Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP DASAR TEORI


2.1.1 DEFINISI

Eritroderma berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythro- (red= merah)


dan derma, dermatos (skin=kulit), merupakan keradangan kulit yang
mengenai 90% atau lebih pada permukaan kulit yang biasanya disertai
skuama.
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya
kemerahan atau eritema yang bersifat generalisata yang mencakup 90%
permukaan tubuh yang berlangsung dalam beberapa hari sampai beberapa
minggu. Pada eritroderma yang kronik, eritema tidak begitu jelas karena
bercampur dengan hiperpigmentasi. Sedangkan skuama adalah lapisan stratum
korneum yang terlepas dari kulit. Mansjoer , Arief .(2000).
Nama lain penyakit ini adalah dermatitis eksfoliatativa generalisata,
meskipun sebenarnya mempunyai pengertian yang agak berbeda. Kata
‘eksfoliasi’ berdasarkan pengelupasan skuama yang terjadi, walaupun kadang-
kadang tidak begitu terlihat, dan kata ‘dermatitis’ digunakan berdasarkan
terdapatnya reaksi eksematus.
Adapun definisi lainnya terkait endoderma atau dermatitis
eksfoliatifa generalisata anatara lain:

1. Dermatitis eksfoliata generalisata adalah suatu kelainan peradangan yang


ditandai dengan eritema dan skuama yang hampir mengenai seluruh tubuh.
Prosesnya dapat primer ataupun idiopatik, tanpa didahului penyakit kulit
atau sistemik sebelumnya. (Mahadi, Irma D Roesyanto; 2000)

1
2. Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema
yang universalis (90%-100%), biasanya disertai skuama. Bila eritamanya
antara 50%-90% disebut sebagai pre-eritroderma. Pada definisi ini yang
mutlak harus ada adalah eritema, sedangkan skuama tidak selalu
terdapat.(Djuanda, Adhi; 2007)
3. Eritroderma juga dikenal sebagai exfoliative dermatitis atau pitriasis rubra.
Eritroderma adalah suatu penyakit kulit dengan gambaran dermatologis
berupa eritema difusa dan skuama yang meliputi lebih dari 90% area kulit.

2.1.2 Etiologi
Etiologi menurut Mahbob, Nordadia bt Mohammad. (2013) yaitu :
1. Penyakit kulit sebelumnya

Eritroderma dapat timbul sebagai perluasan dari penyakit kulit yang telah
ada sebelumnya, diantaranya yang paling sering menimbulkan eritroderma
anatar lain;

a. Psoriasis
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik
dan residif, yang ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas
tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan.
b. Dermatitis atopic
Dermatitis atopic adalah dermatitis yang terjadi pada orang yang
mempunyai riwayat atropi, ditandai dengan adanya reaksi yang
berlebihan terhadap rangsangan dari lingkungan sekitarnya, seperti
bahan iritan, allergen, dan kecenderungan untuk memproduksi IgE.
Karakteristiknya adalah adanya rasa gatal, eritema dan adanya
perubahan histologik dengan sel radang yang bulat, dan ada epidermal
spongiotik.
c. Dermatitis Seboroik

2
Dermatitis seboroik adalah peradangan yang sering terdapat pada daerah
tubuh berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan muka, kronik
dan superficial.
2. Reaksi hipersensitivitas Obat
Beberapa obat seperti golongan calcium channel blocker, antiepilepsi,
antibiotic (seperti penicili, sulfonamis, dan vancomicin), allopurinol, gold,
lithium quinidine, simetidin dan dapsone yang paling sering mencetuskan
terjadinya eritrodermaderma.
3. Penyakit Keganasan
Penyakit keganasan yang dapat menimbulkan eritroderma adalah limfoma
dan leukemia.
4. CTCL (Cutaneus T cell Lymphoma) atau sindrom Sezary,
Penyakit ini termasuk limfoma, ada yang berpendapat merupakan stadium
dini mikosis fungoides yang penyebabanya belum diketahui, dan diduga
akibat infeksi virus.
5. Penyebab lainnya:
Penyebabnya bersifat idiopatik. Sementara penyebab eritroderm yang
kurang umum anatara lain penyakit imunobulosa, penyakit jaringan ikat,
infeksi yang meliputi scabies dan dermatofit, pitriasis rubra piliasri (PRP)
dan penyakit keganasan.

2.1.3 Manifestasi Klinis


Menurut Brunner & Sudarth (2000), tanda dan gejala dari dermatitis
eksfoliatif adalah sebagai berikut :
1. Menggigil, demam, prostrasi, toksisitas berat, dan kulit gatal bersisik
2. Kehilangan lapisan stratum korneum yang sangat banyak (lapisan kulit
yang paling luar), misalnya kebocoran kapiler, hipoproteinemia,
keseimbangan nitrogen negative
3. Dilatasi pembuluh kutan yang meluas mengakibatkan kehilangan panas
tubuh dalam jumlah yang besar

3
4. Warna kulit berubah dari merah muda menjadi merah gelap, setelah
seminggu, mulai terbentuk eksfoliatif (bersisik) dalam bentuk serpihan tipis
yang membuat lapisan kulit menjadi halus dan merah, dengan
pembentukan sisik baru karena sisik sebelumnya terkelupas
5. Kemungkinan terjadi kerontokan rambut
6. Pengaruh sistemik : gagal jantung kongestif curah tinggi, ginekomastia,
hiperuresemia, dan gangguan suhu tubuh

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Klinis
 Keadaan umum penderita (terutama bila penderita tua atau balita) perlu
diperhatikan apakah ada tanda-tanda dehidrasi, mengigil dan sebgainya.
 Pemeriksaan tanda-tanda vital pasien
 Luasanya eritema (%permukaan tubuh), bentuk skuama tebal dan
transparan, adakah daerah yang basah atau erosi.
 Pemeriksaan keadaan kulit kepala rabut dan kuku.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah didapatkan albumin serum yang rendah dan
peningkatan gama globulin, ketidakseimbangan elektrolit, protein fase akut
meningkat, leukositosis, maupun anemia ringan. Selain itu pemeriksaan
laboratorium yang juga dapat dilakukan anatara lain pemeriksaan BJ
plasma (bila ada kecurigaan deficit cairan tubuh), pemeriksaan elektrolit
(bila ada kelainan dalam pernapasan), pemeriksaan hapusan darah untuk
meningkirkan kemungkinan adanya leukemia, pemeriksaan KOH (Kalium
Hidroksida) jika ada scabies.
3. Histopatologi
Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat membantu
mengidentifikasi penyebab eritroderma pada samapai dengan 50% kasus,
biopsy kulit dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi, tergantung
berat dan durasi proses inflamasi. Pada tahap akut , spongiosis dan

4
parakeratosis menonjol, terjadi edema. Pada stadium kronis, akantosis dan
perpanjangan rete ridge lebih dominan.
Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrsi bisa menjadi semakin plemorfik,
dan mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostic specific, seperti
bandlike limfod infiltrate di dermis-dermis, dengan sel cerebriform
mononuclear atipikal dan pautrier’s microabscesses.
Pada pasien dengan sindrom Sezary ditemukan limfosit atipik yang disebut
dengan sel sezary. Biopsi pada kulit juga member kelainan yang agak khas,
yakni terdapat infiltrate pada dermis bagian atas dan terdapatnya sel
Sezary. Disebut sezary syndrome bila jumlah sel yang beredar 1000/mm3
atau melebihi 10 % sel yang beredar.

2.1.6 Penatalaksanaan Umum


1. Perbaiki cairan tubuh
2. Eliminasi factor-faktor pencetus anatara lain;
o Diet pantang ikan laut
o Hindari sinar matahari
o Mandi tanpa sabun/ dengan sabun PH netral.
3. Terapi medis
Pada eritroderma golongan I (akibat alergi obat), obat tersangka
sebagai kausanya segera dihentikan. Umumnya pengobatan eritroderma
dengan kortikosteroid. Pada golongan I, yang disebabkan oleh alergi obat
secara sistemik, dosis prednisolon 4 x10 mg. Penyebuhan terjadi cepat
umumnya dalam beberapa hari sampai beberapa minggu.
Pada golongan II akibat penyakit kulit juga diberikan
kortikosteroid. Dosis mula prednisone 4x 10 mg sampai 15 mg per hari.
Jika setelah beberapa hari tidak tampak perbaikan, dosis dapat dinaikkan.
Setelah tampak perbaikan , dosis diurunkan perlahan-lahan. Jika
eritroderma terjadi akibat pengobatan dengan terkena psoriasis, maka obat
tersebuy harus dihentikan. Eritroderma karena psoriasis dapat pula diobati

5
denga asetretin. Lama penyebuhan golongan II ini bervariasi beberapa
minggu hingga beberapa bulan, jadi tidak seperti golong I.
Pada pengobatan dengen kortikosteroid jangka lama (long term),
yakni jika melebihi 1 bulan lebih baik digunakan metilprednisoslon
daripada perdnison dengan dosis ekuivalen karena efeknya lebih sedikit.
Pengobatan penyakit Leiner dengan kortikosteroid member hasil yang baik.
Dosis prednisone 3x 1,2 mg sehari. Pada syndrome Sezary pengobatan
terdiri ata kortikosteroid (prednisosn 30 mg) atau metilprednisolon
ekuivalen dengan sitotatik, biasanya digunakan klorambusil dengan dosis
2-6 mg sehari.
Pada eritroderma kronis diberikan pula diet tinggi protein, karena
terlepasnya skuama mengakibatka kehinlangan proten. Kelainan kulit juga
perl diolesi emolien untuk mengurangi radiasi akibat vasidilatasi oleh
eritema misalnya salep lanolin 10% atau krim urea 10%.
Antibiotik sistemik diperlukan bagi pasien yang terbukti mendapat
infeksi sekunder baik yang bersifat local maupun sistemik. Pemberian
antibiotic sistemik pada pasien yang tidak terbukti mengalami infeksi
sekunder juga memberikan keuntungan karena kolonisasi bakteri dapat
menyebabakan eksaserbasi eritroderma.
4. Perawatan Topical
o Bila masih menggigil penderita tidak boleh mandi dulu
o Setiap pagi seluruh tubuh diolesi oleum cocos
o Untuk kulit yang terlalu kering dapat digunakan krim
hidrokortison 1 %
.
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi sistemik eritroderma meliputi gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit, gangguan termoregulator, infeksi, syok kardiogenik,
sindrom gawat napas, dekompensasi pada penyakit hati kronis, dan
ginekomastia.

6
Cairan dan elektrolit hilang melalui kapiler-kapiler yang bocor akibat
terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Hilangnya protein pada
pasien eritroderma terjadi melalui pembentukan skuama yang lebih dari
normal dimana pada pembentukan skuama meningkat hingga 20-30%.
Hilangnya protein yang significan menyebabkan negative nitrogen balance
(keseimbangan nitrogen negative) yang dapat menimbulkan edema dan
hipoalbuminemia.
Pada lesi akan mudah terbentuk kolonialisasi bakteri yang akan
menimbulkan reaksi inflamasi, pecah-pecah, dan ekskoriasi pada kulit. Pasien
eritroderma akibat CTCL atau HIV-AIDS sebagai penyakit yang mendasari
akan lebih rentan terjadi sepsis oleh bakteri stafilokokus.

2.1.8 Prognosis
Prognosis eritroderma tergantung pada proses penyakit yang
mendasarinya. Kasus karena penyebab obat dapat membaik setelah
penggunaan obat dihentikan dan diberi terapi yang sesuai. Penyembuhan
golongan ini tercepat dari golongan lain.
Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan
dengan kortikosteroid hanya mengurangi gejalanya, pasien akan mengalami
ketergantungan kortikosteroid
Eritroderma disebabkan oleh dermatosa dapat diatasi dengan
pengobatan, tetapi mungkin akan timbul kekambuhan. Kasus idiopatik adalah
kasus yang tidak terduga. Dapat bertahan dalam waktu yang lama, seringkali
disertai dengan kondisi yang lemah.
Sindrom sezary prognosisnya buruk, pasien pria umumnya akan
meninggal setelah 5 tahun, sedangkan pasien wanita setelah 10 tahun. kemTIn
disebabkan oleh infeksi atau penyakit yang berkembang menjadi mikosis
fungoides.

7
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan yang berkelanjutan dilaksanakan untuk
mendeteksi infeksi. Kulit yang mengalami disrupsi , eritamatosus serta basah
amat rentan terhadap infeksi dan dapat menjadi tempat kolonisasi
mikroorganisme pathogen yang akan memperberat inflamasi antibiotik , yang
diresepkan dokter jika terdapat infeksi , dipilih berdasarkan hasil kultur dan
sensitivitas.
1. Biodata
Jenis Kelamin: Biasanya laki – laki 2 -3 kali lebih banyak dari perempuan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit dahulu ( RPM )
Meluasnya dermatosis keseluruh tubuh dapat terjadi pada klien planus ,
psoriasis , pitiasis rubra pilaris , pemfigus foliaseus , dermatitis.
Seboroik dan dermatosiss atopik , limfoblastoma.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Mengigil panas , lemah , toksisitas berat dan pembentukan skuama
kulit.
3. Pola Fungsi Gordon
a. Pola Nutrisi dan metabolisme
Terjadinya kebocoran kapiler , hipoproteinemia dan keseimbangan
nitrogen yang negative mempengaruhi keseimbangan cairan tubuh
pasien ( dehidrasi ).
b. Pola persepsi dan konsep diri
Konsep diri
Adanya eritema ,pengelupasan kulit , sisik halus berupa kepingan /
lembaran zat tanduk yang besr – besar seperti keras selafon ,
pembentukan skuama sehingga mengganggu harga diri.

8
4. Pemeriksaan fisik
a. KU : lemah
b. TTV : suhu naik atau turun.
c. Kepala
Bila kulit kepala sudah terkena dapat terjadi alopesia.
d. Mulut
Dapat juga mengenai membrane mukosa terutama yang disebabkan oleh
obat.
e. Abdomen
Adanya limfadenopati dan hepatomegali.
f. Ekstremitas
Perubahan kuku dan kuku dapat lepas.
g. Kulit
Kulit periorbital mengalami inflamasi dan edema sehingga terjadi
ekstropion pada keadaan kronis dapat terjadi gangguan pigmentasi.
Adanya eritema , pengelupasan kulit , sisik halus dan skuama.
(Brunner & Suddarth , 2002 ).

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Kekurangan volume cairan b.d peningkatan metabolism tubuh
2. Gangguan integritas kulit b.d Gangguan sensasi: pruritus
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d
Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient.
4. Hipotermia b.d kehilangan panas berlebih.
5. Resiko infeksi dengan factor resiko Pertahanan tubuh primer yang tidak
adekuat: lesi pada kulit.
6. Nyeri akut b.d agen cedera biologis: munculnya lesi.
7. Gangguan Citra Tubuh b.d Penyakit : munculnya alopesia.

9
2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan.

No Dx. Kep. Tujuan dan Intervensi Rasional


Kriteria hasil (NIC)
(NOC)
1 Kekuranga Setelah dilakukan Hypovolemia 1. Indikator keadequatan
n volume tindakan management: status hidrasi.
cairan b.d keperawatan selama 1. Observasi tanda- 2. Klien tidak
peningkata 1x24 jam diharapkan tanda vital, mengkonsumsi cairan
n klien dapat membrane mukosa, sama sekali
metaolism menunukkan status turgor kulit mengakibatkan
e tubuh. hidarasi yang 2. Observasi input dan dehidrasi atau
adekuat dengan output dan IWL mengganti cairan
indikator: 3. Berikan cairan per untuk masukan kalori
indikator score oral dan IV sesuai yang berdampak pada
Turgor kulit 4 indikasi keseimbangan
(<2 detik) 4. Monitor hasil elektrolit atau balance
Kelembapan 3 laboratorium. cairan
membrane 5. Memonitor adanya 3. Menggantikan
mucus tanda-tanda kehilangan cairan dan
Intake cairan 4 dehidrasi: memperbaiki
adekuat keseimbangan cairan
Output cairan 4 dan elektrolit
seimbang 4. Memberikan
Batasan informasi status
karakteristik: hidrasi klien
-suhu normal=36,5- 5. Adanya kehilangan

10
37,5 0C cairan berlebih dapat
menimbulkan
dehidrasi yang
berbahaya dan
mengakibatkan syok

2 Kerusakan Setelah dilakukan Skin care: topical 1. Mengetahui


integritas tindakan 1x24 jam treatment perkembangan
kulit b.d kerusakan integritas 1. Observasi keadaan integritas kulit
gangguan kulit dapat kulit setiap hari pasien.
sensasi: berkurang. 2. Lakukan mobilisasi 2. Menghindari
pruritus Klien menunjukkan pada pasien minimal tekanan yang
infeksi berat 2 jam sekali. terlalu lama yang
(infection 3. Lakukan perawatan dapat menimbulkan
severity)berkurang luka dan Oleskan luka lecet/dekubitus
dengan indikator: obat topical sesuai terutama pada
indikator score dengan indikasi tonjolan tulang.
Suhu tubuh 4 :antibiotic, oil, dan 3. Memberikan
normal anti inflamasi. perawatan yang
(36,5-37,5 4. Jagalah kebersihan kulit dengan
0 tempat tidur, dan memberikan
C)
Nyeri 3 linen. antibiotic untuk
berkurang Infection protection: membunuh kuman,
(ringan) 5. Cuci tangan sebelum antiinflamasi untuk
Pus atau 3 dan sesudah meringankan nyeri,
cairan pada tindakan. dan obat oil untuk
luka (-) 6. Batasi pengunjung menjaga
Luka (-) 3 kelembaban kulit
Ruam/erosi(- 3 yang kering dan
berskuama.

11
) 4. Menghindari
Bau (-) 4 adanya infeksi
Batasan nosokomial yang
karakteristik: dapat memperparah
-skuama/sisik keadaan.
berkurang 5. Menjaga diri dan
-luka dekubitus pasien dari infeksi
(-) lebih lanjut.
6. Untuk mengurangi
paparan kepada
pasien yang dapat
memperberat
infeksi.
3 Ketidaksei -Setelah dilakukan Nutrition Management 1. Untuk memastikan
mbangan tindakan 1. Kaji adanya alergi pemeberian makanan
nutrisi: keperawatan 3x24 makanan yang sesuai untuk
kurang jam 2. Kolaborasi dengan pasien.
dari ketidakseimbangan ahli gizi untuk 2. Perhitungan
kebutuhan nutrisi: kurang dari menentukan jumlah kebutuhan kalori
tubuh kebutuhan dapat kalori dan nutrisi sesuai keadaan dan
b.d teratasi. yang dibutuhkan kondisi pasien sangat
Ketidakma -Klien menunjukkan; pasien. penting untuk
mpuan Status nutris dg 3. Anjurkan pasien menentukan intake
mengabsor indikator: untuk meningkatkan yang harus diberikan.
psi nutrisi indikator score intake Fe, protein, 3. Untuk memenuhi
Intake 4 vitamin C, asam kebutuhan unsure-
nutrient folat,zink,dan unsur penting dalam
(vitamin, lainnya sesuai tubuh sehingga
protein, indikasi. metabolisme/ reaksi
4. Berikan makanan dalam tubuh baik.

12
Mineral,ka yang terpilih (sudah 4. Makanan yang sesuai
rbohidrat) dikonsultasikan dengan perhitungan
adekuat dengan ahli gizi) yang tepat membantu
Intake 4 5. Berikan informasi penyembuhan pasien.
makanan tentang kebutuhan 5. Pengetahuan tentang
Intake 4 nutrisi nutrisis sangat penting
minuman 6. Kaji kemampuan untuk memandirikan
BB sesuai pasien untuk pasien.
TB normal mendapatkan nutrisi 6. Agar nutrisi dapat
(36-40 Kg) yang dibutuhkan masuk ke tubuh
Hb dan pasien.
hematokrit Nutrition Monitoring 7. Mengetahui
normal 7. Ukur BB pasien jika perkembangan gizi
(Hb=14,3- memungkinkan pasien.
17,7)& 8. Monitor kulit kering 8. Adanya kulit kering
(Hct=40- dan perubahan dan pigmentasi yang
47%) pigmentasi abnormal
Batasan 9. Monitor kekeringan, menunjukkan adanya
karakteristik: rambut kusam, dan gangguan dalam
-Keadaan umum mudah patah nutrisi tubuh.
baik 10. Monitor kadar 9. Adanya kekeringan,
-laboratorium: albumin, total rambut kusam, dan

 Albumin=(3,5- protein, Hb, dan mudah patah

5,5) kadar Hct yang abnormal

 MCV= (80- menunjukkan adanya

93)fl gangguan dalam

 MCH=(27- nutrisi tubuh.

31)pg 10. Memastikan nutrisi


dalam kondisi
 penyebaran
seimbang.
rambut merata.

13
 kulit kering
dan kasar
berkurang
 mukosa bibir
tidak kering
 Status gizi
membaik

14
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda,Adhi. (2007).Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin: Dermatosis Eritroskuamosa.


Edisi Kelima.Jakarata: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Harahap, Marwali.(2000).Ilmu Penyakit Kulit.Jakarta: Hipokrates

Mansjoer , Arief .(2000). Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : EGC

Mahbob, Nordadia bt Mohammad. (2013). Eritroderma. Dpartemen Ilmu Kesehatan


Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr Mohammad
Hoesin Palembang.

Mccloskey, Joanne et all. (2008).Nursing Intervention Classification (NIC). USA:


Mosby

Moorhead, Sue. (2008). Nursing Outcome Classification (NOC).USA.Mosby

15

Anda mungkin juga menyukai