Anemia Difisiensi Besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan zat
besi untuk eritropoesis, karena cadangan zat besi kosong ( depleted iron store) yang pada
akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.
Menurut Evatt, anemia Defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh
berkurangnya cadangan besi tubuh. Keadaan ini ditandai dengan menurunnya saturasi transferin,
berkurangnya kadar feritin serum atau hemosiderin sumsum tulang. Secara morfologis keadaan
ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada
sintesis hemoglobin.Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia. Wanita usia subur
sering mengalami anemia, karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan
kebutuhan besi sewaktu hamil.
Dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh, maka defisiensi dapat dibagi menjadi 3
tingkatan, yaitu :
a. Iron depleted state, yaitu cadanagn besi menururn, tetapi penyediaan besi untuk eritropoesis
belum terganggu.
b. Iron deficient erythropoiesis, yaitu cadangan besi kosong penyediaan besi untuk eritropoesis
terganggu, tetapi belum timbul anemia secara laboratorik.
c. Iron deficiency anemia, yaitu cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi.
Epidemiologi
Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini
adalah ADB da terutama mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil dan menyusui. Di Indonesia
masih merupakan masalah gizi utama selain kekurangan kalori protein, vitamin A dan yodium.
Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi ADB pada anak balita sekitar 30 – 40%, pada
anak sekolah 25 – 35% sedangkan hasil SKRT 1992 prevalensi ADB pada balita sebesar 5,55%.
ADB mempunyai dampak yang merugikan bagi kesehatan anak berupa gangguan tumbuh
kembang, penurunan daya tahan tubuh dan daya konsentrasi serta kemampuan belajar sehingga
menurunkan prestasi belajar di sekolah.
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai baik di klinik
maupun di masyarakat. Belum ada data yang pasti mengenai prevalensi anemia defisiensi besi di
Indonesia. Martoatmojo et al memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada
perempuan tidak hamil. Pada pensiunan pegawai negeri di Bali didapatkan prevalensi anemia
36% dengan 61% disebabkan oleh karena defisiensi besi. Sedangkan pada penduduk suatu desa
di Bali didapatkan angka prevalens ADB sebesar 27%.
Etilogi
3. Kebutuhan meningkat
Kebutuhan akan zat besi akan meningkat pada masa pertumbuhan seperti pada bayi,
anakanak, remaja, kehamilan dan menyusui. Kebutuhan zat besi juga meningkat pada kasus-
kasus pendarahan kronis yang disebabkan oleh parasit.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Penunjang
Penatalaksanaan
Terapi untuk anemia defisiensi besi :
a. Terapi kausal : yaitu terapi tehadap penyebab terjadinya anemia defisiensi besi, misalnya
pengobatan terhadap perdarahan, maka dilakukan pengobatan pada penyakit yang
menyebabkan terjadinya perdarahan kronis seperti penyakit cacing tambang, hemoroid,
menorhagia, karena jika tidak maka anemia akan akan kambuh kembali.
b. Pemberian perparat besi untukmengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron replacement
therapy)
Terapi besi oral
Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman.
Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat, dengan dosis anjuran 3 X 200 mg, setiap
200 mg nya mengandung 66 mg besi elemental. Dengan dosis anjuran tersebut dapat
mengabsorbsi besi 50 mg per hari yang dapat meningkatkan eritropoesis 2-3 kali normal.
Preparat lainnya ialah, ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous
succinate.
Efek samping utama : gangguan GIT pada 15-20% sehingga mengurangi kepatuhan
pasien dalam meminum obat. Keluhan dapat brupa mual, muntah, serta konstipasi.
Pengobatan diberikan 3-6 bulan, ada yang menganjurkan sampai 12 bulan, sampai kadar
HB normal untuk mengisis cadangan besi tubuh.
Terapi besi parenteral
Sangat efektif, namun mempunyai resiko lebih besar dan harganya lebih mahal.
Indikasi pemberian :
1) Intoleransi terhadap pemberian besi oral
2) Kepatuhan terhadap obat yang rendah
3) Gangguan pencernaan seperti kolilitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi
4) Penyerapan besi terganggu, seperti pada gastrektomi
5) Kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup dikompensasi dengan
pemberian besi oral, seperti misalnya pada hereditary hemorrhagic teleangiectasia
6) Kebutuhan besi yang besar dalam waktu yang pendek, seperti pada kehamilan
trimester 3 atau sebelum operasi
7) Defisiensi fungsional relative akibat pemberian eritropoetin pada anemia gagal ginjal
kronik atau anemia akibat penyakit kronik.
Preparat yang tersedia ialah iron dextran complex (mengandung 50 mg besi/ml), iron
sorbitol citric acid complex, dan ferric gluconate dan iron sucrose yang lebih aman.
Besi parenteral dapat diberikan secara IM atau IV pelan.
Tujuan terapibesi parenteral ialahmengembalikan kadar Hb dan mengisis besi sebesar
500mg-1000mg. Efek samping : reaksi anafilaktik meskipun jaran (0,6 %), flebitis,
sakit kepala, fushing, mual, muntah, nyeri perut, dan sinkop, pada pemberian IM
memberikan rasa nyeri dan warna hitam pada kulit.
c. Pengobatan lain
Diet : diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama dari protein hewani
Vitamin C : diberikan 3 X 100 mg per hari untuk meningkatkan absorbsi besi.
Transfusi darah : anemia defisiensi besi jarang memerlukan transfuse darah. Darah yang
diberikan ialah PRC untuk mengurangi bahaya overload.
Indikasi transfuse darah :
Adanya penyakit jantung anemic dengan ancama payah jantung
Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia ddengan gejala pusing yang sangat
menyolok
Pasien memerlukan peningkatan Hb yang cepat seperti pada kehamilan trimester akhir
atau preoperasi.
Prognosis
Anemia defisiensi besi jika terkoreksi dengan baik maka akan memberikan prognosis
yang baik, namun anemia defisiensi besi dapat memiliki prognosis yang buruk, jika kondisi yang
mendasarinya memiliki prognosis yang buruk juga seperti neoplasia.
Pencegahan
• Pendidikan kesehatan
• Suplementasi besi
Pencegahan
Pendidikan kesehatan:
- Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan lingkungan kerja,
misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit cacing tambang.
- Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorbs besi.
Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik yang paling sering
dijumpai di daerah tropic. Pengendalian cacing tambang dapat dilakukan dengan pengobatan
masal dengan anthelmentik dan perbaikan sanitasi.
Suplementasi besi yaitu pemberian profilaksis pada segmen penduduk yang rentan, seperti
ibu hamil dan balita. Di Indonesia diberikan pada perempuan hamil dan anak balita memakai
pil besi dan folat.
Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan makan. Di
negara barat dilakukan dengan mencapurkan tepung untuk roti atau bubuk susu dengan besi.