Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Angka kematian dan kesakitan bayi merupakan salah satu indikator
keberhasilan pembangunan kesehatan. Kematian bayi di dunia 48 %nya adalah
kematian neonatal, seluruh kematian neonatal sekitar 60 % merupakan kematian
bayi umur kurang dari 7 hari. Adapun penyebab kematian tertinggi disebabkan
oleh seperti tetanus neonatorum, sepsis, meningits, pneumonia dan diare.
(Kanwil Depkes, Prop. Jatim, 2000)
Tetanus neonatorum masih banyak terdapat di negara-negara sedang
membangun termasuk Indonesia dengan kematian bayi yang tinggi dengan angka
kematian 80 %. Di Indonesia pada saat ini persalinan yang ditolong di rumah
sakit hanya 10 – 15 %, 10 % lagi ditolong oleh bidan swasta, sedangkan sisanya
75 – 80 % masih ditolong oleh dukun. (Rustam Mochtar, 1998)
Sebagian besar tetanus neonatorum terdapat pada bayi yang lahir dengan
dukun yang belum mengikuti penataran dari Depkes. Dimana dukun – sukun ini
memotong tali pusat hanya memakai alat sederhana seperti bilah bambu, pisau
atau gunting yang tidak di steril dahulu, sehingga bisa menimbulkan infeksi
melalui luka pada tali pusat. Infeksi yahng disebabkan oleh Clostridium Tetani
dapat juga karena perawatan tali pusat yang menggunakan obat trradisional
seperti abu, kapur sirih, daun-daunan, dsb. (Ngasetiyah, 1997)
Tetanus neonatorum angka kematian kasusnya (Case Fatality Rate atau CFR)
sangat tinggi. Pada kasus teanus neonatorum angkanya mendekati 100 %,
terutama yang mempunyai masa inkubasi kurang 7 hari. Angka kematian kasus
tetanus neonatorum yahng dirawat di rumah sakit diindonesia bervariasi dengan
kisaran 10,8 – 55 %. (Abdul Bari Saifuddin, 2000)
Pemerintah bertekat untuk memperkecil kematian akibat kematian tetanus
neonatorum dengan jalan memberikan 2 kali vaksinasi tetanus toksoid selama
hamil. Diharapkan bidan dapat membantu upaya pemerintah sehingga dapat

i
menurunkan angka kematian bayi karena tetanus sampai akhir tahun 2000,
menjadi kurang dari 1 %. Dikemukakan bahwa angka kematian karena tetanus
dapat dijadikan ukuran bagaimana pelayanan kesehatan yang diberikan dalam
satu daerah dan secara umum pada negara tersebut.(Ida Bagus Gde Manuaba,
1998)
Dalam lingkup Jawa Timur , kematian neonatal yang disebabkan tetanus
neonatorum masih tinggi yaitu sebesar 1,19 % pada neonatal dini dan 3,73 %
pada neonatal lanjut. Penyebab kemarian neonatal tertinggi di propinsi ini selain
tetanus neonatorum adalah BBLR, aspiksia, infeksi, trauam lahir dan kelainan
bawaaan (Kanwil Depkes, Prop. Jatim, 2000)
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah penelitian
ialah : “ Apakah ada hubungan antara kualitas pemotongan tali pusat dengan
kejadian tetanus neonatorum ?”.

BAB 2
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

2.1.Tujuan Penelitian
Menganalisis hubungan antara kualitas pemotongan tali pusat dengan
kejadian tetanus neonatorum.
2.2. Manfaat Penelitian
2.2.1. Bagi institusi pelayanan
Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
2.2.2. Bagi institusi pendidikan
Dapat dijadikan penelitian lebih lanjut sehingga menambah informasi –
informasi baru khusunya dalam bidang ilmu kesehatan anak.
2.2.3. Bagi peneliti
Memperoleh pengetahuan baru tentang hubungan antar kualitas
pemotongan tali pusat dengan kejadian tetanus neonatorum.

i
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Tetanus Neonatorum


3.1.1. Pengertian
Neonatus adalah organisme pada periode adaptasi kehidupan
intra uterus ke kehidupan intra uterin hingga berusia kurang dari 1
bulan. (Asri Rosad, 1987)
Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada
neonatus yang disebabkan oleh clostridium tetani yaitu kuman yang
mengeluarkan toksin (racun) yang menyerang sistem saraf pusat.
(Abdul Bari Saifuddin, 2000)
3.1.2. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah clostridium tetani. Kuman ini
bersifat anaerobik dan mengeluarkan eksotoksin yang neorotropoik.
3.1.3. Epidemiologi
Clostridium tetani berbentuk batang langsing, tidak berkapsul,
gram positip. Dapat bergerak dan membentuk sporaspora, terminal
yang menyerupai tongkat penabuh genderang (drum stick). Spora
spora tersebut kebal terhadap berbagai bahan dan keadaan yang
merugikan termasuk perebusan, tetapi dapat dihancurkan jika
dipanaskan dengan otoklaf. Kuman ini dapat hidup bertahun-tahun di
dalam tanah, asalkan tidak terpapar sinar matahari, selain dapat
ditemukan pula dalam debu, tanah, air laut, air tawar dan traktus
digestivus manusia serta hewan.
3.1.4. Patologi
Kelainan patologik biasanya terdapat pada otak pada sumsum
tulang belakang, dan terutama pada nukleus motorik. Kematian
disebabkan oleh asfiksia akibat spasmus laring pada kejang yang

i
lama. Selain itu kematian dapat disebabkan oleh pengaruh langsung
pada pusat pernafasan dan peredaran darah. Sebab kematian yang
lain ialah pneumonia aspirasi dan sepsis. Kedua sebab yang terakhir
ini mungkin sekali merupakan sebab utama kematian tetanus
neonatorum di Indonesia.
3.1.5. Gambaran Klinik
Masa inkubasi biasanya 3 – 10 hari. Gejala permulaan adalah
bayi mendadak tidak mau atau tidak bisa menetek karena mulut
tertutup (trismus), mulut mencucu seperti ikan, dapat terjadi spasmus
otot yang luas dan kejang yang umum. Leher menjadi kaku dan
kepala mendongak ke atas (opistotonus). Dinding abdomen kaku,
mengeras dan kalau terdapat kejang otot pernafasan, dapat terjadi
sianosis. Suhu dapat meningkat sampai 390 C. Naiknya suhu ini
mempunyai prognosis yang tidak baik.
3.1.6. Diagnosis
Diagnosis tetanus neonetorum tidak susah. Trismus, kejang
umum, dan mengkakunya otot-otot merupakan gejala utama tetanus
neonatorum. Kejang dan mengkakunya otot-otot dapat pula
ditemukan misalnya pada kernicterus, hipokalsemia, meningitis,
trauma lahir, dan lain-lain. Gejala trismus biasanya hanya terdapat
pada tetanus.
3.1.7. Pencegahan
3.1.7.1. Melaui pertolongan persalinan tiga bersih, yaitu bersih
tangan, bersih alas, dan bersih alat.
1. Bersih tangan
Sebelum menolong persalinan, tangan poenolong disikat
dan dicuci dengan sabun sampai bersih. Kotoran di
bawah kuku dibersihkan dengan sabun. Cuci tangan
dilakukan selama 15 – 30 “ . Mencuci tangan secara
benar dan menggunakan sarung tangan pelindung

i
merupakan kunci untuk menjaga lingkungan bebas dari
infeksi.
2. Bersih alas
Tempat atau alas yang dipakai untuk persaliunan harus
bersih, karena clostrodium tetani bisa menular dari
saluran genetal ibu pada waktu kelahiran.
3. Bersih alat
Pemotongan tali pusat harus menggunakan alat yang
steril. Metode sterilisasi ada 2, yang pertama dengan
pemanasan kering : 1700 C selama 60 ‘ dan yang kedua
menggunakan otoklaf : 106 kPa, 1210 C selama 30 ‘ jika
dibungkus, dan 20 ‘ jika alat tidak dibungkus.
3.1.7.2. Perawatan tali pusat yang baik
Untuk perawatan tali pusat baik sebelum maupun setelah
lepas, cara yang murah dan baik yaitu mernggunakan
alkohol 70 % dan kasa steril. Kasa steril yang telah dibasahi
dengan alkohol dibungkuskan pada tali pusat terutama pada
pangkalnya. Kasa dibasahi lagi dengan alkohol jika sudah
kering. Jika tali pusat telah lepas, kompres alkohol ditruskan
lagi sampai luka bekas tali pusat kering betul (selama 3 – 5
hari). Jangan membubuhkan bubuk dermatol atau bedak
kepada bekas tali pusat karena akan terjadi infeksi.
3.1.7.3. Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada ibu hamil
Kekebalan terhadap tetanus hanya dapat diperoleh
melalui imunisasi TT. Ibu hamil yang mendapatkan
imunisasi TT dalam tubuhnya akan membentuk antibodi
tetanus. Seperti difteri, antibodi tetanus termasuk dalam
golongan Ig G yang mudah melewati sawar plasenta, masuk
dan menyebar melalui aliran darah janin ke seluruh tubuh
janin, yang akan mencegah terjadinya tetanis neonatorum.

i
Imunisasi TT pada ibu hamil diberikan 2 kali ( 2 dosis).
Jarak pemberian TT pertama dan kedua, serta jarak antara
TT kedua dengan saat kelahiran, sangat menentukan kadar
antibodi tetanus dalam darah bayi. Semakin lama interval
antara pemberian TT pertama dan kedua serta antara TT
kedua dengan kelahiran bayi maka kadar antibosi tetanus
dalam darah bayi akan semakin tinggi, karena interval yang
panjang akan mempertinggi respon imunologik dan
diperoleh cukup waktu untuk menyeberangkan antibodi
tetanus dalam jumlah yan cukup dari tubuh ibu hamil ke
tubuh bayinya.
TT adalah antigen yang sangat aman dan juga aman
untuk ibu hamil tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu
hamil mendapatkan imunisasi TT . Pada ibu hamil yang
mendapatkan imunisasi TT tidak didapatkan perbedaan
resiko cacat bawaan ataupun abortus dengan mereka yang
tidak mendapatkan imunisasi .
Pemberia Imunisasi TT dan Lamanya Perlindungan

Dosis Saat Pemberian % Perlindungan Lama Perlindungan


TT1 Pada kunjungan pertama atau sedini 0 Tidak ada
mungkin pada kehamilan
TT2 Minimal 4 minggu setelah TT1 80 % 3 tahun
TT3 Minimal 6 bulan setelah TT2 atau 95 % 5 tahun
selama kehamilan berikutnya
TT4 Minimal setahun setelah TT3 atau 99 % 10 tahun
selama kehamilan berikutnya
TT5 Minimal setahun setelah TT4 atau 99 % selama usia subur
selama kehamilan berikutnya

3.1.8. Penatalaksanaan

i
3.1.8.1. Medik
1. Mengatasi kejang
Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan atau
pemberian obat anti kejang. Obat yang dapat dipakai
adalah kombinasi fenobarbital dan largaktil. Fenobarbital
dapat diberikas mula-mula 30 – 60 mg parenteral
kemudian dilanjutkan per os dengan dosis maksimum 10
mg per hari. Largaktil dapat diberikan bersama luminal,
mula-mula 7,5 mg parenteral, kemudian diteruskan
dengan dosis 6 x 2,5 mg setiap hari. Kombinasi yang lain
adalah luminal dan diazepam dengan dosis 0,5 mg/kg
BB. Obat anti kejang yang lain adalah kloralhidrat yang
diberikan lewat rektum.
2. Pemberian antitoksin
Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi
A.T.S (antitetanus serum) dengan dosis 10.000 satuan
setiap hari serlama 2 hari .
3. Pemberian antibiotika
Untuk mengatasi inferksi dapat digunakan penisilin
200.000 satuan setiap hari dan diteruskan sampai 3 hari
panas turun.
4. Tali pusat dibersihkan atau di kompres dengan alkohol 70
% atau betadin 10 %.
5. Memperhatikan jalan nafas, diuresis, dan tanda vital.
Lendir sering dihisap.
3.1.8.2. Keperawatan
Masalah yang perlu diperhatikan adalah bahaya terjadi
gangguan pernafasan, kebutuhan nutrisi/cairan dan
kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
1. Bahaya terjadinya gangguan pernafasan

i
Gangguan pernafasan yang sering timbul adalah apnea,
yang disebabkan adanya tenospasmin yang menyerang
otot-otot pernafasan sehingga otot tersebut tidak
berfungsi. Adanya spasme pada otot faring menyebabkan
terkumpulnya liur di dalam rongga mulut sehingga
memudahkan terjadinya poneumonia aspirasi. Adanya
lendir di tenggorokan juga menghalangi kelancaran lalu
lintas udara (pernafasan). Pasien tetanus neonatorum
setiap kejang selalu disertai sianosis terus-menerus.
Tindakan yang perlu dilakukan :
a. Baringkan bayi dalam sikap kepala ekstensi dengan
memberikan ganjal di bawah bahunya.
b. Berikan O2 secara rumat karena bayi selalu sianosis
(1 – 2 L/menit jika sedang terjadi kejang, karena
sianosis bertambah berat O2 berikan lebih tinggi dapat
sampai 4 L/menit, jika kejang telah berhenti turunkan
lagi).
c. Pada saat kejang, pasangkan sudut lidah untuk
mencegah lidah jatuh ke belakang dan memudahkan
penghisapan lendirnya.
d. Sering hisap lendir, yakni pada saat kejang, jika akan
melakukan nafas buatan pada saat apnea dan
sewaktu-waktu terlihat pada mulut bayi.
e. Observasi tanda vital setiap ½ jam .
f. Usahakan agar tempat tidur bayi dalam keadaan
hangat.
g. Jika bayi menderita apnea :
 Hisap lendirnya sampai bersih
 O2 diberikan lebih besar (dapat sampai 4 L/ menit)

i
 Letakkan bayi di atas tempat tidurnya/telapak
tangan kiri penolong, tekan-tekan bagian iktus
jantung di tengah-tengah tulang dada dengan dua
jari tangan kanan dengan frekuensi 50 – 6 x/menit.
 Bila belum berhasil cabutlah sudut lidahnya,
lakukan pernafasan dengan menutup mulut dan
hidung bergantian secara ritmik dengan kecepatan
50 – 60 x/menit, bila perlu diselingi tiupan.

2. Kebutuhan nutrisi/cairan
Akibat bayi tidak dapat menetek dan keadaan payah,
untuk memenuhi kebutuhan makananya perlu diberikan
infus dengan cairan glukosa 10 %. Tetapi karena juga
sering sianosis maka cairan ditambahkan bikarbonas
natrikus 1,5 % dengan perbadingan 4 : 1. Bila keadaan
membaik, kejang sudah berkurang pemberian makanan
dapat diberikan melalui sonde dan selanjutnya sejalan
dengan perbaikan bayi dapat diubah memakai dot secara
bertahap.
3. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit
Kedua orang tua pasien yang bayinya menderita tetanus
peru diberi penjelasan bahwa bayinya menderita sakit
berat, maka memerlukan tindakan dan pengobatan
khusus, kerberhasilan pengobatan ini tergantung dari
daya tahan tubuh si bayi dan ada tidaknya obat yang
diperlukan hal ini mengingat untuk tetanus neonatorum
memerlukan alat/otot yang biasanya di RS tidak selalu
tersedia dan harganya cukup mahal (misalnya
mikrodruip). Selain itu yang perlu dijelaskan ialah jika
ibu kelak hamil lagi agar meminta suntikan pencegahan

i
tetanus di puskesmas, atau bidan, dan minta pertolongan
persalinan pada dokter, bidan atau dukun terlatih yang
telah ikut penataran Depkes. Kemudian perlu
diberitahukan pula cara pearawatan tali pusat yang baik.
BAB 4
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

4.1. Kerangka Konseptual

sterilitas
alat Kualitas
pemotongan
tali pusat
Kualitas penolong
persalinan :
 Bidan
 Dokter
 Dokter umum
 Dokter ahli
 Dukun
 Dukun terlatih T
 Dukun tak E
terlatih T
A
N
U
S

N
Status Penghasilan E
ekonomi O
N
A
T
O
Cara perawatan R
Pengetahuan Perilaku tali pusat U
M

Tingkat
pendidikan Budaya

Kunjungan ke Frekuensi Kegagalan


Informasi tempat pely. imunisasi imunisasi
kesehatan TT TT

Petugas i
kesehatan
Keterangan :
: variabel yang diteliti
: variabel yang tidak diteliti
4.2. Hipotesis
Ada hubungan antara kualitas pemotongan tali pusat dengan kejadian tetanus
neonatorum.
BAB 5
METODE PENELITIAN

5.1. Rancang Bangun


Ditinjau dari sifatnya penelitian ini bersifat analitik observasional case
control.

Kualitas pemotongan
tali pusat baik
Tetanus neonatorum

Kualitas pemotongan
tali pusat buruk

Dibandingkan

Kualitas pemotongan
tali pusat baik
Tidak tetanus
neonatorum
Kualitas pemotongan
tali pusat buruk

i
5.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di ruangan neonatus RSUD dr. Soetomo
Surabaya, dengan beberapa pertimbangan antara lain :
5.2.1. Kasus yang ditangani cukup banyak
5.2.2 Merupakan tempat rujukan
5.2.3 Mempunyai rekam medik yang lengkap
5.2.4. Lokasi lebih mudah untuk dijangkau.
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2002 sampai dengan 30
April 2002.
5.3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah neonatus dengan status di ruangan
neonatus RSUD dr. Soetomo Surabaya yang telah tercatat pada register.
Sedangkan untuk sampel, dari seluruh populasi diambil sampel yaitu neonatus di
ruangan neonatus RSUD dr. Soetomo Surabaya pada bulan Januari – Desember
2001 dan mempunyai cacatan lengkap pada register.
Besar sampel menggunakan rumus Estimasi Proporsi, yaitu :

4.Z 2 .P (1  p )
n
W2

Keterangan :
  0,05
Z  1,96
P  0,03
W  0,1

41,96   0,031  0,03


2
n
 0,1 2
4 3,8416 0,03 0,97 
n
0,01

n  44

i
Jadi besar sampelnya adalah sebanyak 44 neonatus yang terdiri dari dua
kelompok yaitu kelompok neonatus yang tidak mengalami tetanus neonatorum
sebanyak 22 neonatus, dan kelompok neonatus yang mengalami tetanus
neonatorum sebanyak 22 neonatus.
Penagambilan sampel dengasn cara random sampling/secara acak. Kriteria
sampel :
5.3.1. Bayi dengan umur 0 – 28 hari
5.3.2. Neonatus yang lahir cukup bulan
5.4. Variabel dan Definisi Operasional
5.4.1. Variabel yang digunakan dalam penelitian terdiri dari 2 variabel yaitu :
5.4.1.1. Variabel tergantung : Tetanus neonatorum
5.4.1.2. Variabel bebas : Kualitas pemotongan tali pusat
5.4.2. Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Kategori Skala
Pengukuran
Tetanus Penyakit tetanus yang 1. Tidak tetanus neonatorum Nominal
neonatorum terjadi pada neonatus 2. Tetanus neonatorum
(bayi berusia kurang dari a. mulut tetutup (trismus)
1 bulan) yang disebabkan b. mulut mencucu
oleh clostridium tetani, c. spasmus otot yang
yaitu kuman yang luas dan kejang
mengeluarkan toksin umum
(racun) dan menyerang d. leher dan abdomen
sistem saraf pusat menjadi kaku, kepala
mendongak ke atas,
posisi punggung
melengkung.
f. Tali pusat kotor
g. Peningkatan suhu
tubuh sampai 390 C.

i
Kualitas Penilaian yang dicapai 1. Kualitas pemotongan tali Nominal
pemotongan dari suatu usaha pusat baik
tali pusat memutuskan antara tali Alat yang dipergunakan
pusat dengan placenta, untuk memotong tali
menggunakan alat pusat sudah dilakukan
tertentu sterilisasi dengan jalan :
a. pemanasan kering :
1700 C selama 60’,
atau
b. menggunakan otoklaf
106 kPa, 121oC
selama 30’ apabila
alat dibungkus, dan
20’ apabila alat tidak
dibungkus.
2. Kualitas Pemotongan tali
pusat buruk
Alat yang dipergunakan
untuk memotong tali
pusat tidak dilakukan
sterilisasi terlebih
dahulu.

5.5. Alat atau Instrumen Penelitian


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : rekam medis.
5.6. Prosedur Pengumpulan data
Pengumpulan data didapatkan melalui pengamatan dan pencatatan register
neonatus yang ada diruangan neonatus RSUD dr. Soetomo Surabaya.
5.7. Analisis Data

i
Setelah dilakukan pengolahan data kemudian hasil penelitian di analisis
dengan menggunakan uji Chi Square
dari variabel bebas terhadap variabel tergantung.

BAB 6
RENCANA PENELITIAN

Bulan (tahun 2002)


Januari Februari Maret April
Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
A. Perencanaan
1. Menyusun proposal +
2. Mengajukan proposal + +
3. Mengajukan permohonan ijin + +
4. Menentukan sampel + +
B. Pelaksanaan
1. Menganalisis rekam medik + + +
2. Mengumpulkan data + + +
C. Analisis
Analisis data + +
D. Pelaporan
1. Penulisan laporan + +
2. Pencetakan laporan +
3. Penyebarluasan laporan + +
4. Presentasi hasil penelitian +
5. Revisi laporan penelitian +

DAFTAR ISI

i
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................... i
BAB 1. LATAR BELAKANG
1.1. Latar Belakang ............................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................ 2

BAB 2. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN


2.1. Tujuan Penelitian ......................................................... 3
2.2. Manfaat Penelitian ....................................................... 3

BAB 3. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................... 4


BAB 4. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
4.1. Kerangka Konseptual ................................................... 12
4.2. Hipotesis ...................................................................... 13

BAB 5. METODE PENELITIAN


5.1. Rancang Bangun .......................................................... 14
5.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................ 14
5.3. Populasi dan Sampel .................................................... 15
5.4. Variabel dan Definisi Operasional ............................... 16
5.5. Alat atau Instrumen Penelitian ..................................... 17
5.6. Prosedur Pengumpulan Data ........................................ 17
5.7. Analisis Data ................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA

i
i

Anda mungkin juga menyukai