Anda di halaman 1dari 18

TUGAS FARMASI RUMAH SAKIT

“KOLITIS”
Dosen pengampu : Drs. Agus Purwanggana, M.Si., Apt.

Nama : Putri Rasdianti


Npm : 2018000083
Kelas: C

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
2018
A. DEFINISI

1. Kolitis Ulseratif adalah penyakit ulseratif dan inflamasi berulang


dari lapisan mukosa kolon dan rektum.
2. Kolitis Ulseratif adalah penyakit radang kolon nonspesifik yang
umumnya berlangsung lama disertai masa remisi dan
eksaserbasi yang berganti-ganti.
3. Kolitis Ulseratif adalah penyakit inflamasi primer dari membran
mukosa kolon.

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Kolitis


Ulseratif adalah suatu penyakit inflamasi pada lapisan mukosa
kolon dan rektum yang menyebabkan luka atau lesi dan
berlangsung lama.

B. ETIOLOGI

Sementara penyebab kolitis ulseratif tetap belum diketahui,


gambarantertentu penyakit ini telah menunjukan beberapa
kemungkinan penting. Hal ini meliputi faktor familial atau genetik,
infeksi, imunologik dan psikogenik.

1. Faktor familial/ genetik


Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih
dibandingkan orang kulit hitam atau cina,. Hal ini menunjukan
bahwa dapat ada predisposisi genetik terhadap
perkembangan penyakit ini.

2. Faktor infeksi
Sifat radang kronik penyakit ini telah mendukung suatu
pencarian terus menerus untuk kemungkinan penyebab
infeksi. Disamping banyak usaha untuk menemukan agen
bakteri, jamur, virus, belum ada yang
sedemikian jauh diisolasi. Laporan awal isolat varian dinding sel
. Pseudomonas atau agen lain yang dapat ditularkan yang dapat
menghadirkan efek sitopatik pada kultur jaringan masih harus
dikonfirmasi

3. Faktori imunologik
Teori bahwa mekanisme imun dapat terlibat didasarkan pada ko
nsep bahwa manifestasi ekstraintestinal yang dapat menyertai
kelainan ini(misalnya artritis, perikolangitis) dapat mewakili
fenomena autoimun dan bahwa zat terapeutik tersebut,
seperti glukokortikoid atau azatioprin, dapat menunjukkan efek
mereka melalui mekanisme imunosupresif. Pada 60-70-
% pasien dengan kolitis ulseratif, ditemukan adanya pANCA(pe
rinuclear anti&neutrophilic cytoplasmic antibodies). walaupun p-
ANCAtidak terlibat dalam patogenesis penyakit kolitis ulseratif,
namun iadikaitkan dengan alel HLA-DR2,di mana pasien dengan
p-ANCA negatif lebih cenderung menjadi HLADR4 positif.

4. Faktor psikologik
Gambaran psikologis pasien penyakit radang usus juga telah
ditekankan.Tidak lazim bahwa penyakit ini pada mula terjadinya,
atau berkembang,sehubungan dengan adanya stres psikologis
mayormisalnyakehilanganseorang anggota keluarganya. Telah
dikatakan bahwapasien penyakitradang usus memiliki kepribadi
an yang khas yang membuat mereka menjadi rentan terhadap
stres emosi yang sebaliknya dapat merangsang atau
mengeksaserbasi gejalanya.
5. Faktor lingkungan

Ada hubungan terbalik antara operasi apendiktomi dan penyakit


Kolitisulseratif berdasarkan analisis bahwa insiden penyakit koli
tis ulseratif menurun secara signifikan pada pasien yang menjal
ani operasiapendiktomi pada dekade ke3. Beberapa penelitian
sekarang menunjukkan penurunan risiko penyakit kolitis ulseratif
diantaraperokok dibandingkan dengan yang bukan perokok.An
alisis meta menunjukkan risiko penyakit kolitis ulseratif pada
perokok sebanyak 40% dibandingkan dengan yang bukan
perokok.

C. PATOFISIOLGI
Kolitis ulseratif adalah penyakit ulseratif dan inflamasi berulang dari
lapisan mukosa kolon dan rektum. Puncak insiden kolitis ulseratif
adalah pada usia 30 sampai 50 tahun. Perdarahan terjadi sebagai
akibat dari ulserasi. Lesi berlanjut, yang terjadi satu secara bergiliran,
satu lesi diikuti oleh lesi yang lainnya. Proses penyakit mulai pada
rektum dan akhirnya dapat mengenai seluruh kolon. Akhirnya usus
menyempit, memendek, dan menebal akibat hipertrofi muskuler dan
deposit lemak. (Brunner & Suddarth, 2002, hal 1106).

Kolitis ulseratif merupakan penyakit primer yang didapatkan


pada kolon, yang merupakan perluasan dari rektum. Kelainan pada
rektum yang menyebar kebagian kolon yang lain dengan gambaran
mukosa yang normal tidak dijumpai. Kelainan ini akan behenti pada
daerah ileosekal, namun pada keadaan yang berat kelainan dapat
terjadi pada ileum terminalis dan appendiks. Pada daerah ileosekal
akan terjadi kerusakan sfingter dan terjadi inkompetensi. Panjang
kolon akan menjadi 2/3 normal, pemendekan ini disebakan
terjadinya kelainan muskuler terutama pada kolon distal dan rektum.
Terjadinya striktur tidak selalu didapatkan pada penyakit ini,
melainkan dapat terjadi hipertrofi lokal lapisan muskularis yang akan
berakibat stenosis yang reversibel

Pada stadium penyakit yang lebih lanjut, abses kriptus pecah


menembus dinding kriptus dan menyebar dalam lapisan submukosa,
menimbulkan terowongan dalam mukosa. Mukosa kemudian
terlepas menyisakan daerah yang tidak bermukosa (tukak). Tukak
mula- mula tersebar dan dangkal, tetapi pada stadium yang lebih
lanjut, permukaan mukosa yang hilang menjadi lebih luas sekali
sehingga menyebabkan banyak kehilangan jaringan, protein dan
darah. (Harrison, 2000, hal 161).

D. FAKTOR RESIKO

1. Usia: Kolitis ulseratif biasanya muncul sebelum usia 30 tahun.


Namun, kolitis dapat terjadi pada usia berapapun, dan beberapa
orang mungkin tidak mengalami penyakit ini sebelum usia 60
tahun.
2. Ras: walau orang berkulit putih memiliki risiko terinfeksi paling
besar, namun penyakit ini dapat terjadi pada ras apapun.
3. Sejarah keluarga: risiko lebih tinggi apabila memiliki anggota
keluarga seperti orang tua, saudara kandung, atau anak, yang
juga memiliki penyakit tersebut
4. Penggunaan isotretinoin: Isotretinoin (Amnesteem, Claravis,
Sotret; dulunya disebut accutane) adalah jenis obat yang kadang
digunakan untuk mengatasi jerawat dan bekas jerawat.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa obat tersebut
meningkatkan faktor risiko kolitis, namun hubungan antara colitis
dan isotretinoin belum diketahui.
E. GEJALA KLINIK
Kebanyakan gejala kolitis ulseratif pada awalnya adalah berupa
buang air besar yang lebih sering. Gejala yang paling umum dari kolitis
ulseratif adalah sakit perut dan diare berdarah. Pasien juga dapat
mengalami :

1. Anemia
2. Fatigue/ kelelahan
3. Berat badan menurun
4. Hilangnya nafsu maka
5. Hilangnya cairan tubuh dan nutrisi
6. Lesi kulit ( eritoma nodusum )
7. Lesi mata ( uveitis )
8. Buang air besar beberapa kali dalam sehari ( 10-20 kali sehari )
9. Terdapat darah dan nanah dalam kotoran
10. Perdarahan rectum
11. Kram perut
12. Sakit pada persendian
13. Anoreksia
14. Dorongan untuk defekasi
15. Hipokalsemia

F. DIAGNOSIS

Gejala utama kolitis ulseratif adalah diare berdarah dan nyeriabdomen


seringkali dengan demam dan penurunan berat badan pada
kasus berat. Pada penyakit yang ringan, bisa terdapat satu atau dua
feses yang setengah berbentuk yang mengandung sedikit darah dan
tanpa manifestasi sistemik. Perjalanan penyakit kolitis ulseratif dapat
dimulai dengan serangan pertama yang berat ataupun dimulai ringan
yang bertambah berat secara gradual setiap minggu. Berat
ringannya serangan pertama sesuaidengan panjangnya kolonyang terl
ibat. Lesi mukosa bersifat difus dan terutama hanya melibatkan
lapisan mukosa. Secara endoskopik penilaian aktifitas penyakit kolitisu
lseratif relatif mudah dengan menilai gradasi berat ringannya lesi
mukosa dan luasnya bagian usus yang terlibat. Pada kolitis ulseratif,
terdapat reaksi radang yang secara primer mengenai mukosa kolon.
Secara makroskopik, kolon tampak berulserasi, hiperemik,
dan biasanya hemoragik. Gambaran mencolok dari radang adalah
bah/a sifatnya seragam dan kontinu dengan tidak ada daerah tersisa
mukosa yang normal.

G. KOMPLIKASI
1. Perdarahan, merupakan komplikasi yang sering menyebabkan
Anemia karena kekurangan zat besi. Pada 10% penderita, serangan
pertama sering menjadi berat, dengan perdarahan yang
hebat, perforasi atau penyebaran infeksi.
2. Kolitis toksik, terjadi kerusakan pada seluruh ketebalan dinding usus.
Kerusakan ini menyebabkan terjadinya ileus, dimana pergerakan
dinding usus terhenti, sehingga isi usus tidak
terdorongdidalamsalurannnya.perut tampak menggelembung. usus
besar kehilangan keteganganototnya dan akhirnya mengalami pele
baran. rontgen perut akan menunjukkan adanya gas di bagian usus
yang lumpuh. jika usus besar sangat melebar, keadaannya disebut
megakolontoksik.Penderitatampak sakit berat dengan demam yang
sangat tinggi. perut terasa nyeri dan jumlah sel darah putih
meningkat.Denganpengobatanefektifdansegera,kurang dari 4% pen
derita yang meninggal. jika perlukaan inimenyebabkan timbulnya lu
bang di usus (perforasi), maka resiko kematian akan meningkat.
3. Kanker kolon (kanker usus besar). resiko kanker usus besar
meningkat pada orang yang menderita kolitis ulserativa yang lama
dan berat. Resiko tertinggi adalah bila seluruh usus besar
terkenadanpenderitatelah mengidap penyakit ini selama lebih dari
10 tahun, tanpa menghiraukan seberapa aktif penyakitnya.
Dianjurkanuntukmelakukan pemeriksaanKolonoskopi(pemeriksaan
usus besar) secara teratur,terutama padapenderitaresiko tinggi terk
ena kanker,selama periode bebas gejala. Selama kolonoskopi, dia
mbil sampel jaringan untuk diperiksa dibawah mikroskop. Setiaptah
unnya, 1% kasus akan menjadi kanker. Bila diagnosis kanker
ditemukan pada stadium awal, kebanyakan penderita akan bertahan
hidup.

H. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Obat

a. Kortikosteroid sistemik
Kortikosteroid (prednisone , prednisolone, hidrokortison, dll)
telah digunakan selama bertahun&tahun dalam pengobatan
pasiendenganpenyakitcrohn sedang sampai parah dan kolit
is ulseratif atau yang gagal untuk merespon dosis optimal 5-
ASA. Berbeda dengan senyawa 5-ASA,kortikosteroid tidak
memerlukan kontak langsung dengan jaringan usus yang
meradang untuk menjadi efektif. Kortikosteroid oral adalah
agen anti peradangan yang kuat seluruh tubuh. Akibatnya,
mereka digunakan dalam mengobati enteritis.

Pada pasienkritis, kortikosteroid intravena (seperti hydro


cortisone)dapat diberikan di rumah sakit. Kortikosteroid lebih
cepat bertindak dari pada senyawa 5-ASA. Pasien sering
mengalami perbaikan dalam gejala mereka dalam beberapa
hari setelah pemberian kortikosteroid dimulai.
Rencana bertindak diawali dengan: (a) memilih obat: secar
a konvensional, prednison, metilprednisolon atau steroid
enema masih menjadi pilihan yang sering karena murah dan
mudah dijangkau. Preparat Budesonide
dipakai untuk memperoleh tujuan konsentrasi steroid yang t
inggi padadinding usus, dengan efek sistemik (dan efek sa
mpingnya) yang rendah,khususnya pada pengobatan IBD d
i daerah ileum terminalis dan colon ascendens baik dalam
bentuk preparat oral lepas lambat ataupun enema. (b)
mempertimbangkan dosis. Dosis rata-rata yang banyak
digunakan untuk mencapai fase remisi adalah setara
dengan 40-60 mg prednison atau setara
dengan prednisolon dengan dosis 0,5-1,0
mg/kgBB. Tindakan terapi kemudian tappering off
dose setelah remisi yang tercapai dalam waktu 8-12 minggu.

b. Obat golongan Asam Aminosalisilat

Dilatar belakangi oleh dasar berfikir, bahwa preparat sulfas


alazinmerupakan obat yang sudah dan mapan dipakai dala
m pengobatan IBD,terdiri dari gabungan sulfapiridin dan
aminosalisilat dalam ikatan azo yang
dalam usus dipecah menjadi sulfapiridin dan mesalazine/5-
ASA. Telah diketahui bahwa yang berperan sebagai efek
antiinflamasi adalah 5-ASA ini. Efek samping 5-ASA murni
lebih kecil dibanding Sulfasalazin (terdapat pada unsur
sulfapiridin), sedangkan efektivitas relatifsama dalam
pengobatan IBD.

Rencana tindakan: (a) Preparat murni atau derivatnya


(olsalazine/ikatan bersama dua molekul mesalazine) lebih d
iutamakan dibanding mesalazine yang terikat molekul
pembawa(carrirmolecule:sulfasalazinedan blasalazide), kar
ena dapat dilepas lambat pada ph>5 (dalam lumen usush
alus/ileum terminalisdan kolon proximal) serta lebih efektif d
alam penggunaan oral (coated ) maupun rektal (foam-
enema/suppository). (b) Dosis rata&rata 5-ASA untuk
mencapairemisi adalah2-4 gram/hari. Setelah remisi
tercapai yang umumnya setelah 16sampai24minggu diberik
an kemudian dosis pemeliharaan yang bersifat individual.T
erapi jangka panjang 5-ASA dapat pula mencegah
karsinoma kolorektal dengancara apoptosis dan
menurunnya poliferasi mukosa kolorektal pada IBD.

c. Immunomodulators

Immunomodulators adalah obat&obat yang melemahkan si


stem kekebalan tubuh. Pada pasien dengan penyakit crohn
dankolitisulseratif, bagaimanapun, sistem kekebalan tubuh
secara abnormal dan kronisdiaktifkan. Immunomodulators
mengurangi peradangan jaringan dengan mengurangi
populasi sel kekebalan tubuh dan 8 atau dengan
mengganggu produksi protein yang mempromosikan aktiva
si kekebalan dan peradangan.contoh Immunomodulators te
rmasuk azathioprine, 6-mercaptopurine (6-MP),siklosporin,
dan methotrexate.

2. Terapi tanpa Obat

a. Pembedahan
kolitis toksik merupakan suatu keadaan gawat darurat.
Segera setelah terditeksi atau bila terjadi
ancaman megakolon toksik, semua obat anti-diare
dihentikan, penderita dipuasakan, selang dimasukan
ke dalam lambung atauusus kecil dan semua cairan,
makanan dan obat&obatan diberikan melalui pembuluh
darah.

Pasien diawasi dengan ketat untuk menghindari adanya


peritonitis atau perforasi. Bila tindakan ini tidak berhasil
memperbaiki kondisi pasien dalam 24-48 jam, segera
dilakukan pembedahan, dimana semua atau
hampir sebagian besar usus besar diangkat.

Jika didiagnosis kanker atau adanya perubahan


pre&kankerpadausus besar, maka pembedahan dilakukan
bukan berdasarkan kedaruratan. Pembedahan non-
darurat juga dilakukan karena adanya penyempitan
dariusus besar atau adanya gangguan pertumbuhan pada
anakanak.Alasanpalingumum dari pembedahan adalah pen
yakit menahun yang tidak sembuh-sembuh, sehingga
membuat penderita tergantung kepada kortikosteroid dosis
tinggi. Pengangkatan seluruh usus besar dan rektum, secara
permanen akan menyembuhkan kolitis ulserativa.

Penderita hidup dengan ileostomi (hubungan antara


bagian terendah usus kecil dengan lubang di dinding
perut) dan kantong ileostomi. Prosedur pilihan
lainnya adalah anastomosa ileo-anal , dimana usus besar
dansebagian besar rektum diangkat, dan sebuah reservoir
di buat dari usus kecil dan ditempatkan pada rektum yang
tersisa, tepat diatas anus.
FORMULARIUM

1. Prednisolon

Indikasi:
kolitis ulseratif dan penyakit Chron prednisolon merupakan obat
golongan steroid yang digunakan untuk mengobati
beberapa alergi jenis tertentu, kondisi peradangan, gangguan
autoimun.

Kontraindikasi:
Penggunaan bentuk sediaan enema atau foam pada obstruksi
usus, perforasi usus besar dan fistula yang ekstensif;
dikontaindikasikan pada infeksi yang tidak diobati.

Peringatan:

Absorpsi sistemik dapat terjadi, penggunaan jangka panjang


harus dihindari.

Efek samping:

Efek samping pada penggunaan jangka pendek seperti mual dan


perasaan lelah. Efek samping yang umum terjadi pada
penggunaan jangka panjang antara lain osteoporosis, rasa
letih, infeksi jamur, dan memar. Walau obat ini aman digunakan
di masa akhir kehamilan dalam jangka pendek, obat ini cukup
berisiko untuk digunakan di masa awal kehamilan dengan
penggunaan jangka panjang.

Dosis:

Oral, dosis awal 20-40 mg sehari, dosis tunggal atau terbagi,


sampai terjadi remisi, selanjutnya dosis diturunkan bertahap.
Bentuk sediaan:
Tablet
Nama dagang:
Prednisolone (Generik) tablet 4 mg (K)
Nufapredson (Nufarindo) tablet 5 mg (K)
Pimicort (pabrik PIM) tablet 5 mg (K)
Data farmakokinetik:
Waktu paruh: 2-3 jam
Ekskresi: ginjal
Farmakologi:
Sebagai glukokortikoid, struktur lipofilik prednisolon
memungkinkan untuk memudahkan melewati membran sel
kemudian mengikat masing-masing reseptor glukokortikoid
(GCR) yang terletak di sitoplasma. Setelah berikatan,
pembentukan kompleks GC/GCR menyebabkan disosiasi dari
pendamping protein dari reseptor glukokortikoid dan
mengaktifkan kompleks GC/GCR kompleks bertranslokasi di
dalam nukleus. Proses ini terjadi selama 20 menit dari proses
pengikatan. Di dalam nukleus, homodimer kompleks GC/GCR
berikatan dengan tempat berikatan di DNA yang spesifik yang
dikenal sebagai glucocorticoid response element (GREs) yang
mengakibatkan ekspresi gen atau penghambatan. Ikatan
kompleks dengan GRE positif akan menyebabkan sintesis
protein anti-inflamasi, sementara apabila berikatan dengan
GRE negatif akan memblok transkripsi dari gen inflamasi.
2. Hidrokortison

Indikasi:
kolitis ulseratif, proktitis proktosigmoiditis.

Kontraindikasi:
Penggunaan bentuk sediaan enema atau foam pada obstruksi
usus, perforasi usus besar dan fistula yang ekstensif;
dikontaindikasikan pada infeksi yang tidak diobati.

Peringatan:

Absorpsi sistemik dapat terjadi, penggunaan jangka panjang


harus dihindari.

Efek samping:

Efek samping pada penggunaan jangka pendek seperti mual dan


perasaan lelah. Efek samping yang umum terjadi pada
penggunaan jangka panjang antara lain osteoporosis, rasa
letih, infeksi jamur, dan memar. Walau obat ini aman digunakan
di masa akhir kehamilan dalam jangka pendek, obat ini cukup
berisiko untuk digunakan di masa awal kehamilan dengan
penggunaan jangka panjang.

Dosis:

Rektal; awalnya digunakan aplikasi 1 unit (hidrokortison asetat


125 mg), dimasukkan ke dalam rektum satu atau dua kali sehari
selama 2-3 minggu, selanjutnya sekali pada hari tertentu.

Bentuk sediaan:

Supositoria
Nama dagang:

Zolacort, Thecort, Particol, Corthon, Terracotrtil, Anusol HC,


Enpicortyn.

Farmakologi:

Pada pemberian rektal, hanya diserap sebagian, sekitar 30-50%,


mekanisme kerjanya mempengaruhi kecepatan sintesa protein
dan karena efek farmakologinya, dan dan dapat digunakan
sebagai obat hemorrhoid. Resorpsinya dari usus buruk, maka
tidak digunakan per oral. Daram darah terikat 95 % pada globulin
pengangkut transkortin. Hidrokortison menghambat proses-
proses radang tak bergantung pada proses terjadinya (kerja
antiflogistik).

Nasib obat dalam tubuh


Laksatif stimulan menginduksi defekasi dengan merangsang
aktivitas peristaltik usus yang bersifat mendorong (propulsif)
melalui iritasi lokal mukosa atau kerja yang lebih selektif pada
plexus saraf intramural dari otot halus usus sehingga
meningkatkan motilitas. Akan tetapi, studi terbaru menunjukkan
bahwa obat-obat ini mengubah absorpsi cairan dan elektrolit,
menghasilkan akumulasi cairan usus dan pengeluaran feses.
Beberapa obat ini dapat secara langsung merangsang sekresi
ion usus aktif. Peningkatan konsentrasi cAMP dalam sel-sel
mukosa kolon setelah pemberian laksatif stimulan dapat
mengubah permeabilitas sel-sel ini dan menyebabkan sekresi
ion aktif sehingga menghasilkan akumulasi cairan serta aksi
laksatif.
Penyimpanan:
Suppositoria dan tablet salut enterik harus disimpan pada suhu
kurang dari 30°C atau suppositoria ini dapat di simpan di lemari
es (kulkas).

3. Sulfasalazin

Indikasi:
Untuk pengoban kolitis ulseratif yang ringan sampai sedang dan
sebagai terapi penunjang pada kolitis ulseratif berat.

Kontraindikasi:
Hipersentivitas terhadap salisilat dan sulfonamide; anak usia
dibawah 2 tahun, onstruksi saluran kemih dan saluran cerna;
penderita porfiria (dapat menyebabkan pengendapan dari
golongan sulfonamid); menyusui

Peringatan:
Riwayat alergi, gangguan fungsi hati dan ginjal; defisiensi G6PD;
status asetilator lambat; resiko toksisitas hematologis dan
hepatik, kehamilan

Efek samping:

Kehilangan nafsu makan, demam, gangguan darah, anemia,


reaksi hipersensitivitas, pusing, mual, agranulositosis.

Dosis:

Dewasa, oral, 1-2 gram 4 kali sehari; Anak , oral, dosis awal 40-
60 mg/kgBB per hari dalam dosis terbagi.

Bentuk sediaan:

Tablet, Kapsul
Nama dagang:

Lazafin ( Novell Pharmaceutical Lab) kaptabs salut enterik 500


mg (K)
Sulfitis ( Fahrenheit Pratapa Nirmala) tablet salut enterik 500 mg
(K)
Sulcolon (Bernofarm) tablet 500 mg, kaptabs salut enteric 1000
mg (K)

Farmakologi:
Absorbsi: 10%-15%. Dalam bentuk utuh melalui usus.
Distribusi: dalam jumlah sedikit masuk dalam feses dan air susu
ibu.
Metabolisme: melalui flora normal usus terhadap sulfapiridina
dan5-aminosalisilicacid(5-ASA)
selama absorbsi dalam usus sulfapiridin mengalami N-acetilasi
dan cincin hidroksilasi ketika 5-ASA mengalami N-asetilasi.
T1/2eliminasi:5.7-10jam.
Eksresi obat: utamanya melalui urin dalam bentuk utuh dan
metabolit hasil asetilasi.

bersamaan dengan mineral besi, digoksin, PABA atau metabolit


obat PABA (prokain, proparakain, tetrakain).
DAFTAR PUSTAKA

1. Djojoningrat D dkk editor. Konsensus Nasional Penatalaksanaan


Inflammatory bowel disease (IBD) di Indonesia. Editor
Djojoningrat D,dkk. Jakarta: Interna Publishing 2011.
2. Glickman RM. Penyakit Radang Usus (Kolitis ulseratif dan
penyakit Crohn). Dalam :Asdie AH, editor. Harrison Prinsip &
Prinsip Ilmu P enyakit Dalam. Volume 4. Edisi ke-13. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC;2000 hal 1577-91.
3. Price, Sylvia anderson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses
Penyakit Edisi 6; EGC: 2005

Anda mungkin juga menyukai