Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Kurangnya pemahaman mengenai nilai-nilai pancasila dalam
kehidupan membuat kehidupan berwarga Negara menjadi senjang.
Terutama pemahaman pancasila terhadap kegiatan berpolitk, politik adalah
suatu system yang mengatur structural pemerintah secara langsung. Kita
harus merenungkan kembali bagaimana kita menanamkan ideology dasar
dari tujuan awal bangsa kita, kita harus kembali ke landasan dasar agar
kesejahteraan bangsa tercapai. Politik adalah hal yang harus kita kritisi
dengan bijak, itu adalah suatau hal yang harus kita jalani dengan aturan
ataupun landasan yang jelas utnuk mengarahkan kegiatan politik tersebut.

TUJUAN
Tujuan ideologi sebagai etika politik adalah menanamkan
nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila kedalam kegiatan berpolitik di
bangsa dan Negara terutama bangsa Indonesia. Seorang politis harus
memiliki landasan dasar untuk menjalankan kegiatan berpolitiknya, salah
satu landasan tersebut adalah “pancasila” pancasila mempunyai
aturan-aturan baku yang harus di taati oleh penduduk Indonesia. Semua
kegiatan kenegaraan harus berlandaskan terhadap nilai-nilai pancasila agar
kegiatan berpoltik berjalan dengan lancar dan aman.
BAB II

PEMBAHASAN

A.1. Pengertian Ideologi


Secara etimologi istilah ideologi berasal dari kata idea yang berarti gagasan,
konsep, pengertian dasar, cita-cita, dan logos yang berarti Ilmu dan kata
idea berasal dari bahasa yunani eidos yang artinya bentuk. Di samping itu ada
kata idein yang artinya melihat. Maka secara harfiah, ideologi adalah ilmu atau
pengertian-pengertian dasar.
Dalam pengertian sehari-hari, ide disamakan artinya dengan cita-cita.
Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai,
sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan
atau faham. Memang pada hakikatnya, antara dasar dan cita-cita itu sebenarnya
dapat merupakan satu kesatuan. Dasar ditetapkan karena atas dasar landasan, asas
atau dasar yang telah ditetapkan pula. Dengan demikian ideologi mencakup
pengertian tentang idea-idea, pengertian dasar, gagasan-gagasan dan cita-cita.
Apabila ditelusuri secara historis istilah ideologi pertama kali dipakai dan
dikemukakan oleh seorang perancis, Destutt de Tracy, pada tahun 1976. Seperti
halnya Leibniz, de Tracy mempunyai cita-cita untuk membanggun suatu sistem
pengetahuan. Apabila Leibniz menyebutkan impiannya sebagai one great system of
trunth dimana tergabung segala cabang ilmu dan segala kebenaran ilmiah, mak De
Tracy menyebutkan ideologie yaitu scieence of ideas, suatu program yang
diharapkan dapat membawa perobahan Internasional dalam masyarakat perancis.
Namun Napoleon mencemoohkannya sebagai khayalan belaka, yang tidak
mempunyai arti praktis. Hal semacam itu hanya impian belaka yang tidak akan
menemukan kenyataan.
Sedangkan secara terminologi, menurut Soerjanto Poespowardjojo, ideologi
adalah suatu pilihan yang jelas dan membawa komitmen untuk
mewujudkannya. Sejalan dengan itu, Sastrapratedja mengemukakan bahwa
ideologi memuat orientasi pada tindakan. Ia merupakan pedoman kegiatan untuk
mewujudkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Persepsi yang menyertai orientasi, pedoman dan komitmen berperan penting
sekali dalam mewarnai sikap dan tingkah laku ketika melakukan tindakan, kegiatan
atau perbuaan dalam rangka mewujudkan atau merealisasikan nilai-nilai yang
terkandung di dalam ideologi tersebut. Logikanya, suatu ideologi menuntut kepada
mereka yang meyakini kebenarannya untuk memiliki persepsi, sikap dan tingkah
laku yang sesuai, wajar dan sehat tentang dirinya, tidak lebih dan tidak kurang.
Karena, melalui itulah dapat diharapkan akan lahir dan berkembang sikap dan
tingkah laku yang pas dan tepat dalam proses perwujudannya dalam berbagai
bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Sastrapratedja di atas, maka
ideologi memiliki kecenderungan untuk doktriner, terutama karena ia berorientasi
pada tindakan atau perbuatan untuk merealiasikan nilai-nilainya.
Meskipun kecenderungan doktriner itu tidak selalu bermakna negatif,
kemungkinan doktriner itu tidak selalu bermakna negatif, kemungkinan ke arah itu
selalu terbuka. Obsesi atau komitmen yang berlebihan terhadap ideologi, biasanya
merangsang orang untuk berpersepsi, bersikap dan bertingkah laku sangat doktriner,
dan ini jelas sangat keliru.

A.2. PENGERTAIAN POLITIK


Secara etimologis, politik berasal dari kata Yunani polis yang berarti kota
atau negara kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi polites yang berarti
warganegara, politeia yang berarti semua yang berhubungan dengan negara,
politika yang berarti pemerintahan negara dan politikos yang berarti
kewarganegaraan.
Aristoteles (384-322 SM) dapat dianggap sebagai orang pertama yang
memperkenalkan kata politik melalui pengamatannya tentang manusia yang ia
sebut zoon politikon. Dengan istilah itu ia ingin menjelaskan bahwa hakikat
kehidupan sosial adalah politik dan interaksi antara dua orang atau lebih sudah
pasti akan melibatkan hubungan politik. Aristoteles melihat politik sebagai
kecenderungan alami dan tidak dapat dihindari manusia, misalnya ketika ia
mencoba untuk menentukan posisinya dalam masyarakat, ketika ia berusaha
meraih kesejahteraan pribadi, dan ketika ia berupaya memengaruhi orang lain agar
menerima pandangannya.
Aristoteles berkesimpulan bahwa usaha memaksimalkan kemampuan
individu dan mencapai bentuk kehidupan sosial yang tinggi adalah melalui
interaksi politik dengan orang lain. Interaksi itu terjadi di dalam suatu
kelembagaan yang dirancang untuk memecahkan konflik sosial dan membentuk
tujuan negara. Dengan demikian kata politik menunjukkan suatu aspek kehidupan,
yaitu kehidupan politik yang lazim dimaknai sebagai kehidupan yang menyangkut
segi-segi kekuasaan dengan unsur-unsur: negara (state), kekuasaan (power),
pengambilan keputusan (decision making), kebijakan (policy, beleid), dan
pembagian (distribution) atau alokasi (allocation).
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah
bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang
menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan
tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan (decision making) mengenai apakah
yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi terhadap beberapa
alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih.
Sedangkan untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan
kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan
pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari sumber-sumber (resources)
yang ada.
Untuk bisa berperan aktif melaksanakan kebijakan-kebijakan itu, perlu
dimiliki kekuasaan (power) dan kewenangan (authority) yang akan digunakan
baik untuk membina kerjasama maupun untuk menyelesaikan konflik yang
mungkin timbul dalam proses itu. Cara-cara yang digunakan dapat bersifat
meyakinkan (persuasive) dan jika perlu bersifat paksaan (coercion). Tanpa unsur
paksaan, kebijakan itu hanya merupakan perumusan keinginan (statement of
intent) belaka.
Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang
dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya
berkisar di lingkungan kekuasaaan negara atau tindakan-tindakan yang
dilaksanakan oleh penguasa negara. Dalam beberapa aspek kehidupan, manusia
sering melakukan tindakan politik, baik politik dagang, budaya, sosial, maupun
dalam aspek kehidupan lainnya. Demikianlah politik selalu menyangkut
tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals) dan bukan tujuan pribadi
seseorang (private goals). Politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok,
termasuk partai politik dan kegiatan-kegiatan perseorangan (individu).
A.3. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia berakar pada
pandangan hidup dan budaya bangsa dan bukannya mengangkat atau mengambil
ideologi dari bangsa lain.
Berbicara mengenai pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan
tentang ideologi yang diperlukan Pancasila tidak dapat dihindarkan. Oleh sebab itu
untuk menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang terbuka, hidup dan dinamis
sangat diperlukan. Hal ini dapat dijadikan sarana dan wacana untuk memelihara
dan memperkuat relevansi Pancasila dari masa ke masa. Singkatnya, perlu ada
semacam interaksi antara ideologi dengan realita masyarakat.
Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia,
bukan terbentuk secara mendadak serta bukan hanya diciptakan oleh seseorang
sebagai mana yang terjadi pada ideologi-ideologilain di dunia, namun terbentuknya
pancasila melalui proses yang cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia.
Secara kualitas pancasila sebelum di syahkan menjadi dasar filsafat negara
lain-lainnya telah ada dan berasal dari bangsa Indonesia sendiri yang berupa
nilai-nilai adat-istiadat, kebudayaan dan nilai-nilai religius. Kemudian para pendiri
negara Indonesia menggangkat nilai-nilai tersebut dirumuskan secara musyawarah
mufakat berdasarkan moral yang luhur, antara lain sidang-sidang BPUPKI pertama,
sidang panitai sembilan yang kemudian menghasilkan Piagam Jakarta yang
memuat panccasila yang pertama sekali, kemudian dibahas lagi dalam sidang
BPUPKI kedua. Setelah kemerdekaan Indonesia sebelum sidang resmi PPKI
Pancasila sebagai calon dasar filsafat negara dibahas serta disempurnakan kembali
ahirnya pada tanggal 18 agustus 1945 disyahkan oleh PPKI sebagai dasar filsafat
negara republik Indonesia.

A.4. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI POLITIK

Pancasila sebagai ideology politik adalah suatu system yang mnegharuskan


pelaku politik ataupun aturan politik yang berlandaskan pancasila. Pancasila
memiliki nilai-nilai luhur yang di tetapkan pendahulu kita sebagai landasan
ideology negara. Begitu juga dengan politik, politik harus memiliki aturan sebagai
acuan dasar kegiatan perilaku dan pemikiran yang akan di laksanakan.

Poloitik adalah suatu system pemerintahan yang mengatur segala structural di


dalamnya. Dalam membuat kebijakan politik haarus ada aturan yang mengatur hal
tersebut supaya selalu dalam jalur yang telah di tentukan.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Jadi pancasila sebagai ideologi politik bertujuan untuk
mengingatkan kembali pentingnya landasan dasar yang jelas dan baik
guna menuntun kegiatan politik agar selalu pada jalan yang
berkepentingan untuk rakyat.

Seluruh kegiatan yang di lakukan di Negara Indonesia harus


memiliki landasan sebagai acuan awal yang harus di ketahui.

SARAN.
Seorang pelak politik harus bias mengartikan dan memahami nilai-nilai
pancasila sebagai ideology yang baku bagi kegiatan berpoltik di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

A. Rahman H. I. 2007. Sistem Politik Indonesia. Jakarta: Graha Ilmu


Amin Suprihatini. Dkk. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SKM.
Yogyakarta: Saka Mitra Kompetensi
Bambang Suteng, dkk. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas X.
Jakarta: Erlangga
Budiardjo, Miriam (editor). 1998. Partisipasi dan partai Politik. Jakarta:Obor

Cholisin, Anang Priyanto. Mei 2007. Panduan Pembelajaran Kependidikan


Kewarganegaraan Untuk Sekolah Menengah Atas & Madrasah Aliyah.
Surakarta : Media Tama

Noor Ms Bakry. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar


Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo

Anda mungkin juga menyukai