Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sikap etis profesional yang kokoh dari setiap perawat atau bidan akan tercermin dalam
setiap langkahnya, termasuk salah satu yaitu penampilan diri serta keputusan yang diambil dalam
merespon situasi yang muncul. Oleh karena itu pemahaman yang mendalam tentang etika dan
moral serta penerapannya menjadi bagian yang sangat penting dan mendasar dalam memberikan
asuhan keperawatan atau kebidanan dimana nilai-nilai pasien selalu menjadi pertimbangan dan
dihormati.
Saat ini perawat memiliki peran yang lebih luas dengan penekanan pada peningkatan
kesehatan dan pencegahan penyakit, juga memandang klien secara komprehensif. Perawat
menjalankan fungsi dalam kaitannya dengan berbagai peran pemberi perawatan, pembuat
keputusan klinik dan etika, pelindung dan advokat bagi klien, manajer kasus, rehabilitator,
komunikator dan pendidik
Perawat di ruang perawatan Intensif merupakan tumpuan utama para pasien karena
ketidakmampuannya, sehingga perawat bertanggung jawab untuk mempertahankan homeostasis
pasien. Perawat ruang Intensif, dalam keseharianya dihadapkan pada patofisiologi pasien kritis
yang dapat cepat berubah, alat-alat yang canggih dan rumit dalam mengoperasionalkan. Perawat
harus mampu melakukan pekerjaan dengan tingkat kesulitan yang tinggi, memiliki pengetahuan
dan ketrampilan yang diperlukan untuk dapat melakukan pekerjaan yang sangat kompleks dan
rumit.
Keharusan dapat memutuskan dan melakukan tindakan dengan cepat dan tepat, karena
menyangkut keselamatan klien serta memerlukan pengetahuan dan ketrampilan yang cukup
sangat diperlukan bagi perawat. Dalam pelaksanaannya juga diperlukan adanya peraturan yang
mengatur cara kerja sebagai landasan dan dijadikan kebiasaan pada perawat untuk melakukan
tindakan tersebut sesuai peraturan yang ada.
Oleh karena itu dalam penyusunan Makalah ini penulis akan membahas tentang Konsep
tentang Peraturan, Kebijakan, dan Perundangan yang Berlaku dalam Praktik Kekritisan.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep tentang peraturan yang berlaku dalam praktik kekritisan?
2. Bagaimana konsep tentang kebijakan yang berlaku dalam praktik kekritisan?
3. Bagaimana konsep tentang perundangan yang berlaku dalam praktik kekritisan?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep tentang peraturan yang berlaku dalam praktik kekritisan?
2. Untuk mengetahui konsep tentang kebijakan yang berlaku dalam praktik kekritisan?
3. Untuk mengetahui konsep tentang perundangan yang berlaku dalam praktik kekritisan?

D. Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan berguna untuk menambah ilmu pengetahuan serta sebagai
pembelajaran bersama untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di segala bidang
terutama perawatan intensif.

BAB II
PEMBAHASAN

2
A. Konsep Umum Peraturan, Kebijakan, dan Perundangan
1. Definisi Peraturan
Peraturan adalah “peraturan tata tertib di sekolah selalu dilengkapi dengan sanksi-
sanksi tertentu yang berpuncak kepada pemberian hukuman”. Adanya peraturan itu
untuk menjamin kehidupan yang tertib dan tenang, sehingga kelangsungan hidup
social itu dapat dicapai. (Soejanto, (2005:108)
2. Definisi Kebijakan
Kebijakan adalah sebagai suatu keputusan yang siap dilaksanakan dengan ciri adanya
kemantapan perilaku dan berulangnya tindakan, baik oleh mereka yang membuatnya
maupun oleh mereka yang harus mematuhinya. (Soenarko, 2003:41)
3. Definisi Perundangan
Pengertian perundang-undangan dalam arti materil yang esensinya antara lain
sebagai berikut :
a. Peraturan perundang-undangan berbentuk keputusan tertulis. Karena merupakan
keputusan tertulis, peraturan perundang-undangan sebagai kaidah hukum tertulis
(geschrevenrecht, written law)
b. Perundang-undangan dibentuk oleh pejabat atau lingkungan jabatan (badan, organ)
yang mempunyai wewenang membuat peraturan yang berlaku atau mengikat umum
(algemeen)
c. Peraturan perundang-undangan bersifat mengikat umum, tidak dimaksudkan harus
selalu mengikat semua orang. Mengikat umum hanya menunjukkan bahwa peraturan
perundang-undangan tidak berlaku terhadap peristiwa konkrit atau individu tertentu.

B. Peraturan Perundang-undangan dalam Kesehatan


Dalam melaksanakan suatu praktek tindakan medis ataupun keperawatan maka
disusunlah undang-undang yang mengatur tentang suatu tindakan supaya terlindungi dari
hukum. Beberapa undang-undang yang mengatur tentang kesehatan terutama dalam
bidang keperawatan adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 585 tentang persetujuan tindakan medik;

3
3. UU Kesehatan 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan;
4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit; dan
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/ MenKes/ SK/ XII/
2010 Tentang Pedoman Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care di
Rumah Sakit
Sementara di dalam rumah sakit sendiri memiliki masing-masing kebijakan
tersendiri didalam memberikan suatu pelayanan kepada pasien. Kebijakan-kebijakan
tersebut dibuat dengan berpedoman pada undang-undang yang berlaku dan
disesuaikan dengan kondisi suatu rumah sakit. Salah satu bentuk dari peraturan
tersebut adalah dibuatnya suatu pedoman sistem kerja yang dituangkan dalam
standart operasional prosedur dengan tujuan agar berbagai proses kerja rutin
terlaksana dengan efisien, efektif dan aman, serta senantiasa meningkatkan mutu
pelayanan melalui pemenuhan pencapaian standar profesi dan standar pelayanan
suatu rumah sakit.

a. Tujuan Kebijakan
1) Untuk menjaga konsistensi dan tingkat penampilan kinerja atau kondisi tertentu
suatu kegiatan secara optimal
2) Sebagai acuan (check list) dalam pelaksanaan kegiatan tertentu bagi sesama
pekerja, supervisor, surveyor.
3) Untuk menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan, duplikasi serta
pemborosan dalam proses pelaksanaan kegiatan
4) Merupakan salah satu cara dan parameter dalam meningkatkan mutu pelayanan
5) Untuk lebih menjamin penggunaan tenaga dan sumber daya secara efisien dan
efektif.
6) Untuk menjelaskan alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas
yang terkait,
7) Melindungi RS dan petugas bila terjadi suatu kesalahan atau dugaan
malpraktek dan kesalahan administratif lainnya,

8) Sebagai dokumen pelatihan bagi pelatih.

4
b. Suatu standart operasional prosedur harus memiliki akurasi uraian proses kejadian
beserta pengendaliannya, antara lain:
1) Ada daftar bahan dan komponen suatu proses dengan karakteristik kualitas
minimal; khususnya ada penjelasan jumlah komponen standar yang digunakan.
2) Ada deskripsi lengkap komponen (sampel) yang mesti dipersiapkan sebelum
pekerjaan dilaksanakan; terdiri dari uraian atau formulasi komponen khusus
atau acuan layak termasuk jumlah dan nomor seri komponen.
3) Ada daftar karakteristik perlengkapan (equipment), seperti: kapasitas,
kepresisian, keterbatasan, dayasuai (compatibilities), indikasi nama
perlengkapan khusus.
4) Ada deskripsi langkah-langkah proses peristiwa termasuk skala atau kapasitas
operasi.
5) Ada parameter pengendalian proses, metode dan keberhasilan. Metode tes atau
observasi yang merupakan pengendalian proses yang efektif dan pengujian
harus mempunyai dokumentasi.
6) Ada diagram alur kerja.
7) Ada pengujian efektivitas baik dalam proses maupun sesudah ada produk, ini
dibatasi atau ada kriteria yang dapat diterima pihak profesional.
8) Ada contoh perhitungan, estimasi waktu, kartu isian.
9) Ada biaya, alat angkut, dan daftar faktor pengganggu.
10) Ada yang pelaksana dan pertanggungjawaban; siapa melaksanakan apa?
11) Ada akuntabilitas pimpinan.
12) Ada pelaporan dan dokumentasi.

c. Pada suatu SOP akan tergambar identifikasi, pengendalian, kemampuan selusur,


konsistensi, dan akuntabilitas. Suatu SOP hendaklah mempunyai format sebagai
berikut:
1) Nama lembaga
Nama selain pada kop juga ada pada setiap halaman.

5
2) Judul
Judul harus jelas terurai dan terukur. Karena, pada setiap prosedur
diuraikan bagaimana mengerjakannya, judul mesti bergaya bahasa perintah
(direktif) untuk menjelaskan “siapa mengerjakan apa”.
3) Halaman
Halaman harus tertulis "halaman 3 dari 7", ini menggambarkan ada
kelanjutan.
4) Identifikasi dan Pengendalian
Pada suatu prosedur mesti teridentifikasi keunikannya. Identifikasi untuk
mempersiapkan akuntabilitas, dan gambaran suatu dokumentasi sampai
fasilitas dan masa kedaluwarsaan perubahan. Akuntabilitas dan gambaran
prosedur berdasarkan pada sejumlah identifikasi atau kode, yang merupakan
pengendalian (seperti kapan dan berapa kali revisi atau jumlah edisi SOP
dilakukan).
5) Tujuan
Suatu tujuan atau sasaran prosedur mesti dapat diulang (repeat) dan dapat
dikembangkan, dan dinyatakan dalam gaya bahasa perintah, seperti., operasi,
prosedur, proses, monitoring.
6) Ruang lingkup
Ruang lingkup (scope) harus mempunyai batas penggunaan prosedur.
7) Tanggung Jawab
Berkaitan dengan siapa bertanggung jawab melaksanakan uraian
pekerjaan dan siapa melaporkan pekerjaan.
8) Prosedur
Uraikan prosedur dalam langkah demi langkah (step-by-step) atau
kronologis cara kerja.
9) Kebutuhan Perhitungan / Penanganan data / Dokumensi

Uraikan bagaimana data mentah diolah dan dilaporkan. Sediakan contoh

perhitungan, bila ada.

6
d. Ruang Lingkup Keperawatan Kritis
Perawatan Intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat
perlu untuk dikembangkan di Indonesia. Berbagai pemberian pelayanan
keperawatan intensif bertujuan:
1) Memberi asuhan keperawatan bagi pasien dengan penyakit berat yang potensial
reversible
2) Memberi asuhan keperawatan bagi pasien yang perlu observasi ketat dengan
atau tanpa pengobatan yang tidak dapat diberikan diruangan perawatan umum.
3) Memberi pelayanan kesehatan bagi pasien denganpotensial adanya kerusakan
organ.
4) Mengurangi kesakitan dan kematian yang dapat dihindari pada pasien – pasien
dengan penyakit kritis.

Konsep utama dalam praktik kekritisan:


1) Pasien kritis memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
2) Perawat harus memiliki pengetahuan dan keahlian yang diperlukan untuk
memantau pasien kritis secara akurat dan aman.
3) Mengenali ciri-ciri dengan cepat, penatalaksanaan dini yang sesuai pada
pasien dalam keadaan kritis, dapat membantu mencegah perburukan lebih
lanjut dan memaksimalkan peluang untuk sembuh.
4) Keterlibatan emosi dan psikologis keluarga sangat tinggi shg sering
menimbulkan konflik interen.
Pasien yang di rawat di ruang intensif bervariasi keadaan klinisnya akan
tetapi pada dasarnya mengalami disfungsi satu macam organ atau lebih, terutama
gangguan fungsi nafas dan sirkulasi. Berdasarkan dari pasien yang membutuhkan
perawat intensif dan sangat rentan itulah maka ruangan intensif menjadi ruangan
yang dikususkan karena memiliki staf-staf intensifis khusus baik dokter, perawat,
dan staf lain juga peralatan-peralatan yang memerlukan ketrampilan khusus untuk
menggunakannya.

7
Untuk itu perawat ICU dituntut memiliki: Pengetahuan, Ketrampilan,
Daya Analisa dan Tanggungjawab yang tinggi, mampu bekerja mandiri, mampu
membuat keputusan yang tepat dan cepat serta berkolaborasi dengan tim
kesehatan lainnya.

C. Konsep tentang Peraturan Perundangan-Undangan Berkaitan dengan ICU


Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/ MenKes/ SK/
XII/ 2010 Tentang Pedoman Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care di
Rumah Sakit
1. Pengertian ICU
Intensive care unit (ICU) adalah adalah suatu bagian dari Rumah Sakit yang mandiri
dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk:
 Observasi
 Perawatan
 Terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit
yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis
dubia yg diharapkan masih reversibel.
2. Tujuan

a. Memberikan acuan pelaksanaan pelayanan ICU di rumah sakit.


b. Meningkatkan kualitas pelayanan dan keselamatan pasien ICU di rumah sakit.
c. Menjadi acuan pengembangan pelayanan ICU di rumah sakit.
3. Ruang lingkup pelayanan ICU

a. diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit-penyakit akut yang


mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit
sampai beberapa hari;
b. memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan
pelaksanaan spesifik problema dasar;
c. pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi yang
ditimbulkan oleh penyakit atau iatrogenik; dan
d. memberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya sangat
tergantung pada alat/mesin dan orang lain.

8
4. Klasifikasi Pelayanan ICU
Pelayanan ICU di rumah sakit dibagi dalam 3 (tiga) klasifikasi yaitu :
a. Pelayanan ICU primer (pada RS Kelas C)
 Resusitasi jantung Paru dan pergerakan dan pengelolaan jalan napas
(intubasi trakeal, ventilasi mekanik)
 Terapi oksigen
 Pemasangan vena sentral
 Pemantauan EKG, pulsoksimetri dan tekanan darah non invasive
 Terapi secara titrasi, serta nutrisi enteral dan parenteral
 Pemeriksaan laboratorium, fungsi vital sign dengan alat dan fisioterapi dada
b. Pelayanan ICU sekunder (pada RS Kelas B)
 Primer, ditambah dengan:
 Kateter vena sentral dan arteri
 Pemantauan EKG, pulsoksimetri, tekanan darah invasive,
 Menunjang fungsi vital dengan alat
 Prosedur isolasi
 Hemodialisa intermitten dan kontinyu.
c. Pelayanan ICU tersier (pada RS Kelas A)
 Primer, ditambah
 Kateter vena sentral, arteri, swann Ganz dan ICP Monitor.
 Pemantauan EKG, pulsoksimetri, tekanan darah invasive, swan Ganz, ICP
dan ECHO Monitor.

Klasifikasi ditentukan oleh :


a. Ketenagaan
b. Disain ruangan, sarana dan prasarana
c. Peralatan
d. Kemampuan pelayanan

5. Indikasi keluar masuknya Pasien ICU


Pada keadaan sarana dan prasarana ICU yang terbatas pada suatu rumah sakit,
diperlukan mekanisme untuk membuat prioritas apabila kebutuhan atau permintaan
akan pelayanan ICU lebih tinggi daripada kemampuan pelayanan yang dapat
diberikan. Kepala ICU bertanggung jawab atas kesesuaian indikasi perawatan pasien
di ICU. Bila kebutuhan masuk ICU melebihi tempat tidur yang tersedia, Kepala ICU
menentukan berdasarkan prioritas kondisi medik, pasien mana yang akan dirawat di

9
ICU. Prosedur untuk melaksanakan kebijakan ini harus dijelaskan secara rinci untuk
tiap ICU.

a. Kriteria masuk

ICU memberikan pelayanan antara lain pemantauan yang canggih dan terapi
yang intensif. Dalam keadaan penggunaan tempat tidur yang tinggi, pasien
yang memerlukan terapi intensif (prioritas 1) didahulukan dibandingkan pasien
yang memerlukan pemantauan intensif (prioritas 3). Penilaian objektif atas
beratnya penyakit dan prognosis hendaknya digunakan untuk menentukan
prioritas masuk ke ICU.

1) Pasien prioritas 1 (satu)

Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan
terapi intensif dan tertitrasi, seperti: dukungan/bantuan ventilasi dan alat
bantu suportif organ/sistem yang lain, infus obat-obat vasoaktif kontinyu,
obat anti aritmia kontinyu, pengobatan kontinyu tertitrasi, dan lain-lainnya.
Contoh pasien kelompok ini antara lain, pasca bedah kardiotorasik, pasien
sepsis berat, gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang
mengancam nyawa. Institusi setempat dapat membuat kriteria spesifik
untuk masuk ICU, seperti derajat hipoksemia, hipotensi dibawah tekanan
darah tertentu. Terapi pada pasien prioritas 1 (satu) umumnya tidak
mempunyai batas.

2) Pasien prioritas 2 (dua)

Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU, sebab


sangat berisiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya
pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial catheter. Contoh
pasien seperti ini antara lain mereka yang menderita penyakit dasar
jantung-paru, gagal ginjal akut dan berat atau yang telah mengalami
pembedahan major. Terapi pada pasien prioritas 2 tidak mempunyai batas,
karena kondisi mediknya senantiasa berubah.

10
3) Pasien prioritas 3 (tiga)

Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status
kesehatan sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit
akutnya, secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan/atau
manfaat terapi di ICU pada golongan ini sangat kecil. Contoh pasien ini
antara lain pasien dengan keganasan metastatik disertai penyulit infeksi,
pericardial tamponade, sumbatan jalan napas, atau pasien penyakit jantung,
penyakit paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat. Pengelolaan
pada pasien golongan ini hanya untuk mengatasi kegawatan akutnya saja,
dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi
jantung paru.

4) Pengecualian

Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan Kepala ICU,


indikasi masuk pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan, dengan
catatan bahwa pasien-pasien golongan demikian sewaktu waktu harus bisa
dikeluarkan dari ICU agar fasilitas ICU yang terbatas tersebut dapat
digunakan untuk pasien prioritas 1, 2, 3 (satu, dua, tiga). Pasien yang
tergolong demikian antara lain:

a) Pasien yang memenuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi tunjangan


hidup yang agresif dan hanya demi “perawatan yang aman” saja. Ini
tidak menyingkirkan pasien dengan perintah “DNR (Do Not
Resuscitate)”. Sebenarnya pasien-pasien ini mungkin mendapat
manfaat dari tunjangan canggih yang tersedia di ICU untuk
meningkatkan kemungkinan survivalnya.

b) Pasien dalam keadaan vegetatif permanen.


c) Pasien yang telah dipastikan mengalami mati batang otak. Pasien-
pasien seperti itu dapat dimasukkan ke ICU untuk menunjang fungsi
organ hanya untuk kepentingan donor organ.

11
b. Kriteria Keluar

Prioritas pasien dipindahkan dari ICU berdasarkan pertimbangan medis


oleh kepala ICU dan tim yang merawat pasien.

E. Kebijakan Pelayanan Intensif Care Unit


1. Peralatan di unit harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
2. Pelayanan di unit harus selalu berorientasi kepada mutu dan keselamatan pasien.
a. Semua petugas unit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan dalam K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
3. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur opersinal
yang berlaku, etika profesi, etiket, dan menghormati hak pasien.
a. Pelayanan unit dilaksanakan dalam 24 jam.
b. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.
c. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin
bulanan minimal satu bulan sekali.
d. Setiap bulan wajib membuat laporan.
4. Ruang intensif penerimaan rujukan pasien dari rumah sakit lain sesuai dengan standar
dan fasilitas yang dimiliki dan bila pasien memerlukan perawatan insentif yang lebih
tinggi tingkatannya dapat di rujuk ke rumah sakit lain sesuai dengan kondisi pasien.
a. Setiap tindakan kedokteran (medis) yang akan dilakukan harus ada informed
consent.
b. Pada keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik pasien, dokter jaga ICU atau
dokter spesialis anestesi dapat melakukan tindakan kedokteran yang diperlukan dan
informasi dapat diberikan pada kesempatan pertama.
c. Apabila pasien berada dalam tahap terminal dan tindakan resuitasi diketahui tidak
akan menyembuhkan atau memperbaiki kualitas hidup pasien, dokter dapat

12
membuat keputusan untuk tidak melakukan resusitasi dengan
mengkomunikasikannya kepada pihak keluarga
d. Dalam menghadapi tahap terminal, dokter ICU harus mengikuti pedoman
penentuan kematian batang otak dan penghentian peralatan life – supporting.
e. Tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan oleh tenaga medis tetapi
dengan pertimbangan yang memperhatikan keselamatan pasien, tindakan – tindakan
tertentu dapat didelegasikan kepada tenaga kesehatan non medis yang terlatih.
f. Kriteria dokter ICU adalah telah mengikuti pelatihan / pendidikan perawatan ICU
dan telah mendapat sertifikat Intensive care Medicine (KIC, Konsultan Intensive
Care) melalui program pelatihan dan pendidikan yang diikuti oleh perhimpunan
profesi yang terkait.
g. Mampu melakukan prosedur Critical Care biasa, antara lain :
1) Mempertahankan jalan nafas termasuk intubasi tracheal dan ventilasi mekanis.
2) Fungsi arteri untuk mengambil sampel arteri.
3) Memasang kateter intravascular dan peralatan monitoring, termasuk :
a) Kateter arteri
b) Kateter vena perifer
c) Kateter vena central ( CVP )
d) Kateter arteri pulmonalis
4) Pemasangan kabel pacu jantung transvenous temporer
5) Resuitasi kardiopulmoner
6) Pipa thoracostomy

5. Setiap penggunaan peralatan medis diinformasikan kepada penanggung jawab pasien:


a. Seluruh fasilitas pelayanan yang ada di ICU baik medis maupun non medis menjadi
tanggung jawab KaRu termasuk pemeliharaan dan perbaikan berkoordinasi dengan
bagian teknisi.
b. Untuk pencegahan infeksi nosokomial, setiap petugas diwajibkan mencuci tangan
sebelum dan sesudah kontak dengan pasien

13
c. Indikasi pemeriksaan laboratorium dan radiologi berdasarkan permintaan dari DPJP
(Dokter penanggung Jawab Pasien) atau dokter konsulen lain berkoordinasi dengan
dokter penanggung jawab ICU
d. Setiap permintaan laboratorium dan radiologi dituliskan pada formulir yang sudah
ditentukan lalu di input oleh petugas administrasi untuk selanjutnya di informasikan
pada bagian terkait.
e. Prosedur konsul antar spesialis / konsulen:
1) Pada dasarnya DPJP pasien yang dirawat di ICU adalah dokter spesialis anestesi
yang bertugas di ICU.
2) Bila ada lebih dari satu DPJP, maka DPJP utama adalah dokter spesialis yang
bertugas di ICU.
3) DPJP pasien yang dirujuk langsung ke ICU oleh dokter jaga IGD ialah dokter
spesialis anestesi yang bertugas di ICU.
4) Bila dokter spesialis anestesi memerlukan rawat bersama dengan dokter spesialis
lain, maka sebagai DPJP utama adalah dokter spesialis anestesi yang bertugas di
ICU.
5) Pasien yang dirujuk oleh dokter spesialis untuk di rawat di ICU harus jelas
apakah akan rawat bersama atau di rujuk. Bila rawat bersama, maka DPJP
utamanya ialah dokter spesialis anestesi yang bertugas di ICU.
6) DPJP utama berwenang dalam melaksanakan praktek kedokteran yang dibantu
sepenuhnya oleh seluruh perawat dan staf ICU yang bertugas. Kewenangan
tersebut harus dengan tetap memperhatikan dan mempertimbangkan saran dari
DPJP atau dokter spesialis lain yang terkait dengan parawatan pasien.
7) Bila ada keberatan DPJP lain atas pelayanan medis yang diberikan oleh DPJP
utama, maka masukan/keberatan harus dikomunikasikan langsung ke DPJP
utama atau di tulis dalam Intensif Care Unit pasien.
8) Bila tidak dicapai kesepakatan antara DPJP utama dengan DPJP lain yang
menangani pasien sejak awal perawatan, maka dapat ditetapkan ulang siapa
DPJP utama pasien tersebut. Hal tersebut harus dicatat dalam Intensif Care Unit.
9) Bila terjadi masalah dalam penepatan DPJP utama, maka hal tersebut dilaporkan
kepada Manajer Pelayanan sesegera mungkin.

14
10) Untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, setiap hal yang terkait
dengan mutu pelayanan dan kepentingan pasien akan di ajukan untuk dilakukan
audit medis oleh Sub Komite Audit pasien.

F. Kebijakan Pelayanan Pasien Tahap Terminal


1. Peralatan di unit harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
2. Pelayanan di unit harus selalu berorientasi kepada murtu dan keselamatan pasien.
3. Semua petugas unit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajibmematuhi ketentuan dalam K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja).
5. Setiap petuigas harus bekerja sesuai standar profesi, standar prosedur operasional yang
berlaku, etika profesi, etiket, dan menghormati hak pasien.
6. Pelayanan unit dilaksanakan dalam 24 jam.
7. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.
8. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin bulanan
minimal 1 bulan sekali.
9. Setiap bulan wajib membuat laporan.
10. Assessmen ulang harus dilakukan secara individual untuk memenuhi kebutuhan
pasien dan keluarga pasien apabila apabila pasien mendekati kematian menyesuaikan
kondisi kehidupan:
a. Gejala seperti mau muntah dan kesulitan pernafasan.
b. Faktor-faktor yang meningkatkan dan meningkatkan gejala fisik.
c. Manajemen gejala saat ini dan hasil respons pasien.
d. Orientasi spiritual pasien dan keluarga dan kalau perlu keterlibatan kelompok
agama.
e. Keprihatinan atau kebutuhan spiritual pasien dan keluarga.seperti putus asa,
penderitaan, beban pengampunan.
f. Status psikososial pasien dan keluarga seperti hubungan keluarga kecukupan
kemampuan apabila diperlukan perawatan di rumah, cara mengatasi dan reaksi
kel;uarga atas penyakit pasien.

15
g. Kebutuhan dukungan atau pelayanan (respite services) bagi pasien dan keluarga
dari pemberi pelayanan lain.
h. Kebutuhan alternatif atau tingkat pelayanan lain.
i. Faktor resiko bagi yang ditinggalkan dan cara mengatasi potensi reaksi patologis
atas kehilangan.
j. Hasil pengkajian didokumentasikan dalam rekam medis.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam praktik keperawatan untuk melakukan asuhan keperawatan maupun tindakan
kolaboratif diperlukan adanya suatu landasan konsep untuk melakukan tindakan-tindakan
tersebut. Landasan tersebut dapat berupa peraturan dan standart operasional prosedur yang
ditetapkan berdasar kebijakan rumah sakit ataupun perundang-undangan yang diatur oleh
pemerintah. Pasien yang berada di ruang intensif merupakan pasien yang sangat rentan, baik
rentan terkena infeksi nosokomial maupun dari tindakan medis yang tidak sesuai dengan
prosedur. Untuk itulah diperlukan suatu aturan untuk mengikat seseorang perawat dan
dibarengi dengan pengetahuan terhadap tindakan yang diambil seorang perawat untuk
keuntungan dan kerugian dalam melaksanakan pekerjaannya tersebut. Jadi, sangat di tekankan
perawat untuk memahami aturan perundangan keperawatan kritis demi tercapainya asuhan
keperawatan yang optimal.

B. Saran
Sebagai tenaga kesehatan kita harusnya tau tentang peraturan dan perundang-undangan
yang diterapakan pada masing-masing rumah sakit dan menjadi kebiasaan yang baik untuk
kita agar saat melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien kita dapat menjalankan tugas
perawat profesional dan tidak mengurangi sedikitpun peran kita sebagai perawat profesional.
Sehingga hak pasien terpenuhi dengan baik apabila kita menjalankan peran, fungsi serta tugas
seorang perawat.

17
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Perkembangan, Konsep dan Tren Keperawatan.


Http://Perawattegal.Wordpress.Com/2009/08/29/Konsep-Dasar-Keperawatan-
Perkembangan-Konsep-Dan-Tren-Keperawatan/. (Diakses pada 28 Oktober 2018 pukul
19.30 WITA)
Anonim. 2012. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di Rumah
Sakit. http://www.perdici.org/guidelines/. (Diakses pada 29 Oktober 2018 pukul 19.50
WITA)
Arif. 2012. Pembuatan SOP. http://arifmd.wordpress.com/2010/10/21/pembuatan-sop/. (Diakses
pada 29 Oktober 2018 pukul 20.05 WITA)
https://www.scribd.com/document/353538800/Kebijakan-Pelayanan-Intensif-Care-Unit (Diakses
pada 29 Oktober 2018 pukul 15.30 WITA)
Https://Akreditasirsrg.Files.Wordpress.Com/2016/10/Kmk-No-834-Ttg-High-Care-Unit.Pd
(Diakses pada 29 Oktober 2018 pukul 15.50 WITA)
https://www.scribd.com/doc/46894053/Pedoman-ICU (Diakses pada 29 Oktober 2018 pukul
16.10 WITA)
https://www.scribd.com/doc/238372673/KMK-No-1778-Ttg-Pedoman-Penyelenggaraan-
Pelayanan-ICU-Di-RS (Diakses pada 29 Oktober 2018 pukul 16.20 WITA)

18

Anda mungkin juga menyukai