PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan manusia semakin hari semakin dihadapkan dengan berbagai
permasalahan yang kompleks. Berbagai macam penyakit yang diderita semakin
beragam. Salah satunya penyakit yang ditimbulkan oleh parasit berupa cacing yang
dipelajari dalam Helmintologi (ilmu yang mempelajari parasit berupa cacing), yang
tentunya sangat beraneka ragam.
Hampir disetiap ruang dalam dunia ini dihidupi oleh mikroorganisme jenis
ini. Mereka dapat masuk ke dalam tubuh manusia dengan berbagai macam cara,
melalui makanan, kebersihan lingkunganyang tidak terjaga, udara, dan banyak lagi
cara yang tentunya sangat berhubungan dengan perilaku manusia itu sendiri.
Beragam jenis cacing dapat menyebabkan angka prevalensi yang sangat
tinggi, dengan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkannya. Dalam makalah ini
kami akan membahas mengenai parasit jenis cacing Wuchereria bancrofti. Dimana
cacing ini merupakan salah satu dari penyebab penyakit Filaria pada manusia.
Wuchereria bancrofti atau disebut juga Cacing Filaria adalah kelas dari
anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum
Nemathelminthes. Sri Widayati, dkk ( hal:197, 2009) menyatakan bahwa cacing ini
merupakan penyebab penyakit filariasis atau elephantiasis (kaki gajah). Di dalam
tubuh manusia, cacing tersebut menyumbat pembuluh limfa (getah bening),
sehingga mengakibatkan pembengkakan tubuh terutama pada kaki sehingga
membesar. Oleh karena itu disebut kaki gajah.
Bentuk cacing ini gilig memanjang, seperti benang maka disebut
filarial. Cacing filariapenyebab penyakit kaki gajah berasal
dari genus wuchereria dan brugia. Di Indonesia cacing yang dikenal sebagai
penyebab penyakit tersebut adalah wuchereria bancrofti, brugia
malayi, danbrugia timori. (Djaenuddin Natadisastra,dkk, 2009
Klasifikasi ilmiah
Kingdom: Animalia
Classis : Secernentea
Ordo : Spirurida
Upordo : Spirurina
Family : Onchocercidae
Genus : Wuchereria
Species : Wuchereria bancrofti
2.2 Morfologi Cacing Filaria ( Wuchereria bancrofti)
Morfologi dari cacing Filaria ini menurut Djaenuddin Natdisstra, dkk (152:2009)
adalah :
1. Cacing dewasa, berwarna putih kekuning-kuningan, lapisan luarnya diliputi
kutikula halus, memiliki bentuk silindris sperti benang, kedua tumpuk, bagian
anterior membengkak, terdapat mulut berupa lubang sederhana tanpa bibir ataupun
alat lainnya, langsung menuju esophagus dengan sebuah rongga bukal tetapi tanpa
tonjolan maupun konstriksi sperti randa khas yang terdapat pada beberapa nematoda.
2. Cacing jantan, ukurannya lebih kurang 40 mm x 0,1 mm, ujung kaudal
melengkung ke vetral, didapat 12 pasang papilla perianal, terdiri atas 8 pasang
preanal dan 4 pasang posanal. Terdapat 2 pasang spikula dengan gubernakulum yang
berbentuk bulan sabit.
3. Cacing betina, berukuran 80-100 mm x 0,24-0,30 mm, vulva terletak di daerah
servikal, mvagina pendek dengan sebuah segmenkeluar dari uterus selanjutnya
organ genitalia ini berpasangan. Embrio yang msih muda terdapat di bagian dalam
uterus yang dilapisi lapisan hialin yang tipis, lebih kurang berukuran 38x25 mm, jika
terdorong ke bagian uteus, bungkusnya memanjang menyesuaikan dengan bentuk
embrio sampai embrio lahir tetap terbungkus sarung embrio ini disebut mikrofiliria.
2.3 Daur Hidup Cacing Filaria ( Wuchereria bancrofti)
Cacing ini hidup pada pembuluh limfe di kaki. Dalam tubuh hospes definitive
(manusia), larva L3 menembus lapisan dermis menuju saluran limfe
dan berkembang menjadi larva L4 dalam waktu 9-14 hari setelah infeksi. Larva L4
kemudian berkembang menjadi cacing dewasa di dalam kelenjar limfe
dan melakukan kopulasi . Mikrofilaria akan dilepaskan oleh cacing betina yang
gravid dan dapat dideteksi di sirkulasi perifer dalam 8 sampai 12 bulan setelah
infeksi. Dari saluran limfe, mikrofilaria memasuki sistem vena lalu ke kapiler paru
dan akhirnya memasuki sistem sirkulasi perifer .
Pengobatan filariasis harus dilakukan secara masal dan pada daerah endemis
dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC). DEC dapat
membunuh mikrofilaria dan cacing dewasa pada pengobatan jangka
panjang. Hingga saat ini, DEC adalah satu-satunya obat yang efektif, aman, dan
relatif murah. Untuk filariasis akibatWuchereria bankrofti, dosis yang dianjurkan 6
mg/kg berat badan/hari selama 12 hari. Sedangkan untuk filariasis akibatBrugia
malayi dan Brugia timori, dosis yang dianjurkan 5 mg/kg berat badan/hari selama
10 hari. Efek samping dari DEC ini adalah demam, menggigil, sakit kepala, mual
hingga muntah. Pada pengobatan filariasis yang disebabkan
oleh Brugiamalayi dan Brugia timori, efek samping yang ditimbulkan lebih berat.
Sehingga, untuk pengobatannya dianjurkan dalam dosis rendah, tetapi pengobatan
dilakukan dalam waktu yang lebih lama. Pengobatan kombinasi dapat juga
dilakukan dengan dosis tunggal DEC dan Albendazol 400mg, diberikan setiap tahun
selama 5 tahun. Pengobatan kombinasi meningkatkan efek filarisida DEC.
Obat lain yang juga dipakai adalah ivermektin. Ivermektin adalah antibiotik
semisintetik dari golongan makrolid yang mempunyai aktivitas luas terhadap
nematoda dan ektoparasit. Obat ini hanya membunuh mikrofilaria. Efek samping
yang ditimbulkan lebih ringan dibanding DEC. Terapi suportif berupa pemijatan
juga dapat dilakukan di samping pemberian DEC dan antibiotika, khususnya pada
kasus yang kronis. Pada kasus-kasus tertentu dapat juga dilakukan pembedahan.
3.1 Kesimpulan
Berikut adalah kesimpulan dalam makalah ini:
1. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam
sistem limfe dan ditularkan oleh nyamuk. Bersifat menahun dan menimbulkan cacat
menetap. Gejala klinis berupa demam berulang 3-5 hari, pembengkakan kelenjar
limfe, pembesaran tungkai, buah dada, dan skrotum. Dapat didiagnosis dengan
cara deteksi parasit dan pemeriksaan USG pada skrotum.
2. Mekanisme penularan yaitu ketika nyamuk yang mengandung larva infektif
menggigit manusia, maka terjadi infeksi mikrofilaria. Tahap selanjutnya di dalam
tubuh manusia, larva memasuki sistem limfe dan tumbuh menjadi cacing dewasa.
Kumpulan cacing filaria dewasa ini menjadi penyebab penyumbatan pembuluh
limfe. Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar limfe, tungkai, dan alat kelamin.
3. Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk dan
melakukan 3M. Pengobatan menggunakan DEC dikombinasikan dengan
Albendazol dan Ivermektin selain dilakukan pemijatan dan pembedahan. Upaya
rehabilitasi dapat dilakukan dengan operasi.
3.2 Saran
Diharapkan pemerintah dan masyarakat lebih serius menangani kasus
filariasis karena penyakit ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat fisik
sehingga akan menjadi beban keluarga, masyarakat dan Negara. Dengan
penanganan kasus filariasis ini pula, diharapkan Indonesia mampu mewujudkan
program Indonesia Sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2011. http://2.bp.blogspot.com/-
CRxlmvXRpQU/TeHktJaKaNI/AAAAAAAACLw/Y2__p3MTSzw/s1600/siklus+hidu
p+filaria+W.bancrofti.bmp. Di search : April 2013