Anda di halaman 1dari 7

10. differential diagnosis anemia difisiensi besi?

Anemia Difisiensi Besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan zat
besi untuk eritropoesis, karena cadangan zat besi kosong ( depleted iron store) yang pada
akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.

Menurut Evatt, anemia Defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh
berkurangnya cadangan besi tubuh. Keadaan ini ditandai dengan menurunnya saturasi transferin,
berkurangnya kadar feritin serum atau hemosiderin sumsum tulang. Secara morfologis keadaan
ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada
sintesis hemoglobin.Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia. Wanita usia subur
sering mengalami anemia, karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan
kebutuhan besi sewaktu hamil.
Dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh, maka defisiensi dapat dibagi menjadi 3
tingkatan, yaitu :
a. Iron depleted state, yaitu cadanagn besi menururn, tetapi penyediaan besi untuk eritropoesis
belum terganggu.
b. Iron deficient erythropoiesis, yaitu cadangan besi kosong penyediaan besi untuk eritropoesis
terganggu, tetapi belum timbul anemia secara laboratorik.
c. Iron deficiency anemia, yaitu cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi.

Epidemiologi

Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini
adalah ADB da terutama mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil dan menyusui. Di Indonesia
masih merupakan masalah gizi utama selain kekurangan kalori protein, vitamin A dan yodium.
Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi ADB pada anak balita sekitar 30 – 40%, pada
anak sekolah 25 – 35% sedangkan hasil SKRT 1992 prevalensi ADB pada balita sebesar 5,55%.
ADB mempunyai dampak yang merugikan bagi kesehatan anak berupa gangguan tumbuh
kembang, penurunan daya tahan tubuh dan daya konsentrasi serta kemampuan belajar sehingga
menurunkan prestasi belajar di sekolah.
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai baik di klinik
maupun di masyarakat. Belum ada data yang pasti mengenai prevalensi anemia defisiensi besi di
Indonesia. Martoatmojo et al memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada
perempuan tidak hamil. Pada pensiunan pegawai negeri di Bali didapatkan prevalensi anemia
36% dengan 61% disebabkan oleh karena defisiensi besi. Sedangkan pada penduduk suatu desa
di Bali didapatkan angka prevalens ADB sebesar 27%.

Etilogi

Penyebab Anemia Defisiensi Besi adalah :


1. Asupan zat besi
Rendahnya asupan zat besi sering terjadi pada orang-orang yang mengkonsumsi bahan
makananan yang kurang beragam dengan menu makanan yang terdiri dari nasi, kacang-
kacangan dan sedikit daging, unggas, ikan yang merupakan sumber zat besi. Gangguan
defisiensi besi sering terjadi karena susunan makanan yang salah baik jumlah maupun
kualitasnya yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, distribusi makanan yang
kurang baik, kebiasaan makan yang salah, kemiskinan dan ketidaktahuan.

2. Penyerapan zat besi


Diet yang kaya zat besi tidaklah menjamin ketersediaan zat besi dalam tubuh karena
banyaknya zat besi yang diserap sangat tergantung dari jenis zat besi dan bahan makanan
yang dapat menghambat dan meningkatkan penyerapan besi.

3. Kebutuhan meningkat
Kebutuhan akan zat besi akan meningkat pada masa pertumbuhan seperti pada bayi,
anakanak, remaja, kehamilan dan menyusui. Kebutuhan zat besi juga meningkat pada kasus-
kasus pendarahan kronis yang disebabkan oleh parasit.

4. Kehilangan zat besi


Kehilangan zat besi melalui saluran pencernaan, kulit dan urin disebut kehilangan zat besi
basal. Pada wanita selain kehilangan zat besi basal juga kehilangan zat besi melalui
menstruasi. Di samping itu kehilangan zat besi disebabkan pendarahan oleh infeksi cacing di
dalam usus.

Gejala klinis anemia defisiensi besi


Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu gejala
umum anemia, gejala khas akibat defisiensi besi, gejala penyakit dasar.

a. Gejala umum anemia


Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome)
dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl.
Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang serta telinga
mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi
secara perlahan-lahan sering kali sindrom anemia tidak terlalu mencolok dibandingkan
dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat, oleh karena
mekanisme kompensasi tubuh dapat berjalan dengan baik. Anemia bersifat simtomatik jika
hemoglobin telah menurun di bawah 7 g/dl. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang
pucat , terutama pada konjunctiva dan jaringan di bawah kuku.

b. Gejala khas defisiensi besi


Gejala yang khas dijumpai pada anemia defisiensi besi tapi tiak pada anemia jenis lain
adalah:
 Koilonychia : kuku sendok (spoon nail), kuku menjdi rapuh, bergaris-garis vertikal dan
menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok.
 Atropi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang.
 Stomatitis angularis (cheilosis) : adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak
sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
 Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
 Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.
 Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat, es, lem dan
lain-lain.
 Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan
gejala terdiri dari anemi hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah dan disfagia.

c. Gejala penyakit dasar


Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi
penyebab anemia difisiensi tersebut. Misalnya pada anemia akibat penyakit tambang dapat
dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti
jerami. Pada anemia karena perdarahan kronik akibat kanker kolon dijumpai gejala gangguan
kebiasaan buang air besar atau gejala lain tergantung dari lokasi kanker tersebut.

Pemeriksaan fisik

Takikardi, peningkatan frekuensi pernapasan, pusing, kelelahan, pucat, penurunan


kualitas kulit dan rambut (Tanda Anemia sistemik).

Pemeriksaan Penunjang

• Kadar Hemoglobin dan Indeks Eritrosit: didapatkan anemia hipokromik mikrositer


dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV dan MCH
menurun
• Konsentrasi besi serum menurun pada ADB, dan TIBC (total iron binding capacity)
meningkat. TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi,
sedangkan saturasi transferin dihitung dari besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%.
Untuk kriteria diagnosis ADB, kadar besi serum menurun <50μg/dl, TIBC meningkat
>350 μg/dl dan saturasi transferin <15%
• Feritin serum merupakan indikator cadangan besi yang sangat baik, kecuali pada
keadaan inflamasi dan keganasan tertentu. Titik pemilah (cut off point) untuk feritin
serum pada ADB dipakai angka 12μg/dl.
• Protoporfin merupakan bahan antara pembentukan heme
• Kadar reseptor transferin dalam serum meningkat pada defisiensi besi. Kadar
normal dengan cara imunologi adalah 4-9 μg/L. Pengukuran reseptor transferin terutama
dipakai untuk membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik
• Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia normoblastik ringan sampai sedang
dengan normoblas kecil-kecil. Sitoplasma sangat sedikit dan tepi tak teratur. Normoblas
ini disebut sebagai micronormoblast. Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia
(Perl’s stain) menunjukkan cadangan besi yang negatif (butir hemosiderin negatif).
Dalam keadaan normal 40-60% normoblast mengandung granula feritin dalam
sitoplasmanya, disebut sebagai sideroblas. Pada defisiensi besi maka sideroblast negative.

Penatalaksanaan
Terapi untuk anemia defisiensi besi :
a. Terapi kausal : yaitu terapi tehadap penyebab terjadinya anemia defisiensi besi, misalnya
pengobatan terhadap perdarahan, maka dilakukan pengobatan pada penyakit yang
menyebabkan terjadinya perdarahan kronis seperti penyakit cacing tambang, hemoroid,
menorhagia, karena jika tidak maka anemia akan akan kambuh kembali.
b. Pemberian perparat besi untukmengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron replacement
therapy)
 Terapi besi oral
Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman.
Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat, dengan dosis anjuran 3 X 200 mg, setiap
200 mg nya mengandung 66 mg besi elemental. Dengan dosis anjuran tersebut dapat
mengabsorbsi besi 50 mg per hari yang dapat meningkatkan eritropoesis 2-3 kali normal.
Preparat lainnya ialah, ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous
succinate.
Efek samping utama : gangguan GIT pada 15-20% sehingga mengurangi kepatuhan
pasien dalam meminum obat. Keluhan dapat brupa mual, muntah, serta konstipasi.
Pengobatan diberikan 3-6 bulan, ada yang menganjurkan sampai 12 bulan, sampai kadar
HB normal untuk mengisis cadangan besi tubuh.
 Terapi besi parenteral
Sangat efektif, namun mempunyai resiko lebih besar dan harganya lebih mahal.
Indikasi pemberian :
1) Intoleransi terhadap pemberian besi oral
2) Kepatuhan terhadap obat yang rendah
3) Gangguan pencernaan seperti kolilitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi
4) Penyerapan besi terganggu, seperti pada gastrektomi
5) Kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup dikompensasi dengan
pemberian besi oral, seperti misalnya pada hereditary hemorrhagic teleangiectasia
6) Kebutuhan besi yang besar dalam waktu yang pendek, seperti pada kehamilan
trimester 3 atau sebelum operasi
7) Defisiensi fungsional relative akibat pemberian eritropoetin pada anemia gagal ginjal
kronik atau anemia akibat penyakit kronik.
Preparat yang tersedia ialah iron dextran complex (mengandung 50 mg besi/ml), iron
sorbitol citric acid complex, dan ferric gluconate dan iron sucrose yang lebih aman.
Besi parenteral dapat diberikan secara IM atau IV pelan.
Tujuan terapibesi parenteral ialahmengembalikan kadar Hb dan mengisis besi sebesar
500mg-1000mg. Efek samping : reaksi anafilaktik meskipun jaran (0,6 %), flebitis,
sakit kepala, fushing, mual, muntah, nyeri perut, dan sinkop, pada pemberian IM
memberikan rasa nyeri dan warna hitam pada kulit.
c. Pengobatan lain
Diet : diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama dari protein hewani
Vitamin C : diberikan 3 X 100 mg per hari untuk meningkatkan absorbsi besi.
Transfusi darah : anemia defisiensi besi jarang memerlukan transfuse darah. Darah yang
diberikan ialah PRC untuk mengurangi bahaya overload.
Indikasi transfuse darah :
 Adanya penyakit jantung anemic dengan ancama payah jantung
 Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia ddengan gejala pusing yang sangat
menyolok
 Pasien memerlukan peningkatan Hb yang cepat seperti pada kehamilan trimester akhir
atau preoperasi.
Prognosis

Anemia defisiensi besi jika terkoreksi dengan baik maka akan memberikan prognosis
yang baik, namun anemia defisiensi besi dapat memiliki prognosis yang buruk, jika kondisi yang
mendasarinya memiliki prognosis yang buruk juga seperti neoplasia.

Pencegahan

• Pendidikan kesehatan

• Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber pendarahan kronik

• Suplementasi besi

• Fortifikasi bahan makanan dengan besi.

Pencegahan

 Pendidikan kesehatan:
- Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan lingkungan kerja,
misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit cacing tambang.
- Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorbs besi.
 Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik yang paling sering
dijumpai di daerah tropic. Pengendalian cacing tambang dapat dilakukan dengan pengobatan
masal dengan anthelmentik dan perbaikan sanitasi.
 Suplementasi besi yaitu pemberian profilaksis pada segmen penduduk yang rentan, seperti
ibu hamil dan balita. Di Indonesia diberikan pada perempuan hamil dan anak balita memakai
pil besi dan folat.
 Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan makan. Di
negara barat dilakukan dengan mencapurkan tepung untuk roti atau bubuk susu dengan besi.

Anda mungkin juga menyukai