Anda di halaman 1dari 19

EVALUASI AKHIR SEMESTER

THERMODYNAMICS

DESAIN PLTU BATU BARA 2 X 50 MW DENGAN MENGANALISA


EFFISIENSI POWER PLANT SERTA DENGAN PENAMBAHAN OFWH dan
CFWH dan ANALISIS EKONOMINYA di OMBILIN SUMATERA BARAT

Oleh:

Yuli Mafendro Dedet Eka Saputra


2115 202 004

Dosen/Pengajar
Ary Bachtiar, ST, MT, Ph.D

BIDANG KEAHLIAN REKAYASA KONVERSI ENERGI


PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INDUSTRI
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
2016
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pulau Sumatera merupakan wilayah Negara Indonesia yang sangat


potensial untuk berkembang. Pertumbuhan ekonomi di Sumatera tercatat rata-
rata 8 % per propinsi pertahunnya. Pemerintah daerah tampaknya juga
semakin tanggap menyongsong peluang pengembangan daerah mereka,
namun pertumbuhan ekonomi dan industri di Sumatera ini juga perlu
dibarengi dengan penyediaan infrastruktur yang baik. Rasanya sulit untuk
menyangkal bahwa ketersediaan listrik turut mendorong pertumbuhan
ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah.

Kebutuhan listrik di Pulau Sumatera jauh lebih kecil dibanding dengan


kebutuhan listrik di Pulau Jawa, dengan pangsa hanya sekitar 16% pada tahun
2003 dan menjadi 18% pada tahun 2025. Mengingat Pulau Sumatera akan
menjadi lumbung energi dan dapat dikatakan pemakaian listrik di pulau ini
masih tergolong rendah menyebabkan peningkatan kebutuhan listrik di pulau
ini diasumsikan lebih tinggi dibanding Jamali, yaitu sebesar 8,6% per tahun,
dari 21,14 TWh pada tahun 2003 menjadi 128,91 TWh pada tahun 2025.
Peningkatan pertumbuhan kebutuhan listrik 8,6% per tahun tersebut juga
dipicu oleh membaiknya perekonomian di Sumatera dan adanya program
peningkatan rasio elektrifikasi di Sumatera

Sumatera Barat termasuk ke dalam salah satu Provinsi besar di Pulau


Sumatera, jumlah penduduk 4,7 juta jiwa dengan pertumbuhan penduduk
setiap tahunnya yaitu sebesar1,1 %. Untuk memenuhi kebutuhan akan energy
listrik di Sumatera Barat,maka dibangunlah beberapa unit pembangkit. Tetapi
dengan berjalannya waktu dan pertumbuhan penduduk yang semakin
meningkat, unit-unit pembangkit tersebut tidak mampu lagi memenuhi
kebutuhan akan energi listrik dari konsumen, dan kebanyakan dari unit
pembangkit tersebut tidak mampu lagi beroperasi sebagai mana mestinya, hal
ini disebabkan karena umur serta kebanyakan pembangkit di Provinsi
Sumatera Barat merupakan PLTA yang memanfaatkan aliran air danau,
sehingga sangat tergantung terhadap debit air danau. Pembangunan PLTU
Ombilin 2 x 50 MW dapat dijadikan jawaban untuk mengatasi kekurangan
pasokan energy listrik di Sumatera Barat dan diharapkan dapat mengurangi
pemakaian solar untuk beberapa PLTD di Sumatera Barat. Sehingga
berdampak positif pada pengembangan ekonomi daerahsetempat.

Seiring dengan meningkatnya kebutuhan energi listrik setiap tahunnya


di Sumatera Barat, maka dirasakan perlu untuk membangun pembangkit
tenaga listrik yang baru. PLTU Batubara Ombilin 2 X 50 MW merupakan
salah satu usaha pemanfaatan batubara yang berlimpah dan mengurangi
pemakaian solar untuk beberapa PLTD di Sumatera Barat. Lokasi
pembangunan PLTU Batubara 2 X 50 MW berada di kabupaten Solok,
Sumatera Barat.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan ini adalah mempelajari dan menganalisa


pembangunan PLTU Ombilin 2 x 50 MW di Sumatera Barat dalam usaha
pemenuhan kebutuhan tenaga listrik di Sumatera Barat khususnya dengan
mempertimbangkan aspek teknik, ekonomi, sosial dan lingkungan.

2. Kajian Teori
2.1 Bahan Bakar Batu Bara
Batubara adalah sisa tumbuhan dari zaman prasejarah yang berubah
bentuk yang awalnya berakumulasi di rawa dan lahan gambut. Penimbunan
sisa tumbuhan dan sedimen lainnya, bersama dengan pergeseran kerak bumi
(dikenal sebagai pergeseran tektonik) mengubur rawa dan gambut yang
seringkali sampai ke kedalaman yang sangat dalam. Dengan penimbunan,
material tumbuhan tersebut terkena suhu dan tekanan yang tinggi. Suhu dan
tekanan yang tinggi tersebut menyebabkan tumbuhan tersebut mengalami
proses perubahan fisika dan kimiawi dan mengubah tumbuhan tersebut
menjadi gambut dan kemudian batubara. Batubara diklasifikasikan dalam
berbagai cara menurut sifat-sifat kimia dan fisiknya. Sistem yang paling
umum diterima adalah yang digunakan oleh American Society for Testing and
Materials (ASTM, perhimpunan pengujian dan bahan di Amerika Serikat),
yang membagibagi atas berbagai kualitas batubara atau berdasarkan tingkat
metamorphosis (perubahan bentuk dan struktur dibawah pengaruh suhu,
tekanan, dan air). Klasifikasi ini mencakup batubara mulai dari keadaan
metamorphosis yang paling rendah yaitu lignit, subbitumin, bitumin dan yang
tertinggi yaitu antrasit.

2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)

Gambar 2.1 Prinsip Kerja PLTU


Pembakaran batubara akan menghasilkan uap dan gas buang yang panas.
Gas buang itu berfungsi juga untuk memanaskan pipa boiler. Gas buang
selanjutnya dialirkan ke pembersih yang di dalamnya terdapat alat pengendap
abu, setelah gas itu bersih lalu dibuang ke udara melalui cerobong. Uap itu
kemudian dialirkan ke turbin yang akan menyebabkan turbin bergerak, tapi
karena poros turbin dikopel / digandeng dengan poros generator akibatnya
gerakan turbin itu akan menyebabkan pula gerakan generator sehingga
menghasilkan energi listrik. Sedangkan uap yang sudah dipakai dialirkan ke
kondensor untuk didinginkan sehingga berubah menjadi air dan dengan
bantuan pompa, air itu dialirkan ke boiler sebagai air pengisi. PLTU ini
dilengkapi dengan presipitator elektro static, yaitu suatu alat untuk
mengendalikan partikel yang akan keluar cerobong dan alat pengolah abu
batubara.
Pada waktu PLTU batubara beroperasi suhu pada kondensor naiknya
begitu cepat, sehingga menyebabkan kondensor menjadi panas. Sedangkan
untuk mendingikan kondensor bisa di gunakan air, tapi harus dalam jumlah
yang besar, hal inilah yang menyebabkan PLTU dibangun dekat dengan
sumber air yaitu di tepi sungai, danau dan di tepi pantai.

2.3 Biaya Pembangkitan Tenaga Listrik


2.3.1 Biaya Investasi Total

Berdasarkan beberapa komponen biaya yang dibutuhkan untuk


membangun suatu PLTU batubara, maka persamaan biaya investasi total
(TIC) dapat dirumuskan sebagai berikut :
TIC = CC + OMC + FC
dimana :
CC = Capital Cost (biaya investasi modal)
OMC = Operation Maintanance Cost ( Biaya Operasional dan Perawatan)
FC = Fuel Cost ( Biaya bahan bakar batubara)
2.3.2 Biaya Bahan Bakar Batubara (Fuel Cost)
Biaya bahan bakar (FC) dirumuskan sebagai berikut :
FC ( Rp/kwh ) = Rp. …………
dimana :
Ui = harga bahan bakar ( Rp/kkal )
Harga batubara = (Rp 595/kg)
Nilai kalori bahan bakar = (4200 kkal/kg)
Maka nilai Ui = (Rp 0.1417/kkal)

2.3.3 Biaya Operasional dan Perawatan


Biaya operasi dan perawatan terdiri dari dua komponen, yaitu biaya tetap
dan biaya variable. Biaya tetap tergantung jenis bahan bakar, kapasitas
pembangkit dan teknologi yang digunakan. Sedangkan biaya variable adalah
yang berhubungan dengan pengoperasian pembangkit dan faktor yang
mempengaruhi adalah pemeliharaan dan desain pembangkit. Untuk biaya
operasional dan perawatan dirumuskan sebagai berikut :
OMC = Biaya Opersional dan Maintanance x CF x T x Kapasitas Produksi
dimana :
CF = Capacity Factor/ Faktor Kapasitas
T = Waktu operasional dalam setahun (8640 jam / tahun)

2.3.4 Pay Back Ratio (PBR)


Payback Ratio (PBR) adalah lama waktu yang diperlukan untuk
mengembalikan dana investasi. Dirumuskan dalam persamaan :

𝑻𝑪 (𝒓𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑪𝒐𝒔𝒕 𝑰𝒏𝒗𝒆𝒔𝒎𝒆𝒏𝒕


PBR =
𝑷𝒆𝒏𝒈𝒉𝒂𝒔𝒊𝒍𝒂𝒏 𝑫𝒂𝒍𝒂𝒎 𝑺𝒂𝒕𝒖 𝑻𝒂𝒉𝒖𝒏
Investasi yang ideal adalah investasi dengan payback rationya terpendek.
Dengan menggunakan payback ratio, kita dapat mengetahui berapa lama
dana yang digunakan untuk investasi dapat kembali.
2.4 Aspek Lingkungan
Dalam pembangunan suatu pembangkit harus memperhatikan aspek
lingkungan sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang dicanangkan
oleh pemerintah dan untuk memperkirakan dampak yang akan terjadi, maka
perlu dilakukan analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL).

3. KONDISI KETENAGA LISTRIKAN DI SUMATERA BARAT

3.1 Kondisi Umum Ketenaga listrikan Sumatera Barat

Sekitar 95% beban di Propinsi Sumatera Barat dipasok oleh PLN


P3B Sumatera dan sisanya dipasok pembangkit-pembangkit dalam sistem
terisolasi di pulau Mentawai dan Sungai Penuh yang dikelola oleh PLN
Wilayah Sumatera Barat sendiri. Produksi energi listrik di Propinsi
Summatera Barat tahun 2013 sebesar 2.299,56GWh, sedangkan penjualan
tenaga listrik untuk propinsi Sumatera Barat hingga akhir 2013 mencapai
2.127,09 GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk
rumah tangga adalah 918,05 GWh, bisnis 228,66 GWh, industri 171,25
GWh, dan publik 809,13 GWh.

3.2 Rasio Elektrifikasi Sumatera Barat


Rasio elektrifikasi merupakan perbandingan jumlah rumah tangga yang
sudah menikmati pasokan listrik dengan jumlah total rumah tangga. Rasio
elektrifikasi propinsi Sumatera Barat sampai pada tahun 2013 yaitu sebesar
68,72%. Di Propinsi Sumatera Barat terdapat 254 Desa / Kampung, 89 Nagari
/ Kelurahan yang belum teraliri listrik.
3.3 Pelanggan Listrik dan Konsumsi Energi Listrik
Pelanggan listrik di Sumatera Barat bervariasi diantaranya rumah
tangga, komersil, industri, multiguna dan sosial. Pada tahun 2013 sektor rumah
tangga merupakan jenis pelangan listrik terbanyak sebesar 815.431 pelanggan,
komersil 51.507 pelanggan, umum 51.184 pelanggan, dan industri 332
pelanggan, dengan total pelanggan keseluruhan yaitu sebesar 918.454
pelanggan.
3.4 Beban Puncak
Wilayah Sumatera Barat termasuk kedalam sistem kelistrikan
sumbagteng. Dari tahun-ketahun permintaan kebutuhan listrik di Propinsi
Sumatera Barat mengalami peningkatan. Dengan bertambahnya pelanggan
maka secara otomatis beban puncak yang akan terjadi peningkatan. Beban
puncak harian di Sistem Sumatera Bagian Tengah pada tahun 2013 terus
bervariasi. Pola beban harian pada hari-hari tertentu seperti hari kerja, hari
proklamasi 17 Agustus, hari minggu, Idul Fitri dan Idul Adha pada tahun 2013
secara umum berbentuk sama, tetapi terdapat perbedaan pada jumlah konsumsi
daya. Beban puncak tertinggi terjadi pada hari kerja yaitu sebesar 1291,4 MW.
Sedangkan untuk hari minggu beban puncak berkisar 1238,6 MW.

4. Desain Dan Analisa Thermodinamika


Umumnya sistem PLTU beroperasi dengan menggunakan basic Rankine
Cycle. Pada kali ini akan dilakukan perhitungan menggunakan reheat rankine
cycle dan reheat rankine cycle dengan melakukan penambahan open feed-
water heater (OFWH) dan closed feed-water heater (CFWH) sehingga akan
dapat dibandingkan performa terbaik yang nantinya akan diaplikasikan untuk
PLTU batubara di Ombilin Sumatera Barat.

4.1 Analisa Reheat Rankine Cycle sebelum modifikasi


Skema model system dan model proses untuk reheat rankine cycle :
Gambar 3.1 Model Sistem

Gambar 3.2 Model Proses


Thermodynamics Analisis:
 Given : T1 = 480o C P1 = 8.0 MPa P4 = 0.008 MPa
T3 = 440o C P2 = 0.7 MPa

 State 1 turbine inlet :


 Pressure = 8.0 MPa
 Temperature = 4800C (so the steam is a superheated vapor).
 From Table A-4 Given , h1 = 3348.4 kJ/kg and s1 = 6.6586 kJ/kgoK.

 State 2 (isentropic expansion through the first-stage turbine):


 P2 = 0.7 MPa and s2 = s1.
Table A-3 Given,
𝑺𝟐 − 𝑺𝒇 𝟔.𝟔𝟓𝟖𝟔−𝟏.𝟗𝟗𝟐𝟐
 SO 𝒙𝟐 = 𝑺 = = 𝟎. 𝟗𝟖𝟗𝟓
𝒈 − 𝑺𝒇 𝟔.𝟕𝟎𝟖−𝟏.𝟗𝟗𝟐𝟐

 Specific enthalpy :
𝒉𝟐 = 𝒉𝒇 + 𝒙𝟐 𝒉𝒇𝒈 = 𝟔𝟗𝟕. 𝟐𝟐 + (𝟎. 𝟗𝟖𝟗𝟓 𝐗 𝟐𝟎𝟔𝟔. 𝟑) = 𝟐𝟕𝟒𝟏. 𝟖𝟐 𝒌𝑱/𝒌𝒈

 State 3 (superheated vapor with)


 P3 = 0.7 MPa
 T3 = 4400C,
 From table A-4 given, h3 = 3353.3 kJ/kg and s3 = 7.7571 kJ/kgoK.

 State 4 (isentropic expansion through the second-stage turbine),


 P4 = 0.008 MPa
 s4 = s3. From table A-3, quality at state 4 :
𝒔𝟒 − 𝒔𝒇 𝟕.𝟕𝟓𝟕𝟏−𝟎.𝟓𝟗𝟐𝟔
𝒙𝟒 = = = 𝟎. 𝟗𝟑𝟖𝟐4
𝒔𝒈 − 𝒔𝒇 𝟖.𝟐𝟐𝟖𝟕−𝟎.𝟓𝟗𝟐𝟔

 Specific enthalpy :
𝒉𝟒 = 𝒉𝒇 + 𝒙𝟒 𝒉𝒇𝒈 = 𝟏𝟕𝟑. 𝟖𝟖 + (𝟎. 𝟗𝟑𝟖𝟐 𝐗 𝟐𝟒𝟎𝟑) = 𝟐𝟒𝟐𝟖. 𝟑𝟕 𝒌𝑱/𝒌𝒈
 State 5 (saturated liquid)
 P5 = 0.008 MPa,
 h5 = 173.88 kJ/kg.

 State 6, (state pump outlet), so :


 h6 = 181.94 kJ/kg.

 Mass flow rate of the steam :


̇ 𝑾̇
 𝒎̇ = (𝒉𝟏 −𝒉𝟐 )+(𝒉𝟑 −𝒉𝟒 )−(𝒉𝟔 −𝒉𝟓 )

̇ ⁄𝑴𝑾|
(𝟏𝟎𝟎 𝑴𝑾)|𝟑𝟔𝟎𝟎𝒔⁄𝒉||𝟏𝟎𝟑 𝒌𝑾
 𝒎̇ =
(𝟔𝟎𝟔.𝟔+𝟗𝟐𝟒.𝟖−𝟖.𝟎𝟔) 𝒌𝑱⁄𝒌𝒈
= 𝟐. 𝟒 × 𝟏𝟎𝟓 𝒌𝒈⁄𝒉

 The rate of heat transfer from the condensing steam to the cooling
water :
̇ 𝒎̇ (𝒉 − 𝒉 )
 𝑸̇𝒐𝒖𝒕 = 𝟒 𝟓

𝟐.𝟒 ×̇ 𝟏𝟎𝟓 𝒌𝒈⁄𝒉 (𝟐𝟒𝟐𝟖.𝟓−𝟏𝟕𝟑.𝟖𝟖)𝒌𝑱⁄𝒌𝒈


 𝑸̇𝒐𝒖𝒕 = = 𝟏𝟓𝟎. 𝟑 𝑴𝑾
|𝟑𝟔𝟎𝟎𝒔⁄𝒉||𝟏𝟎𝟑 𝒌𝑾⁄𝑴𝑾|

 Thermal efficiency :
(𝒉𝟏 −𝒉𝟐 )+(𝒉̇ 𝟑 −𝒉𝟒 )−(𝒉𝟔 −𝒉𝟓 )
 𝜼=
(𝒉𝟏 −𝒉𝟔 )+(𝒉𝟑 −𝒉𝟐 )

̇
(𝟑𝟑𝟒𝟖.𝟒−𝟐𝟕𝟒𝟏.𝟖)+(𝟑𝟑𝟓𝟑.𝟑−𝟐𝟒𝟐𝟖.𝟓)−(𝟏𝟖𝟏.𝟗𝟒−𝟏𝟕𝟑.𝟖𝟖)
 𝜼= (𝟑𝟑𝟒𝟖.𝟒−𝟏𝟖𝟏.𝟗𝟒)+(𝟑𝟑𝟓𝟑.𝟑−𝟐𝟕𝟒𝟏.𝟖)

 𝜼 = 𝟎. 𝟒𝟎𝟑𝟐 = 𝟎. 𝟒𝟎𝟑𝟐̇ 𝐗 𝟏𝟎𝟎% = 𝟒𝟎. 𝟑𝟐%

 Ẇturbin
 Ẇturbin = ṁ [(h1 – h2) + (h3 – h4)]
 Ẇturbin = 𝟐. 𝟒 × 𝟏𝟎𝟓 𝒌𝒈⁄𝒉 [((𝟑𝟑𝟒𝟖. 𝟒 − 𝟐𝟕𝟒𝟏. 𝟖) +
(𝟑𝟑𝟓𝟑. 𝟑 − 𝟐𝟒𝟐𝟖. 𝟓) ]
= 𝟏𝟎𝟐 𝑴𝑾

4.2 Analisis reheat cycle sesudah di modifikasi dengan penambahan open


feedwater heaters (OFWH) dan closed feedwater heaters (CFWH).
Skema model system dan model proses untuk reheat rankine cycle :

Gambar 3.3 Model Sistem

Gambar 3.4 Model Sistem


Thermodynamics Analylis
 State 1, sama dengan sebelum di modifikasi, jadi :
 h1 = 3348.4 kJ/kg
 s1 = 6.6586 kJ/kg K.

 State 2 :
 P2 = 2.0 MPa
 Specific entropy s2, Sama dengan state 1.
 Dari tabel A-4, didapatkan h2 = 2963.5 kJ/kg.

 State 4 keluaran dari turbin sama dengan sebelum di modifikasi, jadi:


 h3 = 2741.8 kJ/kg

 State 4 merupakan superheated vapor


 P4 = 0.7 MPa
 T = 4400C
 Dari tabel A-4, diperoleh h4 = 3353.3 kJ/kg dan s4 = 7.7571 kJ/kg K.

 State 5 :
 Dari tabel A-4 diperoleh :
 p5 = 0.3 MPa dan s5 = s47.7571 kJ/kg K, maka enthalpy pada state 5
dapat dihitung. Dari perhitungan diperoleh h5 = 3101.5 kJ/kg.

 State 6 :
 s6 = s4, diperoleh quality pada state 6 : x6 = 0.9382.
 𝒉𝟔 = 𝒉𝒇 + 𝒙𝟔 𝒉𝒇𝒈 = 𝟏𝟕𝟑. 𝟖𝟖 + (𝟎. 𝟗𝟑𝟖𝟐 𝐗 𝟐𝟒𝟎𝟑. 𝟏)
= 𝟐𝟒𝟐𝟖. 𝟓 𝒌𝑱/𝒌𝒈
 State 7 pada condenser exit :
 h7 = 173.88 kJ/kg.

 State 8 pada pompa 1 :


 𝒉𝟖 = 𝒉𝟕 + 𝝊𝟕 (𝑷𝟖 − 𝑷𝟕 ) = 𝟏𝟕𝟑. 𝟖𝟖 + (𝟏. 𝟎𝟎𝟖𝟒)(𝟎. 𝟑 − 𝟎. 𝟎𝟎𝟖)
= 𝟏𝟕𝟒 𝒌𝑱/𝒌𝒈

 State 9 (saturated liquid) liquid meninggalkan open feedwater heater


(OFWH)
 P9 = 0.3 MPa.
 h9 = 561.47 kJ/kg.

 State 10, keluar dari pompa 2 :


 𝒉𝟏𝟎 = 𝒉𝟗 + 𝝊𝟗 (𝑷𝟏𝟎 − 𝑷𝟗 ) = 𝟓𝟔𝟏. 𝟒𝟕 + (𝟏. 𝟎𝟕𝟑𝟐)(𝟎. 𝟖 − 𝟎. 𝟑)
= 𝟓𝟕𝟎 𝒌𝑱/𝒌𝒈

 State 11, keluar dari closed feedwater heater (CFWH) :


 P11 = 8.0 MPa
 T11 = 2050C
 Dari tabel A-5.
𝒉𝟏𝟏 = 𝒉𝒇 + 𝝊𝒇 (𝑷𝟏𝟏 − 𝑷𝒔𝒂𝒕 ) = 𝟖𝟕𝟓. 𝟏 + (𝟏. 𝟏𝟔𝟒𝟔)(𝟎. 𝟖 − 𝟏. 𝟕𝟑)
= 𝟖𝟖𝟐 𝒌𝑱/𝒌𝒈

 State 12 (saturated), meninggalkan closed feedwater heater (CFWH)


 P12 = 2 MPa.
 Dari tabel A-3 diperoleh, h12= 908.79 kJ/kg.
 State 13 : The fluid passing through the trap undergoes a throttling
process, so
 h13 = 908.79 kJ/kg.
 Kerja per unit massa (𝑾̇⁄𝒎̇)
 Menentukan fraction y’ dan y”
𝒉𝟏𝟏 − 𝒉𝟏𝟎 𝟖𝟖𝟐. 𝟒 − 𝟓𝟔𝟗. 𝟕𝟑
𝒚′ = = = 𝟎. 𝟏𝟓𝟐𝟐
𝒉𝟐 − 𝒉𝟏𝟐 𝟐𝟗𝟔𝟑. 𝟓 − 𝟗𝟎𝟖. 𝟕𝟗
(𝟏 − 𝒚′ )𝒉𝟖 + 𝒚′𝒉𝟏𝟑 − 𝒉𝟗
𝒚′′ =
𝒉𝟖 − 𝒉𝟓
(𝟎. 𝟖𝟒𝟕𝟖)𝟏𝟕𝟒. 𝟏𝟕 + (𝟎. 𝟏𝟓𝟐𝟐)𝟗𝟎𝟖. 𝟕𝟗 − 𝟓𝟔𝟏. 𝟒𝟕
=
𝟏𝟕𝟒. 𝟏𝟕 − 𝟑𝟏𝟎𝟏. 𝟓
= 𝟎. 𝟎𝟗𝟒𝟏

 Kerja pada turbin 1 :


𝑾̇𝒕𝟏
= (𝒉𝟏 − 𝒉𝟐 ) + (𝟏 − 𝒚′ )(𝒉𝟐 − 𝒉𝟑 )
𝒎̇𝟏
= (𝟑𝟑𝟒𝟖. 𝟒 − 𝟐𝟗𝟔𝟑. 𝟓) + (𝟎. 𝟖𝟒𝟕𝟖)(𝟐𝟗𝟔𝟑. 𝟓 − 𝟐𝟕𝟒𝟏. 𝟖)
= 𝟓𝟕𝟑 𝒌𝑱/𝒌𝒈

 Kerja pada turbin 2 :


𝑾̇𝒕𝟐
= (𝟏 − 𝒚′ )(𝒉𝟒 − 𝒉𝟓 ) + (𝟏 − 𝒚′ − 𝒚")
𝒎̇𝟏
= (𝟎. 𝟖𝟒𝟕𝟖)(𝟑𝟑𝟓𝟑. 𝟑 − 𝟑𝟏𝟎𝟏. 𝟓) +
(𝟎. 𝟕𝟓𝟑𝟕)(𝟑𝟏𝟎𝟏. 𝟓 − 𝟐𝟒𝟐𝟖. 𝟓)
= 𝟕𝟐𝟏 𝒌𝑱/𝒌𝒈

 Pompa 1
𝑾̇𝒑𝟏
= (𝟏 − 𝒚′ − 𝒚")(𝒉𝟖 − 𝒉𝟕 )
𝒎̇𝟏
= (𝟎. 𝟕𝟓𝟑𝟕)(𝟏𝟕𝟒. 𝟏𝟕 − 𝟏𝟕𝟑. 𝟖𝟖) = 𝟎. 𝟐𝟐 𝒌𝑱/𝒌𝒈

 Pompa 2
𝑾̇𝒑𝟐
= (𝒉𝟏𝟎 − 𝒉𝟗 ) = 𝟓𝟔𝟗. 𝟕𝟑 − 𝟓𝟔𝟏. 𝟒𝟕 = 𝟖. 𝟐𝟔 𝒌𝑱/𝒌𝒈
𝒎̇𝟏

 Panas persatuan massa (𝑸̇⁄𝒎̇)


𝑸̇𝒊𝒏
= (𝒉𝟏 − 𝒉𝟏𝟏 ) + (𝟏 − 𝒚′ )(𝒉𝟒 − 𝒉𝟑 )
𝒎̇𝟏
= (𝟑𝟑𝟒𝟖. 𝟒 − 𝟖𝟖𝟐. 𝟒) + (𝟎. 𝟖𝟒𝟕𝟖)(𝟑𝟑𝟓𝟑. 𝟑 − 𝟐𝟕𝟒𝟏. 𝟖)
= 𝟐𝟗𝟖𝟒 𝒌𝑱/𝒌𝒈

 Thermal effisiensi
𝑾̇𝒕𝟏 ⁄𝒎̇𝟏 +𝑾̇𝒕𝟐 ⁄𝒎̇𝟏 −𝑾̇𝒑𝟏 ⁄𝒎̇𝟏 −𝑾̇𝒑𝟐 ⁄𝒎̇𝟏
𝜼=
𝑸̇𝒊𝒏 ⁄𝒎̇𝟏
𝟓𝟕𝟐.𝟗+𝟕𝟐𝟎.𝟕−𝟎.𝟐𝟐−𝟖.𝟐𝟔
𝜼= = 𝟎. 𝟒𝟐
𝟐𝟗𝟖𝟒

𝜼 = 𝟎. 𝟒𝟐 = 𝟎. 𝟒𝟐 𝐗 𝟏𝟎𝟎% = 𝟒𝟐 %

5. Analisis Ekonomi
Sistem PLTU ini akan didesain menggunakan Reheat Rankine Cycle
Saja tanpa penambahan Open feed water heater (OFWH) dan close feed water
heater (CFWH).
5.1 Biaya bahan bakar batubara (Fuel Cost / FC)
Jenis batubara yang digunakan adalah Lignite Coal yang mempunyai
properties sebagai berikut :
 Nilai kalori LHV = 4200 kkal/kg
 Harga /kg = Rp 595/kg
Untuk menghitung total Fuel Cost, maka diperlukan parameter-
parameter lain yang harus ditentukan dengan asumsi sebagai berikut :
 Lifetime PLTU = 25 tahun
 Waktu operasional dalam 1 tahun = (8640 jam/tahun)
 Laju aliran massa (ṁ) = 2.363x105 Kg/Jam

Jadi total Fuel Cost (FC) adalah sebagai berikut :


FC = Laju Aliran massa (ṁ) x Waktu operasional x Harga Batubara
= 2.363x105 x (25 tahun x 8640 Jam/tahun) x Rp 595 / Kg
= Rp 3.03 x 1013

5.2 Biaya Instalasi komponen PLTU Batubara


Berdasarkan data yang diberikan dari Ravinder Kumar dkk (2015) maka
biaya untuk instalasi masing masing komponen-komponen pada Steam Power
Plant adalah sebagai berikut :
 Pompa dengan spesifikasi 530 kWatt
 Biaya instalasi plant = Rp 0.034 x1012
 Boiler dengan spesifikasi 247.6 MW ≈ 250 MW
 Biaya instalasi plant = Rp 4.973 x 1012
 Kondensor dengan spesifikasi 148 MW ≈ 150 MW
 Biaya instalasi plant = Rp 0.105 x 1012
 Turbin Generator dengan spesifikasi 100.38 MW ≈ 100 MW
 Biaya instalasi plant = Rp 0.3501 x 1012

Sehingga total biaya untuk instalasi seluruh komponen adalah :


Biaya Total Instalasi = (Pompa + Boiler + Kondensor + Turbin Generator)

= Rp (4,973+0.105+0.3501+0.034) x 1012

= Rp 5.4621 x 1012
5.3 Biaya Operational dan Maintanace (OMC)
Biaya operational (OMC) dapat dihitung menggunakan persamaan
dibawah ini :
OMC = Biaya Operational dan Maintenance x Waktu operational x
Capacity factor x Kapasitas Produksi Listrik
=Rp 130/Kwh x 25 (tahun) x 8640 (jam/tahun) x (0.95) x
10 x 105 (Kwatt)
= Rp 2.67 x 1012

5.4 Biaya Total Investasi PLTU Batubara


Dari analisa perhitungan komponen biaya diatas, maka dapat dihitung
biaya investasi yang diperlukan utuk membangun PLTU Batubara 2 x 50
MW di Ombilin Sumatera Barat , dengan persamaan berikut :
Biaya Total Investasi = Biaya BB + Biaya Instalasi Komponen + Biaya
Operational dan Maintennce
= Rp 3.3 x 1013 + Rp 5.4621 x 1012 + Rp 2.67 x 1012
= Rp. 4.11 x 1013

5.5 Harga Pokok Produksi (HPP ) Energi Listrik


𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑩𝒊𝒂𝒚𝒂 𝑰𝒏𝒗𝒆𝒔𝒕𝒂𝒔𝒊
𝑯𝑷𝑷 =
𝑪𝑭 𝑿 𝑲𝒂𝒑𝒂𝒔𝒊𝒂𝒕𝒂𝒔 𝑷𝒓𝒐𝒅𝒖𝒌𝒔𝒊 𝑿 𝑾𝒂𝒌𝒕𝒖 𝑶𝒑𝒆𝒓𝒂𝒔𝒊𝒐𝒏𝒂𝒍
𝐑𝐩. 𝟒. 𝟏𝟏 𝐱 𝟏𝟎13
𝑯𝑷𝑷 = = 𝐑𝐩. 𝟐𝟎𝟎𝟐. 𝟗𝟓/𝐊𝐖𝐇
𝑱𝒂𝒎
𝟎. 𝟗𝟓 𝑿 𝟏𝟎𝟎 𝑴𝑾 𝑿 𝟐𝟓 𝑻𝒂𝒉𝒖𝒏 𝑿 𝟖𝟔𝟒𝟎
𝑻𝒂𝒉𝒖𝒏
5.6 Pay Back Ratio (PBR)
Berdasarkan harga listrik yang dijual PLN ke konsumen tanpa subsidi
yaitu Rp 2750 /Kwh, maka lama waktu yang dibutuhkan untuk
mengembalikan dana investasi dapat dihitung, dengan persamaan berikut :
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖
𝑷𝑩𝑹 =
𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛
𝑹𝒑. 𝟒. 𝟏𝟏 𝒙 𝟏𝟎13
𝑷𝑩𝑹 =
𝑱𝒂𝒎 𝟐𝟕𝟓𝟎
𝟎. 𝟗𝟓 𝑿 𝟏𝟎𝟎 𝑴𝑾 𝑿 𝟖𝟔𝟒𝟎 𝐱 (𝐑𝐩. 𝐊𝐖𝐇)
𝑻𝒂𝒉𝒖𝒏
𝑷𝑩𝑹 = 𝟏𝟖. 𝟐 𝑻𝒂𝒉𝒖𝒏

6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa secara termodinamika dan analisis ekonominya
maka dapat di simpulkan bahwa :
1. Dari analisa diatas dapat dilihat bahwa modifikasi dengan penambahan
open feedwater heater (OFWH) dan closed feedwater heater (CFWH)
dapat meningkatkan effisiensi dari reheat cycle. Terbukti bahwa sebelum
dilakukan modifikasi effisiensi reheat cycle 𝟎. 𝟒𝟎𝟑𝟐 (𝟒𝟎. 𝟑𝟐%) dan sesudah
dilakukan modifikasi effisiensi reheat cycle naik menjadi 𝟎. 𝟒𝟐 (𝟒𝟐 %).
2. Total biaya investasi pada PLTU 2 x 50 MW Ombilin Sumatera Barat
adalah Rp. 4.11 x 1013.
3. Lama waktu yang di butuhkan untuk mengembalikan biaya investasi
adalah 18.2 Tahun

Anda mungkin juga menyukai