“KOLITIS”
Dosen pengampu : Drs. Agus Purwanggana, M.Si., Apt.
B. ETIOLOGI
2. Faktor infeksi
Sifat radang kronik penyakit ini telah mendukung suatu
pencarian terus menerus untuk kemungkinan penyebab
infeksi. Disamping banyak usaha untuk menemukan agen
bakteri, jamur, virus, belum ada yang
sedemikian jauh diisolasi. Laporan awal isolat varian dinding sel
. Pseudomonas atau agen lain yang dapat ditularkan yang dapat
menghadirkan efek sitopatik pada kultur jaringan masih harus
dikonfirmasi
3. Faktori imunologik
Teori bahwa mekanisme imun dapat terlibat didasarkan pada ko
nsep bahwa manifestasi ekstraintestinal yang dapat menyertai
kelainan ini(misalnya artritis, perikolangitis) dapat mewakili
fenomena autoimun dan bahwa zat terapeutik tersebut,
seperti glukokortikoid atau azatioprin, dapat menunjukkan efek
mereka melalui mekanisme imunosupresif. Pada 60-70-
% pasien dengan kolitis ulseratif, ditemukan adanya pANCA(pe
rinuclear anti&neutrophilic cytoplasmic antibodies). walaupun p-
ANCAtidak terlibat dalam patogenesis penyakit kolitis ulseratif,
namun iadikaitkan dengan alel HLA-DR2,di mana pasien dengan
p-ANCA negatif lebih cenderung menjadi HLADR4 positif.
4. Faktor psikologik
Gambaran psikologis pasien penyakit radang usus juga telah
ditekankan.Tidak lazim bahwa penyakit ini pada mula terjadinya,
atau berkembang,sehubungan dengan adanya stres psikologis
mayormisalnyakehilanganseorang anggota keluarganya. Telah
dikatakan bahwapasien penyakitradang usus memiliki kepribadi
an yang khas yang membuat mereka menjadi rentan terhadap
stres emosi yang sebaliknya dapat merangsang atau
mengeksaserbasi gejalanya.
5. Faktor lingkungan
C. PATOFISIOLGI
Kolitis ulseratif adalah penyakit ulseratif dan inflamasi berulang dari
lapisan mukosa kolon dan rektum. Puncak insiden kolitis ulseratif
adalah pada usia 30 sampai 50 tahun. Perdarahan terjadi sebagai
akibat dari ulserasi. Lesi berlanjut, yang terjadi satu secara bergiliran,
satu lesi diikuti oleh lesi yang lainnya. Proses penyakit mulai pada
rektum dan akhirnya dapat mengenai seluruh kolon. Akhirnya usus
menyempit, memendek, dan menebal akibat hipertrofi muskuler dan
deposit lemak. (Brunner & Suddarth, 2002, hal 1106).
D. FAKTOR RESIKO
1. Anemia
2. Fatigue/ kelelahan
3. Berat badan menurun
4. Hilangnya nafsu maka
5. Hilangnya cairan tubuh dan nutrisi
6. Lesi kulit ( eritoma nodusum )
7. Lesi mata ( uveitis )
8. Buang air besar beberapa kali dalam sehari ( 10-20 kali sehari )
9. Terdapat darah dan nanah dalam kotoran
10. Perdarahan rectum
11. Kram perut
12. Sakit pada persendian
13. Anoreksia
14. Dorongan untuk defekasi
15. Hipokalsemia
F. DIAGNOSIS
G. KOMPLIKASI
1. Perdarahan, merupakan komplikasi yang sering menyebabkan
Anemia karena kekurangan zat besi. Pada 10% penderita, serangan
pertama sering menjadi berat, dengan perdarahan yang
hebat, perforasi atau penyebaran infeksi.
2. Kolitis toksik, terjadi kerusakan pada seluruh ketebalan dinding usus.
Kerusakan ini menyebabkan terjadinya ileus, dimana pergerakan
dinding usus terhenti, sehingga isi usus tidak
terdorongdidalamsalurannnya.perut tampak menggelembung. usus
besar kehilangan keteganganototnya dan akhirnya mengalami pele
baran. rontgen perut akan menunjukkan adanya gas di bagian usus
yang lumpuh. jika usus besar sangat melebar, keadaannya disebut
megakolontoksik.Penderitatampak sakit berat dengan demam yang
sangat tinggi. perut terasa nyeri dan jumlah sel darah putih
meningkat.Denganpengobatanefektifdansegera,kurang dari 4% pen
derita yang meninggal. jika perlukaan inimenyebabkan timbulnya lu
bang di usus (perforasi), maka resiko kematian akan meningkat.
3. Kanker kolon (kanker usus besar). resiko kanker usus besar
meningkat pada orang yang menderita kolitis ulserativa yang lama
dan berat. Resiko tertinggi adalah bila seluruh usus besar
terkenadanpenderitatelah mengidap penyakit ini selama lebih dari
10 tahun, tanpa menghiraukan seberapa aktif penyakitnya.
Dianjurkanuntukmelakukan pemeriksaanKolonoskopi(pemeriksaan
usus besar) secara teratur,terutama padapenderitaresiko tinggi terk
ena kanker,selama periode bebas gejala. Selama kolonoskopi, dia
mbil sampel jaringan untuk diperiksa dibawah mikroskop. Setiaptah
unnya, 1% kasus akan menjadi kanker. Bila diagnosis kanker
ditemukan pada stadium awal, kebanyakan penderita akan bertahan
hidup.
H. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Obat
a. Kortikosteroid sistemik
Kortikosteroid (prednisone , prednisolone, hidrokortison, dll)
telah digunakan selama bertahun&tahun dalam pengobatan
pasiendenganpenyakitcrohn sedang sampai parah dan kolit
is ulseratif atau yang gagal untuk merespon dosis optimal 5-
ASA. Berbeda dengan senyawa 5-ASA,kortikosteroid tidak
memerlukan kontak langsung dengan jaringan usus yang
meradang untuk menjadi efektif. Kortikosteroid oral adalah
agen anti peradangan yang kuat seluruh tubuh. Akibatnya,
mereka digunakan dalam mengobati enteritis.
c. Immunomodulators
a. Pembedahan
kolitis toksik merupakan suatu keadaan gawat darurat.
Segera setelah terditeksi atau bila terjadi
ancaman megakolon toksik, semua obat anti-diare
dihentikan, penderita dipuasakan, selang dimasukan
ke dalam lambung atauusus kecil dan semua cairan,
makanan dan obat&obatan diberikan melalui pembuluh
darah.
1. Prednisolon
Indikasi:
kolitis ulseratif dan penyakit Chron prednisolon merupakan obat
golongan steroid yang digunakan untuk mengobati
beberapa alergi jenis tertentu, kondisi peradangan, gangguan
autoimun.
Kontraindikasi:
Penggunaan bentuk sediaan enema atau foam pada obstruksi
usus, perforasi usus besar dan fistula yang ekstensif;
dikontaindikasikan pada infeksi yang tidak diobati.
Peringatan:
Efek samping:
Dosis:
Indikasi:
kolitis ulseratif, proktitis proktosigmoiditis.
Kontraindikasi:
Penggunaan bentuk sediaan enema atau foam pada obstruksi
usus, perforasi usus besar dan fistula yang ekstensif;
dikontaindikasikan pada infeksi yang tidak diobati.
Peringatan:
Efek samping:
Dosis:
Bentuk sediaan:
Supositoria
Nama dagang:
Farmakologi:
3. Sulfasalazin
Indikasi:
Untuk pengoban kolitis ulseratif yang ringan sampai sedang dan
sebagai terapi penunjang pada kolitis ulseratif berat.
Kontraindikasi:
Hipersentivitas terhadap salisilat dan sulfonamide; anak usia
dibawah 2 tahun, onstruksi saluran kemih dan saluran cerna;
penderita porfiria (dapat menyebabkan pengendapan dari
golongan sulfonamid); menyusui
Peringatan:
Riwayat alergi, gangguan fungsi hati dan ginjal; defisiensi G6PD;
status asetilator lambat; resiko toksisitas hematologis dan
hepatik, kehamilan
Efek samping:
Dosis:
Dewasa, oral, 1-2 gram 4 kali sehari; Anak , oral, dosis awal 40-
60 mg/kgBB per hari dalam dosis terbagi.
Bentuk sediaan:
Tablet, Kapsul
Nama dagang:
Farmakologi:
Absorbsi: 10%-15%. Dalam bentuk utuh melalui usus.
Distribusi: dalam jumlah sedikit masuk dalam feses dan air susu
ibu.
Metabolisme: melalui flora normal usus terhadap sulfapiridina
dan5-aminosalisilicacid(5-ASA)
selama absorbsi dalam usus sulfapiridin mengalami N-acetilasi
dan cincin hidroksilasi ketika 5-ASA mengalami N-asetilasi.
T1/2eliminasi:5.7-10jam.
Eksresi obat: utamanya melalui urin dalam bentuk utuh dan
metabolit hasil asetilasi.