PENDAHULUAN
1
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui dan memahami definisi dan etiologi dari fraktur humerus.
2. Mengetahui dan memahami klasifikasi dari fraktur humerus
3. Mengetahui dan memahami mekanisme cedera pada fraktur humerus
4. Mengetahui dan memahami gambaran klinis fraktur humerus
5. Mengetahui dan memahami penegakan diagnosis fraktur humerus
6. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan / terapi pada fraktur humerus
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2. Shaft humeri
Shaft humeri memiliki penampang melintang berbentuk segitiga. Permukaan
shaft humeri dapat dibagi menjadi facies anterior medialis, facies anterior lateralis
dan facies posterior. Pertemuan facies anterior medialis dengan facies posterior
membentuk margo medialis. Margo medialis ke arah distal makin menonjol dan
tajam sebagai crista supracondilaris medialis. Pertemuan facies anterior lateralis
dengan facies posterior membentuk margo lateralis. Margo lateralis ini juga ke arah
distal makin menonjol dan tajam sebagai crista supracondilaris lateralis.
Dipertengahan sedikit proksimal facies anterior lateralis didapatkan
tuberositas deltoidea. Di posterior dari tuberositas deltoidea dan di facies posterior
humeri didapatkan sulcus nervi radialis (sulcus spiralis) yang berjalan superomedial
ke inferolateral. Foramen nutricium didapatkan dekat margo medialis dan merupakan
lubang masuk ke canalis nutricium yang mengarah ke distal.
3. Distal humeri
Distal humeri lebih tipis dan lebar dibandingkan dengan shaft humeri. Margo
medialis yang melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris medialis berakhir
sebagai epicondilus medialis. Demikian pula margo lateralis yang melanjutkan diri
sebagai crista supracondilaris lateralis berakhir sebagai epicondilus lateralis.
Epicondilus medialis lebih menonjol dibandingkan epicondilus lateralis serta di
permukaan posterior epicondilus medialis didapatkan sulcus nervi ulnaris.
Diantara kedua epicondilus didapatkan struktur yang dilapisi tulang rawan
untuk artikulasi dengan tulang-tulang antebrachii. Struktur ini mempunyai sumbu
yang sedikit serong terhadap sumbu panjang shaft humeri. Struktur ini disebut
trochlea humeri di medial dan capitulum humeri di lateral. Trochlea humeri dilapisi
oleh tulang rawan yang melingkar dari permukaan anterior sampai permukaan
posterior dan berartikulasi dengan ulna. Di proksimal trochlea baik di permukaan
anterior maupun di permukaan posterior didapatkan lekukan sehingga tulang menjadi
4
sangat tipis. Dipermukaan anterior disebut fossa coronoidea dan di permukaan
posterior disebut fossa olecrani.
Capitulum humeri lebih kecil dibandingkan trochlea humeri, dilapisi tulang
rawan setengah bulatan dan tidak mencapai permukaan posterior. Capitulum humeri
berartikulasi dengan radius. Di permukaan anterior capitulum humeri didapatkan
fossa radialis.
Otot-otot yang berhubungan dengan pergerakan dari tulang humerus meliputi
mm. biceps brachii, coracobrachialis, brachialis dan triceps brachii. Selain itu
humerus juga sebagai tempat insersi mm. latissimus dorsi, deltoideus, pectoralis
mayor, teres mayor, teres minor, subscapularis dan tendon insersio mm. supraspinatus
dan infraspinatus.
5
2.3. Etiologi Fraktur
Umumnya fraktur yang terjadi, dapat disebabkan beberapa keadaan berikut:
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu
jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur
patologis.
Penyebab Fraktur adalah :
1. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada
titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah
tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah
biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang
terjadi. Kekuatan dapat berupa twisting, bending dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan.
Kebanyakan fraktur shaft humerus terjadi akibat trauma langsung, meskipun
fraktur spiral sepertiga tengah dari shaft kadang-kadang dihasilkan dari aktifitas otot-
otot yang kuat seperti melempar bola. Pada fraktur humerus kontraksi otot, seperti
otot-otot rotator cuff, deltoideus, pectoralis mayor, teres mayor, latissimus dorsi,
biceps, korakobrakialis dan triceps akan mempengaruhi posisi fragmen patahan
tulang yang mengakibatkan fraktur mengalami angulasi maupun rotasi. Di bagian
posterior tengah melintas nervus Radialis langsung melingkari periostum diafisis
humerus dari proksimal ke distal sehingga mudah terganggu akibat patah tulang
humerus bagian tengah.
6
2.4. Klasifikasi Fraktur Humerus
2.4.1. Fraktur Suprakondiler Humeri (Transkondiler)
2.4.1.1. Definisi
Fraktur suprakondiler merupakan salah satu jenis fraktur yang mengenai
daerah siku dan sering dijumpai pada anak-anak. Fraktur ini merupakan fraktur
yang mengenai humerus bagian 1/3 distal diatas kedua kondilus humerus.
Di daerah ini, terdapat titik lemah, dimana tulang humerus menjadi pipih
disebabkan adanya fossa olecranon di bagian posterior dan fossa coronoid di
bagian anterior.
2.4.1.2. Epidemiologi
Fraktur ini sering terjadi pada anak-anak yaitu sekitar 65 % dari seluruh
kasus patah tulang lengan atas. Mayoritas fraktur suprakondiler pada anak-anak
terjadi pada usia 3-10 tahun, dengan puncak kejadiannya pada usia 5-7 tahun,
paling sering dijumpai pada anak laki-laki dibanding perempuan dengan
perbandingan 2:1.
2.4.1.3. Klasifikasi dan mekanisme trauma
Fraktur ini dikenal ada 2 tipe berdasarkan pergeseran fragmen distal
yaitu :
1. Tipe posterior (tipe ekstensi)
Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam
posisi supinasi. Hal ini akan menyebabkan patah pada suprakondiler dimana
fragmen distal akan mengalami dislokasi ke anterior dari fragmen proksimal
humerus. proksimal humerus.
2. Tipe fleksi
Trauma ini terjadi ketika posisi siku dalam keadaan fleksi (40˚), sedangkan
lengan bawah dalam posisi pronasi. Hal ini menyebabkan fragmen distal
humeri mengalami dislokasi ke posterior dari fragmen
7
Gambar 2. a. Tipe Ekstensi b. Tipe Fleksi
Paling sering dijumpai adalah tipe fleksi. Karena ujung fragmen
proksimal humerus humerus menonjol ke anterior pada tipe fleksi, bisa terjadi
kerusakan pada jaringan lunak yang berada di anterior siku, yakni tertekannya atau
robeknya a. brakhialis dan n. medianus, atau sampai menembus subkutis dan kutis
menyebabkan luka menjadi fraktur terbuka.
Apabila terjadi a. brakhialis tertekan, dapat terjadi komplikasi yang
disebut Volkmann`s ischemia dengan tanda klinis sebagai berikut :
1. Sakit (pain)
2. Denyut nadi a. radialis yang berkurang (pulselessness)
3. Pucat (pallor)
4. Rasa kesemutan
5. Kelumpuhan (paralisis)
8
Klasifikasi fraktur suprakondiler pada anak dibagi menjadi 4:
1. Tipe I : terdapat fraktur tanpa adanya pergeseran dan hanya berupa retak
berupa garis.
2. Tipe II : tidak ada pergeseran fragmen, hanya terjadi perubahan sudut antara
humerus dan kondilus lateralis (normal 40˚).
3. Tipe III : terdapat pergeseran fragmen tetapi korteks posterior masih utuh
serta masih ada kontak antara kedua fragmen.
4. Tipe IV : pergeseran kedua fragmen dan tidak ada kontak sama sekali.
9
Gambar 4. Foto radiologi fraktur suprakondiler humerus dengan dislokasi
fragmen distal ke posterior dan medial
10
2.4.2.3. Klasifikasi
Klasifikasi menurut Riseborough and Radin :
Tipe I : fraktur tanpa adanya pergeseran dan hanya ada berupa garis
fraktur.
Tipe II : terjadi sedikit pergeseran dengan tidak ada rotasi antara
fragmen kondilus.
Tipe III : pergeseran dengan rotasi
Tipe IV : fraktur komunitif berat dari permukaan artikular.
11
2.4.2.4. Gambaran Klinis
Di daerah siku tampak jelas pembengkakan, cubiti varus (berkurangnya
sudut normal yang terbentuk pada siku, sehingga kelihatannya seperti
bengkok ke arah dalam) atau cubitus valgus (bertambahnya besar sudut
di siku).
12
2.4.3. Fraktur Batang Humerus
2.4.3.1. Definisi
Fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung yang mengakibatkan
fraktur spiral (fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
oleh trauma rotasi). Fraktur ini sering terjadi penderita dewasa.
2.4.3.2. Etiologi
Fraktur batang humerus paling sering disebabkan oleh :
1. Trauma langsung yang mengakibatkan fraktur transversal (sepanjang garis
tengah tulang), oblik (membentuk sudut dengan garis tengah tulang) atau
komunitif (tulang pecah menjadi beberapa segmen).
2. Gaya memutar gak langsung yang menghasilkan fraktur spion (menuntir
seputar batang tulang) saraf dan pembuluh darah brakhialis dapat mengalami
cedera.
2.4.3.3. Manifestasi Klinis
Terjadi fungsi laesa lengan atas yang cedera, untuk menggunakan siku
harus dibantu dengan tangan yang sehat.
2.4.4. Fraktur Kolum Humerus
Fraktur yang sering terjadi pada wanita tua karena osteoporosis.
Traumanya biasanya ringan, trauma tidak langsung, pada waktu jatuh lengan
penderita menahan badan dalam posisi ekstensi. Garis patah biasanya transversal
fragmen distal akan mendorong kuat masuk ke fragmen proksimal.
13
2.5.2. Pemeriksaan Fisik
LOOK
Bandingkan dengan bagian yang sehat
Perhatikan posisi anggota gerak
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan
fraktur tertutup atau terbuka
Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam samapai beberapa hari
Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
FEEL
Pada waktu mau meraba, terlebih dulu posisi penderita diperbaiki agar dimulai
dari posisi netral/posisi anatomi. Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang
memberikan informasi dua arah, baik si pemeriksa maupun si pasien, karena itu
perlu selalu diperhatikan wajah si pasien atau menanyakan perasaan si pasien.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
Temperatur setempat yang meningkat
Nyeri tekan, nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan
oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
Krepitasi
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan
anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna
kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.
Pengukuran tugkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui
adanya perbedaan panjang tungkai
14
MOVEMENT
Pergerakan aktif : pasien merasa nyeri dan otot melemah
Pergerakan pasif : pasien merasa nyeri
Mengalami keterbatasan gerak
15
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium meliputi:
1. Pemeriksaan darah rutin untuk mengenai keadaan umum, infeksi akut/menahun
2. Atas indikasi tertentu: diperlukan pemeriksaan kimia darah, reaksi imunologi,
fungsi hati/ginjal
3. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan sensitivity test
16
sepanjang waktu dengan posisi cast tetap untuk efektivitas. Seringkali
diganti dengan fuctional brace 1-2 minggu pasca trauma. Lebih dari 96%
telah dilaporkan mengalami union.
Coaptation splint
Diberikan untuk efek reduksi pada fraktur tapi coaptation splint
memiliki stabilitas yang lebih besar dan mengalami gangguan lebih kecil
daripada hanging arm cast. Lengan bawah digantung dengan collar dan
cuff. Coaptation splint diindikasikan pada terapi akut fraktur shaft
humerus dengan pemendekan minimal dan untuk jenis fraktur oblik
pendek dan transversa yang dapat bergeser dengan penggunaan hanging
arm cast. Kerugian coaptation splint meliputi iritasi aksilla, bulkiness dan
berpotensial slippage. Splint seringkali diganti dengan fuctional brace
pada 1-2 minggu pasca trauma.
Thoracobranchial immobilization (velpeu dressing)
Biasanya digunakan pada pasien lebih tua dan anak-anak yang tidak
dapat ditoleransi dengan metode terapi lain dan lebih nyaman jadi pilihan.
Teknik ini diindikasikan untuk pergeseran fraktur yang minimal atau
fraktur yang tidak bergeser yang tidak membutuhkan reduksi. Latihan
pasif pendulum bahu dapat dilakukan dalam 1-2 minggu pasca trauma.
Shoulder spica cast
Teknik ini diindikasikan pada jenis fraktur yang mengharuskan
abduksi dan eksorotasi ektremitas atas. Kerugian teknik ini meliputi
kesulitan aplikasi cast, berat cast dan bulkiness, iritasi kulit,
ketidaknyamanan dan kesusahan memposisikan ektremitas atas.
Functional bracing
Memberikan efek kompresi hidrostatik jaringan lunak dan
mempertahankan aligment fraktur ketika melakukan pergerakan pada
sendi yang berdekatan. Brace biasanya dipasang selama 1-2 minggu
pasca trauma setelah pasien diberikan hanging arm cast atau coaptation
17
splint dan bengkak berkurang. Kontraindikasi metode ini meliputi cedera
massif jaringan lunak, pasien yang tidak dapat dipercaya dan
ketidakmampuan untuk mempertahankan asseptabilitas reduksi. Collar
dan cuff dapat digunakan untuk menopang lengan bawah; aplikasi sling
dapat menghasilkan angulasi varus (kearah midline).
2. Tindakan Operatif
Ada beberapa indikasi untuk dilakukan tindakan pembedahan,
diantaranya:
Cedera multiple berat
Fraktur terbuka
Fraktur segmental
Fraktur ekstensi intra-artikuler yang bergeser
Fraktur patologis
18
Siku melayang (floating elbow) – pada fraktur lengan bawah
(antebrachii) dan humerus tidak stabil bersamaan
Palsi saraf radialis (radial nerve palsy) setelah manipulasi
Non-union
Fiksasi dapat berhasil dengan;
1. Kompresi plate and screws
2. Interlocking intramedullary nail atau pin semifleksibel
3. External Fixation
Komplikasi Awal
Cedera vaskuler
Jika ada tanda-tanda insufisiensi vaskuler pada ekstremitas, kerusakan
arteri brakhialis harus disingkirkan. Angiografi akan memperlihatkan
tingkat cedera. Hal ini merupakan kegawatdaruratan, yang memerlukan
eksplorasi dan perbaikan langsung ataupun cangkok (grafting) vaskuler.
Pada keadan ini internal fixation dianjurkan.
Cedera saraf
Radial nerve palsy (wrist drop dan paralisis otot-otot ekstensor
metacarpophalangeal) dapat terjadi pada fraktur shaft humerus, terutama
fraktur oblik pada sepertiga tengah dan distal tulang humerus. Pada cedera
yang tertutup, saraf ini sangat jarang terpotong, jadi tidak diperlukan
operasi segera.
Pergelangan tangan dan telapak tangan harus secara teratur digerakkan
dari pergerakan pasif putaran penuh hingga mempertahankan (preserve)
pergerakan sendi sampai saraf pulih. Jika tidak ada tanda-tanda perbaikkan
dalam 12 minggu, saraf harus dieksplorasi. Pada lesi komplit, jahitan saraf
19
kadang tidak memuaskan, tetapi fungsi dapat kembali dengan baik dengan
pemindahan tendon.
Jika fungsi saraf masih ada sebelum manipulasi lalu kemudian cacat
setelah dilakukan manipulasi, hal ini dapat diasumsikan bahwa saraf sudah
mengalami robekan dan dibutuhkan operasi eksplorasi.
Infeksi
Infeksi luka pasca trauma sering menyebabkan osteitis kronik. Osteitis
tidak mencegah fraktur mengalami union, namun union akan berjalan
lambat dan kejadian fraktur berulang meningkat.
Jika ada tanda-tanda infeksi akut dan pembentukan pus, jaringan lunak
disekitar fraktur harus dibuka dan didrainase. Pilihan antibiotik harus
disesuaikan dengan hasil sensitivitas bakteri.
External fixation sangat berguna pada kasus ini, namun jika
intramedullary nail sudah terlanjur digunakan dan terfiksasi stabil, nail
tidak perlu dilepas
Komplikasi Lanjut
Delayed Union and Non-Union
Fraktur transversa kadang membutuhkan waktu beberapa bulan untuk
menyambung kembali, terutama jika traksi digunakan berlebihan
(penggunaan hanging cast jangan terlalu berat). Penggunaan teknik yang
sederhana mungkin dapat menyelesaikan masalah, sejauh ada tanda-tanda
pembentukkan kalus (callus) cukup baik dengan penanganan tanpa operasi,
tetapi ingat untuk tetap membiarkan bahu tetap bergerak. Tingkat non-
union dengan pengobatan konservatif pada fraktur energi rendah kurang
dari 3%. Fraktur energi tinggi segmental dan fraktur terbuka lebih
cenderung mengalami baik delayed union dan non-union.
20
Intermedullary nailing menyebabkan delayed union, tetapi jika
fiksasi rigid dapat dipertahankan tingkat non-union dapat tetap dibawah
10%.
Joint stiffness
Joint stiffness sering terjadi. Hal ini dapat dikurangi dengan aktivitas
lebih awal, namun fraktur transversa (dimana abduksi bahu nyeri
disarankan) dapat membatasi pergerakan bahu untuk beberapa minggu.
Tambahan, pada anak-anak, fraktur humerus jarang terjadi. Pada
anak-anak di bawah 3 tahun kemungkinan kekerasan pada anak perlu
difikirkan. Fraktur dirawat dengan bandage sederhana pada lengan hingga
ke badan untuk 2-3 minggu. Pada anak yang lebih tua memerlukan plaster
splint pendek.
21
BAB III
KESIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad, C., dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC, 2010, Bab 42;
Sistem Muskuloskeletal.
2. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone,
2007, Bab. 14; Trauma.
3. Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12th
Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 8; The Skeletal
System: The Appendicular Skeleton.
4. Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12th
Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 11; The Muscular
System.
5. Standring, S. Gray’s Anatomy 39th Edition. USA: Elsevier, 2008, Chapter 48;
General Organization and Surface Anatomy of The Upper Limb.
6. Wang, E.D. & Hurst, L.C. Netter’s Orthopaedics 1st Edition. Philadelphia:
Elsevier, 2006, Chapter 15; Elbow and Forearm.
7. Emedicine. 2012. Humerus Fracture. Accessed: 2 nd February 2012. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/825488-overview
8. Aaron N., Michael D.M., et.al., 2011. Distal Humeral Fractures in Adults.
Accessed: 2 nd February 2012. Available from:
http://www.jbjs.org/article.aspx?articleid=35415
9. Egol, K.A., Koval, K.J., Zuckerman, J. D. Handbook Of Fractures.
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins. 2010:p. 193-229;604-614
10. Thompson, J.C. Netter’s: Concise Otrhopaedic Anatomy 2nd ed. Philadelphia:
Elsevier Inc. 2010:p. 109-116.
11. Noffsinger, M. A. Supracondylar Humerus Fractures. Available at
www.emedicine.com. Accessed on 4th March 2012.
23
12. Reksoprodjo, S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara
Publisher, 2009, Bab 9; Orthopaedi.
13. Purwadianto A, Budi S. Kedaruratan Medik. Jakarta: Binarupa Aksara, 2000,
Bab 7; Kedaruratan Sistim Muskuloskeletal.
24