Anda di halaman 1dari 3

Kehidupan Pelajar Korea Selatan Tak Seindah di Drama

Oleh : Ifana Futramsyah

Penikmat serial drama korea tentu tidak asing dengan drama Boys Before Flower, Dream
High dan The Heirs. Ya, drama tersebut mengambil kisah kehidupan percintaan anak SMA
Korea Selatan. Digambarkan kehidupan pelajar SMA Korea Selatan yang senang, bahagia dan
selalu berduaan bersama pasangannya serasa dunia miliki berdua. Kita ambil contoh drama The
Heirs yang dibintangi Lee Min Ho sebagai Kim Tan, Park Shin Hye sebagai Cha Eun Sang dan
Kim Woo Bin sebagai Choi Young Do. Drama tersebut menceritakan cinta segitiga antara Kim
Tan yang merupakan anak tidak resmi dari seorang konglomerat jatuh cinta dengan Cha Eun
Sang yang merupakan putri dari pembantu di rumahnya dan Choi Young Do, sahabat Kim Tan
sejak kecil namun berubah menjadi musuh sejak Kim Tan tidak dapat menghalau ibunya untuk
pergi. Kehidupan SMA di drama tersebut digambarkan sangat indah, pelajarnya bahagia,
memiliki banyak waktu luang untuk bermain, pergi ke bar dan berkencan dengan pasangannya.
Hampir setiap detik Kim Tan selalu bersama dengan Cha Eun Sang dan tentunya Choi Young
Do selalu hadir sebagai pengganggu. Tapi apakah benar kehidupan pelajar Korea Selatan seindah
drama The Heirs?

Tentu jawabannya tidak, Korea Selatan merupakan salah satu negara yang sukses bangkit
dari keterpurukan. Pemisahan semenanjung Korea menjadi Korea Selatan dan Korea Utara
menyebabkan kedua negara sering terlibat perang saudara. Korea Utara yang didukung kekuatan
komunis Rusia dan Tiongkok berkonfrontasi dengan Korea Selatan yang didukung kekuatan
liberal Amerika Serikat dan sekutunya. Akibatnya setelah perang Korea, Korea Selatan menjadi
salah satu negara termiskin di dunia yang bahkan lebih miskin dari Zimbabwe pada 1960.
Namun perlahan-lahan mereka dapat bangkit dan menjadi salah satu macan Asia seperti
sekarang. Pendapatan per kapita warganya tembus diatas USD 30 ribu. Perusahaan raksasanya
tenar dimana-mana. Kita mungkin sudah tidak asing dengan Samsung, LG, Hyundai dan
tentunya Naver Corporation pemilik layanan chatting LINE yang sering kita gunakan. Korea
Selatan kini bahkan tidak hanya unggul dalam teknologi namun juga dalam budaya. Kita tahu
fenomena Hallyu penyebaran KPOP dibanyak negara. KPOP menjadi musik yang digemari di
banyak negara dan telah menjadi industri baru yang menghasilkan miliaran dollar untuk negara
tersebut
Salah satu kunci dari bangkitnya Korea Selatan dari keterpurukan adalah pendidikan dan
kerja keras. Mereka percaya bahwa kunci dari kuatnya suatu negara terletak pada pendidikannya.
Pendidikan yang baik akan mencetak generasi unggulan yang akan membawa negaranya menuju
era keemasan. Pendidikan yang baik juga berdampak penguasaan teknologi negara menjadi baik.
Pendidikan disana menekankan pada semangat kerja keras yang tinggi. Artikel 20 Best
Education Systems in the World yang ditulis MBC Times bahkan menempatkan Korea Selatan
pada urutan pertama sistem pendidikan terbaik pada tahun penilaian 2015-2016. Namun seperti
dua sisi koin dibalik kesuksesan sistem pendidikan ini, ada hal negatif yang mungkin jarang kita
ketahui. Hal ini yang akan penulis ulas, kehidupan pelajar Korea Selatan yang tak seindah di
drama.

Sistem pendidikan di Korea Selatan mirip dengan sistem pendidikan di Indonesia.


Sekolah dasar (SD) 6 tahun, dilanjutkan 3 tahun SMP dan 3 tahun SMA. Dilanjutkan dengan
pendidikan tinggi S1 4 tahun, 2 tahun master dan 4 tahun doktor. Yang membedakan adalah
pelajar Korea jam belajarnya lebih banyak. Pelajarnya rata-rata menghabiskan 16 jam sehari
untuk belajar setelah itupun mereka masih diwajibkan untuk mengikuti bimbingan belajar atau
les ditambah dengan belajar mandiri di rumah setelahnya. Porsi tersebut akan semakin
bertambah ketika pelajar memasuki tahun terakhir disetiap jenjang pendidikan. Seperti contoh
penulis memiliki teman seorang pelajar kelas 3 SMA Korea Selatan. Dia menceritakan bahwa ia
bersekolah dari pukul 07.30 pagi sampai 17.00 sore. Dilanjutkan mengikuti bimbel dari 18.00
sampai 23.00. setelah itu ia masih harus belajar mandiri dirumah hingga pukul 2.00 dini hari. Hal
itu ia lakukan setiap hari kecuali hari minggu. Bisa dibayangkan betapa kerasnya pendidikan
disana. Hal itu ia lakukan untuk menghadapi ujian masuk universitas yang bernama Suneung
atau SBMPTN di Indonesia. Masyarakat Korea terutama setiap orang tua sangat menghadapkan
anaknya dapat masuk jurusan kedokteran atau teknik di universitas ternama. Ada 3 universitas
ternama idaman setiap pelajar Korea yang disingkat menjadi SKY University yang terdiri dari
Seoul National Univesity, Korea University dan Yonsei University. Ditambah dengan Korea
Advanced Institute of Science and Technology (KAIST) dibidang teknik. Masyarakat Korea
akan mengganggap pelajar itu sampah jika tidak bisa masuk ke universitas top atau jurusan
kedokteran dan teknik. Tekanan yang besar, menyebabkan pelajar belajar sangat keras hingga
banyak yang stress dan bunuh diri. Korea Selatan terkenal sebagai negara dengan jumlah bunuh
diri yang tinggi. Bahkan saat hari dimana tes suneung berlangsung sungai Han di Seoul akan
ditutup dan dijaga kepolisian karena banyak pelajar yang bunuh diri disana.

Gambaran tersebut mematahkan anggapan beberapa orang yang mungkin termakan


drama dan menganggap menjadi pelajar Korea itu enak. Tidak heran lagi melihat perkembangan
Korea Selatan yang sangat pesat jika melihat sistem pendidikannya yang sekeras itu. Seperti kata
pepatah, ada harga yang harus dibayar untuk sebuah kemajuan, Korea Selatan mungkin
mengorbankan kebahagiaan pelajarnya kemajuan negaranya. So jangan terhanyut dalam drama
ya

Anda mungkin juga menyukai