (TDM);

2-19
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

e. mendukung pengembangan transit oriented development (TOD);


f. melakukan monitoring dan evaluasi terhadap implementasi masterplan transportasi
dan program-program terkait dalam rangka pengembangan pelayanan transportasi
yang terintegrasi di kawasan Jabodetabek;
g. penyediaan anggaran untuk implementasi masterplan dan program-programnya;
h. melaksanakan manajemen asset nasional dibawah tanggung jawab OTJ; dan
i. melakukan supervise terhadap keseluruhan implementasi tugas-tugas dibawah
otoritas OTJ.
Satu hal yang menjadi isu paling mendasar dari OTJ adalah bagaimana cara melakukan
tugas-tugas yang secara bersamaan pun telah dibebankan kepada kementerian-
kementerian dan pemerintah daerah. Sejak tugas pokok dan fungsi OTJ terkait di dalam
undang-undangan dan peraturan terkait seperti UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas
dan Angkutan Jalan, UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah, maka dari sudut pandang legalitas hokum, maka undang-
undang dan peraturan-peraturan tersebut harus direvisi, atau setidaknya setiap institusi-
institusi terkait melakukan pengajuan perubahan dalam rangka mengakomodasi
keberadaan peraturan presiden tentang OTJ. Selain itu, dalam rangka menjaga
konsistensi dan menghindari konflik arahan dalam undang-undang dan peraturan terkait,
maka peraturan presiden khususnya pada pasal 38 perlu diperhatikan, yakni pemberian
kewenangan kepada OTJ dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat khususnya terkait
dengan pelaksanaan otoritas pelayanan transportasi yang penting.
a. Dalam rangka memfasilitasi penyelenggaraan tugas dan fungsi OTJ, pemerintah
khususnya pemerintah pusat memutuskan untuk menyerahkan kewenangan-
kewenangan penting dalam sektor transportasi kepada OTJ.
b. Selain itu pada ayat (a), OTJ diberikan kewenangan khusus dalam
menyelenggarakan sektor transportasi Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten,
Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota
Tangerang, Kabupaten Tangerang and Kota Tangerang Selatan, untuk pelaksanaan
misi-misinya.
c. Ketentuan lebih lanjut dari pemindahan kewenangan akan diatur dalam peraturan
pemerintah.
Selain dari isu-isu pengaturan di atas, terdapat sejumlah kontroversi dan permasalahan
yang belum terselesaikan terkait keberadaan OTJ seperti persoalan sumber pendanaan.
Akar permasalahannya disebabkan oleh kurangnya diskusi dan koordinasi di antara
institusi-institusi terkait, khususnya tidak dilibatkannya Kementerian Keuangan secara
intensif dalam persiapan pembentukan OTJ, demikian menyebabkan persoalan
pendanaan sebagai salah satu yang paling krusial justru terlupakan pada tahap awal
pembentukannya. Namun demikian, di dalam materi draft final peraturan pemerintah,
persoalan ini coba diatasi dengan adanya penjelasan dasar bahwa sumber pendanaan
OTJ adalah berasal dari anggaran pemerintah pusat.
Pada awalnya, konsep pendanaan OTJ direncanakan berasal dari anggaran pemerintah
pusat dan pemerintah daerah terkait, serta mempertimbangkan pula adanya
kemungkinan-kemungkinan untuk memperoleh pinjaman baik dalam maupun luar negeri,
serta sumber pendanaan yang berasal dari pendapatan penyelenggaraan sektor

2-20
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

transportasi seperti keuntungan busway, MRT, dan pendapatan dari penataan ulang
kawasan stasiun dan lain-lain. Gagasan berbeda kemudian muncul karena setelah
didiskusikan dengan Kementerian Keuangan, dikatakan oleh Kementerian tersebut bahwa
OTJ adalah lembaga yang berada pada tingkat pemerintah pusat (nasional) sehingga
sumber pendanaannya pun harus berasal dari pemerintah pusat itu sendiri, selain itu
anggaran dari dari pemerintah daerah tidak dapat digunakan. Namun demikian, gagasa
untuk melibatkan pendanaan pemerintah daerah pada dasarnya ditujukan agar pemeritah
daerah dapat berperan lebih aktif dalam OTJ termasuk dalam pengelolaan, perencanaan
serta implementasinya.
Meskipun tidak dijelaskan secara eksplisit dalam peraturan presiden, namun dirasakan
bahwa institusi-institusi terkait memberikan kemungkinan bagi pemerintah daerah untuk
dapat berkontribusi dalam pembiayaan OTJ, yang dapat memungkinkan adanya korelasi
program dan proyek yang dilaksanakan oleh OTJ dengan pihak pemerintah daerah.
Struktur organisasi OTJ cenderung konvensional, yang mana sangat mengacu kepada
peraturan dalam struktur administrasi pemerintahan yang bersifat rigid, sebagaimana
kementerian-kementerian yang ada saat ini, yang cenderung kurang inovatif dan berperan
dalam melaksanakan tugas-tugasnya terkait persoalan-persoalan yang strategis dan
dinamis, apalagi sektor transportasi yang bersifat menyangkut pelayanan kepada banyak
orang daripada sekedar persoalan administrasi pemerintahan. Kondisi demikian telah
menyebabkan kadang-kadang sektor swasta cenderung lebih diandalkan dalam hal-hal
yang berkaitan dengan penyediaan pelayanan transportasi publik.
OTJ dipimpin oleh seorang ketua dengan tiga orang wakilnya, yang secara langsung
diangkat oleh presiden. Jabatan eksekutif untuk ketua dapat berasal dari PNS (Pegawai
Negeri Sipil: civil servant) atau bukan PNS. Sesuai dengan peraturan, hak-hak financial
dan fasilitas-fasilitas lainnya dari ketua adalah setara dengan apa yang diberikan kepada
seorang Menteri Kementerian Negara, dengan kedudukan structural adalah eselon 1A
untuk deputi-deputinya. Isu lain yang berkaitan dengan struktur organisasi OTJ adalah
mekanisme kerja yang dinyatakan di dalam pasal 28. Dalam pasal tersebut dikatakan
bahwa OTJ bertugas untuk melaksanakan fungsi utama koordinasi dengan kementerian-
kementerian terkait, institusi teknis dan pemerintah daerah disamping fungsi lainnya
sebagai pihak yang melakukan realisasi pembangunan infrastruktur transportasi sesuai
dengan amanat masterplan transportasi. Hanya saja jika OTJ kemudian dijalankan seperti
model tersebut, maka dikhawatirkan posisinya tidak akan berbeda dari badan-badan
koordinasi lainnya seperti BKSP Jabodetabek (Badan Kerja Sama Pembangunan
Jabodetabek: Jabodetabek Development Cooperation Agency), yang mana menjadi
cenderung kurang berfungsi dalam rangka pencapaian misi-misi dan pelaksanaan tugas-
tugas pokoknya. Gambar 2.2.1 menunjukkan versi terakhir dari struktur organisasi OTJ
yang diajukan oleh Kementerian Koordinator Perekonomian pada bulan Desember 2011.

2-21
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Gambar 2.2.1 Struktur Organisasi OTJ

Chairperson

Secretariat Inspector

Deputy Deputy Deputy


Planning and Cooperation Transport System Development Monitoring and Evaluation

Consist of at most Consist of at most Consist of at most


4 directorates 4 directorates 4 directorates

Sumber: Tim Studi

4) Tahap Selanjutnya
Draft awal dari deskripsi tugas-tugas dan standard operation procedures (SOP) diberikan
pada UKP4 pada akhir bulan April untuk memenuhi batas waktu penyerahan yang telah
ditentukan. Draft tersebut diformulasikan oleh Kementerian Koordinator Perekonomian,
tanpa melalui koordinasi atau diskusi dengan kementerian-kementerian terkait, sehingga
tahap berikutnya adalah diagendakan untuk penyelenggaraan seri diskusi dalam rangka
membahas sekaligus memfinalisasikan deskripsi tugas-tugas serta SOP terkait OTJ.
Diskusi tersebut dianggap strategis dan perlu dilakukan secara lebih intensif karena
menyangkut pembahasan tentang batasan serta pembagian kewenangan dari setiap
kementerian yang mungkin bertumpang tindih atau tidak sejalan dengan tugas-tugas OTJ,
dan disamping itu diskusi ini perlu karena sebelumnya tidak dilakukan.
Setelah peraturan presiden diberlakukan, maka tolak ukur penting lainnya dalam
pembentukan OTJ adalah untuk tahap pengajuan kandidat ketua dan wakil-wakil badan
pengurus OTJ. Pengurus yang diajukan harus memiliki kepemimpinan yang kuat serta
wawasan yang memadai dalam konteks transportasi perkotaan dan perencanaan.

2.2.4 Subsidi Bahan Bakar


Sudah menjadi permasalahan yang lama dibahas, suatu konsep rencana untuk
mengurangi subsidi bahan bakar pada tahun 2004, telah kembali digulirkan pada bulan
April 2011. Pemerintah mengumumkan bahwa pada bulan Januari, dalam rangka
kebijakan subsidi bahan bakar, yang akan diimplementasikan setahap demi setahap mulai
dari bulan April, adalah upaya untuk mengurangi subsidi bahan bakar. Berdasarkan
Pertamina, terkait dengan agenda ini, maka bahan bakar non subsidi pun telah
ditingkatkan setahap demi setahap di sejumlah daerah di Indonesia. Setidaknya di
Jabodetabek, kisaran harga bahan bakar naik sebesar Rp.200/L sampai dengan Rp.650/L
tergantung pada jenis bahan bakarnya.

2-22
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Tabel 2.2.6 Harga Bahan Bakar Bersubsidi dan Non Subsidi di Jabodetabek
Jenis Bahan Bakar Harga Non Subsidi Catatan
Pertamax Plus Rp.9,550 Tertinggi: Rp.10,100 di Melawai
Terendah: Rp.9,150 di Batam
Pertamax/ Bio Pertamax Rp.9,250 Tertinggi: Rp.10,750 di Kab. Berau
Terendah: Rp.9,450 di UPMs IV region
Pertamina Dex Rp.10,000 -
Sumber: “Perkembangan Harga BBM Non-Subsidi periode 15 Mei 2011” PT. Pertamina. (Mei 15, 2011)

Berdasarkan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM), bahan bakar


bersubsidi mengalami peningkatan secara signifikan setiap tahunnya, mencapai 80%
pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun sebelumnya (lihat Tabel 2.2.7). Total subsidi
dari anggaran pemerintah untuk subsidi berbagai jenis bahan bakar adalah mencapai Rp.
413.2 triliun Rupiah pada tahun 2011. Hasil survey IAEA terkait dengan subsidi bahan
bakar minyak pada tahun 2008 menyatakan bahwa subsidi di Indonesia mencapai 4% dari
total PDB. Harga retail untuk bahan bakar bensin di Indonesia pun 58% lebih murah dari
harga pasar internasional, dan 67% untuk diesel, sementara masing-masing 14% dan
35% di China dan 35% dan 20% di India. 2 Sedangkan untuk tahun 2011, pemerintah
mengalokasikan Rp.95.9 triliun untuk subsidi bahan bakar minyak dan bahan bakar
bertabung gas 3kg (LPG).3
Berdasarkan pemetaan rencana, pengelolaan bahan bakar bersubsidi dimulai di
Jabodetabek sebbagai pilot project sejak kawasan ini dipertimbangkan sebagai salah satu
kawasan yang paling siap dalam hal infrastruktur dan juga atas dasar pertimbangan
konsumsi bahan bakar bersubsidinya yang mencapai 18% dari keseluruhan konsumsi
bahan bakar premium nasional.

Tabel 2.2.7 Konsumsi Bahan Bakar Bersubsidi dan Jumlah Subsidinya (2006-2010)
Jenis 2006 2007 2008 2009 2010
Konsumsi Bahan Bakar Bersubsidi
37.4 38.6 39.2 37.7 38.4
(juta KL)
Jumlah Subsidi
64.2 83.8 139.1 45.0 81.1
(triliun Rupiah)
Sumber: “Pengaturan BBM Bersubsidi Telah Sesuai Roadmap.” ESDM. Januari 6, 2011.
http://www.esdm.go.id/berita/migas/40-migas/4039-pengaturan-bbm-bersubsidi-telah-sesuai-roadmap.html

Jika melihat pada tingkat konsumsi bahan bakar bersubsidi pada tahun 2010, maka sektor
transportasi darat merupakan sektor yang menjadi konsumen terbesar dengan prosentase
89%, diikuti oleh sektor domestik 6%, perikanan 3%, usaha kecil 1% dan transportasi air
1%. Pada sektor transportasi darat, bahan bakar premium dikonsumsi oleh kendaraan
pribadi sebanyak 53% sedangkan motor 40%, sisanya angkutan barang 4% dan angkutan
umum 3%.4
Meskipun nantinya kenaikan harga bahan bakar non subsidi di Jabodetabek terjadi,

2
Viewpoints. Michael Risharson. May 9, 2011. The Straits Times.
3
Pasal 7. UU10-2010 tentang APBN.
4
“Pengaturan BBM Bersubsidi Telah Sesuai Roadmap.” ESDN. Januari 6, 2011.

2-23
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

namun hal tersebut tidak menyebabkan terjadinya peningkatan tarif angkutan umum,
karena angkutan umum masih menggunakan bahan bakar bersubsidi, sesuai dengan
peraturan Keputusan Menteri ESDM No.1 Tahun 2009 tentang Harga Jual Retail Bahan
Bakar untuk Transportasi dan Pelayanan Umum, dan Peraturan Presiden No.9 Tahun
2006 tentang perubahan Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2005 tentang Harga Jual Retail
Bahan Bakar Nasional. Peraturan tersebut menetapkan harga bahan bakar adalah
Rp.4,500/kl untuk minyak premium dan disel rmah tangga, usaha kecil, perikanan,
transportasi dan pelayanan umum.
Berdasarkan perkiraan data SUSENAS pada tahun 2008 dan World Bank, kelompok
masyarakat pendapatan tinggi (25%) menerima alokasi subsidi sebanyak 75%, di mana
justru masyarakat pendapatan rendah hanya menerima alokasi subsidi sebanyak 15%,
yang mengindikasikan bahwa telah terjadi ketidaksesuaian target dan alokasi subsisi. 5
Gambaran lainnya yang diperoleh dari data Survey Sosial dan Ekonomi Nasional tahun
2008, 84% bahan bakar bersubsidi dinikmati oleh kelompok masyarakat kaya yang
jumlahya mencapai 50% dari keseluruhan penduduk di Negara ini6, sehingga alasan ini
pula yang mendukung upaya merasionalisasikan penurunan bahan bakar bersubsidi di
kawasan Jabodetabek.
Dari total bahan bakar bersubsidi yang dikonsumsi di Indonesia, kawasan Jabodetabek
mengkonsumsi sebanyak 30%, atau 18% dari konsumsi bahan bakar premium nasional,
sedangkan Jawa-Bali adalah pengkonsumsi tertinggi sebanyak 59% dari total konsumsi
nasional.7 Demikian, sangat logis apabila kebijakan pengaturan bahan bakar bersubsidi di
awali dari kawasan Jabodetabek, yang memang sudah sangat siap dalam berbagai aspek
serta merupakan kawasan dengan dampak yang akan sangat signifikan dari pelaksanaan
kebijakan ini nantinya.

2.2.5 Masalah-Masalah Kelembagaan Pelayanan Angkutan Umum


Orientasi dari pelayanan angkutan umum sejauh ini cenderung difokuskan kepada upaya
peningkatan pendapatan dari masing-masing operator daripada upaya meningkatkan
kualitas pelayanannya.
Stakeholder transportasi umum adalah sangat luas, dan upaya kolektif untuk
menyediakan dan meningkatkan pelayanan angkutan umum belum dilaksanakan dalam
struktur yang ketat dan koordinatif, namun justru masih cenderung mengandalkan kinerja
masing-masing lembaga secara individual. Di beberapa daerah partisipasi
dan pengaruh tokoh masyarakat setempat sangat dominan, padahal di sisi lain
pemahaman mereka terhadap pengoperasian angkutan umum masih tidak
memadai. Masalah kelembagaan dan pengaturan ditunjukkan dari tidak mampu dan tidak
efektifnya lembaga penegak hukum pemerintah untuk mengawasi operasional bus-bus
swasta, selain itu mekanisme penentuan rute dan jenis angkutan pun tidak dilakukan
sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.8
Masalah-masalah utama lainnya yang terkait dengan kelembagaan, keuangan dan

5
“Hasil Penerimaan Sektor Miga Lebih Bnyak Untuk Subsidi” Press Release, April 1, 2011. ESDM.
6
“Late fuel subsidy removal hurts RI” Mary 12, 2011. The Jakarta Post.
7
ditto
8
Penyusunan Master Plan Pola Transportasi Makro (PTM) di Jabodetabek ( PTM Jabodetabek). Kementerian
Perhubungan. 2009.

2-24
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

pengaturan adalah sebagai berikut;9


• Kurangnya sinkronisasi dan koordinasi dengan stakeholder-stakeholder terkait dalam
perencanaan dan sistem transportasi, serta kaitannya terhadap pembangunan ruang;
• Kurangnya antisipasi dari penyediaan infrastruktur yang cukup akibat adanya
keterbatasan pendanaan dan kurang efektifnya perencanaan pembangunan yang
dilakukan oleh institusi-institusi terkait;
• Kurangnya standar pelayanan dasar yang detail sebagai pedoman bagi angkutan dan
kualitas pelayanannya;
• Kurangnya manajemen dan koordinasi akibat tidak berfungsinya sistem perkoperasian
kepemilikan bus; serta
• Sistem subsidi yang tidak dapat dipahami dan tidak strategis, yang tidak menyentuh
public secara umum atau mendukung peningkatan pelayanan angkutan umum.

2.3 Kondisi Jaringan Jalan dan Lalulintas


2.3.1 Jaringan Jalan
Jalan diklasifikasikan berdasarkan fungsi atau kelas administratifnya sesuai dengan
undang-undang, peraturan nomor 34. Terdapat empat klasifikasi fungsional jalan yaitu:
Jalan Tol, Jalan Primer, Jalan Sekunder, dan Jalan lainnya; sedangkan berdasarkan
otoritas/administratifnya: Jalan Nasional (Tol), Jalan Nasional (Non-Toll), Jalan Provinsi,
dan Jalan Lain-Lain (Jalan Kabupaten dan lain-lain).
Total panjang jalan pada tahun 2009 adalah lebih dari 6,700 km di DKI Jakarta, dan
sekitar 13,700 km di kawasan Jabodetabek (lihat Tabel 2.3.1). Sekitar 50% dari jalan-jalan
tersebut adalah berada di wilayah DKI Jakarta yang hanya 1/10 dari keseluruhan kawasan
Jabodetabek serta 1/3 jumlah penduduknya dari jumlah penduduk Jabodetabek.
Kepadatan jalan di kawasan Jabodetabek cenderung rendah jika dibandingkan dengan
kota megapolitan lain di dunia (lihat Gambar 2.3.1). Jakarta Pusat memiliki kepadatan
jalan tertinggi berdasarkan luas dan populasinya, sebagaimana memang kawasan
tersebut adalah kawasan bisnis utama di Jabodetabek. Perlu dicatata pula bahwa
kawasan Jakarta Barat memiliki tingkat kepadatan jalan yang cukup tinggi berdasarkan
luas dengan tingkat populasinya yang justru paling tinggi di Jabodetabek. Di luar DKI
Jakarta (Bodetabek, kota-kota seperti Kota Tangerang Selatan dan Kota Bekasi memiliki
tingkat jalan yang relatif kurang jika dibandingkan dengan populasinya.

9
ditto

2-25
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Tabel 2.3.1 Panjang Jalan Berdasarkan Wilayah


Panjang Jalan (km) Luas Penduduk
Wilayah
Tol
Nasional Provinsi Lain-Lain Total (km2) (ribu)
Jakarta Selatan 21.9
50.2 312.1 1,273.7 1,657.9 141.3 2,062
Jakarta Timur 37.2
31.5 335.4 1,058.0 1,462.1 188.3 2,694
DKI Jakarta Pusat 13.6 6.4 233.7 628.9 882.5 48.1 903
Jakarta Jakarta Barat 12.9
39.1 254.6 1,206.7 1,513.2 129.5 2,282
Jakarta Utara 34.6
29.4 194.5 949.8 1,208.3 146.7 1,646
total 113.0
163.8 1,330.3 5,116.9 6,724.0 653.9 9,587
Kota Bogor *2 34.2 26.8 677.1 738.1 111.7 950
Kabupaten Bogor*1 *2 121.5 130.0 1,506.6 1,758.1 2,663.8 4,772
Kota Depok “2 14.3 19.2 469.8 503.2 199.4 1,739
Kota Tangerang *2 16.2 22.0 1,287.5 1,325.7 164.6 1,799
Bodetabek Kota Tangerang Selatan *2 9.2 45.8 137.8 192.7 150.8 1,290
Kabupaten Tangerang *2 27.9 114.4 990.6 1,133.0 959.6 2,834
Kota Bekasi 23.7 13.6 13.3 312.3 362.9 210.5 2,335
Kabupaten Bekasi *2 29.7 26.1 927.0 982.7 1269.5 2,630
total 23.7 266.5 397.5 6,308.5 6,996.3 5,729.9 18,349
JABODETABEK 136.7 430.3 1,727.8 11,425.5 13,720.2 6,383.9 27,936
Sumber: Data Panjang Jalan dari Dalam Angka 2009 (*1 2007, *2 N/A), Luas dan Populasi data dari Sensus 2010
(Tidak termasuk Kepulauan Seribu)

Gambar 2.3.1 Perbandingan Kepadatan Jalan di Kota-Kota Megapolitan


Road Length per squar kilometer
(km)
30
23.2
20.0
20 15.4 16.6

10.3
10 7.6 8.1
2.1
0
rta

on
rk

ris
K

ok
ar

lita
BE

Yo

nd
ka

Pa

nk
w

po
TA
Ja

Ba
Lo
w
23

ro

Ne
DE
I

o
DK

et
ky

m
BO

To

o
JA

ky
To

Sumber: Tokyo Metropolitan White Paper 2000, Economic Outlook in Thailand 1996/97

2-26
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Gambar 2.3.2 Kepadatan Jalan Berdasarkan Luas dan Penduduk


Road Length per square kilometer Road Length per thousand population
(km) (km)
0 2 4 6 8 10 12 0.0 2.1

DKI Jakarta 10.3


DKI Jakarta 0.70

Kota Bogor 6.6 Kota Bogor 0.77

Kab. Bogor 0.7 Kab. Bogor 0.37

Kota Depok 2.5 Kota Depok 0.29

Kota Tangerang 8.1 Tangerang


Kota 0.74

Kota Tang-Sel. 1.3 Kota Tang-Sel. 0.15

Kab. Tangerang 1.2 Kab. Tangerang 0.40

Kota Bekasi 1.7 Kota Bekasi 0.15

Kab. Bekasi 0.8 Kab. Bekasi 0.37

Total 2.1 Total 0.49

Sumber: Data Panjang Jalan dari Dalam Angka 2009 (Kab.Bogor:2007), Luas dan Penduduk dari Sensus
2010

Pembangunan jaringan jalan tol sedang berlangsung, jalan-jalan tol radial yang
menghubungkan Merak, Serpong, Bogor dan Cikampek sebagaimana dua ringroad
lainnya (JORR), pelayanannya hampir mencapai 137 km. Jalan Intra Perkotaan Jalan Tol
(JIUT) adalah jalan tol dalam kota yang berada pada radius 4 sampai 7 km dari pusat Kota
Jakarta. JORR juga merupakan jalan tol ringroad yang berada pada radius 10 sampai 13
km dari pusat Kota Jakarta sekitar area metropolitan.
Jalan-jalan tol radial utama Jakarta-Merak, Jagorawi dan Jakarta-Cikampek umumnya
adalah Dual-3 dan beberapa bagian di dalam kota adalah Dual-4. JIUT dan JORR pada
umumnya Dual-3 dan pada beberapa bagian di daerah-daerah tertentu Dual-4 dengan
tambahan jalur untuk truk / bus saja.

2-27
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Gambar 2.3.3 Jaringan Jalan Berdasarkan Kelasnya

Sumber: Kapasitas Jalan dari data JUTPI Road Network for the traffic simulation

2-28
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

2.3.2 Kondisi Lalulintas Jalan


1) Volume Lalulintas
Survei perhitungan volume lalulintas dilakukan oleh JICA pada tahun 2008 untuk
memperbarui database SITRAMP. Melalui perbandingan dengan survei sebelumnya pada
tahun 2000, 2002, 2006 dan 2007, peningkatan pesat lalulintas sepeda motor ini
dibuktikan pada seluruh cordons dan screenlines. Volume mobil, bagaimanapun
juga bervariasi tergantung pada cordons dan screenlinesnya. Telah terjadi peningkatan
sebesar 30% - 40% pada cordon selatan DKI Jakarta dan timur-barat screenline,
sementara peningkatan lalulintas di cordon timur, barat dan utara-selatan screenline telah
dibatasi, atau bahkan diturunkan. Karena alasan penurunan volume mobil
penumpang pada batas wilayah timur yang tidak jelas, maka situasi ini harus diselidiki
lebih lanjut.
Gambar 2.3.4 Perbandingan Volume Lalulintas Cordon Line DKI Jakarta

Cordon Line
West Segment
350 336.8 Cordon Line
300
East Segment
250 350
331.3
200 300
121.9 127.4
150 250
100 100.1 166.7
200 142.4
50 150
0 100 88.0
2000 2008 50
0
Cordon Line 2000 2008
South Segment
350
300
250
225.9 Car
200
122.8
150 Motorcycle
86.8
100
50 53.5

0
2000 2008

Sumber:
2008 traffic volume: JICA (2009). Consultant Service for Updating the Database for SITRAMP
2000 traffic volume: SITRAMP (Phase 1)
Catatan: Mobil adalah jumlah mobil penumpang tidak termasuk taksi

2-29
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Gambar 2.3.5 Perbandingan Volume Lalulintas pada Screen Line Jabodetabek

East - West [Unit: 1,000 Vehicles/16h]


2,000 2,006
Motorcycle
Pax. Car
Truck
1,500
Bus

1,000 North - South [Unit: 1,000 Vehicles/16h]


911
697 2,000
700 Motorcycle
500 Pax. Car
156 Truck
115 1,500
Bus
72 97
0 1,212
2002 2008 1,000

479
500 435
435
76 53
0 51 38
2002 2008

Sumber:
2008 traffic volume: JICA (2009). Consultant Service for Updating the Database for SITRAMP
2002 traffic volume: SITRAMP (Phase 2)

2) Kecepatan Perjalanan (Travel Speed)


Kecepatan perjalanan pada saat hari biasa khususnya untuk jam sibuk sore hari (6-7PM)
pada tahun 2007 di jalan-jalan arteri utama pada kawasan CBD ditunjukkan pada Gambar
2.3.6. Data ini dikumpulkan melalui penggunaan alat global positioning system (GPS)
yang mana perangkat ini dapat mengirimkan data posisi pada setiap 30 detik melalui
GPRS (General Packet Radio Service). Angka ini menunjukkan bahwa kecepatan
perjalanan di jalan-jalan arteri relative lebih rendah dibandingkan dengan kawasan CBD
dan jalan-jalan menuju kawasan CBD seperti Hayam Wuruk, Gajah Mada, Gunung Sahari,
Mangga Dua, Jend. Sudirman, Gatot Subroto, Rasuna Said dan Satrio. Selain itu,
kecepatan perjalanan yang sangat rendah juga diamati di sekitar stasiun Kota, Pasar
Senen, Manggarai dan Hotel Indonesia. Kecepatan rata-rata di kawasan CBD sebagian
besar berkurang dari 20 km/jam pada jam puncak pagi sedangkan kecepatannya menurun
di bawah 10 km/jam pada jam puncak pagi.

2-30
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Gambar 2.3.6 Travel Speed pada Jam Sibuk Sore Hari Biasa (2007)

Sta. Kota

Sta. Gambir

Sta.
Manggarai
Gelora Legend
Bung Karno
19PM(Filter)
Legend
F19
0 - 10 km
11 - 20 km
21 - 30 km
31 - 40 km
41 - km

0 0.5 1 2 3 4
km
KODE_UNSUR
± Travel_Speed07

Sumber: Japan External Trade Organization (JETRO) (2008). Study on Jakarta Road Pricing in the
Unknown
Republic of Indonesia
Unknown
Unkonwn
Gambar 2.3.7 Jam Sibuk Pagi Hari dan Kecepatannya

(6.1 km/h)
(16.1 km/h)

(26.3 km/h)

(9.4 km/h)
(19.2 km/h)
(24.7 km/h)

Sumber: ARSDS (1985), SITRAMP Phase 1 Travel Speed Survey (2000), JUTPI Travel Speed Survey
(2011)

2-31
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

2.3.3 Pembangunan Jaringan Jalan


1) Rencana Jakarta Outer-Ring Road (JORR)
Jakarta Outer-Ring Road (JORR) adalah jaringan jalan tol dengan panjang 75.5 km yang
melayani sekitar Kota Jakarta, dan operasionalnya sudah mencapai kurang lebih 74%.
Dua seksi, sekitar 19.7 km, sedang dibangun di antara barat Jakarta (Serpong dan Jalan
Tol Merak) dan bagian lainnya adalah di utara-timur. Penyelesaian dari dua bagian
tersebut (lihat Gambar 2.3.9) akan mengurangi lalulintas di Jl Gatot Subroto dan
meningkatkan aksesibilitas ke pelabuhan Tanjung Priok Port secara signifikan. Volume
lalulintas tumbuh dan diharapkan untuk terus tumbuh setelah jalan ringroad ini selesai
dibangun.

Gambar 2.3.8 Volume Lalulintas JORR


150
119
113
million veh./year

103 106
100 86

50

0
2006 2007 2008 2009 2010

Sumber: Jasamarga.com

Tabel 2.3.2 Status JORR


No. Section Panjang (Km) Status
1 Sleratan 14.3 Complete
2 E1 4.0 Complete
3 E2 9.1 Complete
4 E3 16.3 Complete
5 W1 9.8 Complete
6 W2N *1 7.7 Under Construction
7 W2S 2.4 Complete
8 Tg Priok Access 12.0 Under Construction
Sub-Total 55.9 Complete
Sub-Total 19.7 Under Construction
Total 75.6 When Complete
*1
Sumber: Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), : PT. Jasa Marga Profile FY2010-11

2-32
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Gambar 2.3.9 Peta Pola Jalan JORR

Under Construction
Completion

2) Rencana Enam Tol Dalam Kota


Sebagaimana dijelaskan dalam Keputusan Presiden No 54 Tahun 2008, enam jalan tol
direncanakan di kawasan koridor dalam kota, dengan total panjang jalan diperkirakan 73
km, yang keseluruhannya berada di dalam kawasan DKI Jakarta. Tujuan dari rencana ini
adalah untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang memburuk serta mengatasi
kemacetan lalulintas. Berikut adalah enam jalan tol dalam kota yang direncanakan
tersebut:
1. Kemayoran-Kampung Melayu (9.6 km)
2. Duri Pulo – Tomang – Kp.Melayu (11.4 km)
3. Rawa Buaya – Sunter (22.8 km)
4. Sunter – Pulo Gebang (10.8 km)
5. Pasar Minggu – Casablanca (9.6 km)
6. Ulujami – Tanah Abang (8.3 km)

Semua rencana jalan tol tersebut direncanakan dibangun dalam struktur tinggi untuk
meminimalkan pembebasan tanah, total biayanya sangat tinggi dan diperkirakan
mencapai 23 triliun IDR. Bagaimanapun juga sangat rasional bilamana jalan tol ini akan
meningkatkan daya tarik perjalanan kendaraan berpenumpang ke kawasan CBD. Oleh
karena itu, perlu pertimbangan yang lebih cermat dalam implementasi traffic demand
management, sehingga akses jalan di kawasan-kawasan CBD tidak semakin tersumbat
oleh lalulintas. Oleh karena semua jenis jalan tol harus menjadi bagian dari jalan nasional
sesuai peraturan, maka dalam hal ini DKI Jakartamemfokuskan diri untuk
mengembangkan jalan non tol layang seperti yang akan dijelaskan pada tahap berikutnya.
Diperlukan antisipasi terhadap kemungkinan bahwa sejumlah pola jalan dari enam tol ini
akan berparalel atau overlap dengan alternatif MRT East – West dan mungkin juga
bersimpangan dengan MRT North – South line. Bagaimanapun juga, jika koridor MRT

2-33
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

dan jalan tol dalam kota saling overlap, yang kemudian menyebabkan pembangunan
koridor dengan struktur double deck atau triple deck sebagai alternatifnya. Maka
perkembangan proyek-proyek ini perlu diperhatikan lebih mendalam terutama dalam
konteks dampak struktur tersebut terhadap lingkungan dan pada efektivitas penerapan
scenario traffic demand management.

3) Rencana Pembangunan Jalan Layang Non-Tol di DKI Jakarta


Pembangunan jalan arteri non-tol selama lima tahun terakhir di DKI Jakarta hanya
terbatas pada: pelebaran Jl. Sudirman dan Jl. Thamrin khususnya dalam rangka
operasional TransJakarta, sebagaimana halnya dengan Jl. Prof. Dr. Satrio, Jl.Casablanca
dan Kawasan Bodetabek yang telah mengembangkan jaringan jalannya juga seperti Jl.
Benteng Banten sepanjang jalur kereta api Tangerang atau Jl. Marunda Makmur.
DKI Jakarta memang tidak memiliki kewenangan untuk membangun jalan tol secara
hukum, namun empat ruas jalan elevated non tol adalah dibawah rencana dan studi DKI
Jakarta. Pola jalan dari setiap empat rute tersebut masih belum secara pasti ditentukan;
Rencana koridornya dideskripsikan oleh Dinas Pekerjaan Umum sebagai berikut:
1. Kampung Melayu – Tanah Abang, sepanjang Jl. Casablanca
2. Pangeran Antasari – Kemayoran Baru
3. Pasar Minggu – Mangga Rai
4. Ciledug – Tendean

Khususnya, proyek tersebut direncanakan untuk dimulai dengan rencana detail pada
seksi Jl. Rasuna Said sampai dengan Jl. Jend Sudirman, sementara untuk Kampung
Melayu - Tanah Abang sepanjang Jl. Casablanca dimulai dari tahun depan. Dengan juga
mempertimbangkan seksi Ciledug – Tendean, yang mana proses pembebasan lahannya
masih menjadi persoalan.
Rencana pembngunan jalan ini tidak dijelaskan secara jelas oleh SITRAMP maupun
Keputusan Presiden No 54 Tahun 2008. Keselarasan rute seksi Pasar Minggu –
Manggarai masih belum jelas, yang mungkin pada sejumlah ruasnya mengalami overlap
dengan rencana jalan tol lainnya, sehingga koordinasi dengan rencana-rencana jalan tol
lainnya dan pembangunan infrastruktur pendukungnya sangat direkomendasikan untuk
dilakukan.
Membertimbangkan keterbatasan kapasitas finansial DKI Jakarta, modal operasional dan
biaya pemeliharaan sistem MRT akan menjadi beban yang sangat besar jika seluruh
pembiayaan ditanggung olh DKI Jakarta. Pembangunan koridor terpadu (jalan dan MRT)
akan menjadi pilihan untuk mengurangi biaya modal yang menjadi beban tersebut.

4) Pembangunan Jalan Arteri Paralel dengan Jalan Tol Jakarta – Merak


Terdapat rencana pembangunan jalan arteri paralel ke tol Jakarta – Merak di dalam Kota
dan Kabupaten Tangerang. Peta rencana pola jalannya dijelaskan dalam Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2008.
Terdapat ruang yang cukup luas di sepanjang jalan tol Jakarta – Merak dan ruang ini
dapat dimanfaatkan untuk pembangunan jalan. Pola rute serta perkembangan rencana

2-34
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

dari ruang ini perlu diklarifikasi kepada pihak pemerintah Kota dan Kabupaten Tangerang.

5) Rencana Pembangunan Jalan Tol Becakayu


Jalan tol dari Bekasi melalui Cawang dan menerus hingga Kampung Melayu pernah
direncanakan untuk dikembangkan, proses konstruksinya dimulai dari Jalan Kalimalang
dengan tujuan untuk mengurangi kemacetan lalulintas di sepanjang jalur Jakarta-Bekasi.
Namun demikian, proyek ini terhenti karena krisis ekonomi Asia pada tahun 1997.
Meskipun aspek teknis dan hukum perlu ditinjau lebih lanjut, namun pembebasan lahan
dan desain struktur dapat dimanfaatkan untuk keperluan proyek lain di koridor ini.

6) Rencana Pembangunan Jalan Arteri


Selain itu, terdapat sejumlah rencana pembangunan jalan arteri. Secara spesifik antara
lain Jalan Kalimalang yang akan dilebarkan dari 4 jalur menjadi 6 jalur, dengan sistem
one-way yang parallel, sementara jalan arterinya akan dioperasikan dengan dua arah.
Rencana pola jalan yang direncanakan di atas dapat dilihat pada Gambar 2.3.10

2-35
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Gambar 2.3.10 Proyek Pembangunan Jalan yang Sedang Berlangsung dan Masih Direncanakan

2-36
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

2.3.4 Fasilitas Terminal Bus


1) Shelter Busway
Terdapat sekitar 200 shelter di Jakarta di sepanjang 11 koridor Busway Transjakarta.
Shelter-shelter busway tersebut memiliki platform yang tinggi dan on streets; baik
ditengah jalan maupun dipinggir jalan. Ukuran dari shelter adalah 20 meter panjang dan
4.5 meter lebar. Shelter-shelter transfer adalah shelter utama yang berukuran lebih besar
dari shelter lain. Dalam kasus jenis shelter dengan island platform penumpang harus naik
turun jalur pejalan kaki untuk mengakses bus, sehingga bus dapat mengguakan jalur
cepat di sepanjang jalan seperti yang terdapat di Jalan Sudirman.

Gambar 2.3.11 Shelter Bus (kiri: Balai Kota, kanan: Atrium)

Gambar 2.3.12 Shelter Bus (Dukuh Atas dan Jalur Transfer)

2) Terminal Bus
Terdapat lebih dari tiga puluh terminal bus yang tersebar di seluruh wilayah DKI
Jakarta. Terminal bus tersebut dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis,
yaitu: antar provinsi, antar kota, dalam kota, dan terminal pinggir jalan. Terminal bus antar
kota di daerah pusat antara lain seperti, seperti Terminal Blok M, Senen, Kota, yang
menempati areal lebih dari 3,000 m 2 tidak termasuk akses / jalan-jalan keluarnya. Terminal
Blok M adalah salah satu terminal antar kota terbesar yang memiliki luas
lahan 10.000 m 2. Namun demikian, hanya terdapat satu jalur untuk Busway TransJakarta
dari total enam jalur yang terdapat di terminal itu. Sehingga seringkali terjadi antrian

2-37
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

busway yang menumpuk.


Gambar 2.3.13 Terminal Bus Blok M

Gambar 2.3.14 Terminal Bus Senen

Gambar 2.3.15 Terminal Bus Kota

2-38
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Gambar 2.3.16 Bus Terminals in DKI Jakarta

2-39
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

2.4 Jaringan dan Layanan Kereta Api


2.4.1 Jaringan dan Layanan Kereta Api Eksisting
1) Jaringan Kereta Api Eksisting
Di JABODETABEK sebagian besar jaringan kereta api adalah menggunakan listrik dan
menyediakan jasa di DKI Jakarta dan sekitarnya. Ini terdiri dari 8 rute (Pusat, Bogor,
Bekasi, Timur, Barat, Serpong, Tangerang, Tanjung Priok) sebagaimana tercantum dalam
Tabel 2.4.1 dan ditampilkan dalam Gambar 2.4.1. Sebagian besar jalur kereta api di
wilayah JABODETABEK adalah dua jalur. Jalur kereta Single-track juga direncanakan
untuk menjadi double track. Selain itu, beberapa bagian masih harus dijadikan listrik. Di
antaranya, elektrifikasi dari Parungpanjang - bagian Maja di Jalur Serpong diharapkan
akan selesai awal tahun. Berikut proyek kereta api lainnya yang sedang berlangsung:
1. Depok Workshop Construction
2. Double-track Jatinegara - Bekasi
3. Double-track Serpong - Rankasbitung
4. Double-track Duri - Tangerang
5. Elektrifikasi Bekasi - Cikarang
6. Elektrifikasi Maja - Parungpanjang
Kereta Commuter yang beroperasi dengan listrik diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu
Ekonomi yang non-AC dan Commuter Line yang merupakan kereta ber-AC. Setiap kereta
berhenti di setiap stasiun.

Tabel 2.4.1 Outline Jaringan Kereta Api Eksisting di Jabodetabek


Panjang
Baris Rute Track
(km)
1. Pusat Jakarta - Manggarai 9.8 Double
2. Bogor Manggarai - Bogor 44.9 Double
3. Bekasi Jatinegara - Bekasi 14.8 Double
4. Timur Jakarta Kota - Jatinegara 12.6 Double
5. Barat Kp. Bandan - Jatinegara 17.7 Double
6. Serpong Tanahabang - Prg. Panjang 34.5 Ganda (Tanahabang - Serpong)
Tunggal (Serpong - Parungpanjang)
7. Tangerang Duri - Tangerang 19.3 Single
8. Tanjung Priok Jakarta Kota - Tanjung Priok 8.1 Double (Jakarta Kota-Ancol)

Ancol - Kemayoran 4.1 Double (Ancol - Tanjung Priok)


Jumlah total 8 Rute Melayani Jabodetabek 165.8
Sumber: Survei Persiapan Peningkatan Kapasitas Kereta Api JABODETABEK Laporan Proyek Interim
Desember 2010

2-40
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Gambar 2.4.1 Rencana dan Jaringan Kereta Api Eksisting

Sumber: Survei Persiapan Peningkatan Kapasitas Kereta Api JABODETABEK Laporan Proyek Interim
Desember 2010

2) Operator dan Rolling Stock Eksisting


PT KA Commuter-JABODETABEK (PT-KCJ) menjadi independen dari PT-KA tahun 2007.
Sampai sekarang, bagaimanapun, bisnis utama PT KCJ dari penjualan tiket untuk kereta
commuter. PT-KA masih melakukan fungsi inti operasi kereta api, termasuk operasi kereta
api, pengendalian lalu lintas, sinyal dan pengiriman dalam layanan stasiun, dan
pemeliharaan fasilitas dan rolling stock.

3) Sistem Tarif
Ongkos ekonomi diatur sangat rendah sebesar Rp. 1,000-2,500 per perjalanan. Sistem
tarif kereta api ekonomi adalah zonal, di mana Jabodetabek dibagi menjadi enam zona,
seperti terlihat pada Gambar 2.4.2. Ongkos kereta Commuter line adalah tetap setiap line

2-41
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

nya (Rp. 6,000-7,000 per perjalanan).


Gambar 2.4.2 Sistem Tarif

Sumber: PT Kereta Api

2.4.2 Rencana dan Proyek Kereta Api


1) Perbaikan Kereta Api Eksisting
Persiapan Survey untuk Proyek Peningkatan Kapasitas Kereta Api JABODETABEK untuk
merumuskan rencana induk transportasi selama dua puluh tahun mendatang berdasarkan
perkiraan permintaan perjalanan. Rencana pengembangan master dibagi menjadi tiga
tahap. Komponen setiap fase diuraikan berikutnya: jangka pendek (Taebl 2.4.2), jangka
menengah (Table 2.4.3), Dan jangka panjang (Table 2.4.4) dan tersedianya deskripsi
pekerjaan sampai selesai.

2-42
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Tabel 2.4.2 Rencana Pembangunan Jangka Pendek PT Kereta Api


Rencana Jangka Pendek - Deskripsi Proyek
- Kereta jarak Panjang / Menengah dihentikan di St Manggrai
- Depok Workshop Construction
- Peningkatan Tata Letak Jalur di Stasiun Kota
Line Pusat & Bogor - Pemisahan Grade stasiun Manggarai
- Pengadaan Mobil Baru/ Rolling stock untuk mengatasi kekurangan kereta api
- Pemasangan Siding di Stasiun Universitas Pancasila
- ATS Instalasi
- Beroperasi ke Timur / West Line
- Double Track dari Jatinegara - Bekasi
Line Bekasi - Konstruksi depot dan Stabling yard di Cikarang
- ATS Instalasi
- Elektrifikasi Bekasi - Cikarang
- Beroperasi ke jalur Bekasi
Line Timur/Barat
- Beroperasi ke Kampungbandan - Kota
- Hidupkan Kembali pengoperasian pada stasiun Tanahabang
- Double Track Serpong - Rankasbitung
Line Serpong - Konstruksi depot dan Stabling yard di Maja
- Elektrifikasi Maja - Rankasbitung
- Penggantian Kereta konvensional dengan Electric cars
- Hidupkan Kembali pengoperasian di stasiun Duri
Line Tangerang
- Double track dari Duri - Tangerang
- Menghubungkan ke stasiun kota untuk Timur / West Lines
- Pengoperasian kereta penumpang: 4-10 kereta / hari (pada tingkat yang sama seperti
Line Tanjung Priok
yang ada)
- Jalur Restorasi

Tabel 2.4.3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah PT Kereta Api


Rencana Jangka Menengah - Deskripsi Proyek
- Perbaikan fasilitas untuk 10 kereta yang beroperasi
Line Pusat & Bogor (Depot, Track, Platform, Power Supply, Signaling, dll)
- Modernisasi dari Depot dan stabling yard
- Bekasi - Serpong beroperasi via Jalur Barat
Line Bekasi
- Double track Bekasi - Cikarang
Line Timur/Barat - Hidupkan Kembali pengoperasian pada St Manggarai
(Jatinegara - - Konstruksi depot dan stabling yard di Line Tangerang atau tempat lain
kampungbandan -
Tanahabang -
Manggarai)
- Bekasi - Serpong beroperasi via Jalur Barat
- Peningkatan Block train system di line Serpong
Line Barat/Serpong - Konstruksi depot dan stabling yard, di line Tangerang atau tempat lain
- short cut construction dari Sudirman ke Palmerah
- ATS Instalasi
- Hidupkan Kembali pengoperasian pada Stasiun Duri
Line Tangerang
- Kontruksi depot dan stabling yard, di Line Tangerang atau tempat lain
- Menghubungkan stasiun Kota ke Line Timur / Barat
Line Tanjung Priok
- Kontruksi depot dan stabling yard di Jakarta Kota

2-43
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Tabel 2.4.4 Rencana Pembangunan Jangka Panjang PT Kereta Api


Rencana Jangka Panjang - Deskripsi Proyek
- Perbaikan fasilitas untuk 4 menit headway operation
Line Pusat/Bogor
(Depot, Power Supply, Signaling, dll)
- beroperasi melewati line Serpong via line Barat
Line Bekasi
- Peningkatan Depot dan stabling yard
- Semi Circular operation
Line Timur/Barat
- Double track Sudirman - Manggarai
(Jatinegara -
- ATS Instalasi
Kanpungbandan -
- Pemisahan track dari Line Bekasi / Serpong
Jatinegara)
- kontruksi short cut line antara Pondok jati dan Manggarai
- beroperasi melewati Serpong ke Bekasi via Line barat (jangka menengah ke jangka
Line Barat/Serpong panjang)
- pemisahan track dari Line Timur / Barat Semi circular operation
- Hidupkan Kembali pengoperasian pada Stasiun Duri (jangka menegah ke jangka panjang)
Line Tangerang
- ATS Instalasi
- Menghubungkan stasiun Kota ke Line Timur / Barat (jangka menegah ke jangka panjang)
Line Tanjung Priok
- ATS Instalasi

2) MRT (Line Utara - Selatan & Barat - Timur)


Beberapa koridor Mass Rapid Transit (MRT) direncanakan dalam master plan transportasi
perkotaan SITRAMP. Koridor prioritas pertama kali diusulkan pada master plan adalah
koridor Lebak Bulus - Dukuh Atas - Kota, yaitu Jakarta MRT Line Utara - Selatan. Pada
desain awal ini telah disiapkan untuk bagian antara Lebak Bulus dan Dukuh Atas.
Untuk MRT timur - barat dari garis JABODETABEK, 5 alternative diusulkan oleh tim
"Survei Persiapan Sistem Jakarta MRT Line Utara-Selatan Proyek Jalur Extension"
Proyek JICA. Jalurnya adalah 1A, 1B dan 2 terhubung, ini berjalan antara Balaraja dan
Stasiun Cikarang sepanjang koridor yang berbeda. Opsi 3 menghubungkan stasiun Roxy
dengan stasiun Pondok Kopi, Sedangkan opsi 4 menghubungkan stasiun Balaraja dengan
stasiun Setu. Sebagai hasil dari evaluasi komprehensif berdasarkan demand forecast,
capital cost, dan pembebasan lahan, bagian tengah rute 1A dianggap sebagai bagian
prioritas tinggi untuk implementasi. Usulan jalur MRT ditunjukkan pada Gambar 2.4.3.

3) Monorail
Ada dua proyek monorails di Jakarta, yaitu Green Line dan Blue Line. Green Line adalah
garis yang menghubungkan lingkaran Semanggi - Casablanca - Kuningan - Sudirman -
Karet - Semanggi. Panjang totalnya adalah 14.8km dan dirancang untuk memiliki 17
stasiun. Blue Line akan melayani Kampung Melayu - Casablanca - Karet - Tanahabang -
Roxy - Mall Taman Anggrek, panjangnya 12.2km dan memiliki 13 stasiun. Sistem ini akan
memiliki dua stasiun interchange antara Green & Blue Line di Casablanca dan Karet.
Blue Line proyek dibatalkan karena alasan yang tidak diketahui dan pembangunan Green
line telah dibekukan karena kurangnya sumber dana keuangan.

4) Proyek Angkutan Transit Massal Berbasis Rel Lainnya


Master Plan 2009 (PTM), JABODETABEK mengusulkan proyek berbasis rel untuk
menghubungkan CBD ke Soekarno-Hatta International Airport. Sebuah cicular LRT line
berjalan antara Pulogebang - Kp. Melayu - Casablanca - Tomang - Sentra Primer Barat;
dan peningkatan beberapa koridor busway untuk koridor berbasis kereta api. Namun,

2-44
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

proyek-proyek konseptual dan memerlukan perencanaan lebih lanjut.


Gambar 2.4.3 MRT Alignments

Sumber: Survei Persiapan Sistem MRT Jakarta Line extention Utara-Selatan, Final Report Desember 2009

2-45
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

2.5 Jaringan dan Layanan Angkutan Umum Berbasis Jalan


2.5.1 Tinjauan
1) Peran Angkutan Umum
Angkutan umum meliputi jasa angkutan penumpang yang tersedia untuk digunakan oleh
masyarakat umum, sebagai lawan dari moda untuk penggunaan pribadi seperti mobil,
sepeda motor dan kendaraan untuk disewa. Peran angkutan umum tidak hanya untuk
menyediakan layanan transportasi bagi masyarakat umum, tetapi juga untuk memastikan
mobilitas masyarakat setidaknya pada tingkat minimum. Jasa angkutan umum biasanya
dibiayai tarif yang dibebankan ke setiap penumpang, dengan berbagai tingkat subsidi dari
pemerintah daerah dan pusat. Di beberapa kota, angkutan umum dioperasikan tanpa
subsidi, sebagian/sepenuhnya sistem tarif bersubsidi atau nol.
Transportasi umum disediakan oleh perusahaan atau otoritas yang mengoperasikan
armada kendaraan. Mereka mungkin atau tidak mungkin diatur atau disubsidi oleh
pemerintah. Infrastruktur yang digunakan mungkin eksklusif atau berbagi dengan
kendaraan pribadi. Di banyak kota Asia para-transit (tidak sepenuhnya diatur sistem tarif
atau sistem operasional) moda seperti Bajaj/Ojek di Indonesia dan Tricycle di Filipina
memberikan layanan sebagai moda angkutan umum.

2) Sistem Angkutan umum berbasis Jalan di JABODETABEK


Di JABODETABEK, terdapat berbagai jenis sistem angkutan umum berbasis jalan yang
dioperasikan (Lihat Table 2.5.1). Saat ini, ada jaringan Busway dioperasikan oleh
Transjakarta, jaringan Trans Pakuan di Kota Bogor, bus besar dengan kapasitas tempat
duduk 50 penumpang (maksimum 90 termasuk yang berdiri), (Patas AC, Patas non-AC
dan Reguler), bus sedang dengan kapasitas tempat duduk dari 24 penumpang
(maksimum 55, disebut Metro Mini, Kopaja, dll), dan bus kecil (Transit Vans) dengan
kapasitas 9-14 penumpang (disebut Microlet, Angkot, dll).

Tabel 2.5.1 Jenis Layanan Bus di JABODETABEK


Jenis
Karakteristik
Layanan
Ini adalah sebuah Bus Rapid Transit (BRT) yang dikelola oleh BLU Transjakarta (di bawah Dinas Perhubungan DKI
Jakarta), armada busway ber-AC dan beroperasi pada jalur jalan yang ditunjuk sepanjang koridor utama di Jakarta,
Busway
dan berhenti di halte yang ditentukan saja.. Ini pelayanan yang diberikan dengan tarif relatif lebih murah dibandingkan
(BRT)
bus besar lainnya (baik AC & Non AC) karena disubsidi oleh pemerintah. Ada 10 koridor saat ini (2011) beroperasi di
dalam DKI Jakarta.
Trans Ini adalah sistem bus di Kota Bogor. Armada ber-AC medium bus, dan berhenti di halte yang ditentukan. Mereka
Pakuan dioperasikan dengan waktu terjadwal dan pada jalur umum. Ada 3 rute saat ini (2011).
Ini adalah Bus ber-AC dengan stop service yang terbatas. Layanan ini dioperasikan pada tarif lebih tinggi dari bus
Patas AC besar lainnya. Cakupan layanan bus ini meluas ke Kota sekitarnya, tetapi tidak meluas ke ke daerah-daerah
pedesaan. Layanan ini digunakan oleh penumpang untuk DKI Jakarta dari Kota sekitarnya .
Ini adalah layanan bus cepat dan non-AC. Cakupan layanan ini bus lebih luas dibandingkan Patas AC, diperpanjang
Patas
sepanjang jalan raya utama di JABODETABEK.
Ini adalah layanan bus normal dan non-AC. Layanan ini dioperasikan di daerah perkotaan padat. Perjalanan Intra-
Bus Reguler
kota menggunakan layanan ini dengan tarif yang relatif rendah.
Bus Sedang memberikan masyarakat dsebagai layanan angkutan umum tambahan, sebagian besar beroperasi di
Medium Bus jalan sekunder. Beberapa rute bahkan menyediakan transportasi langsung ke bagian tengah Jakarta dari daerah
pinggiran kota.

2-46
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Jenis
Karakteristik
Layanan
Layanan bus kecil disediakan dengan layanan feeder untuk mencapai terminal bus utama dan rute utama, stasiun
Bus Kecil kereta api. Selain itu menyediakan layanan sering untuk perjalanan pendek dalam daerah perkotaan, sebagian besar
dioperasikan di wilayah Kota utama JABODETABEK.
Sumber: Tim Studi

Taksi dan Bajaj menyediakan layanan transportasi yang dapat disewa individu. Ada juga
Ojek (taksi sepeda motor) menyediakan layanan yang cepat dan jarak pendek tetapi
secara hukum tidak diperbolehkan. Untuk mengoperasikan kendaraan roda 3, yaitu
Becak telah dilarang di dalam DKI Jakarta sejak 1990, karena memperlambat kecepatan,
menyebabkan kemacetan. Namun, Becak masih operasional di pinggiran kota untuk
perjalanan pendek antara jalan utama dan jalan-jalan sempit. Ini biasanya digunakan oleh
perempuan untuk kenyamanan.
Pada kondisi eksisting/status masing-masing sistem angkutan umum berbasis jalan yang
lebih jauh dibahas dalam bagian berikut.

3) Bus Manajemen Transportasi


Dalam pembangunan angkutan umum berbasis jalan di JABODETABEK, jumlah instansi
pemerintah dan organisasi yang bertanggung jawab. Khususnya dalam setiap tahap
pembangunan seperti perencanaan, konstruksi pendanaan, dan implementasi, operasi,
pemeliharaan dan pemantauan sangat penting. Selain itu peran pemerintah daerah dan
sektor swasta adalah penting, tetapi kebijakan pengembangan, implementasi strategi dan
penegakan peraturan oleh pemerintah juga sangat penting (LihatTable 2.5.2)

Tabel 2.5.2 Kerangka Pengembangan Sistem Angkutan Umum di JABODETABEK


Operasi /
Konstruksi /
Jenis Perencanaan Pendanaan Pemeliharaan / Peraturan / Pedoman
Pelaksanaan
Pemantauan
Bappeda (APBD) / Operator Swasta / BLU Dishub / BLU
Busway Dishub / MOT MOT
Swasta Transjakarta Transjakarta
Bus besar (Patas AC BUMN / BUMD /
Dishub / MOT BUMN / BUMD / Swasta Dishub MOT
/ Patas / Reguler) Swasta
Medium Bus Swasta (Kerjasama MOT / Lokal Peraturan
Dishub Swasta (individu) Dishub
(Kopaja, Metro Mini) Organisasi) Gubernur
Bus Kecil (Angkot, Swasta (Kerjasama MOT / Lokal Peraturan
Dishub Swasta (individu) Dishub
Mikrolet, KWK) Organisasi) Gubernur
Taksi Dishub Swasta Perusahaan Swasta Dishub MOT
Ojek - Swasta (individu) Swasta (pribadi) - Daerah Komunitas
Lokal Peraturan
Bajaj Dishub Swasta (individu) Swasta Dishub
Gubernur
Becak (dilarang di Lokal Peraturan
- Swasta (individu) Swasta (individu) -
DKI Jakarta) Gubernur
Omprengan (layanan
- Swasta (individu) Swasta (individu) Dishub -
bus informal)
Terminal Bis Intra-
Dishub Bappeda (APBD) Kontraktor Dishub MOT
kota
Terminal Bis Antar
MOT / Dishub Bappenas (APBN) Kontraktor MOT / Dishub MOT
kota
Sumber: Tim Studi

2-47
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Catatan:
MOT : Kementerian Perhubungan
BSTP : Direktorat Bina Sistem Transportasi Perkotaan
Dishub : Dinas Perhubungan
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
BLU : Badan Layanan Umum
BAPPEDA : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
BAPPANAS: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BUMN : Badan Usaha Milik negara
BUMD : Badan Usaha Milik Daerah

2.5.2 Transjakarta Busway


1) Sistem Pengembangan Busway
Busway sistem di Jakarta dikelola dan dioperasikan tidak langsung oleh BLU Transjakarta,
yang merupakan organisasi di bawah Dinas Perhubungan Pemerintah DKI Jakarta. Bisnis
ini memberikan layanan angkutan umum dengan pendapatan tarif disebut BLU.
Pengoperasian Busway yang dikontrakkan untuk operator swasta dalam jangka waktu 7
tahun berdasarkan koridor. Nilai kontrak didasarkan pada jumlah km bus yang
dioperasikan. Bus dimiliki oleh setiap operator koridor, kecuali Koridor 1, di mana bus
dimiliki oleh Transjakarta. Sistem pengumpulan tiket dan ongkos juga dikontrakkan
kepada dua perusahaan swasta (5-tahun kontrak). Gerbang tiket otomatis dipasang di
Koridor 1, 2 dan 3. Karena peralatan disediakan oleh DKI Jakarta, kontrak koleksi tarif
tersebut untuk biaya tenaga kerja saja. Di Koridor lain, yaitu koridor 4 5, 6, 7 dan 8 tiket
penggunaan kertas, kontrak koleksi tarif meliputi biaya untuk sistem ticketing dan
penyediaan tenaga kerja. Pendapatan tarif yang dikumpulkan diendapkan di rekening
bank DKI dan ditangani oleh manajemen Transjakarta. Namun, Transjakarta juga disubsidi
oleh pemerintah DKI Jakarta, pendapatan dari tiket tidak cukup untuk menutup biaya
operasi dan biaya lainnya. Pemeliharaan jalan dilakukan dan dibayar oleh DKI Jakarta
dan pemeliharaan kendaraan adalah tanggung jawab masing-masing perusahaan operasi.

2) Jaringan Koridor Busway


Perencanaan, pengembangan dan implementasi jaringan busway jakarta dimulai pada
awal tahun 2000. Koridor 1, antara Blok M dan Kota ditugaskan pada tahun 2004. Sejak
itu jaringan Busway telah diperluas untuk 11 koridor, dengan total panjang 184km dan 208
stasiun (lihat Table 2.5.3 dan Gambar 2.5.1). Selain lima koridor lagi, sebagaimana
tercantum di bawah sedang direncanakan akan dibuka dalam waktu dekat:
Koridor 12 : Pluit-Tanjung Priok
Koridor 13 : Blok M-Pondok Kelapa
Koridor 14 : Manggarai-Universitas Indonesia
Koridor 15 : Ciledug-Blok M

2-48
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Tabel 2.5.3 Rincian Koridor Transjakarta Busway


Waktu Ave.
Panjang Jumlah Stasiun
Koridor Dibuka Perjalanan Kecepatan
(km) Shelter Interval (km)
(min.) (km / jam)
1 Blok M - Kota 1-Feb-2004 12.9 20 43 0.68 18
2 Pulo Gadung - Harmoni 15-Jan-2006 14.3 23 48 0.65 18
3 Kalideres - Harmoni 15-Jan-2006 19.0 14 63 1.46 18
4 Pulo Gadung - Dukuh Atas 27-Jan-2007 11.5 15 38 0.82 18
5 Ancol - Kp. Melayu 27-Jan-2007 13.5 15 45 0.96 18
6 Ragunan - Kuningan 27-Jan-2007 13.3 19 44 0.74 18
7 Kp. Rambutan - Kp. Melayu 27-Jan-2007 12.8 14 43 0.98 18
8 Lebak Bulus - Harmoni 21-Jan-2009 26.6 23 89 1.21 18
9 Pluit - Pinang Ranti 31-Des-2010 28.8 29 96 1.03 18
10 Tanjung Priok - Cililitan PCG 31-Des-2010 19.4 20 65 1.02 18
11 Kampung Melayu - Pulo Gebang 28-Des-2011 12.0 16 50 0.75 18
Jumlah Operasional Jaringan di 2012 1-Jan-2012 184.1 208 - 0.89 -
Sumber: Transjakarta

Gambar 2.5.1 Jaringan Transjakarta Busway

Sumber: Transjakarta

2-49
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

3) Operator Busway
Untuk operasi setiap Koridor busway, sebuah perusahaan baru didirikan yang ikut
didirikan oleh operator bus eksisting, yang mengoperasikan rute bus eksisting di
sepanjang jalur yang sama seperti koridor busway (dengan lebih dari 50% dari overlap
panjang rute) dan saham Pemerintah Jakarta DKI 40% dari biaya modal. (Lihat Table
2.5.4). Perum PPD (BUMN) adalah pendiri 7 perusahaan Busway yang menjalankan
sepuluh koridor: (18% untuk PT.JET untuk Koridor 1, 22,8%, PT TB Koridor 2 &3; 23%
untuk PT.JTM dari Koridor 4 & 6, 22% untuk PT.JMT Koridor 5.
Tabel 2.5.4 Perusahaan Operasi Busway
Koridor Operator
1 PT. JET (Jakarta Express Trans)
2 PT. TB (Trans Batavia)
3 PT. TB (Trans Batavia)
4 PT. JTM (Jakarta Trans Metropolitan)
5 PT. JMT (Jakarta Mega Trans) & PT. LRN (Eka Sari Lorena Transport)
6 PT. JTM (Jakarta Trans Metropolitan) + PT. PP (Primajasa Perdanarayantama)
7 PT. PP (Primajasa Perdanarayantama)
8 PT. LRN (Eka Sari Lorena Transportasi) + PT. PP (Primajasa Perdanarayantama)
9 PT. BM (Bianglala Metropolitan)

2-50
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Koridor Operator
10 PT. BM (Bianglala Metropolitan)
11 PT. DAMURI
Sumber: Transjakarta

4) Armada Busway
Spesialisasi dan standarisasi armada bus dengan kapasitas 85 orang/bus digunakan
untuk pengoperasian busway. Ketinggian pintu keluar/masuk ditinggikan agar sesuai
dengan desain platform dari Stasiun/halte Busway. Secara total ada 564 bus yang
beroperasi, yang 473 dengan mesin CNG. (Hanya Koridor 1 bus (91) memiliki mesin
diesel). Dua puluh tiga (23) bus diartikulasikan digunakan untuk Koridor 5. Table 2.5.5 dan
Table 2.5.6 memberikan pembuat bus dan usia armada busway beroperasi hingga 2011.
Tabel 2.5.5 Armada Busway dengan Produsennya (2011)
Produsen Bus Bus yang
Koridor
Mercedes Hino Daewoo Hyundai Huang Hai Komodo Inobus Tersedia
1 28 63 - - - - 91
2 - - 55 - - - 55
3 - - 71 - - - 71
4 - 18 18 12 - - 48
5 - - - - 10 13 23
6 - 22 31 - - - 53
7 - 34 29 22 - - 85
8 No Data
9 69 8 77
10 17 17
11 23 21 44
Total 28 137 204 103 10 61 21 564
Sumber: Transjakarta
Catatan:
1. Mesin diesel 91 bus digunakan untuk Koridor 1.
2. Bus CNG digunakan untuk Koridor 2-7 (Jumlah total 335 Bus)
3. Artikulasi bus digunakan untuk Koridor 5 (Jumlah total 23 Bus CNG)

Tabel 2.5.6 Armada Busway Menurut Jenis Mesin


Bus Jenis 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Diesel Euro 2 56 91 91 91 91 91 91 91
- - 70 70 70 70 70 70
- - - 168 168 168 168 168
- - - - 10 10 10 10
CNG
- - - - - 87 87 87
- - - - - - 96 96
- - - - - - - 42
Total Bus 56 91 161 329 339 426 522 564
Sumber: Transjakarta

2-51
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

5) Penumpang dan Aspek Keuangan Busway


Pada tahun 2009 jaringan Busway (8 koridor) dilakukan sekitar 205.000 penumpang
setiap hari; penumpang tetap di Koridor 1 adalah sekitar 80.000 (39%). Rata-rata
penumpang di hari biasa (week day) memasuki setiap stasiun digambarkan pada Gambar
2.5.2. Penggunaan yang relatif tinggi pada Koridor 1 jelas terlihat. Dua Stasiun terminal:
Kota & Blok M memiliki beban tertinggi dari seluruh jaringan. Pada koridor lain stasiun
terminal memiliki beban tertinggi, dengan penumpang sangat sedikit menggunakan
stasiun antara. Perlu dicatat bahwa angka menunjukkan penumpang memasuki stasiun
dari jalan, dan tidak termasuk penumpang transfer antar koridor. Gambar tersebut
menunjukkan para penumpang memasuki stasiun/halte dari jalan, dan tidak termasuk
penumpang yang transfer antar koridor. Namun, jika penumpang yang transfer harus
dimasukkan maka stasiun Harmoni mungkin akan menjadi yang tersibuk baik
menghentikan atau memberikan fasilitas pertukaran antara empat jalur di stasiun ini.
Busway mengoperasikan sistem tarif flat, untuk ongkos perjalanan tunggal adalah Rp
3.500 (Rp 2.000 di pagi hari: jam 05:00-07:00) dengan transfer bebas dalam jaringan
Busway. Tidak tersedia konsesi untuk pelajar. Keseimbangan Operasional (selisih antara
pendapatan dan biaya operasi) dari Transjakarta adalah negatif akibat pengaturan tarif
murah. Karena biaya aktual per penumpang adalah sekitar Rp 5.800, DKI Jakarta subsidi
setiap perjalanan hingga Rp 2.300. (Lihat Table 2.5.7). Fitur lain atau dampak dari sistem
tarif flat adalah bahwa sistem tersebut menarik penumpang jarak jauh, dan merupakan
penghalang bagi penumpang jarak pendek, karena dapat memilih mode lebih murah /
lebih cepat (misalnya kendaraan umum) untuk perjalanan pendek. Ini lagi tercermin dalam
Gambar 2.5.2 oleh fakta bahwa penumpang lebih sedikit masuk / keluar stasiun
menengah dari stasiun terminal.

Tabel 2.5.8 Penumpang dan Defisit Operasi Transjakarta Busway


Jumlah Penumpang Rata-rata Perjalanan
Tahun Operasi Defisit (%)
Perjalanan Tahunan Penumpang Harian

2004 15,942,423 47,589 10.1

2005 20,798,196 56,981 2.5

2006 38,828,039 106,378 24.8

2007 61,446,334 168,346 34.8

2008 74,619,995 204,438 33.4

Sumber: Transjakarta;
Catatan:
1. Rata-rata harian pada tahun 2004, didasarkan pada pembukaan pada 1-Feb-2004 (335 hari
Operasi);
2. Rata-rata harian untuk Tahun lain didasarkan pada 365 hari operasi / tahun.

Kinerja Busway selanjutnya digambarkan dalam Table 2.5.8 di bawah ini. Ini lebih menarik
untuk dicatat bahwa kinerja Busway (penumpang dilakukan per bus per hari) hampir sama
sejak tahun 2005, yaitu sekitar 600 lebih penumpang. Hal ini menunjukkan bahwa
pengguna beralih ke Busway setelah dibuka, tetapi tidak menarik penumpang lebih lanjut

2-52
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

dalam koridor dengan berlalunya waktu, orang akan berharap bahwa dengan
meningkatnya kemacetan di jalan untuk kedua bus pribadi dan non-Busway, lebih banyak
penumpang yang akan beralih menggunakan busway. Hal ini akan dipelajari lebih lanjut
setelah data survei JAPTraPIS tersedia.

Tabel 2.5.8 Penumpang dan Pemulihan Biaya Transjakarta Busway


Rata-rata Rata-rata Harian
Jumlah
Perjalanan Perjalanan
Tahun Operasional Koridor Armada
Penumpang Penumpang /
Busway
Harian Bus
2004 Koridor 1 (dari 1-Feb-04) 47,589 56 850
2005 Koridor 1 Hanya 56,981 91 626
2006 Koridor 2 & 3 (Dibuka 15-Jan) 106,378 161 661
2007 Koridor 4,5,6, & 7 (Dibuka 27-Jan) 168,346 329 512
2008 Semua Koridor 1 ~ 7 Operasional 204,438 339 603
Sumber: Transjakarta;

Gambar 2.5.2 Jumlah Penumpang menurut Station (2009)

Jumlah
Penumpang
menurut Station
(hari kerja)

Koridor

1 Blok M - Kota

2.Pulo Gadung -
Harmoni

3. Kalideres - Harmoni

4. Pulo Gadung -
Dukuh Atas

5. Ancol - Kp. Melayu

6. Ragunan - Kuningan

7. Kp. Rambutan -
Kp.Melayu

8. Lebak Bulus -
Harmoni
Sumber: Transjakarta;
9. Pluit - Pinan Ranti

10. Tanjun Priok -


2.5.3 Trans Pakuan Cililitan PCG

11. Kp. Melayu - Pulo


Trans Pakuan adalah sistem bus di Kota Bogor. Bus Trans Pakuan dioperasikan dengan
Gebang
mematuhi jadwal waktu dan berhenti hanya pada halte/shelter yang ditunjuk. Di sisi lain
mereka tidak memiliki jalur khusus seperti Trans Jakarta. Oleh karena
N.A. itu, bus Trans

N.A.
2-53 N.A.

N.A.
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Pakuan dioperasikan di jalur umum dengan kendaraan lain. Trans Pakuan


mengoperasikan tiga rute seperti yang ditunjukkan pada Table 2.5.9 dan Gambar 2.5.3.
Rute 1 menghubungkan dari Bubuluk ke Cidangiang. Shelter di Bubuluk adalah
pertemuan titik dengan bus kecil lainnya. Shelter di Cidangiang terletak pusat Kota Bogor
di dekat terminal bus siang Barang. Rute 1 dibuka pada Mei 2007 dan memiliki 39 shelter.
Bus berjalan setiap 10 menit per arah. Tarif adalah Rp 3.000. Rute 2 menghubungkan dari
Cidangiang ke Hariasari. Ini dibuka pada Juli 2009. 27 shelter yang terletak di Rute 2.
Frekuensi bus sangat rendah. Hanya 9-10 bus dioperasikan setiap hari. Rute 3
menghubungkan dari Cidangiang ke Bellanova langsung menggunakan jalan tol tanpa
berhenti di jalan. Bus Route 2 dioperasikan setiap 30 menit per arah. Ongkosnya adalah
Rp 5.000. Trans Pakuan dioperasikan oleh Badan Usaha Milik Daerah, yaitu PT Jasa
Transportasi yang dimiliki oleh Kota Bogor.
Tabel 2.5.9 Rute Trans Pakuan
Waktu
Panjangnya Jumlah Operasi Tarif
Rute Jalur Perjalanan Dibuka
(Km) Shelter Jam (Rp)
(Min)
Rute 1 Bubuluk - Cidangiang 11.5 35 Mei 2007 39 5:20-21:00 3,000
Rute 2 Cidangiang - Harjasari 10 30 Juli 2009 27 6:00-19:00 3,000
Rute 3 Cidangiang - Bellanova 5 12 Februari 2010 2 6:30-21:30 5,000
Sumber: Trans Pakuan

Gambar 2.5.3 Lokasi RuteTrans Pakuan

2-54
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Trans Pakuan memiliki Total 68 shelter pada tiga rute. Shelter tersebut dikategorikan tree
types sebagai tipe portabel, open type dan secured type seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.5.5.

Gambar 2.5.5 Shelter/Halte Bus

Trans Pakuan memiliki Total 30 bus yang disediakan oleh Direktur Jenderal Perhubungan
Darat, Kementerian Perhubungan. 10 bus disediakan pada tahun 2005, 20 bus disediakan
pada tahun 2007. Semua armada dilengkapi dengan sistem pendingin udara dan Sistem
Ticketing Bus Smart Card. Kapasitas Penumpang setiap armada adalah 26 orang.

Gambar 2.5.6 Armada Trans Pakuan

Gambar 2.5.7 Sistem Tiket Bus Smart Card

Jumlah penumpang setiap hari ditunjukkan pada Table 2.5.10. Trans Pakuan digunakan
sekitar 3.000 penumpang per hari.

2-55
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Tabel 2.5.10 Jumlah Penumpang per Hari


Tahun Rute 1 Rute 2 Rute 3 Total
2007 1,726 - - 1,726
2008 2,253 - - 2,253
2009 2,979 55 - 3,034
2010 2,721 40 195 2,956
Sumber: Trans Pakuan

2.5.4 Layanan Bus Lainnya


1) Karakteristik & Operator Armada Bus
Selain sistem Busway dan Trans Pakuan, layanan bus lain di daerah JABODETABEK
dapat dibagi menjadi tiga jenis utama, dalam hal ukuran kendaraan dan karakteristik
layanan. Karakteristik dasar dari setiap jenis layanan bus dirangkum dalam Table 2.5.11.

 Bus Besar (50 kursi): Patas AC, Patas non-AC, Bus Reguler

 Bus Sedang (24 kursi): Metro Mini, Kopaja, dll


 Bus Kecil (9-14 kursi): Mikrolet, Angkot, dll

Tabel 2.5.11 Charactersitics Pelayanan Bis di JABODETABEK


Bus besar
Karakteristik Bus Sedang Bus Kecil
Patas AC Patas Non-AC Bus Reguler
Layanan feeder
Normal Pelayanan angkutan
Cepat Cepat untuk mencapai rute
Jenis Layanan Reguler Stop & umum tambahan di
Limited stop & AC Limited stop & AC bus utama, terminal
non-AC jalan-jalan sekunder
dan stasiun
Sebagian besar di
DKI Jakarta & Layanan lebih luas Sebagian besar di
DKI Jakarta dan
Sekitarnya dibandingkan DKI Jakarta dan Semua area
Cakupan Wilayah beberapa rute
3-Kota: Patas AC, melayani Jabodetabek untuk
Layanan Utama terhubung dengan
(Tangerang, meluas ke jalan perjalanan intra- perjalanan pendek
daerah pinggiran
Depok, Bekasi) raya utama radial kota
kota di Jabodetabek
Kapasitas Bus 50 Kursi 24 Kursi 9-14 Kursi
Fasilitas AC Ya Non-AC
Perum PPD, PT. Perum PPD, PT. PPD, PT. Mayasari PT. Metro Mini,
Kecil operator /
Operator Utama Mayasari Bhakti Mayasari Bhakti Bhakti Kopaja
koperasi (Miklolet,
(DKI Jakarta) (sharing 61% (sharing 79% (Sharing 81% dari (Sharing 92% dari
KWK. APK, APB, dll)
Armada Bus) Armada Bus) Armada Bus) Armada Bus)
Armada Terdaftar di
673 782 128 2,465 12,943
DKI Jakarta tahun 2010
Rata-rata Panjang
Perjalanan (km / menit.) 13.3km / 80min 6.2km / 53min 3.9km / 37min
Pada tahun 2002
Rata-rata occupancy
51,4 pax 22,3 pax 7,7 pax
bus di 2002 (SITRAMP)
Penarikan Ongkos Di dalam Armada oleh konduktor
Tarif 2.000 -4,000 2, 000 2,000-3, 000
6,000-12,000
Rp (2010) (Mahasiswa 1.000) (Mahasiswa 500) (Mahasiswa 1.000)
Sumber: Dikumpulkan dari berbagai sumber data

2-56
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Bus besar (Pasta) Medium Bus (Kopaja / Metro Mini) Bus Kecil
(Mikrolet / Angkot)

Di JABODETABEK, 42.767 bus yang beroperasi, dimana 2.237 adalah bus besar, 3.207
bus sedang dan 37.323 bus kecil (Table 2.5.12).

Tabel 2.5.12 Jumlah Bus di JABODETABEK


Kota / Kabupaten Bus besar Bus Sedang Bus Kecil Total
DKI Jakarta 1,049 2,465 12,943 16,457
Kota Bogor 239 73 4,529 4,841
Kota Depok 57 150 6,504 6,711
Kota Tangerang 321 210 7,915 8,446
Kota Tangerang Selatang 20 30 2,290 2,340
Kota Bekasi 264 211 - 475
Kab. Bogor 79 68 657 804
Kab. Tangerang 162 - 2,485 2,647
Kab. Bekasi 46 - - 46
Total 2,237 3,207 37,323 42,767
Sumber: Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan dari masing-masing Pemerintah Daerah

2) Analisa Rute Bus


Studi JUTPI telah memperbarui persediaan bus rute SITRAMP, dengan menambahkan
rute baru dan menghapus rute yang telah dihapuskan sejak proyek SITRAMP koordinasi
dengan instansi transportasi yang relevan dari pemerintah daerah di JABODETABEK.
Sejauh ini hanya memiliki deskripsi rute: asal dan tujuan. Pada 2010, layanan bis di
JABODETABEK disediakan dengan total 1.109 rute bus: terdiri dari: Busway koridor 8
(melayani dalam DKI Jakarta, 11 koridor per 31 Desember 2011), 455 rute bus besar, rute
menengah 118 bus dan 536 kecil bus rute (lihat Table 2.5.13).

2-57
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Tabel 2.5.13 Jumlah Rute Bus Terdaftar menurut Jenis Layanan Tahun 2010
Bus besar
Bus Bus
Pemerintah Daerah Busway Patas Patas Non- Sub- Total
Regular Sedang Kecil
AC AC Total
DKI Jakarta 8 137 117 122 383 110 156 650
Kota Tangerang 1 15 - 16 - 94 110

Tidak Dioperasikan luar


Kab. Tangerang - - - - - 47 47

Wilayah DKI
Kota Depok - 1 1 7 45 53
Kota Bogor 2 27 29 - 25 54
Kab. Bogor 1 7 - 8 - 107 115
Kota Bekasi 8 1 3 12 - 32 44
Kab. Bekasi - 1 4 5 1 30 36
Total 8 149 142 156 455 118 536 1,109
Sumber: Dinas Perhubungan setiap pemerintah daerah

Catatan: sejumlah rute dihitung berdasarkan tempat pendaftaran

Dalam hal pendaftaran rute lisensi, banyak rute bus besar dan menengah yang terdaftar di
DKI Jakarta. Rute bus kecil yang melayani jarak pendek layanan dalam area lokal
terdaftar di masing-masing pemerintah daerah.
Table 2.5.14 memberikan asal dan tujuan setiap trayek bus pada tahun 2010, dengan
jenis layanan. Rute karakteristik setiap jenis bus diuraikan sebagai berikut:
Busway: Jaringan Busway melayani koridor utama dari jaringan jalan di DKI Jakarta dan
menghubungkan CBD dengan pusat distrik utama daerah pinggiran kota. Saat ini, busway
menyediakan layanan dalam wilayah DKI Jakarta saja.
Bus besar: Rute bus besar terdiri dari Patas AC, Patas non-AC dan bus reguler. Bus ini
menghubungkan sebagian besar terminal bus utama di DKI Jakarta dan antara DKI
Jakarta dan 5 Kota di BODETABEK. Jaringan bus besar sebagai suplemen Kereta Api
dan jaringan busway sebagai sistem trunk angkutan umum. Namun, masih ada beberapa
rute bus besar yang beroperasi di sepanjang ruas jalan yang sama dengan Busway
tersebut.
Bus Sedang: Rute bus sedang menghubungkan antara sebagian besar terminal bus
utama dan pusat distrik di dalam DKI Jakarta. Ada beberapa rute yang menghubungkan
DKI Jakarta dan BODETABEK. Beberapa rute ini beroperasi di sepanjang jaringan jalan
utama arteri sehingga tumpang tindih dengan rute bus Busway dan besar.
Bus Kecil: Rute bis kecil menyediakan akses transportasi jarak pendek ke dan dari
terminal bus dan tujuan utama area lokal. Secara umum, rute ini mencakup area lokal DKI
Jakarta serta Kota dan kabupaten dari BODETABEK. Namun, ada beberapa rute yang
menyediakan media untuk layanan jarak jauh dan sebagian menduplikasi jaringan rute
bus besar dan bus sedang.

2-58
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Tabel 2.5.14 Jumlah Rute Bus Terdaftar Menurut Rute O / D dan Jenis Layanan Tahun 2010
Semua 8 Rute Busway disajikan HANYA Intra wilayah DKI Jakarta.
Patas AC 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total
1 DKI Jakarta 60 17 4 8 16 - 6 22 11 - 144
2 Kota Tangerang - - -
3 Kota Tangerang Selatan - - - 1 1
4 Kab. Tangerang - - - - -
5 Kota Depok - - - - - 1 1
6 Kota Bogor - - - - - 2 1 3
7 Kab. Bogor - - - - - - - -
8 Kota Bekasi - - - - - - - - -
9 Kab. Bekasi - - - - - - - - - -
10 Di luar - - - - - - - - - - -
Total 60 17 4 8 16 2 6 25 11 - 149

Patas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total
1 DKI Jakarta 73 23 - 12 6 - 3 11 2 3 133
2 Kota Tangerang - - 2 1 3
3 Kota Tangerang Selatan - - - -
4 Kab. Tangerang - - - - -
5 Kota Depok - - - - - 1 1
6 Kota Bogor - - - - - - 1 1
7 Kab. Bogor - - - - - - - 2 1 1 4
8 Kota Bekasi - - - - - - - - -
9 Kab. Bekasi - - - - - - - - - -
10 Di luar - - - - - - - - - - -
Total 73 23 - 12 6 0 5 16 3 4 142

Bus Reguler 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total


1 DKI Jakarta 111 - - 2 6 11 - 3 3 - 136
2 Kota Tangerang - - -
3 Kota Tangerang Selatan - - - -
4 Kab. Tangerang - - - - 4 4
5 Kota Depok - - - - - -
6 Kota Bogor - - - - - - 4 1 3 6 14
7 Kab. Bogor - - - - - - - 2 2
8 Kota Bekasi - - - - - - - - -
9 Kab. Bekasi - - - - - - - - - -
10 Di luar - - - - - - - - - - -
Total 111 0 0 2 6 15 4 6 6 6 156

Busway & Jumlah Bus Besar 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total


1 DKI Jakarta 252 40 4 22 28 11 9 36 16 3 421
2 Kota Tangerang - - 2 1 3
3 Kota Tangerang Selatan - - - 1 1
4 Kab. Tangerang - - - - 4 4
5 Kota Depok - - - - - 2 2
6 Kota Bogor - - - - - 2 4 3 3 6 18
7 Kab. Bogor - - - - - - - 4 1 1 6
8 Kota Bekasi - - - - - - - - -

2-59
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Busway & Jumlah Bus Besar 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total


9 Kab. Bekasi - - - - - - - - - -
10 Di luar - - - - - - - - - - -
Total 252 40 4 22 28 17 15 47 20 10 455

Jumlah Bus Sedang 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total


1 DKI Jakarta 93 7 - 5 8 1 - - 1 - 115
2 Kota Tangerang - - -
3 Kota Tangerang Selatan - - - -
4 Kab. Tangerang - - - - -
5 Kota Depok - - - - - 2 1 3
6 Kota Bogor - - - - - - -
7 Kab. Bogor - - - - - - - -
8 Kota Bekasi - - - - - - - - -
9 Kab. Bekasi - - - - - - - - - -
10 Di luar - - - - - - - - - - -
Total 93 7 - 5 8 3 - 1 1 0 118

Jumlah Bus kecil 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total


1 DKI Jakarta 135 7 6 1 19 7 13 188
2 Kota Tangerang - 50 4 32 86
3 Kota Tangerang Selatan - - 8 3 3 2 16
4 Kab. Tangerang - - - 37 1 38
5 Kota Depok - - - - 16 1 4 1 22
6 Kota Bogor - - - - - 25 8 33
7 Kab. Bogor - - - - - - 90 1 1 92
8 Kota Bekasi - - - - - - - 31 2 33
9 Kab. Bekasi - - - - - - - - 28 28
10 Di luar - - - - - - - - - - -
Total 135 57 18 73 38 26 112 44 32 1 536

Jumlah Semua Jenis Bus 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total


1 DKI Jakarta 480 54 10 28 55 12 16 49 17 3 724
2 Kota Tangerang - 50 4 32 2 1 89
3 Kota Tangerang Selatan - - 8 3 3 2 1 17
4 Kab. Tangerang - - - 37 4 1 42
5 Kota Depok - - - - 16 3 4 3 1 27
6 Kota Bogor - - - - - 27 12 3 3 6 51
7 Kab. Bogor - - - - - - 90 4 2 2 98
8 Kota Bekasi - - - - - - - 31 2 33
9 Kab. Bekasi - - - - - - - - 28 28
10 Di luar - - - - - - - - - - -
Total 480 104 22 100 74 46 127 92 53 11 1109
Sumber: Badan Transportasi dari setiap pemerintah daerah (8 Rute Busway termasuk di DKI-DKI)

2-60
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Gambar 2.5.8 Jaringan Rute Bus di JABODETABEK pada tahun 2002


PATAS AC PATAS Non AC

Bus Reguler Medium Bus

Bus Kecil

Sumber: SITRAMP

2-61
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Rute bus jaringan JABODETABEK pada tahun 2002 ditunjukkan pada Gambar 2.5.8.
Konfigurasi jaringan rute bus saat ini hampir sama. Karakteristik struktur rute bus saat ini
dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:

 Tidak ada struktur hirarkis rute seperti sistem rute trunk dan feeder dalam operasi
(karena perencanaan jaringan rute bus tidak cukup);

 Konsentrasi yng berlebihan/ duplikasi rute bus antara daerah DKI Jakarta, wilayah CBD
dan pinggiran kota Bodetabek;

 Tidak cukupnya cakupan layanan bus, terutama di daerah pinggiran kota;

 Ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan bus akibat praktek operasional


yang tidak efisien dan pemantauan yang tidak cukup dan kurangnya kontrol.
Dalam rangka meningkatkan konfigurasi rute saat ini sehingga memberikan layanan bus
yang efisien, hierarkis struktur jaringan rute harus dirumuskan dengan
mempertimbangkan volume permintaan penumpang dan karakteristik layanan bus dan
kendala jaringan jalan dan peluang di koridor. Dalam prinsipnya, jaringan busway dan bus
besar harus melayani permintaan penumpang dalam volume besar dan jarak yang lebih
jauh yang menghubungkan antara pusat distrik utama dan CBD (jaringan ini dapat
dipertimbangkan sebagai koridor transit untuk pengembangan sistem angkutan umum
berbasis rel di masa depan). Bus sedang mungkin memberikan layanan untuk tingkat
menengah dengan volume permintaan dan jarak sedang. Bus kecil harus berfungsi
secara fleksibel untuk permintaan volume rendah dengan jarak pendek. Beberapa
alternatif konsep perbaikan rute bus ditunjukkan pada Gambar 2.5.9.

2-62
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Gambar 2.5.9 Konsep Hirarki Struktur Jaringan Bus


Koneksi Langsung (Sekarang) Tipe Jaringan Trunk + Feeder

CENTRAL AREA

Tipe Jaringan grid Tipe Jaringan Kombinasi

CENTRAL AREA

Sumber: Tim Studi

3) Sistem Tarif Bus


Sistem tariff bus ditentukan oleh pemerintah daerah. Tarif bus disesuaikan sesuai dengan
fluktuasi harga bahan bakar. Tarif bus saat ini di DKI Jakarta adalah Rp 6,000-12,000
untuk Patas AC tergantung pada tujuan dari bus, Rp 2,000-4,000 untuk Patas Non-AC dan
bus reguler tergantung pada jarak dari bis, Rp 2.000 untuk bus sedang, Rp 2.000-3.000
untuk bus kecil tergantung pada daerah operasi. Sebagai perbandingan dengan kota-kota
besar lain di Asia Tenggara, seperti Bangkok dan Manila, tingkat tarif di Jakarta hampir
sama untuk setiap jenis layanan. (Lihat Table 2.5.15.)

2-63
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Tabel 2.5.15 Perbandingan Tarif Bus di Kota Besar Asia Tenggara


Tarif (US $)
Kota Jenis Layanan Tarif & Sistem Tarif
5km-naik 10km-naik
Busway Flat IDR 3,500 0.42 0.42
Patas AC Flat IDR 6,000-12,000 0.72-1.44 0.72-1.44
Patas Non-AC Flat IDR 2,000-4,000 0.24-0.48 0.24-0.48
Jakarta
Bus Reguler Flat IDR 2,000-4,000 0.24-0.48 0.24-0.48
Medium Bus Flat IDR 2,000 0.24 0.24
Bus Kecil Flat IDR 2,000-3000 0.24-0.36 0.24-0.36
Bus AC Flat by route: THB 12-23 0.40-0.76 0.40-0.76
Bangkok
Non-AC Bus Flat by route: THB 7.5-8.5 0.25-0.28 0.25-0.28
Bus AC Distance-related: Peso 12 + Peso 2.2/km 0.54 0.79
Manila Non-AC Bus, Distance-related: Peso 10 + Peso 1.85/km 0.45 0.66
Jeepney Distance-related: Peso 7(<4km) + Peso 0.5/km 0.22 0.28
Sumber: Mengumpulkan Informasi dari Berbagai Sumber

4) Terminal Bis
Di JABODETABEK, ada 75 terminal bus yang diklasifikasikan oleh Kementerian
Perhubungan (16 antar provincial, 26 antar kota dan 33 intra-kota), seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.5.10. Menurut database SITRAMP, ada juga 29 terminal bus
di badan jalan. Informasi tentang setiap terminal bus seperti yang tercantum di bawah ini
sedang disurvei, diteliti dan disusun dalam bentuk inventarisasi oleh tim studi.

 Lokasi (Alamat, peta dan gambar)

 Fungsi dan badan administrasi atau organisasi

 Daftar fasilitas (tempat parkir, bus bay / jalur, kantor, toilet, toko, masjid, ruang terbuka,
dan kegiatan penggunaan lahan lainnya

 Daftar rute bus terdaftar berdasarkan jenis bus, dan

 Fasilitas dan fungsi lainnya


Table 2.5.16 menunjukkan 30 besar intra-kota bus terminal di JABODETABEK dalam hal
jumlah rute bus yang berhenti di terminal. Dalam tabel ini, terminal bus menunjukkan
tempat asal dan tujuan rute bus. Banyak dari terminal bus telah ditentukan untuk area
parkir bus, ruang tunggu penumpang dan fasilitas lainnya dan fasilitas, tetapi beberapa
terminal hanya terletak di sisi jalan sebagai tempat pemberhentian dan digunakan untuk
hanya memutar bus.
Ada 104 rute bus yang berakhir pada terminal Blok M tidak termasuk rute bus kecil.
Terminal utama bus lainnya adalah Kp. Rambutan (95 rute), Pulo Gadung (87 rute),
Bekasi (87 rute), Kota (76 rute) dan Senen (76 rute).
Table 2.5.17 menunjukkan jumlah akumulasi rute bus. Sebanyak 915 rute bus berhenti di
30 besar terminal bus utama. Ini mencakup 82,5% dari semua rute bus, 100% dari
Busway, 96% dari semua rute bus besar (Patas AC, Patas non-AC & Reguler), 98% dari
bus sedang dan 66% dari bus kecil, rute masing-masing.

2-64
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Gambar 2.5.10 Lokasi Terminal Bis utama di JABODETABEK

Sumber: SITRAMP (informasi telah diupdate oleh Kementerian Perhubungan Statistik)

Tabel 2.5.16 30 Besar Terminal Bus di JABODETABEK


Jumlah Rute Bus (Berhenti atau melewati)
Rank Terminal Bis
Busway Patas AC Patas Reguler Sedang Kecil Total
1 Blok M 1 24 27 26 27 - 104
2 Kp. Rambutan 1 24 23 22 11 15 95
3 Pulo Gadung 3 17 19 19 13 19 87
4 Bekasi - 26 16 6 1 27 76
5 Kota 1 21 17 15 6 17 76
6 Senen - 14 17 10 17 9 67
7 Tg. Priok - 13 16 19 4 14 66
8 Depok - 14 7 2 9 29 61
9 Grogol - 12 16 19 5 9 61
10 Kalideres 1 12 20 14 7 7 61
11 Kp. Melayu 2 7 2 10 15 24 58
12 Tn. Abang - 11 8 16 16 6 57
13 Lebak Bulus 1 13 6 5 9 10 43
14 Bogor - 1 2 29 3 3 38
15 Ciputat - 7 6 1 3 20 37
16 Ps. Minggu - 5 3 4 7 18 37
17 Cililitan - - 3 7 2 24 36
18 Cikarang - 11 2 4 1 16 34
19 Cikokol - - 2 - - 32 34
20 Ciledug - 7 5 1 3 17 33
21 Cimone - 7 2 1 - 20 30
22 Rawamangun - 2 - 11 1 8 22
23 Cileungsi - 3 - 2 - 15 20
24 Klender - 3 5 4 3 4 19

2-65
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Jumlah Rute Bus (Berhenti atau melewati)


Rank Terminal Bis
Busway Patas AC Patas Reguler Sedang Kecil Total
25 Parung - - - - - 16 16
26 Manggarai - - - 4 8 3 15
27 Cibinong - 3 1 - - 11 15
28 Leuwiliang - - - - - 15 15
29 Ragunan 2 2 1 4 4 2 13
30 Poris Plawad - 2 4 - - 16 22
Sumber: Dinas Perhubungan dari setiap pemerintah daerah, beberapa rute mungkin hanya melewati terminal,
dan mungkin tidak berakhir di sana. Oleh karena itu ada lebih banyak rute ditunjukkan dari jumlah total rute
bus beroperasi.

Tabel 2.5.17 Jumlah Rute bus Dicakup oleh 30 Terminal Bis di JABODETABEK

Akumulasi Jumlah Rute Bus 1) Rasio untuk Total Rute Bus (%)
Rank Terminal Bis
Patas Patas
BW Patas Reg. Sedang Kecil Total BW Patas Reg. Sedang Kecil Total
AC AC
1 Blok M 1 24 27 26 27 - 105 12.5 16.1 19.0 16.7 22.9 0.0 9.5
2 Kp. Rambutan 2 46 48 45 35 15 191 25.0 30.9 33.8 28.8 29.7 2.8 17.2
3 Pulo Gadung 4 61 60 60 46 34 265 50.0 40.9 42.3 38.5 39.0 6.3 23.9
4 Bekasi 4 83 74 66 47 58 332 50.0 55.7 52.1 42.3 39.8 10.8 29.9
5 Kota 4 94 78 74 53 74 377 50.0 63.1 54.9 47.4 44.9 13.8 34.0
6 Sunen 4 1-6 92 82 69 79 432 50.0 71.1 64.8 52.6 58.5 14.7 39.0
7 Tg. Priok 4 113 99 92 71 89 468 50.0 75.8 69.7 59.0 60.2 16.6 42.2
8 Depok 4 119 102 93 75 114 507 50.0 79.9 71.8 59.6 63.6 21.3 45.7
9 Grogol 4 126 114 105 80 120 549 50.0 84.6 80.3 67.3 67.8 22.4 49.5
10 Kalideres 5 129 126 112 83 126 581 62.5 86.6 88.7 71.8 70.3 23.5 52.4
11 Kp. Melayu 6 134 126 114 96 143 619 75.0 89.9 88.7 73.1 81.4 26.7 55.8
12 Tn. Abang 6 137 128 121 108 146 646 75.0 91.9 90.1 77.6 91.5 27.2 58.3
13 Lebak Bulus 7 142 128 125 109 153 664 87.5 95.3 90.1 80.1 92.4 28.5 59.9
14 Bogor 7 142 129 144 109 153 684 87.5 95.3 90.8 92.3 92.4 28.5 61.7
15 Ciputat 7 142 131 144 109 172 705 87.5 95.3 92.3 92.3 92.4 32.1 63.6
16 Ps. Minggu 7 143 133 144 113 182 722 87.5 96.0 93.7 92.3 95.8 34.0 65.1
17 Cililitan 7 143 133 147 114 202 746 87.5 96.0 93.7 94.2 96.6 37.7 67.3
18 Cikarang 7 144 134 147 114 219 765 87.5 96.6 94.4 94.2 96.6 40.9 69.0
19 Cikokol 7 144 135 147 114 249 796 87.5 96.6 95.1 94.2 96.6 46.5 71.8
20 Ciledug 7 144 136 147 114 261 809 87.5 96.6 95.8 94.2 96.6 48.7 72.9
21 Cimone 7 144 136 147 114 281 829 87.5 96.6 95.8 94.2 96.6 52.4 74.8
22 Rawamangun 7 144 136 148 114 289 838 87.5 96.6 95.8 94.9 96.6 53.9 75.6
23 Cileungsi 7 145 136 148 114 303 853 87.5 97.3 95.8 94.9 96.6 56.5 76.9
24 Klender 7 145 137 150 114 304 857 87.5 97.3 96.5 96.2 96.6 56.7 77.3
25 Parung 7 145 137 150 114 314 867 87.5 97.3 96.5 96.2 96.6 58.6 78.2
26 Manggarai 7 145 137 150 115 316 870 87.5 97.3 96.5 96.2 97.5 59.0 78.4
27 Cibinong 7 145 137 150 115 324 878 87.5 97.3 96.5 96.2 97.5 60.4 79.2
28 Leuwiliang 7 145 137 150 115 339 893 87.5 97.3 96.5 96.2 97.5 63.2 80.5
29 Ragunan 8 145 138 153 116 342 902 100 97.3 97.2 98.1 98.3 63.8 81.3
30 Poris Plawad 8 146 138 153 116 354 915 100 98.0 97.2 98.1 98.3 66.0 82.5
Semua Rute 8 149 142 156 118 536 1109 100 98.0 97.2 98.1 98.3 66.0 82.5
Sumber: Dinas Perhubungan dari setiap pemerintah daerah
Catatan: 1) Jumlah rute bus yang dicakup oleh terminal yang ditentukan dan peringkat terminal yang lebih tinggi

2-66
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

2.5.5 Taksi, Bajaj dan Para-Transit


1) Taksi
Ada banyak taksi yang tersedia dan banyak digunakan di
JABODETABEK. Taksi tidak hanya berkeliling untuk pelanggan
tetapi juga menunggu di tempat-tempat utama seperti stasiun
kereta api, terminal bus, pusat perbelanjaan, hotel dan gedung
perkantoran. Hampir semua taksi memiliki meteran tarif taksi (argo)
dan perusahaan besar memiliki kontak radio untuk layanan
pemesanan/jemput. Menurut data SITRAMP tahun 2002 rata-rata
jarak perjalanan dan waktu perjalanan taksi adalah 6.8km dan 47minutes.
Di DKI Jakarta, pada Desember 2009, ada 24.324 taksi berlisensi didaftarkan oleh 46
perusahaan taksi, dimana 12.015 lisensi telah memperbaharui dan beroperasi.
Perusahaan taksi besar yang beroperasi lebih dari 1.000 taksi adalah PT. Blue Bird
(1.600) dan PT. Ekspres Transindoutama (1.000). Tarif taksi berdasarkan jarak, dimulai
dengan Rp 6,000 untuk 2 km pertama dan Rp3,000 per km untuk jarak perjalanan berikut.
Selain Rp3,000 ditambahkan per jam sebagai waktu yang terkait tarif.
Dalam banyak kasus, taksi dioperasikan oleh seorang sopir yang memiliki kontrak dengan
perusahaan taksi (pemilik). Komisi dibayarkan kepada sopir taksi oleh Perusahaan Taksi
bervariasi. Secara umum, pendapatan bersih dari taksi adalah sekitar Rp100, 000 per hari

2) Bajaj
Ada banyak Bajaj yang tersedia dan banyak digunakan di DKI
Jakarta. Bajaj digunakan terutama untuk perjalanan jarak pendek
seperti akses ke kereta api, bus dan pasar dari rumah, dll. Bajaj
tidak hanya untuk berkeliling untuk pelanggan tetapi juga
menunggu di lokasi utama seperti stasiun kereta api, terminal bus,
pasar. Menurut data SITRAMP pada tahun 2002 rata-rata jarak
perjalanan dan waktu perjalanan adalah Bajaj 1.7km dan
24minutes.
Di DKI Jakarta, pada Desember 2009, ada 14.424 Bajaj lisensi
yang 12.797 Bajaj lisensi telah diperbaharui dan beroperasi. Ada
600 Bajaj terdaftar dengan mesin CNG. Bajaj tarif ditentukan oleh
negosiasi antara pengemudi dan penumpang. Tarif Bajaj relatif
lebih tinggi dari perjalanan taksi yang sama panjang. Dalam
banyak kasus, Bajaj dioperasikan oleh pengemudi yang memiliki kontrak dengan
perusahaan (pemilik). Komisi / sewa dibayar oleh sopir Bajaj kepada pemilik bervariasi.
Secara umum, pendapatan bersih sopir Bajaj adalah sekitar Rp100, 000 per hari.

3) Ojek
Motorcycle taksi yang biasa disebut Ojek. Ini adalah sangat umum,
tetapi tetap merupakan layanan tidak berlisensi. Ojek beroperasi di
sebagian besar wilayah JABODETABEK. Umumnya tarif untuk
perjalanan Ojek adalah sekitar Rp 10.000. Saat ini, karena
kemacetan lalu lintas, ojek menjadi modus transportasi tercepat
dibandingkan dengan modus lainnya, terutama di area padat dari Jakarta. Banyak orang
memilih Ojek bukan taksi, karena sepeda motor dapat dengan mudah bergerak maju

2-67
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

dalam antrian lalu lintas, terutama pada sinyal lalu lintas. Baru-baru ini, beberapa
pemerintah daerah telah mempertimbangkan sistem pendaftaran untuk Ojek, sehingga
untuk mengatur moda angkutan umum ini, untuk memastikan keamanan publik.

2.5.6 Masalah dan Isu


Berikut ini masalah dan isu-isu yang diidentifikasi dalam konteks transportasi perkotaan

 Rendahnya mobilitas karena kemacetan lalu lintas

 Rendahnya tingkat pelayanan angkutan umum


 Meningkatkan kepemilikan & penggunaan sepeda motor

 Polusi udara yang disebabkan oleh sepeda motor, Bajaj meningkat pesat di lalu lintas
secara umum

 Kecelakaan lalu lintas di jalan dan kecelakaan kereta api

 Kurangnya sinyal lalu lintas


 Kerawanan pada angkutan umum

 Rendahnya aksesibilitas bagi masyarakat miskin

 Penolakan terhadap pelajar untuk menggunakan bus

 Kurangnya fasilitas transportasi bagi penyandang cacat


Adapun transportasi bus, hal berikut secara langsung berhubungan dengan studi ini:
Rendahnya tingkat pelayanan angkutan umum:Tingkat layanan bis rendah dalam banyak
aspek. Frekuensi yang buruk, Tidak tepat waktu, tidak dapat diandalkan, tidak tentunya
tempat pemberhentian bus (halte), penghentian operasi tak terduga, lama waktu tunggu,
rasa tidak aman di dalam bus, kondisi kebersihan yang buruk di dalam bus - ini hanya
beberapa dari banyak kekurangan yang terkait dengan layanan bus, dan sedang ditangani
dalam penelitian ini.
Kerawanan pada transportasi umum: Meskipun situasi keamanan di bis lebih baik sejak
zaman SITRAMP, masih banyak kejahatan terjadi di dalam bus.
Penolakan pelajar menggunakan bus: pelajar kadang-kadang ditolak untuk naik bus oleh
awak bus, karena tarif mereka kurang dari setengah dari ongkos penumpang normal.
Perlakuan tidak adil ini sebagian disebabkan oleh sistem penyewaan bus, sebagai sopir
bus harus mendapatkan pendapatan tarif yang cukup untuk menutupi biaya sewa, biaya
bahan bakar, dan biaya operasional lainnya, dan tentu saja keuntungan sendiri. Dengan
menaikkan pelajar yang memungkinkan akan mengurangi pendapatan supir bus tanpa
kompensasi apapun.
Sebagai akibat langsung dari yang disebutkan di atas masalah yang berkaitan dengan
operasi bis, situasi-situasi berikut telah diidentifikasi:
 Kurangnya sistem kapasitas bus: Jumlah bus tidak meningkat sejak krisis ekonomi
1997. Akibatnya bus penuh sesak karena kekurangan armada bus yang beroperasi
pada sejumlah rute.
 Rezim operasional bus yang tidak layak: Salah satu penyebab akar operasi bus tidak

2-68
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

dapat diandalkan dan tidak nyaman telah ditemukan untuk menjadi sistem penyewaan
bus yang dikenal sebagai "setoran" atau "WAP". Bus driver dan konduktor pasti
mencari pendapatan tarif untuk menutupi biaya sewa bus, yang mereka harus
membayar kepada perusahaan bus atau pemilik bus, dan juga memulihkan biaya
bahan bakar dan biaya lainnya, dan tentu saja pendapatan mereka sendiri. Oleh
karena itu, mereka mencoba untuk mendapatkan penumpang sebanyak mungkin
sebelum mereka berangkat dari terminal bus mengabaikan ketidaknyamanan pada
penumpang di dalam bus, dan penumpang menunggu di sepanjang rute, karena
penumpang tidak mungkin dapat naik ke atas bus yang sudah penuh sesak, atau bus
bahkan mungkin tidak berhenti dan mengambil penumpang yang menunggu. Setelah
meninggalkan terminal awak bus bergegas ke halte bus berikutnya untuk
mengumpulkan penumpang dengan cara mengemudi yang berbahaya, dan dalam
banyak kasus melanggar peraturan lalu lintas.

 Lemahnya pengawasan dan kemampuan control operasi bus: Instansi yang


bertanggung jawab untuk operasi bus tidak punya kemampuan yang cukup dalam
perencanaan rute bus karena data permintaan penumpang (demand passangers) yang
baik tidak tersedia. Instansi ini juga telah menghadapi kesulitan dalam monitoring dan
kontrol operasi bus karena keterbatasan sumber daya, karena operator bus yang
terlalu banyak, dan rute sepanjang koridor yang sama atau menggunakan terminal bus
yang sama.

 Struktur rute bus: Saat ini ada beberapa 850 rute bus yang beroperasi di
JABODETABEK. Pada saat studi SITRAMP, lebih dari 70 rute bus di jalan-jalan
tersibuk, Jl. Sudirman dan Jl. Thamrin, dan membawa penumpang bus ke berbagai
tujuan di sekitar JABODETABEK. Operasi bus saat ini dicirikan sebagai banyak rute
dengan frekuensi rendah untuk setiap rute. Struktur rute rumit dan banyak rute
tumpang tindih. Demikian pula, ada banyak daerah di mana layanan yang langsung
lebih terbatas, dan penumpang mungkin harus menggunakan sejumlah transfer untuk
mencapai tujuan mereka. Oleh karena itu, di bawah sistem tarif flat perjalanan tunggal
(dengan beberapa perubahan) mungkin biaya lebih banyak dari perjalanan dengan
perjalanan bus tunggal, yang bahkan dapat bepergian dengan jarak yang lebih jauh.

2.6 Manajemen dan Keselamatan Lalu Lintas


2.6.1 Kondisi Lalu Lintas dan Manajemen Secara keseluruhan
1) Kondisi Lalu Lintas
Timbulnya kemacetan parah akibat kenaikan demand perjalanan di daerah
JABODETABEK. Volume lalu lintas meningkat telah meyebabkan kemacetan lalu lintas
sehingga waktu perjalanan lebih lama di hampir semua jalan. Jumlah perjalanan komuter
telah meningkat sekitar 50% 2002-2010 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6.1.
Saat ini, lebih dari 1.100.000 penumpang melakukan perjalanan dari Bodetabek ke
Jakarta. Kerugian ekonomi akibat kemacetan lalu lintas di daerah JABODETABEK bisa
sebanyak Rp. 5.500 Miliar per tahun dalam hal biaya operasi kendaraan dan kerugian
perjalanan waktu.

2-69
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Gambar 2.6.1 Peningkatan Lalu Lintas Komuter dari BODETABEK untuk JAKARTA
Tahun 2002-2010
×1.4 ×1.6
(2010/2002) (2010/2002)
Kota Tangerang DKI
Kota Tangerang Selatan Kota Bekasi
Jakrta Ka. Bekasi
Kab. Tangerang
247 (2002) 262 (2002)
344 (2010) 423 (2010)
×1.4 234 (2002)
(2010/2002)
338 (2010) Bodetabek → DKI Jakarta
Kota Depok 734 (2002) ×1.5
Kota Bogor 1,105 (2010) (2010/2002)
(1.000 trip) Kab. Bogor

Sumber; Tim Studi JICA

2) Kontrol Lampu Lalu Lintas


Ada sekitar 600 persimpangan utama, yang 287 memiliki sinyal lalu lintas di DKI Jakarta.
Ini menunjukkan bahwa tingkat signalization di persimpangan cukup rendah untuk suatu
kawasan perkotaan yang padat. Selain itu berbelok ke kanan tidak diperbolehkan di
hampir semua persimpangan jalan utama. Dengan demikian, kendaraan untuk berbelok
ke kanan harus memutar balik agak jauh di jalan yang sama dan kemudian belok kiri ke
jalan yang diinginkan. Kendaraan memutar balik menyebabkan gangguan terhadap arus
jalur cepat di kedua sisi jalan, menyebabkan antrian panjang di lokasi putaran balik dan
selanjutnya mengganggu arus lalu lintas ketika berpindah ke jalur kiri sebelum belok kiri.
Selain itu perjalanan di kedua sisi jalan menyebabkan kemacetan, dan kerugian ekonomi
dalam hal waktu yang hilang dan meningkatnya biaya operasional kendaraan.
Tiga ATC sistem (Area Traffic Control System) dalam DKI Jakarta disuplai oleh Sainco dari
Spanyol, Siemens Jerman, dan AWA dari Australia melalui Telnic Indonesia, dan diinstal
oleh DKI JAKARTA. Namun, koeksistensi tiga sistem jelas berbeda dalam mencegah
integrasi sinyal, menghasilkan manajemen yang buruk dari arus lalu lintas dan mencegah
upgrade ke sistem yang lebih maju. Saat ini, sistem ATC memiliki beberapa masalah
sehingga tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa sistem ATC di wilayah DKI Jakarta
hampir semuanya tidak berfungsi. Selain itu, jumlah persimpangan bersinyal di daerah
Botabek kurang dibandingkan DKI Jakarta.

3) Manajemen Jalan Satu Arah


Di pusat DKI Jakarta, beberapa ruas jalan yang berfungsi sebagai jalan satu arah. Hal ini
meningkatkan kapasitas jalan serta persimpangan yang dilalui, dan juga
menyederhanakan gerakan berbelok di persimpangan. Di sisi lain, panjang perjalanan
menjadi lebih lama dan pengguna angkutan umum menderita akibat ketidaknyamanan
pengalihan rute dan lagi jarak berjalan yang panjang untuk mengakses layanan bus di
jalan paralel.

4) Peraturan Car Pooling (3 in 1)


Sejak awal 90-an, peraturan car pooling (dikenal sebagai 3 in 1) sudah beroperasi di DKI
Jakarta. Di bawah sistem ini hanya kendaraan yang memiliki occupancy tinggi (dengan
tiga atau lebih penghuni) diperbolehkan untuk menggunakan atau memasuki jalan arteri

2-70
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

pusat. Sistem ini beroperasi di Jl. Sudirman, Jl. MH. Thamrin, Jl. JG. Subroto: R.Rasuna
Said hingga G. Pemuda; selama periode puncak pada hari kerja (pagi puncak; 7:00-10:00,
malam puncak; 16:00-19:00, Senin sampai Jumat). Taksi dan bus umum dikecualikan dari
peraturan ini. Peraturan ini umumnya diamati, dan tindakan itu telah efektif dalam
mengurangi jumlah kendaraan yang memasuki daerah terlarang sehingga kemacetan
agak kurang dan kecepatan yang lebih tinggi di jalan dalam kota selama periode terbatas.
Di sisi lain, kebutuhan lalu lintas di jalan-jalan paralel meningkat selama periode terbatas,
menyebabkan kemacetan parah dan mengurangi kecepatan perjalanan tidak lebih dari
kecepatan berjalan kaki.

5) Peraturan untuk Truk


Truk-truk besar (kapasitas> 5,5 ton) dibatasi untuk memasuki jalan arteri pusat (Jl.
Sudirman, & Jl. Thamrin). Truk-truk ringan (kapasitas <5,5 ton), bus dan sepeda motor
dibatasi untuk menggunakan jalur kiri di Jl Sisingamangaraja, Jl. Sudirman dan Jl.
Thamrin. Di Jl. Medan Merdeka Baret, Jl. Majapahit, Jl. Gajah Mada, Jl. Hayam Wuruk, Jl.
Pintu Besar Selatan, dan Jl. Pintu Beruang Utara, truk dibatasi untuk hanya menggunakan
1 atau jalur 2 dari sisi kiri.

2.6.2 Situasi Kecelakaan Lalu Lintas


Kecelakaan lalu lintas adalah salah satu masalah sosial yang serius di Indonesia. Jumlah
kematian pada kecelakaan lalu lintas jalan di Indonesia adalah 19.837 pada tahun 2010.
Ini telah meningkat sekitar 70% antara 2004 dan 2010. Kerugian ekonomi yang
diperkirakan akibat kecelakaan lalu lintas bisa menjadi sebesar Rp. 15,800,000,000,000
pada tahun 2010. Jumlah korban jiwa dan kerugian ekonomi sejak tahun 2004 ditunjukkan
pada Gambar 2.6.2. Hanya beberapa pemerintah daerah di daerah JABODETABEK yang
mengumpulkan data kecelakaan lalu lintas, yang diringkas dalam Table 2.6.1.

Gambar 2.6.2 Jumlah Korban jiwa dan kerugian ekonomi akibat Kecelakaan Lalu Lintas
di Indonesia

Sumber; Transportasi di Gambar 2010, DGLT

2-71
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Tabel 2.6.1 Kecelakaan lalu lintas di JABODETABEK pada tahun 2008


Jumlah
Luka
Daerah Tahun Kecelakaan Kematian Luka Berat
Ringan
Lalu Lintas
DKI Jakarta Tidak ada data
Kota Bogor 2008 57 9 29 57
Kab. Bogor Tidak ada data
Kota Depok 2008 163 26 93 131
Kota Tangerang 2008 378 50 104 465
Kab. Tangerang 2008 614 228 576 109
Kota Tangerang Selatan Tidak ada data
Kota Bekasi 2008 396 124 177 201
Kab. Bekasi 2008 518 86 100 746
Sumber; BPS Kabupaten Bogor, Kepolisian Kota Depok, BPS Kota Tangerang,BPS Kabupaten
Tangerang, BPS Bekasi kota, BPS Kabupaten Bekasi

Menurut makalah penelitian 2009 10,di tiga provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jambi
seperti yang ditunjukkan pada Table 2.6.2, Kematian melalui kecelakaan di jalan sebagian
besar pengendara sepeda motor, yang menyumbang sekitar 61% dari total; kematian
pejalan kaki adalah 15%, dan pengendara sepeda 13%, penumpang dari kendaraan roda
4 adalah 4% dan driver dari kendaraan roda 4 adalah 3% pada tahun 2008. Ada tiga
faktor penyebab utama dalam kecelakaan lalu lintas, terlihat bahwa faktor manusia adalah
yang paling dominan dan merupakan persentase terbesar menurut statistik yang diberikan
dalam Table 2.6.3.

Tabel 2.6.2 Korban Jiwa pada Pengguna Jalan menurut Jenis Kendaraan di tahun 2008
Pengendara Pengendara kendaraan Penumpang dari Driver dari
Pejalan kaki Lainnya
sepeda roda 2 dan 3 kendaraan roda 4 kendaraan roda 4
15% 13% 61% 4% 3% 4%
Sumber; Sutanto Soehodho, Kecelakaan Lalu Lintas di Indonesia, PENELITIAN IATSS, Vol.33 No.2, 2009

Tabel 2.6.3 Tiga Faktor Kecelakaan Lalu Lintas


Kecelakaan Luka
Faktor Kematian Luka Berat
lalu lintas Ringan
Manusia 93% 92% 90% 90%
Kendaraan 4% 5% 6% 7%
Jalan dan lingkungan 3% 3% 4% 3%
Sumber; Sutanto Soehodho, Kecelakaan Lalu Lintas di Indonesia, PENELITIAN IATSS, Vol.33
No.2, 2009

10
Sutanto Soehodho, Jalan Kecelakaan di Indonesia, IATSS PENELITIAN, Vol.33, No.2, 2009

2-72
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

2.6.3 Rencana Pengelolaan Lalu Lintas


Road Pricing diusulkan sebagai salah satu proyek prioritas oleh studi SITRAMP. Road
Pricing bisa memiliki dampak yang cukup besar pada permintaan lalu lintas. Pengguna
dikenakan biaya untuk menggunakan jalan di daerah tertentu. Biaya pemungutan pajak
ketika pengguna memasuki area terbatas melalui jalan ke daerah sasaran tertentu. Road
pricing bisa membantu mengurangi kemacetan lalu lintas dan meningkatkan lingkungan.
Pendapatan yang dikumpulkan dapat digunakan untuk pengembangan sistem transportasi
publik yang lebih baik dan memperbaiki infrastruktur transportasi yang buruk.
Setelah SITRAMP proposal, road pricing dianggap oleh Proyek JETRO pada tahun 2008
(Studi Road Pricing Jakarta di Republik Indonesia). Konsep dasar dari proyek road pricing
didasarkan pada asumsi bahwa akan dilakukan dalam bentuk ERP, dan dapat
diimplementasikan menjadi dua tahap. Pada proyek fase 1, jalan di mana car pooling (3 in
1) beroperasi dengan total panjang 17 km merupakan subyek untuk road pricing. Artinya,
setiap kendaraan yang lewat harus dilengkapi dengan on-board unit (OBU), dan biaya
jalan berlaku bagi pengguna jalan yang akan dikurangi dari kartu prabayar dimasukkan ke
dalam OBU, kendaraan melewati sebuah gantry/gerbang (pos pemeriksaan) yang
dipasang di pintu masuk jalan yang ditentukan. Pada tahap berikutnya, Tahap 2 daerah di
bawah ERP akan diperluas untuk mencakup semua trunk road dalam area CBD padat
seperti yang diidentifikasi oleh proyek JETRO untuk menutup semua trunk road yang
berjalan sejajar dengan rute Busway baru, panjang total 46 km.
Garis area proyek road pricing yang diusulkan ditunjukkan pada Gambar 2.6.3, dan jam
operasional akan sama dengan skema 3 in 1 saat ini, yaitu 7:00-10:00 dan 16:00-19:00
dari Senin sampai Jumat. Kendaraan target adalah mobil dan sepeda motor, termasuk
van dan pickup. Kendaraan Darurat dan kendaraan angkutan umum akan dibebaskan.
Truk besar sudah dibatasi untuk memasuki wilayah ini, mereka akan terus dibatasi. Biaya
yang diusulkan adalah Rp. 15.000 dan Rp. 5.000 per periode operasional untuk mobil dan
sepeda motor, masing-masing, untuk mengharapkan tingkat yang wajar dari penurunan
volume lalu lintas.

2-73
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Gambar 2.6.3 Usulan Area Road Pricing

Road Pricing Area

Sumber; Japan External Trade Organization (JETRO) (2008). Kajian Road Pricing Jakarta di
Republik Indonesia. Revisi oleh Tim Studi JICA

2.7 Lingkungan Perkotaan


2.7.1 Tinjauan
Kajian Lingkungan Strategis (Strategic Environmental Assesment/SEA) dilakukan dari
semua proyek yang diusulkan oleh Studi dan dipilih sebagai proyek prioritas berdasarkan
UU Lingkungan (No.23 1997) di Indonesia dan pedoman JICA untuk lingkungan dan
pertimbangan sosial. Namun, perlunya SEA akan dievaluasi dalam tahap pengembangan
strategi.
Dalam hal proyek-proyek prioritas, perlunya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (EIA
atau AMDAL) akan dibahas dengan instansi terkait dan dokumen yang diperlukan akan
disiapkan sesuai kebutuhan.
Table 2.7.1 menunjukkan hasil cakupan sementara yang dilakukan oleh Tim Studi JICA
persiapan pada Januari 2010. Mereka telah mengevaluasi dampak Studi dan mengangkat
beberapa isu yang perlu ditangani secara hati-hati dan diselidiki dalam Studi ini.

2-74
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Tabel 2.7.1 Cakupan Sementara - Lingkungan Sosial

Kemungkinan
Penilaian
Periode / Jenis

Skala
No Hal Dampak Obyek +atau-
Tahap Studi

Lingkungan Sosial
Bahan/
Involuntary Kehilangan tempat tinggal atau Warga di lokasi Perencan
1 - S M B Site
Resettlement tanah karena pembebasan lahan konstruksi aan
Survey
Kehilangan peluang produksi Bahan
dengan mengubah pola - Operasi S S C
penggunaan lahan
Kehilangan pekerjaan mengubah Bahan
struktur ekonomi dengan - Operasi M M B
Kegiatan pelaksanaan Proyek Warga daerah
2
Ekonomi Peningkatan kesempatan kerja penelitian Bahan
+ Operasi M M B
disertai oleh Proyek
Relokasi atau penurunan Bahan
+ Operasi S S C
kemiskinan di daerah tersebut
Peningkatan layanan medis atau Bahan
+ Operasi M M B
lingkungan pendidikan
Penurunan kecelakaan lalu lintas
Bahan /
Lalu Lintas dan atau kemacetan oleh konstruksi
3 + Operasi M M B Site
fasilitas umum atau penggunaan fasilitas
Survey
transportasi
Warga di lokasi
Pesangon yang disebabkan oleh Bahan
Masyarakat konstruksi, dan
4 jalan baru, kehilangan Layanan - Operasi S S C
Terpecah tetangga
atau kegiatan hidup dibagi
Tidak merata distribusi manfaat, Bahan
Orang miskin
5 ketidakseimbangan penerima - Operasi S S C
dan orang etnis
manfaat
Properti di dan Bahan
Hilangnya warisan budaya dengan
berdekatan Konstruk
6 Warisan Budaya mengubah penggunaan lahan, atau - S S C
dengan lokasi si
kerusakan oleh emisi atau getaran
pembangunan
Hak perairan, Bahan
Dampak untuk perikanan dengan
7 dan hak-hak Nelayan - Operasi S S C
mengubah sungai atau kursus rawa
umum
Impor penyakit menular oleh Konstruk Bahan
8 Sanitasi - S S C
pekerja, epidemic penyakit si
Limbah dari konstruksi, drainase Memban Bahan
Warga di lokasi
9 Limbah tanah, dari fasilitas, limbah padat - gun S S B
konstruksi, dan
dari daerah urban Operasi
tetangga
Peningkatan risiko seperti Bahan
Konstruk
10 Bahaya (resiko) runtuhnya tanah, gua-in dan - S S C
si
kecelakaan

2-75
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Tabel 2.7.2 Cakupan Sementara – Lingkungan Alam dan Polusi

Kemungkinan
Penilaian
Periode / Jenis

Skala
No Hal Dampak Obyek +atau-
Tahap Studi

Lingkungan Alam
Perubahan fitur geologi dan
Geologi dan Konstruk
11 topografi berharga dengan Konstruksi site - S S C Bahan
topografi si
memotong dan pengisian tanah
Keluar dari permukaan tanah oleh Konstruksi site
Konstruk
12 Erosi Tanah hujan setelah memotong lahan dan dan daerah - S S C Bahan
si
hutan sekitarnya
Konstruk
Pencemaran dan penurunan tingkat Penggunaan air si
13 Air Tanah - S S C Bahan
air dengan pemompaan air, dan topografi Penggun
aan
Warga yang Konstruk
Perubahan aliran, kualitas dan
Danau dan tinggal di si
14 bantalan air dengan reklamasi dan - S S B Bahan
sungai sepanjang sungai Penggun
masuknya air limbah
dan danau aan
Konstruk
Perubahan pesisir pantai dengan Warga yang
si
15 Zona Pesisir konstruksi, erosi dan sedimentasi tinggal di - S S C Bahan
Penggun
pasir sepanjang pantai
aan
Dampak terhadap Konstruk
keanekaragaman hayati dengan si
Mereka yang ada - S S C Bahan
mengubah penggunaan lahan dan Penggun
di lokasi
dengan konstruksi aan
pembangunan
Konstruk
16 Flora dan fauna Dampak kendaraan konstruksi dan dan yang Bahan /
si
penurunan emisi, kebisingan dan berdekatan + S S C Site
Penggun
debu dengan lokasi Survey
aan
pembangunan
Dampak terhadap terumbu karang,
- - S S C Bahan
mangrove dan rumput laut
Perubahan lahan dengan Bahan /
Orang mengamati Penggun
17 Pemandangan pembangunan, kerusakan estetika - M M B Site
site aan
oleh struktur Survey
Pemanasan Penurunan permintaan energi oleh Penggun
18 Warganegara + M M B Bahan
global urbanisasi aan
Polusi
Warga di lokasi Konstruk
Debu dari kendaraan konstruksi - S S C Bahan
konstruksi si
19 Polusi udara Bahan /
Penurunan emisi oleh lalu lintas Penggun
Warga + M M B Site
Proyek aan
Survey
Konstruk
Peningkatan debit oleh urbanisasi, si
20 Polusi air - S S C Bahan
air dari lokasi konstruksi dan pabrik Penggun
aan
Lingkungan
Dampak terhadap kesehatan Konstruk
Terkontaminasin manusia dengan pembuangan si
21 - S S C Bahan
ya Tanah berbahaya dan logam berat Penggun
dibuang tidak benar aan

2-76
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Lingkungan Konstruk
kendaraan konstruksi - S S B Bahan
si
Kebisingan dan
22 Lingkungan Bahan /
getaran Penurunan kebisingan dan getaran Penggun
+ M M B Site
oleh penurunan lalu lintas aan
Survey
Konstruk
Dampak dari penggunaan air tanah Warga di lokasi
Penurunan si
23 disertai dengan kegiatan konstruksi konstruksi / - S S C Bahan
Tanah Penggun
dan ekonomi Lingkungan
aan
Konstruk
Bau dari site pembuangan limbah si
Lingkungan - S S C Bahan
dan pabrik pengolahan limbah Penggun
24 Serangan bau aan
Bahan /
Penurunan emisi oleh penurunan Penggun
Lingkungan + M M B Site
lalu lintas aan
Survey
Konstruk
Dampak oleh debit sedimentasi dari Warga di lokasi
si
25 Sedimen Bawah site konstruksi dan pabrik ke sungai konstruksi / - S S C Bahan
Penggun
dan rawa Lingkungan
aan
Catatan: Penilaian A: Dampak Serius yang diharapkan, B: Beberapa dampak yang diharapkan, C: Tingkat
dampak tidak diketahui (Pemeriksaan diperlukan Dampak mungkin menjadi jelas saat kemajuan
studi), No: Tidak ada dampak yang diharapkan. IEE / EIA tidak perlu
Skala dan Kemungkinan: S: Kecil, M: sedang, N: Tidak berlaku
Sumber: JICA studi Tim Persiapan, 2010

Dampak negatif lingkungan yang diperkirakan dari proyek-proyek transportasi selama


konstruksi dan operasi adalah:
• Kualitas Air - Perubahan volume aliran, kualitas bantalan air akibat reklamasi dan arus
masuk air limbah,
• perubahan tanah yang digunakan oleh pembangunan, kerusakan landscape dengan
struktur (setelah konstruksi), dan
• kebisingan dan getaran oleh kendaraan konstruksi (selama konstruksi).

Sebaliknya, dampak positif lingkungan yang diperkirakan adalah:


• penurunan kebisingan dan getaran disebabkan karena turunnya lalu lintas (setelah
konstruksi), dan
• penurunan emisi oleh penurunan lalu lintas (setelah konstruksi).

Dampak negatif dari aspek sosial yang akan timbul adalah: a) hilangnya pekerjaan
mengubah struktur ekonomi dengan pelaksanaan proyek (setelah konstruksi) dan b)
limbah dari konstruksi tanah, drainase dari fasilitas, limbah padat dari daerah urban
(selama dan setelah konstruksi).
Sebaliknya, dampak sosial yang positif yang akan timbul adalah a) kenaikan kesempatan
kerja karena Proyek (setelah konstruksi), b) peningkatan kualitas layanan medis atau
lingkungan pendidikan (setelah konstruksi), dan c) penurunan kecelakaan lalu lintas
atau kemacetan setelah konstruksi atau dengan penggunaan fasilitas transportasi.

2-77
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Dampak-dampak lingkungan dan sosial dari proyek ini harus dipantau sebelum dan
setelah pelaksanaannya dengan kondisi dasar untuk indikator diuraikan berikut;
• Pengamatan polusi udara, polusi air, kebisingan dan tingkat getaran
• Perubahan Penggunaan lahan
• Jumlah volume lalu lintas dan emisi terkait disebabkan oleh usia kendaraan dan jenis
bahan bakar
• Tingkat Pekerja atau tingkat pengangguran atau perubahan pekerjaan dari sektor
informal ke sektor formal
• Akses ke rumah sakit dan sekolah atau komposisi penumpang bus yaitu pelajar dan
orang tua
• Jumlah kecelakaan dan tingkat kematian
• Program pengelolaan limbah padat selama konstruksi

2.7.2 Peraturan dan Hukum Lingkungan


1) Hukum dan Peraturan Terkait
Hukum dan peraturan yang berkaitan dengan dampak lingkungan tercantum dalam Tabel
2.7.3. Undang-Undang tentang Lingkungan saat ini ditetapkan pada UU No 23 tahun 1997.
Undang-Undang tentang Lingkungan sebelumnya ditetapkan pada UU no.4 tahun 1982
yang mengatur pengelolaan dan perlindungan lingkungan, prinsip pembayaran penghasil
polusi untuk penilaian dampak lingkungan. Mengacu pada undang-undang sebagai dasar,
Kementerian Lingkungan Hidup membentuk peraturan yang berkaitan dengan pengenalan
Penilaian Lingkungan Strategis (atau KLHS) dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
No.32 tahun 2009. Ini mendefinisikan SEA oleh karena itu harus dilakukan jika terjadi
penetapan kebijakan, rencana, dan program berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan. Namun, karena peraturan tersebut didirikan baru-baru ini, pelaksanaan
SEA hanya memiliki beberapa contoh.
Tabel 2.7.3 Undang-Undang dan Peraturan tentang Lingkungan
Wilayah Nama Isi
Keputusan Kepala Bapedal No.056 Tahun 1994 Pedoman penyusunan AMDAL
Keputusan kepala Bapedal No.299 Tahun 1996 Pedoman aspek Sosial AMDAL
UU No.23 0f 1997 Undang-undang lingkungan yang baru (dasar hokum
untuk lingkungan saat ini)
Keputusan kepala Bapedal No.105 Tahun 1997 Pedoman rencana pengelolaan lingkungan / pemantauan
lingkungan (yang berhubungan dengan AMDAL)
Peraturan Pemerintah, No.27 Tahun 1999 Prosedur AMDAL
Peraturan Pemerintah, N0. 41 Tahun 1999 Pengendalian Pencemaran Udara
Nasional
Kementerian Lingkungan Hidup, Keputusan No.2 Tahun Pedoman penyusunan AMDAL
2000
Keputusan kepala Bapedal No.09 Tahun 2000 Pedoman penyusunan AMDAL
Keputusan kepala Bapedal, No.08 Tahun 2000 Partisipasi masyarakat dan pemberitahuan informasi
Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup No.86 Tahun Peraturan mengenai prosedur UKL, UPL
2002
Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup No.11 tahun Proyek dan pembangunan yang memerlukan AMDAL
2006

2-78
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Wilayah Nama Isi


Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup Nomor 7 0f Standar kebisingan kendaraan
2009
Analisa tentang Dampak Lingkungan (AMDAL), Komitmen untuk melaksanakan SEA berdasarkan pasal
Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup No.32 tahun 10 No.23/1997
2009
Keputusan Pemerintah DKI Jakarta No.76 tahun 2001 Berkaitan dengan warga dan transparansi pelaksanaan
AMDAL
Keputusan Pemerintah DKI Jakarta No.2863 tahun 2001 Proyek dan pembangunan/pengembangan yang
memerlukan AMDAL
Keputusan Pemerintah Provinsi Jakarta No.99 Tahun Pedoman EIA / rencana pengelolaan lingkungan (UKL) /
DKI Jakarta 2002 pemantauan lingkungan (UPL)
Keputusan Pemerintah DKI Jakarta No.189 Tahun 2002 Proyek yang membutuhkan UKL / UPL
Keputusan Pemerintah Provinsi Jakarta No.92 tahun Metode pemeriksaan emisi gas kendaraan dan stiker
2007
Keputusan Pemerintah Provinsi Jakarta No.31 tahun Standar emisi gas dan metode pemeriksaan kendaraan
2008 dan sepeda motor
Sumber: JICA Preparatory Team for JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy, 2010

2) Pengembangans di Area Terbatas


Daerah dimana pembangunan dibatasi ditetapkan di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN) sebagai daerah N-1 dan N-2 bertujuan untuk melindungi kondisi alam.
Dalam kasus terminal bus baru atau konstruksi shelter/halte bus atau konstruksi lain dari
struktur dilarang. (Lihat Tabel 2.7.4)
Gambar 2.7.1 menunjukkan lokasi daerah yang harus dipertahankan dan sarana
transportasi yang bisa dilokasikan di daerah-daerah ini. Hanya dua terminal bus yang
terletak di daerah ini. Terminal ini adalah tujuan akhir dari rute bus, dan tidak memiliki
struktur setiap terminal atau fasilitas.

Tabel 2.7.4 Pembatasan pembangunan di Wilayah Konservasi


Kode Zona Nama Zonasi Arahan Pengelolaan dan Pengendalian Tata Ruang
Kawasan Lindung a. Tidak diizinkan untuk kegiatan pertanian atau kegiatan budidaya lainnya
b. Kegiata budidaya yang sudah ada dikecualikan dari zona ini dalam jangka
panjang
c. Hutan Lindung
N-1
d. Penelitian
e. Perbatasan sungai, danau, laut, dan lereng curam
f. Perlindungan hutan dari permukaan air
g. Hutan mangrove
Hutan Konservasi: a. Tidak diizinkan untuk kegiatan pertanian dan kegiatan budidaya lainnya
Cagar alam/ Taman Nasional b./ Wisata alam
N-2 Taman Wisata Alam / Suaka c. Daerah Preservasi dan Konservasi budaya, flora dan fauna
Margasatwa / Budaya d./ Penelitian
Peninggalan Budaya
Sumber: RTRWN

2-79
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Gambar 2.7.1 Wilayah Preservasi dan Fasilitas Transportasi

Sumber: RTRW Jabodetabekpunjur, 2008

2.7.3 Indikator Lingkungan Utama


1) Udara / Air / Kebisingan dan Getaran
Peraturan baru tentang jalan ditetapkan dalam UU No.22 tahun 2009 menyatakan bahwa
dampak lingkungan terhadap kualitas udara dan polusi suara dari kendaraan harus
dipertimbangkan, untuk memastikan kelestarian lingkungan. Menurut peraturan itu, i)
setiap kegiatan di bidang lalu lintas dan transportasi harus mencegah dan mengendalikan
pencemaran lingkungan dan memenuhi baku mutu lingkungan sesuai dengan ketentuan
undang-undang, ii) setiap kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan harus memenuhi
batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan, dan iii) setiap pemilik dan / atau pengemudi
kendaraan bermotor dan perusahaan angkutan umum wajib mencegah terjadinya
pencemaran udara dan kebisingan.
Polusi udara diatur dengan Peraturan Pemerintah No.41 tahun 1999, seperti yang
diberikan dalam Table 2.7.5. Kondisi aktual dari kualitas udara sekitar, yang diamati pada
tahun 2007-2008 diberikan dalam Table 2.7.6 dan digambarkan di dalam Gambar 2.7.2.
Selain itu, standars emisi dari kendaraan diatur oleh Pemerintah pusat dan DKI Jakarta,
ini diberikan dalam Table 2.7.7.
Namun, untuk meningkatkan kualitas udara, beberapa kegiatan telah dilakukan dan
dirangkum dalam Table 2.7.8 dan kualitas udara membaik karena tindakan ini.
Table 2.7.9 memberikan tingkat kebisingan yang minimum sebagaimana diatur dalam

2-80
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup no.7 tahun 2009.

Tabel 2.7.5 Standar Nasional untuk Kualitas Udara Sekitar


Durasi Pengukuran SO2 (μg/m3) CO (μg/m3) NO2 (μg/m3) TSP (μg/m3) HC (μg/m3)
1 Jam 900 30,000 400 - -
3 Jam - - - - 160
24 Jam 365 10,000 150 230 -
Sumber: Peraturan Pemerintah tentang Pengendalian Pencemaran Udara No.41 tahun 1999

Tabel 2.7.6 Pengamatan Kondisi Udara di Jakarta (Rata-rata dari Bulan yang diamati)
Lokasi SO2 (μg/m3) CO (μg/m3) NO2 (μg/m3) TSP (μg/m3)
No
Standar Mutu DKI Jakarta (24 Jam) 260.0 9,000 92.00 230
1 Kuningan 6.6 49.7 142
2 Tebet 7.9 30.7 181
3 Pulogadung 9.2 91.8 276
4 Istiqlal 10.0 23.6 181
5 Ancol 9.7 42.1 291
6 Cilincing 9.1 20.8 378
7 Lubang Buaya 8.3 26.6 128
8 Kahfi 9.1 17.9 106
9 Kalideres 12.5 24.0 168
10 Jakarta Timur 920
11 Jakarta Barat 1,210
12 Gelora Senayan 1,260
Rata-rata 9.2 1,130 36.3 206
Catatan: HC tidak dipantau

Sumber: Laporan Status Lingkungan, 2008, BPLHD (Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah), DKI Jakarta

2-81
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Gambar 2.7.2 Lokasi Stasiun Pemantauan Lingkungan di DKI Jakarta dan Hasil Monitoring
(rata-rata di 2007-2008)

Sumber: Laporan Status Lingkungan, 2008, BPLHD (Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah), DKI
Jakarta

Tabel 2.7.7 Standar Emisi Kendaraan


Item
Produksi
Jenis Kendaraan CO (%) Hydro-Carbon (ppm) Debu (%) Kondisi
Tahun
A B A B A B
Sebelum tahun
Mesin Bensin 4.5 3.0 1,200 700 Idling
2007
Setelah tahun
Mesin Diesel 1.5 1.5 200 200
2007
Sebelum tahun
70 50
Berat ≤ 3,5 ton 2010
Kendara Setelah 2010 40 40
an Kotor Sebelum tahun
70 60
(GVW) Lebih dari 3,5 ton 2010
Setelah 2010 50 50
Sebelum tahun
2 Tak 4.5 12,000 Idling
2010
Sepeda
Sebelum tahun
Motor 4 Tak 5.5 2,400 Idling
2010
2 & 4 Tak Setelah 2010 4.5 2,000 Idling
Catatan: A : Standar Nasional No.5/2006, B: DKI Jakarta Standar No.31/2008

2-82
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Tabel 2.7.8 Kegiatan untuk Meningkatkan Udara Sekitar


Pengurangan Emisi Stiker yang ditempel ke kendaraan yang memenuhi standar

Hari bebas mobil atau Hari Penutupan beberapa jalan selama enam jam (6:00-12:00) dua kali sebulan
Angkutan Umum

Busway Kampanye untuk meningkatkan penggunaan

Pemeriksaan Emisi dari motor Mengimplementasikan dan berkoordinasi dengan polisi

Sumber: JICA Preparatory Team for JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy, 2010

Tabel 2.7.9 Tingkat Kebisingan Kendaraan


J: Kendaraan Tipe Baru atau Lebih Memilih ke Kategori M, N, dan O sebagai Dinamis
L Max dB (A)
No Kategori Power Tahun Pelaksanaan
Tahap 1 Tahap 2
M1 (<9 Orang) - 80 77 (2.3)
GVW <2 T - 81 78 (2)
2 T <GVW <3,5 T - 81 79 (2.3)
1 Bus GVW> 3,5 T P <150 Kw 82 80 (3)
- 150 Kw <P 85 (1) 83 (3)
GVW <2 T - 81 78 (2)
2 T <GVW <3,5 T - 81 79 (2.3)
GVW> 3,5 T P <75 kW 86 81 (3)
2 Truk - 75 kW <P 150 kW 86 83 (3)
3,5 T <GVW <12 T 150 Kw <P 86 (1) 84 (3)
GVW> 12 T - 88 (1) 84 (3)
Metode Pengujian ECE R51 ECE R51 - 01

B: Kendaraan Tipe Baru atau Lebih Memilih ke Kategori M, N, dan O sebagai Dinamis yang
memiliki Basis yang tepat untuk Penumpang
L Max dB (A)
No Kategori Power Tahun Pelaksanaan
Tahap 1 Tahap 2
M1 (<9 Orang) - 90 87 (2.3)
GVW <2 T - 91 88 (2)
2 T <GVW <3,5 T - 91 89 (2.3)
1 Bus
GVW> 3,5 T P <150 Kw 92 90 (3)
- 150 Kw <P 95 (1) 90 (3)
Metode Pengujian ECE R51 ECE R51 - 01

C: Kendaraan Tipe Baru Dengan Kategori L sebagai Dinamis


L Max dB (A)
No Kategori Tahun Pelaksanaan
Tahap 1 Tahap 2
L <80 cc 85 77
1 Sepeda motor 80 <L <175 cc 90 80
L> 175 cc 90 83
Metode pengujian ECE R - 41-01
Sumber: Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup Nomor 7 tahun 2007

Catatan : (1) 147 kW (ECE) <P; (2) Direct Injection + 1 dB (A)Relaxation


(3I P <150 kW (ECE): + 1 dB (A) Relaxation: 150 kW (ECE) <P: + 2 dB (A) Relaxation

2-83
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

2) Volume Lalu Lintas dan Emisi Kendaraan


Dampak dari restrukturusasi bus dan rute dan volume lalu lintas yang dibahas dalam
bagian lain. Namun, dampak dari pengurangan jumlah bus, penggantian atau pengenalan
bus baru untuk armada maka konsistensi tingkat emisi akibat pengurangan kendaraan
harus dievaluasi. Ada dua hal yang perlu diperhatikan ketika mengevaluasi sumber emisi,
1) usia kendaraan, dan 2) jenis kendaraan yang digunakan.
Usia kendaraan adalah salah satu variabel yang akan dikumpulkan oleh survei
transportasi yang sedang dilaksanakan. Ini akan dievaluasi berdasarkan hasil survei.
Namun, masalah ini secara langsung berkaitan dengan pemeriksaan dan pendaftaran
kendaraan. Saat ini, administrasi pemeriksaan adalah terletak pada dinas perhubungan
dari masing-masing pemerintah daerah dan administrasi pendaftaran adalah dalam
domain polisi di daerah masing-masing. Situasi saat inspeksi dan pendaftaran akan diteliti
lebih lanjut secara rinci.
Jenis bahan bakar alternatif tersebut sedang diselidiki oleh BAPPENAS dengan bantuan
Australia. Bahan bakar alternatif yang dipelajari meliputi: CNG, LNG, LPG, Bio-fuel dan
lainnya.
DKI Jakarta telah menerapkan program bahan bakar CNG memperkenalkan pada
kendaraan Busway, diumumkan oleh Presiden pada 20 Mei 2006. Selain itu, peraturan
terkait diterbitkan pada i) peraturan No 2 tahun 2005 tentang pengendalian pencemaran
udara dan ii) Kep. Gubernur DKI Jakarta Nomor 141 tahun 2007 pada jenis bahan bakar
yang akan digunakan angkutan umum dan kendaraan operasional pemerintah daerah.
Table 2.7.10 dan Gambar 2.7.3 menunjukkan lokasi stasiun CNG di DKI Jakarta pada
2010, dan Table 2.7.11 daftar lokasi stasiun LNG. Ada 20 stasiun CNG dan 8 stasiun LNG
terutama di DKI Jakarta (kecuali 1 stasiun LNG di Bekasi). Table 2.7.12 adalah jumlah bus
CNG diperkenalkan oleh Transjakarta. Table 2.7.13 rincian jumlah kendaraan umum
menggunakan CNG dan tingkat konsumsi masing-masing jenis kendaraan.

Tabel 2.7.10 Lokasi Stasiun CNG di DKI Jakarta tahun 2010


No Lokasi Administrator Keterangan
1 Jl. SUMENEP PERTAMINA TIDAK OPERASIONAL
2 JL. Daan Mogot EL NUSA TIDAK OPERASIONAL
3 JL. BENDA Araya - Kalideres PERTAMINA OPERASIONAL
4 JL. Daan Mogot - PESING PERUM PPD OPERASIONAL
5 JL. RAWA Buaya Petross GAS OPERASIONAL
6 JL. PLUIT SELATAN PERTAMINA TIDAK OPERASIONAL
7 JL. BOULEVARD TIMUR EL NUSA TIDAK OPERASIONAL
8 JL. Danau SUNTER EL NUSA TIDAK OPERASIONAL
9 JL. Pemuda PERTAMINA OPERASIONAL
10 JL. BEKASI PERTAMINA TIDAK OPERASIONAL
11 JL. RAYA BOGOR PERTAMINA TIDAK OPERASIONAL
12 JL. A. Yani Swasta TIDAK OPERASIONAL
13 JL. Warung Buncit PERTAMINA TIDAK OPERASIONAL
14 JL. PASAR MINGGU PERTAMINA OPERASIONAL
15 JL. Tebet TIMUR PERTAMINA TIDAK OPERASIONAL
16 JL. RAYA PONDOK UNGU PERTAMINA TIDAK OPERASIONAL

2-84
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

17 JL. Perintis KEMERDEKAAN Petross GAS OPERASIONAL


18 JL. Margonda - Depok PERTAMINA TIDAK OPERASIONAL
19 JL. SUDIRMAN - TANGERANG PERTAMINA TIDAK OPERASIONAL
20 KAMPUNG RAMBUTAN PGN OPERASIONAL
Sumber: DGLT

Gambar 2.7.3 Lokasi Stasiun CNG

Sumber: DGLT

Tabel 2.7.11 Lokasi Outlet Penjualan LNG


No Lokasi Kota Keterangan
1 Jl. Pramuka Raya Jakarta Timur COCO ritel outlet 31.131.01
2 Jl. Abdul Muis Jakarta Pusat COCO ritel outlet 31.102.02
3 Jl. HR. Rasuna Said Jakarta Selatan COCO ritel outlet 31.129.02
4 Jl. Cikini Raya Jakarta Pusat COCO ritel outlet 31.103.03
5 Jl. MT. Â Haryono Jakarta Selatan COCO ritel outlet 31.128.02
6 Jl. Ahmad Yani No 1 Bekasi COCO ritel outlet 31.171.01
7 Jl. Daan Mogot No 2 Jakarta Barat COCO ritel outlet 31.114.03
8 Jl. Bekasi Timur Km. 18 Jakarta Timur COCO ritel outlet 31.134.01
Sumber: DGLT

Tabel 2.7.12 Jumlah Bus CNG di Koridor Busway Transjakarta


No Jenis # Unit # Unit CNG 2009 # Unit CNG 2010 # Unit non-CNG
1 Busway (Koridor 1-7) 418 327 327 91
2 Busway (Koridor 8-10) 200
JUMLAH 418 327 527 91
Sumber: DGLT

2-85
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Tabel 2.7.13 Jumlah Kendaraan Umum menurut Jenis Bahan Bakar & Konsumsi
Kendaraan Berbahan Bakar Konsumsi BBM
Angkutan Umum Kendaraan CNG
Bensin / Kendaraan / hari
Taxi 24,256 2,360 40 LSP / hari
Mikrolet 6,746 36 30 LSP / hari
Metromini 4,979 - -
Bus besar 4,752 - -
Bajaj 14,360 400 6LSP/ Hari
Catatan: a. Pasokan gas ke bus ± 250 LSP / hari / bus
b. Kebutuhan gas untuk taksi / mikrolet ± 24 LSP / hari / mobil
c. Kebutuhan Gas untuk Bajaj ± 6 LSP / hari / mobil
LSP (Liter Setara Premium): equivalant Liter ke Premium
Sumber: DGLT

3) Pekerjaan di Sektor Angkutan Umum


Seperti dijelaskan dalam bagian 1), diharapkan bahwa restrukturisasi pengoperasian bus
mempengaruhi pekerjaan sebagian besar sopir bus dan konduktor. Dalam proses
formulasi strategi transportasi, akan dipertimbangkan dengan cermat untuk membangun
sebuah kerangka pasca-cuti dari para pekerja ini. Namun, dalam proses pelaksanaan
proyek, indikator-indikator yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut harus dipantau.
Table 2.7.14 adalah data mengenai tingkat jumlah tenaga kerja, jumlah orang yang
dipekerjakan di sektor transportasi, laju pertumbuhan sejak tahun 2001 dan tingkat
pengangguran. Selain itu, Gambar 2.7.4 menggambarkan pertumbuhan lapangan kerja
dalam 8 tahun 2001-2008.

Tabel 2.7.14 Pekerjaan di Daerah Studi Tahun 2001-2008


Nomor (, 000) Pertumbuhan (% p.a)
Pekerja di Pengangguran
Pekerja di Sektor Total
Jumlah Tenaga Kerja Sektor Rate (%)
Daerah Transportasi Pekerjaan
Transportasi
'01- '05- '01- '05-
2001 2005 2008 2001 2005 2008 2009
'05 '08 '05 '08
DKI Jakarta 3,415 3,486 4,192 295 318 417 0.5 6.3 1.9 9.4 12.2
Kajian Lingkungan

Bogor 2,124 2,174 2,505 206 237 253 0.6 4.8 3.5 2.1 14.2
Tangerang 1,717 1,399 2,048 164 145 218 -5.0 13.5 -3.1 14.5 9.8
Bekasi 1,163 1,371 1,755 153 165 201 4.2 8.6 1.8 6.8 12.3
Total 8,419 8,430 10,500 818 865 1,089 0.0 7.6 1.4 7.9 12.2
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS

2-86
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Gambar 2.7.4 Pertumbuhan Jumlah Ketenagakerjaan Tahun 2001-2008

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS

4) Akses ke Rumah Sakit dan Sekolah


Untuk mengevaluasi aksesibilitas ke fasilitas sosial seperti rumah sakit dan sekolah, lokasi
terminal bus dan halte bus harus dikoreksi. Ini harus dipertimbangkan untuk memastikan
bahwa akses ke fasilitas sosial nyaman dan aman.
Sebagai contoh, Gambar 2.7.5 menunjukkan lokasi fasilitas sosial pada tahun 2002 dan
fasilitas tertentu yang terletak dalam 1km radius terminal bus yang ada. Ada 206 sekolah
dan 21 rumah sakit yang memenuhi kondisi ini. Namun, analisis ini harus diperluas untuk
mencakup lokasi pemberhentian bus di sepanjang rute bus target. Juga, ukuran jari-jari
daerah tangkapan air harus diselidiki secara rinci.
Selain itu, hasil survei komuter oleh JUTPI dan survei angkutan umum oleh JAPTraPIS
akan digunakan untuk memperjelas karakteristik pengguna bus, terutama pelajar dan
manula. Isu-isu ini harus dianggap sebagai jaring pengaman di bawah hak istimewa.
Analisis ini dapat digunakan untuk menyelidiki Standar Pelayanan Minimal dalam proses
perumusan strategi angkutan umum.

2-87
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Gambar 2.7.5 Fasilitas Sosial di dalam 1km Radius dari Terminal Bus

Sumber: SITRAMP GIS Database, 2002

5) Isu Gender
Isu gender berhubungan dengan fasilitas transportasi yang akan diselidiki berdasarkan
hasil Survei Commuter oleh JUTPI dan Survei angkutan umum oleh JAPTraPIS.
Karakteristik perjalanan terkait dengan pemilihan moda transportasi, panjang perjalanan
dan variabel pendapat lain merupakan faktor utama untuk analisis.
Gambar 2.7.6 menggambarkan distribusi keseimbangan gender (rasio persentase
pria/wanita) dengan cara sensus Kelurahan. Daerah dengan yang penduduk laki-lakinya
lebih rendah sebagian besar tersebar di sekitar daerah Kota.

2-88
Project for the Study on JABODETABEK Public Transportation Policy Implementation Strategy (JAPTraPIS)
DRAFT LAPORAN AKHIR: Teks Utama

Gambar 2.7.6 Keseimbangan Gender Melalui Sensus Kelurahan

Sumber: Sensus 2010, BPS

2-89

Anda mungkin juga menyukai