Anda di halaman 1dari 14

PERUBAHAN-PERUBAHAN HEMATOLOGI, SEROLOGI, DAN

BIOKIMIA PADA PASIEN PENGIDAP KUSTA

Manifestasi-manifestasi klinis dari penyakit kusta sebagian besar

disebabkan karena: (1) progresi bakteri dalam host, (2) respon imunologis

host, dan (3) kerusakan saraf perifer dikarenakan progresi bakteri atau

respon imunologi host, atau keduanya. Walaupun kusta lazim

menyebabkan manifestasi-manifestasi dalam saraf perifer dan kulit, yang

mengarah pada disabilitas dan deformitas, namun kusta juga

mempengaruhi banyak organ. Penelitian ekstensif telah dilakukan tentang

evaluasi perubahan-perubahan profil hematologis, serologis dan biokimia

darah. Banyak dari penelitian seperti ini yang memiliki karakteristik

sekuensial. Berbagai penelitian telah dilakukan tentang spektrum klinis

kusta yang menyoroti perubahan-perubahan penting pada episode kusta

LL dan episode-episode reaksional, khususnya eritema nodosum

leprosum (ENL).

Profil Hematologi pada Kusta

Profil hematologi telah diteliti pada pasien-pasien kusta dewasa

dengan spektrum klinis kusta berbeda-beda, pada berbagai stadium

penyakit dan pengobatan. Hemoglobin, volume sel packed, dan kadar

besi serum memiliki kadar yang lebih rendah diantara pasien LL dibanding

dengan pasien non-lepromatosa. Kadar B12 serum lebih tinggi pada

kelompok lepromatosa. Tidak ada perubahan signifikan yang ditemukan

pada kadar besi serum dalam kaitannya dengan penyakit dan status
terapi. Dengan semakin meningkatnya jumlah bakteri, ada kecenderungan

menuju konsentrasi hemoglobin lebih rendah, vitamin B lebih tinggi, dan

kadar folat serum rendah. Perubahan-perubahan hematologis seperti

anemia, leukositopenia dan trombositopenia telah dilaporkan pada sebuah

kasus kusta LL florid dengan supresi sumsum tulang yang disebabkan

oleh penyakit dan kelainan-kelainan ini dapat diatasi dengan MDT untuk

kusta.

Methemoglobinemia dan anemia hemolitik merupakan efek-

samping mendasar yang ditemukan pada terapi dapson jangka panjang.

Perubahan-perubahan hematologis terjadi pada pasien-pasien kusta yang

mengonsumsi dapson sebagai obat tunggal maupun sebagai bagian dari

terapi multi-obat yang dikombinasikan dengan Rifampisin dan Klofazimin.

Penurunan hemoglobin pada pasien-pasien yang diobati MDT untuk kusta

sangat sering. Deps dkk telah melaporkan bahwa Dapson yang digunakan

pada resimen MDT untuk pasien-pasien kusta dapat mengurangi kadar

hematocrit dan hemoglobin akibat hemolysis tingkat rendah, yang bisa

menghasilkan anemia signifikan. Dalam penelitian mereka, anemia

hemolitik ditemukan pada 24,7% pasien yang menjalani terapi MDT dan

terjadi dalam kurun 3 bulan pertama pada 51% dari pasien tersebut.

Dalam penelitian lain, retikulosit ditemukan meningkat pada 90% pasien.

Eosinophilia parah juga ditemukan. Badan-badan Heinz juga telah

dideteksi pada 6,6% pasien. Uji kerapuhan osmotic menunjukkan

penurunan resistensi sel. Efek samping hematologis Dapson cukup


signifikan bahkan pada dosis yang saat ini digunakan untuk mengobati

kusta (100 mg/hari). Rifampisin dan Klofazimin, akan tetapi, tidak

meningkatkan angka kejadian efek-efek ini selama terapi jangka panjang.

Profil Serologi pada Kusta

Serum pasien penderita kusta LL telah diteliti untuk mengetahui

keberadaan berbagai antibodi dan kompleks imun. Frekuensi heterofil,

antibodi Hanganutziu-Deicher and Forssman yang lebih tinggi ditemukan

pada serum pasien LL. Frekuensi antibodi anti kardiolipin merupakan yang

tertinggi dan frekuensi faktor rheumatoid cukup tinggi. Kompleks imun

yang bersirkulasi ditemukan pada 54% dan 34% serum pasien dengan tes

Raji-cell dan tes inhibisi anti-antibodi, masing-masing. Analisis golongan-

golongan immunoglobulin kompleks imun menunjukkan bahwa IgG

dominan pada kompleks imun pasien dengan reaksi kusta dan IgM pada

pasien tanpa reaksi kusta. Kompleks imun terikat ke berbagai sistem imun

yang membawa reseptor Fc dan mereka bisa dengan cepat dihilangkan

dari sirkulasi, khususnya jika ukurannya lebih besar. Kompleks imun bisa

terbentuk dalam jaringan selain darah, dimana keberadaannya tidak

terdeteksi.

Dalam sebuah penelitian terhadap pasien-pasien kusta dari Papua

Nugini, antibodi-antibodi serum terhadap kolagen manusia [antibodi anti-

kardiolipin (ACA)] dideteksi dengan uji hemagglutinasi, dengan variasi

prevalensi peningkatan titer 1:4 atau lebih, berdasarkan spektrum klinis

kusta. Gradiennya cukup signifikan mulai dari prevalensi tinggi pada


pasien lepromatosa polar imunodefisien (53%); sampai prevalensi rendah

pada ujung tuberkuloid spektrum klinis (9%). Tidak jelas apakah antibodi-

antibodi ini terlibat dalam patogenesis kusta, atau dalam persistensi dan

intensifikasi reaksi-reaksi inflamatori yang melibatkan kolagen pada

tempat-tempat seperti kulit, saraf, dan membran basal glomerular.

Sebuah penelitian tentang prevalensi autoantibodi-autoantibodi

pada pasien dengan uji ELISA telah menunjukkan bahwa antibodi SS-B

(anti-La), antibodi terhadap mitokondria, dan kardiolipin merupakan yang

paling prevalen dalam serum. Penelitian ini lebih lanjut menemukan

bahwa antibodi antimitokondria, yang berbeda dengan yang ditemukan

pada sérosis biliari, dan antibodi anti-fosfolipid dengan aktivitas ligan

beragam terhadap B2GIP sering pada serum pasien kusta. Autoantibodi-

autoantibodi yang bereaksi dengan sel-sel germinal testicular pada

spermatozoa telah dilaporkan baik pada pasien tuberkuloid maupun

pasien lepromatosa. Meskipun penelitian-penelitian ini telah melaporkan

kepositifan antibodi antispermatozoal dalam serum pada 39-77% pada

pasien LL dan 33-40% pasien tuberkuloid. Kumar dan Majumdar telah

menunjukan derajat kepositifan yang rendah (23,3%) pada pasien BL/LL

dengan menggunakan uji ELISA sensitif. Sehingga, ada kemungkinan

bahwa selain penyakit yang persisten, harus ada penyebab lain yang

bertanggung jawab atas disfungsi testicular dan abnormalitas

histopatologis yang dilaporkan.


Telah dilaporkan bahwa antibodi-antibodi terhadap (MMP-II) yang

berasal dari M. leprae bisa digunakan untuk mendiagnosa kusta.

Kepositifan MMP-II telah dilaporkan dalam serum 82-98% pasien kusta

MB dan 39-48% pasien kusta PB dari Jepang dan Indonesia.

Sebuah penelitian oleh Singh dkk telah menunjukkan kadar spesifik

antibodi keratin antihost (AkAbs) pada pasien-pasien kusta dan

mengeksplorasi korelasinya dengan manifestasi klinis penyakit. Kadar

AKAbs tinggi pada semua kelompok pasien kusta kecuali kusta TT/BL

dibanding kontak yang sehat. Sebuah penelitian terhadap pasien TT, BL,

LL, T1R dan pasien ENL telah memberikan bukti tentang eksistensi

mimikri molekuler antara sitokeratin-10 dari keratin (protein host) dan

protein syok panas 65 kDa (HSP) (groEL2) dari M. leprae. Korelasi positif

kadar antibodi keratin antihost dengan jumlah lesi pasien kusta telah

dilaporkan.

Pasien dengan kusta MB memiliki kadar serum antibodi anti-

seramida yang lebih tinggi dibanding pasien kusta pausibasiler dan kontrol

sehat. Karena kusta multibasiler terkait dengan kerusakan saraf, yang

berkontribusi bagi perubahan myelin dan sermida merupakan konstituen

daun myelin, maka peran antibodi antiseramida sebagai penanda untuk

kerusakan saraf perlu diteliti lebih lanjut.

Perubahan-Perubahan Biokimia pada Host

Keterlibatan hepatic
Dari berbagai organ yang diteliti pada kusta, hati merupakan yang

paling intensif diselidiki. Keterlibatan hati melalui pembentukan granuloma

adalah karakteristik yang sudah dikenal pada kusta lepromatosa dan

keterlibatan hati juga telah dilaporkan pada kasus-kasus kusta TT.

Penelitian-penelitian terdahulu didasarkan parameter-parameter tunggal

untuk fungsi hati. Peningkatan kekeruhan timol dan flokulasi sefalin-

kolesterol dan pembalikan rasio albumin:globulin (A/G) telah dilaporkan

pada serum pasien kusta lepromatosa (LL), dengan perubahan-

perubahan minimal pada spektrum TT. Kadar transaminase serum pada

kusta LL telah ditemukan meningkat. Dalam sebuah penelitian tentang

keterlibatan hepatic dan antigenemia permukaan hepatitis B pada kusta,

HbsAg ditemukan pada 7,54% pasien kusta lepromatosa. Juga terdapat

penurunan albumin dan peningkatan kadar globulin dengan penurunan

rasio A:G secara signifikan. Kadar SGPT (serum glutamic-piruvat

transaminase) meningkat signifikan ada pasien kusta lepromatosa.

Perubahan-perubahan histopatologis terdapat pada 57,1% kusta

lepromatosa dan 23,8% pasien kusta tuberkuloid.

Profil protein serum

Berbagai metode termasuk elektroforesis telah digunakan untuk

meneliti profil protein serum. Sulit untuk merinci semua laporan yang

sudah dipublikasikan. Ringkasnya, total protein serum meningkat

signifikan pada kelompok lepromatosa dan pada bentuk reaksional kusta.

Hiperproteinemia ini utamanya disebabkan oleh hiperglobulinemia yang


terdapat pada semua bentuk kusta dengan peningkatan progresif dari TT

menjadi LL dan nilai tertinggi ditemukan pada ENL. Nilai tertinggi untuk

fibrinogen plasma ditemukan pada pasien ENL sementara kelompok kusta

lainnya menunjukkan peningkatan parameter ini secara progresif dari

kusta TT menuju ke TL.

Gupta dkk telah meneliti proteome serum pasien-pasien kusta yang

menjalani reaksi-reaksi ENL dan membandingkannya dengan kontrol non-

kontak yang sehat. Protein-protein yang diekspresikan secara diferensial

diidentifikasi dengan teknik MALDI-TOF dan MALDI-TOF-MS

(Spektrometri Massa). Peningkatan signifikan pada salah sati dari isoform

rantai alfa 2 haptoglobin ditemukan pada ENL. Fenotip Hp 0-0 dideteksi

pada 21.4% pasien ENL yang menjalani terapi. Analisis komparatif

terhadap proteome serum dengan spektrometri massa telah menunjukkan

ekspresi protein fase-akut, glikoprotein asam α1 (AGP; juga dikenal

sebagai orosomukoid) dalam seru pasien ksuta. Kadar AGP pada pasien

kust ayang tidak diterapi dan kasus ENL lebih tinggi dibanding pada kusta

lepromatosa (LL), reaksi reversal (RR) dan kontrol sehat. Gllikoform AGP

yang berkarakteristik asam diekspresikan pada kasus ENL yang tidak

diterapi. Kadar AGp menurun hingga kadar normal setelah terapi dengan

MDT dan thalidomide. Peningkatan AGP dependen-stadium pada pasien

LL yang berprogres menjadi stadium ENL, telah memvalidasi AGP

sebagai biomarker spesifik ENL dan indikator terapi.

Profil Lipid
Kemampuan untuk mensintesis gugus-gugus lipid berbeda dan

distribusinya melalui plasma ke seluruh jaringan tubuh tampak berubah

pada kusta. Misra dkk menemukan rendahnya total lipid serum, kolesterol

dan fosfolipid tetapi terjadi peningkatan trigliserida serum pada kusta LL.

Sebaliknya, penurunan kadar trigliserida serum pada pasien MB juga telah

dilaporkan. Sritharan dkk berpendapat bahwa penurunan tersebut bisa

dijelaskan dengan berkurangnya fungsi adrenokortikal pada pasien LL

yang bisa menyebabkan penurunan aktivitas enzim lipogenik dan glikolitik.

Insidens rendah atherosclerosis dan penyakit jantung koroner pada pasien

kusta telah dikaitkan dengan peninggian kolesterol lipoprotein densitas-

tinggi (HDL) dan penurunan total kolesterol pada pasien-pasien dengan

indeks bakteri tinggi. Ahaley dkk melaporkan penurunan kadar kolesterol

serum pada pasien kusta. Di sisi lain, Gokhale dan Godbole menemukan

kadar kolesterol serum yang lebih tinggi dalam penelitian mereka. Bansal

dkk menemukan peningkatan signifikan kadar kolesterol HDL pada pasien

multibasiler dalam laporan mereka. Sritharan dkk juga menemukan

peningkatan kolesterol HDL dan penurunan kadar kolesterol LDL pada

pasien-pasien LL aktif. Gupta dkk telah melaporkan penurunan kadar

kolesterol LDL pada kusta, lebih besar pada kelompok LL. M. leprae,

diduga sebagai mikobakterium yang paling bergantung pada jalur-jalur

metabolik host, termasuk lipid asal host. Pada lesi-lesi kusta lepromatosa,

terdapat ekspresi gen metabolisme lipid host, termasuk sekelompok

fosfolipase, dan bahwa gen-gen ini hampir tidak terdapat pada genom
mikobakteria. Fosfolipid teroksidasi asal host ditemukan pada makrofage-

makrofage dalam lesi lepromatosa dan fosfolipid-fosfolipid teroksidasi

serta HDL ini meregulasi imunitas alami pada kusta.

Keterlibatan ginjal dan fungsi ginjal

Kusta dikenal dengan keterlibatan multi-viseral nya walaupun M.

leprae normalnya tidak menginvasi parenkima ginjal, namun banyak

gangguan fungsi pada kusta yang telah dilaporkan. Keberadaan edema,

proteinuria, dan abnormalitas biokimia bahkan lebih besar pada fase

reaksional telah dilaporkan. Keterlibatan ginjal pada kusta pertama kali

dilaporkan oleh Mitsuda dan Ogawa pada tahun 1937. Mereka

melaporkan nefritis semua jenis pada kusta dan juga menemukan bahwa

gagal ginjal adalah penyebab kematian yang signifikan pada pasien

mereka. Walaupun keterlibatan ginjal terjadi pada semua spektrum kusta,

namun hal ini lebih sering terlihat pada pasien dengan kusta lepromatosa,

khususnya yang memiliki riwayat serangan reaksi tipe 2 frekuen, dimana

deposisi kompleks-kompleks imun terjadi pada ginjal. Dalam sebuah

penelitian tentang profil ginjal pasien kusta, proteinuria ditemukan pada

20% pasien sementara laju filtrasi glomerular (GFR) rendah pada 27%

pasien. Spesimen biopsi ginjal menunjukkan berbagai jenis nefritis;

glomerulonephritis mesangioproliferatif, nefritis interstitial

membranoproliferatif dan kronis. Glomerulonefritis mesangioproliferatif

merupakan lesi yang dominan, tidak ada basilus tahan asam, deposit

amyloid, atau granuloma yang terlihat. Glomerulonephritis proliferative


yang dilaporkan pada pasien penderita ENL bisa jadi adalah bagian dari

deposisi kompleks imun pada dinding-dinding kapiler glomerulus. Staining

imunofluoresen untuk deposit-deposit imun ditemukan dalam dinding

pembuluh dan tubula-tubula ginjal selain dari glomerulus. Dalam

glomerulus, deposit-deposit granular ditemukan terlokalisasi dalam

mesangium dan/atau di sepanjang dinding kapiler. Pola staining ini tipikal

dari glomerulonephritis kompleks imun. Keterlibatan ginjal pada hewan-

hewan eksperimental yang terinfeksi dengan M. leprae hampir sebanding

dengan kusta manusia.

Katabolisme jaringan konektif

Estimasi kadar hidroksiprolin dan heksosamin jaringan kulit dari

pasien dengan jenis-jenis kusta berbeda dan fase-fase berbeda

menunjukkan peningkatan signifikan kedua konstituen ini pada kusta Ll

selama fase reaktif. Kadar hidroksiprolin urin ditemukan meningkat

signifikan. Cherian dkk telah melakukan penelitian terhadap ekskresi

hidroksprolin oleh pasien kusta dan menemukan hasil serupa. Temuan-

temuan ini menandakan kemungkinan rusaknya jaringan konektif selama

fase-fase reaktif kusta LL. Naik dkk telah membuktikan peningkatan

ekskresi hidroksiprolin urin pada reaksi-reaksi kusta.

Fungsi endokrin

Manifestasi-manifestasi endokrin yang disebabkan oleh kusta telah

lama dikenal tetapi tidak begitu diperhitungkan, bahkan oleh para

spesialis. Disfungsi endokrin pada kusta telah direvew secara ekstensif


baru-baru ini. Testis merupakan organ endokrin yang paling umum

terkena. Kusta bisa mengarah pada azospermia, sterilitas dan

gynekomastia. Peningkatan signifikan gonadotrofin telah dilaporkan

dengan kadar testosteron yang sangat rendah pada pasien kusta.

Peningkatan kadar hormon LH, FSH dan testosteron telah dilaporkan oleh

Rea. Sebuah penelitian terhadap fungsi ovarium pada pasien perempuan

dengan kusta Mb telah melaporkan peningkatan kadar rerata LH dan FSH

dibanding kontrol. Koshy dan Karat melaporkan fungsi pituitary-adrenal

basal normal pada pasien LL. Akan tetapi, respon terhadap pemberian

metapyron dan synakten mengindikasikan cadangan adrenal yang buruk

pada pasien-pasien dengan reaksi kusta kronis. Balakrishnan dkk

menemukan penurunan 17-ketosteroid yang signifikan serta 17-

hidroksikortikosteroid pada pasien-pasien LL selama fase reaktif dan

respon subnormal terhadap pemberian ACTH, yang menandakan derajat

insufisiensi adrenokortikal tertentu pada reaksi-reaksi kusta. Dengan

menggunakan hipoglikemia insulin dan tes stimulasi ACTH, Dash dkk

gagal menunjukkan bukti insufisiensi kortikal adrenal pada tipe kusta

manapun dan pada reaksi-reaksi kusta akut. Dengan demikian,

kebanyakan peneliti yang telah meneliti fungsi hormon pada pasien-

pasien dengan gynekomastia, telah mendapatkan bukti untuk disfungsi

adrenokortikal. Akan tetapi, perlu juga disebutkan sebuah laporan oleh

Dass dkk yang menyelidiki status androgenik pasien kusta dengan

gynekomastia. Mereka menemukan bahwa kadar testosteron plasma


berkurang signifikan bersama dengan perubahan-perubahan degeneratif

inflamatori dalam testis.

Abnormalitas-abnormalitas struktural tiroid, deposit-deposit amyloid,

telah dilaporkan pada kusta, tetapi data-data tentang abnormalitas

fungsional kelenjar tiroid masih kontroversial. Rolston dkk dan Yumnam

dkk melaporkan kadar serum triiodothyronin (T3) yang normal dan

thyroxine (T4), dan hormon TSH pada kusta, sementara Garg dkk dan

Kheir dkk menemukan kadar T3 dan T4 rerata yang lebih rendah dan

kadar TSH rerata lebih tinggi pada pasien-pasien kusta dibanding dengan

kontrol. Sehgal menemukan pengambilan normal iodin radioaktif oleh

jaringan tiroid dari pasien kusta.

Sebuah penelitian tentang status fungsional hormon pituitary-

gonadal dan hubungannya dengan pola setokin inflamatori dalam kutub

lepromatosa (LL/BL) dan tuberkuloid (TT/BT) kusta melaporkan kadar

gonadotropin yang lebih tinggi (LH dan FSH), interleukin (IL)-1β, IL-6,

TNF-α dan konsentrasi protein C-reaktif (CRP) dan laju sedimentasi

eritrosit (ESR) pada pasien kusta LL/BL dibanding pada kontrol. LH dan

FSH berkorelasi positif dengan IL-1β, IL-6, dan TNF-α, dan konsentrasi

CRP dan ESR. Kadar testosteron plasma berkurang pada pasien LL/BL.

Korelasi signifikan antara gonadotropin dan testosteron dan setokin pada

pasien kusta menunjukkan bahwa setokin bisa memiliki pengaruh

langsung pada level testikuler dan bisa memiliki signifikansi patogenetik

pada kusta dan pada keadaan inflamatori lainnya yang melibatkan


disfungsi reproduktif. Hiperkalsemia dan dihidroksil vitamin D 1,25 (OH)

abnormal, hormon paratiroid (PTH), dan protein terkait hormon paratiroid

(PTHrP) telah dilaporkan hanya pada beberapa pasien dengan kusta

borderline dan LL.

Penyakit tulang metabolik paling umum, osteoporosis, memiliki

signifikansi penting pada kusta karena adanya risiko fraktur tulang pada

pasien-pasien yang telah mengalami lesi-lesi neural dan perubahan tulang

spesifik maupun non-spesifik yang menghasilkan deformitas dan

disabilitas. Perubahan-perubahan osteoporosis berdasarkan pemeriksaan

radiologi telah dideteksi pada hampir 40% pasien kusta dan dengan

pengukuran densitas mineral tulang, insidens osteoporosis bisa lebih

tinggi. Penyusutan massa tulang baru-baru ini telah dilaporkan sebagai

peristiwa dini pada pasien kusta.

Mineral dan unsur-unsur runut

Selain penelitian tentang aspek-aspek fungsional berbagai organ,

pengamatan tentang konstituen-konstituen darah tertentu seperti mineral

pada pasien kusta juga telah dilakukan. Beberapa diantaranya memiliki

implikasi klinis. Penurunan signifikan kalsium serum pada kusta LL tampak

terkait dengan besarnya lesi kusta dan durasinya. Kalsium serum dan

magnesium berkurang signifikan pada semua jenis kasus kusta dan

pasien LL menunjukkan penurunan kadar magnesium serum yang

signifikan. Pada infeksi kronis serta kondisi-kondisi yang terkait dengan

kelebihan estrogen bersirkulasi, peningkatan tembaga serum dan


penurunan zink serum umum ditemukan. Pengamatan-pengamatan serum

terhadap tembaga serum dan zink serum telah dilakukan oleh peneliti lain.

Foster dkk telah melaporkan kadar titanium, silikon, potasium, dan

platinum serum yang lebih tinggi, kadar fosfor yang lebih rendah dalam sel

darah merah dan penurunan kadar fosfor, selenium, antimony dan silver

dalam darah utuh pasien kusta. Kapasitas pengikatan besi dan total besi

serum yang rendah telah dilaporkan pada pasien LL.

Toleransi glukosa

Tes toleransi glukosa (GTT) telah dilakukan pada pasien-pasien

yang mengalami kusta tuberkuloid, borderline, LL dan reaksi-reaksi kusta.

Kurva normal cukup umum pada kusta tuberkuloid sementara kurva

toleransi glukosa datar ditemukan pada kusta borderline dan LL. Akan

tetapi, kurva diabetic umum pada reaksi kusta. Kadar gula darah puasa

termasuk rendah pada kusta LL dan cenderung tinggi pada reaksi-reaksi

kusta. Selain itu, kurva GTT datar ditemukan pada mereka yang memiliki

durasi penyakit antara 7 bulan sampai 12 bulan sementara kurva diabetic

lebih umum pada mereka yang memiliki durasi penyakit lebih dari 2 tahun.

Anda mungkin juga menyukai