Anda di halaman 1dari 17

BAB I

KONSEP DASAR

I. Konsep Dasar Penyakit


A. Pengertian Katarak
Katarak adalah kekeruhan lensa mata atau kapsul lensa yang mengubah
gambaran yang diproyeksikan pada retina (Indriana, 2005). Sedangkan Brenda
(2002), mengatakan bahwa katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya
jernih. Biasanya terjadi akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran.
Pendapat lain diungkapkan oleh Zainal (2008) bahwa katarak adalah setiap
kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa,
denaturasi protein lensa ataau akibat kedua-duanya yang disebabkan oleh berbagai
keadaan.
Mansjoer (2000) dalam bukunya Kapikta Selekta Kedokteran mendefenisikan
katarak sebagai kondisi dimana terjadi kekeruhan pada serabut dan bahan lensa
didalam kapsul mata.
Doengoes (2000) mengatakan bahwa katarak adalah suatu keadaan patologik
lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein
lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat
timbul pada berbagai usia tertentu,katarak dapat terjadi saat perkembangan seraf lensa
masih berlangsung atau sesudah seraf berhenti dalam perkembangan dan telah
memenuhi proses degenerasi.
Keperawatan Katarak adalah kekeruhan pada serabut lensa dan di
klasifikasikan menjadi katarak perkembangan dan degenaratif ,katarak
kongenital,juvenile,dan senille,katarak komplikata,katarak traumatic (Keperawatan
Gerontik ,edisi 2).

B. Klasifikasi Katarak
1. Katarak senilis merupakan katarak yang terjadi setelah usia 50 tahun . Katarak ini
dibagi dalam 4 stadium yaitu :
a. Stadium insipient
Jenis katarak ini adalah stadium paling dini. Visus belum terganggu,
dengan koreksi masih bisa 5/5-5/6. Kekeruhan terutama terdapat pada bagian
perifer berpura bercak-bercak seperti jari-jari roda.
b. Stadium imatur
Kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan lensa, terutama terdapat di
bagian posterior dan bagian belakang nukleus lensa. Shadow test positif. Saat
ini mungkin terjadi hidrasi korteks yang menyebabkan lensa menjadi cembung
sehingga indeks refraksi berubah dan mata menjadi miopia. Keadaan ini
disebut intumesensi. Cembungnya lensa akan mendorong iris ke depan,
menyebabkan sudut bilik mata depan menjadi sempit dan menimbulkan
komplikasi glaukoma.
c. Stadium matur
Pada stadium ini terjadi pengeluaran air sehingga lensa akan berukuran
normal kembali. Saat ini lensa telah keruh seluruhnya sehingga semua sinar
yang masuk pupil dipantulkan kembali. Shadow test negatif. Di pupil tampak
lensa seperti mutiara.
d. Stadium hipermatur (katarak morgagni)
Korteks lensa yang seperti bubur telah mencair sehingga nukleus lensa
turun karena daya beratnya. Melalui pupil, nukleus terbayang sebagai setengah
lingkaran di bagian bawah dengan warna berbeda dari yang di atasnya yaitu
kecoklatan. Saat ini juga terjadi kerusakan kapsul lensa yang menjadi kempis
yang di bawahnya terdapat nukleus lensa. Keadaan ini disebut katarak
morgagni.
2. Katarak congenital
Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa yang timbul pada saat
pembentukan lensa. Kekeruhan sudah terdapat pada waktu bayi lahir. Katarak ini
sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita rubella,
diabetes melitus, toksoplasmosis, hipoparatiroidisme, galaktosemia. Ada pula
yang menyertai kelainan keratokonus, ektopia lentis, megalokornea, heterokronia
iris. Kekeruhan dapat dijumpai dalam bentuk arteri hialoidea yang persistem,
katarak polasis anterior, posterior, katarak aksialis, katarak zonularis, katarak
stelata, katarak totalis dan katarak kongenita membranasea (Istiqoma, 2005).
3. Katarak komplikasi komplikata
Katarak jenis ini terjadi sekunder atau sebagai komplikasi dari penyakit
lain. Penyebab katarak jenis ini adalah :
a. Gangguan okuler, karena retinitis pigmentosa, glaukoma, ablasio retina yang
suadah lama, uveitis, miopia maligna.
b. Penyakit sistemik, diabetes melitus, hipoparatiroid, sindrom down, dermatitis
atopik.
c. Trauma, trauma tumpul, pukulan, benda asing di dalam mata, terpajan panas
yang berlebihan, sinar-X, radioaktif, terpanjan sinar matahari, toksik kimia.
Merokok meningkatkan risiko berkembangnya katarak, demikian pula
dengan peminum berat. Kadang-kadang katarak terjadi lagi setelah operasi jika
kapsul lensa ditinggalkan utuh selama operasi katarak (Istiqoma, 2005).

C. Etiologi
1. Proses degeneratif, sebagian besar katarak terjadi karena bertambahnya usia. Usia
rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun ke atas.
2. Kongenital, merupakan salah satu kelaianan herediter sebagai akibat dari infeksi
virus prenatal seperti pada german measless.
3. Penyebab yang lain bisa meliputi trauma,
4. Penyakit sistemik seperti DM
5. Pemaparan berlebihan dengan sinar ultraviolet
(Istiqoma, 2005)

D. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, tranparan,
berbentuk seperti kancing baju; mempunyai kekuatan refraksi yang benar. Lensa
mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer
ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior.
Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat
kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior
nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling
bermakna nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke
sekitar daerah di luar lensa, misalnya, dapat menyebabkan penglihatan mengalami
distori. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga
mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu
teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke
dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya
usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda.
Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti dibetes, namun
sebenarnya merupakan konsekwensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan
katarak berkembang secara kronik dan matang ketika orang memasuki dekade ke
tujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila
tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan
permanen. Faktor yang paling sering yang berperan dalam terjadinya katarak meliputi
radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok, diabetes, dan asupan
vitamin antioksi-dan yang kurang dalam jangka waktu lama
(Brenda dkk, 2002
F. Manifestasi Klinis
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya, pasien
melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau dan gangguan fungsional
sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan tadi. Temuan
objektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga
retina tak akan tampak dengan oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalaha
pandangan kabur atau redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi
bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil, yang normalnya hitam, akan
tampak kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama
bertahun-tahun, dan ketika katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang lebih
kuat pun tak akan mampu memperbaiki penglihatan.
Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk
menghindari silau yang menjengkelkan yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah.
Misalnya, ada yang mengatur ulang perabot rumahnya sehingga sinar tidak akan
langsung menyinari mata mereka. Ada yang mengenakan topi berkelepak lebar atau
kacamata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada
siang hari
(Brenda dkk, 2002)
G. Komplikasi
Menurut Istiqomah (2005), komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita
katarak adalah :
1. Uveitis, terjadi karena masa lensa merupakan benda asing untuk jaringan uvea,
sehingga menimbulkan reaksi radang/ alergi.
2. Glaukoma, terjadi karena masa lensa menyumbat sudut bilik mata sehingga
mengganggu aliran cairan bilik mata depan.
3. Kerusakan endotel kornea.
4. Sumbatan pupil
5. Edema macula sistosoid
6. Endoftalmitis
7. Fistula luka operasi
8. Pelepasan koroid
9. Bleeding
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan
kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit system saraf,
penglihatan ke retina.
2. Lapang Penglihatan : penuruan mungkin karena massa tumor, karotis, glaukoma.
3. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
4. Pengukuran Gonioskopi : membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glukoma.
5. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glaukoma
6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan.
7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
8. EKG, kolesterol serum, lipid
9. Tes toleransi glukosa : kotrol DM
10. Keratometri.
11. Pemeriksaan lampu slit.
12. A-scan ultrasound (echography).
13. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
14. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.

I. Penatalaksanaan
Pengobatan hanya dengan jalan pengangkatan lensa (Zainal dkk, 2008).
Terbagi dalam tiga stadium, yaitu :
1. Stadium I
Dengan deteksi catalin, catalin adalah zat yang berfungsi untuk menghalangi
kerja zat quino, yaitu zat yang mengubah protein lensa mata yang bening menjadi
gelap. Tujuan pegobatan ini adalah untuk menekan proresifitas kekaburan lensa
supaya katarak menjadi stasioner.
2. Stadium II
Dilakukan secara simtomatis.
3. Stadium III, dan IV
Operasi untuk mengeluarkan lensa yang karakteus.

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas / Data demografi
Berisi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering terpapar sinar
matahari secara langsung, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi lingkungan
dan keluarga, dan keterangan lain mengenai identitas pasien.
2. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama pasien katarak biasanya antara lain:
a. Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif (gejala utama katarak) .
b. Mata tidak merasa sakit, gatal atau merah
c. Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film
d. Perubahan daya lihat warna
e. Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat
menyilaukan mata
f. Lampu dan matahari sangat mengganggu
g. Sering meminta ganti resep kaca mata
h. Lihat ganda
i. Baik melihat dekat pada pasien rabun dekat ( hipermetropia)
j. Gejala lain juga dapat terjadi pada kelainan mata lain
3. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang dimiliki oleh pasien seperti :
a. DM
b. Hipertensi
c. pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya memicu
resiko katarak.
d. Kaji gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena,
e. ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada
radiasi, steroid / toksisitas fenotiazin.
f. Kaji riwayat alergi
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat
stress.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dalam inspeksi, bagian-bagian mata yang perlu di amati adalah dengan
melihat lensa mata melalui senter tangan (penlight), kaca pembesar, slit
lamp, dan oftalmoskop sebaiknya dengan pupil berdilatasi. Dengan
penyinaran miring (45 derajat dari poros mata) dapat dinilai kekeruhan lensa
dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang keruh ( iris shadow ).
Bila letak bayangan jauh dan besar berarti kataraknya imatur, sedang
bayangan kecil dan dekat dengan pupil terjadi pada katarak matur.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kartu mata Snellen / mesin telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan
sentral penglihatan) : mungkin terganggu dengan kerusakan lensa, system
saraf atau penglihatan ke retina ayau jalan optic.
b. Pemeriksaan oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, mencatat
atrofi lempeng optic, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisme.
c. Darah lengkap, laju sedimentasi (LED) : menunjukkan anemi sistemik /
infeksi
d. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid : dilakukan untuk memastikan
aterosklerosis.
e. Tes toleransi glukosa / FBS : menentukan adanya/ control diabetes.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Persepsi Sensori (SDKI hal 190 D.0085)
Definisi :
Perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun eksternal yang
disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan atau terdistorsi.
Penyebab :
a. Gangguan penglihatan
b. Usia lanjut
c. Pemajanan toksin lingkungan

Kondisi Klinis Terkait :

a. Glaukoma
b. Katarak
c. Demensia
2. Resiko Cedera ( NANDA hal 412 (00035) )
Definisi :
Rentan mengalami cedera fisik akibat kondisi lingkungan yang berinteraksi
dengan sumber adaptif dan sumber defensif individu, yang dapat mengganggu
kesehatan.
Faktor risiko :
a. Eksternal
1) Gangguan fungsi kognitif
2) Gangguan fungsi psikomotor
3) Hambatan fisik (desain struktur, pengaturan komunitas,
pembangunan peralatan)
4) Hambatan sumber nutrisi (misal vitamin, makanan)
b. Internal
1) Gangguan orinetasi afektif
2) Gangguan sensasi (akibat cedera medulla spinalis, diabetes melitus)
3) Hipoksia jaringan
4) Malnutrisi
5) Gangguan pertahanan primer (misalnya kulit robek)

3. Ansietas ( NANDA hal 343 (00146) )


Definisi :
Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons otonom
(sumber seringkali tidak spresifik atau tidak diketahui oleh individu) perasaan
takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan
memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman.
Batasan Karakteristik :
a. Perilaku
1) Gelisah
2) Insomnia
3) Kontak mata yang buruk
4) Mengekspresikan kekhawatiran karena perubahandalam peristiwa hidup
b. Afektif
1) Distrees
2) Gelisah
3) Kesedihan yang mendalam
4) Ketakutan
c. Fisiologis
1) Wajah tegang
d. Simpatis
1) Lemah
2) Peningkatan denyut nadi
3) Peningkatan tekanan darah
e. Parasimpatis
1) Gangguan pola tidur
2) Peningkatan denyut nadi
3) Peningkatan tekanan darah
4) Sering berkemih
f. Kognitif
1) Gangguan konsentrasi
2) Melamun
3) Konfusi
4) Penurunan lapang presepsi

Faktor yang Berhubungan :

a. Ancaman pada status terkini


b. Stressor
c. Hubungan interpersonal

4. Risiko Infeksi (NANDA hal 405 (00004) )


Definisi :
Rentan mengalami infasi dan multiplikasi organisme patogenik yang dapat
mengganggu kesehatan.
Faktor Risiko :
1) Kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogenik
2) Vaksinasi tidak adekuat
5. Nyeri Kronis (NANDA hal 471 (00133) )
Definisi :
Pengalaman sensoris dan emosional tidak menyenangkan dengan kerusakan
jaringan aktual atau potensial, atau digambarakan sebagai suatu kerusakan
(Internasional Assosiation for study of Pain) ; awitan yang tiba-tiba atau lambat
dengan intensitas dari ringan hingga berat,terjadi konstan atau berulang tanpa
akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung lebih dari tiga
(>bulan)
Batasan Karakteristik :
a. Ekspresi wajah nyeri (mis; mata kurang bercahaya, tampak kacau,
gerakan mata berpencar, atau tetap pada satu fokus, meringis)
b. Fokus pada diri sendiri
c. Hambatan kemampuan meneruskan aktivitas sebelumnya
d. Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri (mis; skala
Wong Baker, FACES, skala analog fisiual, skala penilaian nomerik)
e. Perubahan pola tidur

Faktor yang Berhubungan :

a. Kerusakan sistem saraf


b. Usia lebih dari 50 tahun
C. Rencana Keperawatan
1. Gangguan Persepsi sensori
Kriteria hasil :
a. Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
b. Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
Intervensi :
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
Gangguan Setelah 1. Kaji ketajaman peng-lihatan, 1. Kebutuhan tiap
persepsi dilakukan catat apakah satu atau dua individu dan
sensori asuhan mata terlibat. pilihan
(penglihatan) keperawatan intervensi
berhubungan selama bervariasi sebab
dengan 2x24jam kehilangan
Perubahan diharapkan penglihatan
organ sensori : dapat terjadi lambat
penglihatan meningkatkan dan progresif.
ketajaman
penglihatan
2. Orientasikan klien tehadap 2. Memberikan
dalam batas
lingkungan. peningkatan
situasi
kenyamanan
individu
dan
kekeluargaan,
menurun-kan
cemas.

3. Observasi tanda-tanda 3. Terbangun


disorientasi. dalam
lingkungan
yang tidak di
kenal dan
mengalami
keterbatasan
penglihatan
dapat
mengakibatkan
kebingungan
terhadap orang
tua

4. Anjurkan/Ingatkan klien 4. Kacamata dapat


menggunakan kacamata membantu klien
katarak. dalam
pelihatan.

2. Resiko Cidera
Kriteria hasil : Perilaku Pencegahan Jatuh (NOC hal 480 (1909) )
a. Menempatkan penghalang untuk mencegah jatuh
b. Menggunakan pegangan tangan seperti yang diperlukan
c. Menggunakan alat bantu dengan benar
Intervensi :

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Hasil

Setelah dilakukan 1. Anjurkan klien untuk 1. Kurangnya


Resiko
asuhan keperawatan membatasi aktivitas aktivitas dapat
cedera
selama 2x24jam atau meminta bantuan mencegah
berhubun
diharapkan masalah perawat atau keluarga terjadinya
gan
dapat teratasi dengan pada saat akan cedera.
gangguan
krteria hasil : melakukan aktivitas.
sensasi.
2. Letakkan benda 2. Tindakan ini
a. Menempatkan
dimana klien dapat dapat
penghalang untuk
melihat dan mengurangi
mencegah jatuh menjangkaunya. resiko terjatuh
b. Menggunakan
pegangan tangan
seperti yang 3. Gunakan peralatan 3. Tindakan ini
diperlukan perlindungan dapat
c. Menggunakan alat (misalnya melindungi dari
bantu dengan benar pengekangan, situasi atau
pegangan pada posisi, keadaan yang
kunci pintu, pagar, membahayakan
dan gerbang) untuk
membatasi mobilitas
fisik atau akses pada
situasi yang
membahayakan.

4. Edukasi indiidu dan 4. Tindakan ini


kelompok yang dapat
berisiko tinggi mengurangi
terhadap ahan risiko tinggi
berbahaya yang ada terhadap bahaya
dilingkungan. yang ada
dilingkungan

3. Ansietas
Kriteria hasil : Tingkat Kecemasan ( NOC hal 572 (1211) )
a. Klien dapat beristirahat
b. Rasa cemas dan takut yang disampaikan dapat berkurang
Intervensi :
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil

Ansietas Setelah 1. Kaji untuk tanda 1. Mampu


berhubungan dilakukan verbal dan non mengetahui
dengan stressor. asuhan verbal kecemasan. tanda verbal dan
keperawatan non verbal
selama kecemasan
2x24jam 2. Ciptakan atmosfer 2. Mampu
diharapkan rasa aman untuk memberikan rasa
kecemasan meningkatkan aman untuk
berkurang kepercayaan. meningkatkan
dengan kriteria kepercayaan
hasil : 3. Dorong keluarga 3. Tindakan ini
untuk dapat
a. Klien dapat
mendampingi klie memotivasi
beristirahat
dengan cara yang keluarga untuk
b. Rasa cemas
tepat. melakukan
dan takut
perawatan yang
yang
tepat
disampaikan
dapat
4. Atur penggunaan 4. Mampu
berkurang
obat-obatan untuk mengurangi
mengurangi tingkat
kecemasan secara kecemasan
tepat.

4. Resiko Infeksi
Kriteria hasil : Kontrol Infeksi ( NOC hal 267 (1924) )
a. Mampu mengidentifikasi faktor risiko
b. Mampu mempraktikkan strategi untuk mengontrol infeksi
c. Klien mampu mencuci tangan

Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Kriteria Hasil

Setelah 1. Monitor tanda- 1. Mengetahui


Resiko Infeksi
dilakukan tanda vital tanda-tanda
berhubungan
asuhan vital pasien
dengan prosedur
keperawatan 2. Ajarkan pasien 2. Mengetahui
invasif
selama dan keluarga tanda dan
2x24jam mengenai tanda gejala infeksi.
diharapkan dan gejala
risiko infeksi infeksi dan
berkurang kapan harus
dengan kriteria melaporkannya
hasil : kepada penyedia
perawatan
a. Mampu
kesehatan
mengidentifi
3. Ajarkan cara 3. Memahami
kasi faktor
cuci tangan yang cara cuci
risiko
baik dan benar. tangan yang
b. Mampu
baik dan benar.
mempraktik
4. Berikan terapi 4. Memberikan
kan strategi
antibiotik yang terapi
untuk
sesuai antibiotik.
mengontrol
infeksi
c. Klien
mampu
mencuci
tangan

Anda mungkin juga menyukai