Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KONSEP DASAR
B. Klasifikasi Katarak
1. Katarak senilis merupakan katarak yang terjadi setelah usia 50 tahun . Katarak ini
dibagi dalam 4 stadium yaitu :
a. Stadium insipient
Jenis katarak ini adalah stadium paling dini. Visus belum terganggu,
dengan koreksi masih bisa 5/5-5/6. Kekeruhan terutama terdapat pada bagian
perifer berpura bercak-bercak seperti jari-jari roda.
b. Stadium imatur
Kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan lensa, terutama terdapat di
bagian posterior dan bagian belakang nukleus lensa. Shadow test positif. Saat
ini mungkin terjadi hidrasi korteks yang menyebabkan lensa menjadi cembung
sehingga indeks refraksi berubah dan mata menjadi miopia. Keadaan ini
disebut intumesensi. Cembungnya lensa akan mendorong iris ke depan,
menyebabkan sudut bilik mata depan menjadi sempit dan menimbulkan
komplikasi glaukoma.
c. Stadium matur
Pada stadium ini terjadi pengeluaran air sehingga lensa akan berukuran
normal kembali. Saat ini lensa telah keruh seluruhnya sehingga semua sinar
yang masuk pupil dipantulkan kembali. Shadow test negatif. Di pupil tampak
lensa seperti mutiara.
d. Stadium hipermatur (katarak morgagni)
Korteks lensa yang seperti bubur telah mencair sehingga nukleus lensa
turun karena daya beratnya. Melalui pupil, nukleus terbayang sebagai setengah
lingkaran di bagian bawah dengan warna berbeda dari yang di atasnya yaitu
kecoklatan. Saat ini juga terjadi kerusakan kapsul lensa yang menjadi kempis
yang di bawahnya terdapat nukleus lensa. Keadaan ini disebut katarak
morgagni.
2. Katarak congenital
Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa yang timbul pada saat
pembentukan lensa. Kekeruhan sudah terdapat pada waktu bayi lahir. Katarak ini
sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita rubella,
diabetes melitus, toksoplasmosis, hipoparatiroidisme, galaktosemia. Ada pula
yang menyertai kelainan keratokonus, ektopia lentis, megalokornea, heterokronia
iris. Kekeruhan dapat dijumpai dalam bentuk arteri hialoidea yang persistem,
katarak polasis anterior, posterior, katarak aksialis, katarak zonularis, katarak
stelata, katarak totalis dan katarak kongenita membranasea (Istiqoma, 2005).
3. Katarak komplikasi komplikata
Katarak jenis ini terjadi sekunder atau sebagai komplikasi dari penyakit
lain. Penyebab katarak jenis ini adalah :
a. Gangguan okuler, karena retinitis pigmentosa, glaukoma, ablasio retina yang
suadah lama, uveitis, miopia maligna.
b. Penyakit sistemik, diabetes melitus, hipoparatiroid, sindrom down, dermatitis
atopik.
c. Trauma, trauma tumpul, pukulan, benda asing di dalam mata, terpajan panas
yang berlebihan, sinar-X, radioaktif, terpanjan sinar matahari, toksik kimia.
Merokok meningkatkan risiko berkembangnya katarak, demikian pula
dengan peminum berat. Kadang-kadang katarak terjadi lagi setelah operasi jika
kapsul lensa ditinggalkan utuh selama operasi katarak (Istiqoma, 2005).
C. Etiologi
1. Proses degeneratif, sebagian besar katarak terjadi karena bertambahnya usia. Usia
rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun ke atas.
2. Kongenital, merupakan salah satu kelaianan herediter sebagai akibat dari infeksi
virus prenatal seperti pada german measless.
3. Penyebab yang lain bisa meliputi trauma,
4. Penyakit sistemik seperti DM
5. Pemaparan berlebihan dengan sinar ultraviolet
(Istiqoma, 2005)
D. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, tranparan,
berbentuk seperti kancing baju; mempunyai kekuatan refraksi yang benar. Lensa
mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer
ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior.
Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat
kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior
nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling
bermakna nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke
sekitar daerah di luar lensa, misalnya, dapat menyebabkan penglihatan mengalami
distori. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga
mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu
teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke
dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya
usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda.
Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti dibetes, namun
sebenarnya merupakan konsekwensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan
katarak berkembang secara kronik dan matang ketika orang memasuki dekade ke
tujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila
tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan
permanen. Faktor yang paling sering yang berperan dalam terjadinya katarak meliputi
radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok, diabetes, dan asupan
vitamin antioksi-dan yang kurang dalam jangka waktu lama
(Brenda dkk, 2002
F. Manifestasi Klinis
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya, pasien
melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau dan gangguan fungsional
sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan tadi. Temuan
objektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga
retina tak akan tampak dengan oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalaha
pandangan kabur atau redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi
bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil, yang normalnya hitam, akan
tampak kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama
bertahun-tahun, dan ketika katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang lebih
kuat pun tak akan mampu memperbaiki penglihatan.
Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk
menghindari silau yang menjengkelkan yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah.
Misalnya, ada yang mengatur ulang perabot rumahnya sehingga sinar tidak akan
langsung menyinari mata mereka. Ada yang mengenakan topi berkelepak lebar atau
kacamata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada
siang hari
(Brenda dkk, 2002)
G. Komplikasi
Menurut Istiqomah (2005), komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita
katarak adalah :
1. Uveitis, terjadi karena masa lensa merupakan benda asing untuk jaringan uvea,
sehingga menimbulkan reaksi radang/ alergi.
2. Glaukoma, terjadi karena masa lensa menyumbat sudut bilik mata sehingga
mengganggu aliran cairan bilik mata depan.
3. Kerusakan endotel kornea.
4. Sumbatan pupil
5. Edema macula sistosoid
6. Endoftalmitis
7. Fistula luka operasi
8. Pelepasan koroid
9. Bleeding
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan
kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit system saraf,
penglihatan ke retina.
2. Lapang Penglihatan : penuruan mungkin karena massa tumor, karotis, glaukoma.
3. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
4. Pengukuran Gonioskopi : membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glukoma.
5. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glaukoma
6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan.
7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
8. EKG, kolesterol serum, lipid
9. Tes toleransi glukosa : kotrol DM
10. Keratometri.
11. Pemeriksaan lampu slit.
12. A-scan ultrasound (echography).
13. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
14. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.
I. Penatalaksanaan
Pengobatan hanya dengan jalan pengangkatan lensa (Zainal dkk, 2008).
Terbagi dalam tiga stadium, yaitu :
1. Stadium I
Dengan deteksi catalin, catalin adalah zat yang berfungsi untuk menghalangi
kerja zat quino, yaitu zat yang mengubah protein lensa mata yang bening menjadi
gelap. Tujuan pegobatan ini adalah untuk menekan proresifitas kekaburan lensa
supaya katarak menjadi stasioner.
2. Stadium II
Dilakukan secara simtomatis.
3. Stadium III, dan IV
Operasi untuk mengeluarkan lensa yang karakteus.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Persepsi Sensori (SDKI hal 190 D.0085)
Definisi :
Perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun eksternal yang
disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan atau terdistorsi.
Penyebab :
a. Gangguan penglihatan
b. Usia lanjut
c. Pemajanan toksin lingkungan
a. Glaukoma
b. Katarak
c. Demensia
2. Resiko Cedera ( NANDA hal 412 (00035) )
Definisi :
Rentan mengalami cedera fisik akibat kondisi lingkungan yang berinteraksi
dengan sumber adaptif dan sumber defensif individu, yang dapat mengganggu
kesehatan.
Faktor risiko :
a. Eksternal
1) Gangguan fungsi kognitif
2) Gangguan fungsi psikomotor
3) Hambatan fisik (desain struktur, pengaturan komunitas,
pembangunan peralatan)
4) Hambatan sumber nutrisi (misal vitamin, makanan)
b. Internal
1) Gangguan orinetasi afektif
2) Gangguan sensasi (akibat cedera medulla spinalis, diabetes melitus)
3) Hipoksia jaringan
4) Malnutrisi
5) Gangguan pertahanan primer (misalnya kulit robek)
2. Resiko Cidera
Kriteria hasil : Perilaku Pencegahan Jatuh (NOC hal 480 (1909) )
a. Menempatkan penghalang untuk mencegah jatuh
b. Menggunakan pegangan tangan seperti yang diperlukan
c. Menggunakan alat bantu dengan benar
Intervensi :
3. Ansietas
Kriteria hasil : Tingkat Kecemasan ( NOC hal 572 (1211) )
a. Klien dapat beristirahat
b. Rasa cemas dan takut yang disampaikan dapat berkurang
Intervensi :
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
4. Resiko Infeksi
Kriteria hasil : Kontrol Infeksi ( NOC hal 267 (1924) )
a. Mampu mengidentifikasi faktor risiko
b. Mampu mempraktikkan strategi untuk mengontrol infeksi
c. Klien mampu mencuci tangan