Anda di halaman 1dari 44

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI dan HIPOTESIS

2.1 Kaki Diabetes

2.1.1 Definisi

Kaki diabetik didefinisikan sebagai adanya infeksi, ulserasi dan atau

perusakan jaringan yang dalam terkait dengan kelainan neurologis dan

berbagai derajat Perifer Arttery Disease (PAD) di ekstremitas bawah pada

penderita diabetes (Katsilambros et al, 2010).

2.1.2 Etiologi

Menurut Department Of Health and Human Services (2009) penyebab

neuropati diabetes mungkin berbeda untuk berbagai jenis neuropati

diabetik. Para peneliti sedang mempelajari bagaimana paparan yang terlalu

lama terhadap glukosa darah tinggi sehingga menyebabkan kerusakan saraf.

Kerusakan saraf kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

a. Faktor-faktor metabolik, seperti glukosa darah tinggi, durasi diabetes

yang panjang, kadar lemak darah yang tidak normal, dan kemungkinan

tingkat insulin yang rendah.

b. Faktor neurovaskular, yang menyebabkan kerusakan pada pembuluh

darah yang membawa oksigen dan nutrisi ke saraf

8
9

c. Faktor autoimun yang menyebabkan peradangan pada saraf

d. Cedera mekanik pada saraf, seperti sindrom carpal tunnel

e. Sifat yang diwariskan yang meningkatkan kerentanan terhadap penyakit

saraf

f. Faktor gaya hidup, seperti merokok atau penggunaan alkohol

2.1.3 Faktor Risiko

Selain neuropati dan Perifer Arttery Disease (PAD), riwayat kaki

sebelumnya seperti ulserasi atau amputasi, kelainan bentuk kaki, kapalan,

neuro-osteoarthropathy (Charcot arthropathy) dan tekanan plantar tinggi

juga dikaitkan dengan peningkatan risiko kaki diabetes. Beberapa studi

menemukan bahwa kaki diabetes lebih sering terjadi pada laki-laki. Selain

itu, penglihatan yang buruk, nefropati diabetik dan terutama dialisis, serta

faktor sosial lainnya termasuk posisi sosial rendah, akses yang buruk ke

pelayanan kesehatan, pendidikan yang buruk dan hidup sendiri semuanya

telah dikaitkan dengan ulserasi kaki. Merokok juga dianggap faktor risiko

untuk ulserasi kaki karena berhubungan sangat kuat dengan PAD dan

neuropati. Faktor penting lainnya terkait ulserasi kaki adalah kepatuhan

pasien yang buruk dengan instruksi medis dan tingkah laku yang lalai

terhadap pengobatan Katsilambros et al (2010).


10

2.1.4 Tanda dan Gejala

Gejala neuropati diabetik tergantung pada jenis neuropati dan saraf

mana yang terkena. Beberapa orang dengan kerusakan saraf tidak memiliki

gejala sama sekali. Sedangkan pada gejala lain gejala pertama sering mati

rasa, kesemutan, atau nyeri di kaki. Gejala sering kecil pada awalnya, dan

karena sebagian besar kerusakan saraf terjadi selama beberapa tahun, kasus

ringan dapat luput dari perhatian untuk waktu yang lama. Gejalanya dapat

melibatkan sistem sensorik, motorik, dan otonom atau tak sadar. Pada

beberapa orang, terutama mereka dengan neuropati fokal, timbulnya rasa

sakit bisa tiba-tiba dan berat.

Gejala kerusakan saraf mungkin termasuk antara lain:

a. Mati rasa, kesemutan, atau rasa sakit di jari kaki, kaki, kaki, tangan,

lengan, dan jari

b. Buang otot-otot kaki atau tangan

c. Gangguan pencernaan, mual, atau muntah

d. Diare atau sembelit

e. Pusing atau pingsan karena penurunan tekanan darah setelah berdiri atau

duduk (Department Of Health and Human Services, 2009)

2.1.5 Klasifikasi dan Stadium

Menurut Department Of Health and Human Services (2009) neuropati

diabetik dapat diklasifikasikan sebagai perifer, otonom, proksimal, atau


11

fokal. Masing-masing mempengaruhi bagian tubuh yang berbeda dalam

berbagai cara yaitu:

a. Neuropati perifer juga disebut neuropati simetris distal atau neuropati

sensorimotor adalah kerusakan saraf di lengan dan kaki. Kaki dan paha

kemungkinan akan terpengaruh sebelum tangan dan lengan. Tanda yang

paling umum dari neuropati diabetik menyebabkan rasa sakit atau

kehilangan perasaan di jari-jari kaki, kaki, paha, tangan, dan lengan.

Gejala neuropati perifer mungkin termasuk:

1. Mati rasa atau tidak sensitif terhadap rasa sakit atau suhu

2. Kesemutan, rasa terbakar, atau sensasi tertusuk

3. Nyeri atau kram yang tajam

4. Sensitivitas ekstrim untuk menyentuh, bahkan sentuhan ringan

5. Kehilangan keseimbangan dan koordinasi

Neuropati perifer juga dapat menyebabkan kelemahan otot dan

hilangnya refleks, terutama pada pergelangan kaki, yang menyebabkan

perubahan dalam cara seseorang berjalan. Deformitas kaki, seperti

hammertoes dan keruntuhan midfoot dapat terjadi. Lepuh dan luka dapat

muncul pada area mati rasa kaki karena tekanan atau cedera tidak

diperhatikan. Jika infeksi terjadi dan tidak segera diobati, infeksi dapat

menyebar ke tulang, dan kaki mungkin harus diamputasi.

b. Neuropati otonom menyebabkan perubahan fungsi pencernaan, usus

dan kandung kemih, respon seksual, dan keringat. Ini juga dapat

mempengaruhi saraf yang melayani jantung dan mengontrol tekanan


12

darah, serta saraf di paru-paru dan mata. Neuropati otonom juga dapat

menyebabkan hipoglikemia ketidaksadaran, suatu kondisi di mana

orang tidak lagi mengalami gejala peringatan kadar glukosa darah

rendah.

c. Neuropati proksimal kadang-kadang disebut lumbosacral plexus

neuropathy, neuropati femoralis, atau amyotrophy diabetik, dimulai

dengan rasa nyeri di paha, pinggul, bokong, atau kaki, biasanya di satu

sisi tubuh. Jenis neuropati ini lebih sering terjadi pada mereka dengan

diabetes tipe 2 dan pada orang dewasa yang lebih tua dengan diabetes.

Neuropati proksimal menyebabkan kelemahan pada kaki dan

ketidakmampuan untuk berpindah dari posisi duduk ke posisi berdiri

tanpa bantuan. Perawatan untuk kelemahan atau nyeri biasanya

diperlukan. Panjang periode pemulihan bervariasi, tergantung pada jenis

kerusakan saraf.

d. Neuropati fokal muncul tiba-tiba dan mempengaruhi saraf tertentu,

paling sering di kepala, batang tubuh, atau kaki. Neuropati fokal dapat

menyebabkan antara lain:

1. Ketidakmampuan untuk memfokuskan mata

2. Penglihatan ganda

3. Sakit di belakang satu mata

4. Klumpuhan di satu sisi wajah, yang disebut Bell's palsy

5. Sakit parah di punggung bawah atau panggul

6. Sakit di bagian depan paha


13

7. Nyeri di dada, perut, atau samping

8. Sakit di bagian luar tulang kering atau di dalam kaki

9. Nyeri dada atau perut yang kadang-kadang keliru untuk penyakit

jantung, serangan jantung, atau radang usus buntu.

Neuropati fokal menyakitkan dan tidak dapat diprediksi dan terjadi

paling sering pada orang dewasa yang lebih tua dengan diabetes.

Namun, ia cenderung membaik dengan sendirinya selama beberapa

minggu atau bulan dan tidak menyebabkan kerusakan jangka panjang.

Salah satu yang paling umum adalah sindrom terowongan karpal, yang

menyebabkan mati rasa dan kesemutan tangan dan kadang-kadang

kelemahan atau rasa sakit pada otot. Saraf lain yang rentan terhadap

jebakan dapat menyebabkan nyeri di bagian luar tulang kering atau

bagian dalam kaki.

Menurut Michael et al (2008) kaki diabetes dapat dibagi menjadi dua,

neuropati hampir selalu dihubungkan dengan iskemia, sehingga kaki

iskemik paling baik disebut kaki neuroischaemic. Dalam kasus yang jarang

terjadi kaki diabetes secara klinis dapat menjadi iskemik tanpa tanda-tanda

neuropati, tetapi dalam prakteknya, kaki iskemik diabetes diperlakukan

dengan cara yang sama seperti kaki neuroischaemic.

Sangat penting untuk mengklasifikasikan kaki diabetes dengan cara ini

membedakan antara neuropatik dan neuroischaemic karena manajemen

mereka akan berbeda dalam banyak hal. Pengaruhnya pada kaki sangat

penting, iskemia menjadi faktor yang terbanyak untuk menuju amputasi.


14

Dengan berlalunya waktu, hampir setiap kaki neuropatik akan menjadi

iskemik. Dengan demikian sangat penting untuk menilai kembali kaki

diabetes setiap tahun sehingga dapat mendeteksi pasien yang datang dari

neuropatik ke kaki neuroischaemic.

a. Kaki neuropatik

Kaki neuropatik adalah kaki yang hangat dan berperfusi baik dengan

denyut nadi dan vena dorsal bengkak karena pengotoran arteriovenosa.

Keringat berkurang sehingga kulit dan kalus pun cenderung keras dan

kering dan rentan terhadap fissuring. Jari-jari kaki mencakar dan

lengkungan telapak kaki dapat terangkat. Ulserasi umumnya

berkembang di telapak kaki, terkait dengan kalus terabaikan dan tekanan

plantar tinggi. Meskipun sirkulasi yang baik, nekrosis dapat

berkembang sekunder sampai infeksi berat. Kaki neuropatik juga rentan

terhadap masalah tulang dan sendi yang disebut sebagai

osteoarthropathy charcot.

b. Kaki neuroischaemic

Kaki neuroischaemic adalah kaki yang dingin, tak berdaya, dan

kurang perfusi dan hampir selalu juga memiliki neuropati. Warna kaki

diabetes iskemik berwarna merah jambu atau merah yang tampak sehat

karena terjadi dilatasi kapiler dalam upaya meningkatkan perfusi. Kaki

neuroischaemic dapat dipersulit oleh edema, sering sekunder akibat

gagal jantung atau penurunan fungsi ginjal. Ulkus iskemik biasanya

terlihat di sekitar tepi kaki, termasuk bagian-bagian jari kaki dan tumit,
15

serta berhubungan dengan trauma atau memakai sepatu yang tidak

cocok. Kaki neuroischaemic mengembangkan nekrosis dan adanya

infeksi serta perfusi jaringan sangat berkurang. Bahkan jika neuropati

hadir dan tekanan plantar tinggi, ulserasi plantar jarang terjadi. Ini

mungkin karena kaki tidak mengembangkan kalus berat, yang

membutuhkan aliran darah yang baik.

Setelah klasifikasi kaki diabetik, tahap alami kaki diabetes dapat dibagi

menjadi enam tahap yaitu:

a. Tahap 1: Kaki normal

Pada tahap ini, pasien tidak memiliki faktor risiko neuropati, iskemia,

kelainan bentuk, kalus dan edema. Pasien tidak rentan terhadap borok

kaki. Kaki pasien bebas dari komplikasi diabetes tetapi mungkin

terpengaruh oleh patologi kaki lainnya yang terjadi pada populasi

umum. Kaki biasanya tidak bergejala dan tidak ada masalah, termasuk

rasa sakit, dn bersifat non-diabetes.

b. Tahap 2: Kaki beresiko tinggi

Pasien telah mengembangkan satu atau lebih dari faktor risiko untuk

ulserasi kaki termasuk neuropati, iskemia deformitas, kalus dan edema.

Faktor-faktor risiko utama adalah neuropati dan iskemia dan jarang

terjadi pada tiga lainnya menyebabkan masalah ketika neuropati dan

iskemia terjadi tidak hadir. Namun, ketika mereka hadir, semua faktor

risiko ini perlu ditangani untuk mengurangi kerentanan terhadap


16

ulserasi. Pasien tanpa ulserasi kaki aktif saat ini tetapi dengan riwayat

ulserasi sebelumnya harus dianggap sebagai risiko.

c. Tahap 3: Kaki yang mengalami ulserasi

Pada tahap ini kaki mengalami kerusakan kulit. Meskipun ini biasanya

terjadi ulkus, penting untuk tidak meremehkan rupanya luka ringan

seperti lecet, retakan kulit atau grazes, semuanya yang memiliki

kecenderungan untuk menjadi ulkus jika mereka tidak dirawat dengan

benar dan gagal untuk sembuh dengan cepat.

d. Tahap 4: Kaki yang terinfeksi

Pada tahap ini kaki telah mengembangkan infeksi, yang dapat

mempersulit kaki neuropatik dan kaki neuroischaemic.

e. Tahap 5: Kaki nekrotik

Pada tahap ini nekrosis sudah superfisial. Di kaki neuropatik, infeksi

biasanya menjadi penyebabnya. Di kaki neuroischaemic, infeksi masih

merupakan alasan paling umum untuk terjadinya perusakan jaringan

meskipun iskemia juga berkontribusi untuk menjadi penyebabnya. Di

beberapa kasus iskemia sendiri dapat menyebabkan nekrosis yang

sebelumnya kaki utuh, dengan onset lambat nekrosis kering dan jari

nekrotik yang tampak mengecil. Penderita kaki dibaetes pada pasien

dengan gagal ginjal (yang disebut kaki ginjal) sangat rentan untuk

mengembangkan nekrosis.
17

f. Tahap 6: Kaki tidak dapat dipulihkan

Pada tahap ini kaki tidak dapat disimpan dan akan membutuhkan

amputasi besar. Alasan amputasi utama adalah:

1. Nekrosis ekstensif yang telah menghancurkan kaki

2. Infeksi berat yang membahayakan nyawa pasien

3. Nyeri iskemik yang tidak bisa dihilangkan

4. Kaki dan pergelangan kaki tidak stabil, biasanya sekunder akibat

Charcot's osteoarthropathy, yang tidak merespon eksternal atau

fiksasi internal.

2.1.6 Pemeriksaan

Menurut Michael et al (2008) banyak orang ketakutan dan cemas pada

kunjungan pertama mereka. Mereka khawatir untuk mengetahui apakah

mereka memiliki kaki diabetes jenis iskemia atau neuropati, kaki terinfeksi

berat, dan mereka takut bahwa pemeriksaan akan menyakitkan. Pasien lain

mungkin malu tentang kaki mereka, atau mungkin memiliki kaki yang

sangat sensitif dan geli. Sebelum

kaki ditangani pasien harus diyakinkan bahwa pemeriksaan tidak akan

menyakitkan dan jelaskan semua prosedur pemeriksaan. Pemeriksaan harus

dilakukan secara sistematis dan terdiri dari lima bagian yaitu inspeksi,

palpasi, pemeriksaan neurologis, penilaian alas kaki dan pemeriksaan

umum.
18

a. Inspeksi

Kaki harus diperiksa sepenuhnya secara sistematis: pertama kanan dan

kemudian kiri, termasuk dorsum, sole, perbatasan medial, batas lateral,

belakang tumit, malleoli dan daerah interdigital, dengan penilaian penuh

atas hal-hal berikut:

1. Kulit

2. Kalus

3. Kuku

4. Edema

5. Deformitas

6. Mobilitas sendi

7. Warna

8. Nekrosis

b. Palpasi

Palpasi harus dilakukan untuk menilai:

1. Pulse

2. Suhu kaki

3. Edema

4. Krepitus

c. Penilaian neurologis

1. Neuropati motorik

Tanda klasik neuropati motorik adalah medial yang tinggi dan

lengkungan longitudinal, mengarah ke kepala metatarsal yang


19

menonjol dan titik-titik tekanan di atas kaki depan plantar. Penilaian

rumit daya motorik di kaki atau tungkai biasanya tidak diperlukan,

tetapi disarankan untuk melakukan tes dorsofleksi kaki untuk

mendeteksi jatuhan kaki sekunder kelumpuhan saraf peroneal yang

umum, yang biasanya unilateral dan akan mempengaruhi cara

berjalan pasien. Jika ada rasa sakit satu kaki saja, pemeriksaan

neurologis yang lebih rinci diindikasikan untuk menyingkirkan lesi

kompresif dari akar saraf memasok ekstremitas bawah melihat di

bawah neuropati yang menyakitkan.

2. Neuropati otonom

Tanda-tanda neuropati otonom termasuk kulit kering dan

distensi di atas dorsum kaki. Kulit kering sekunder akibat keringat

yang berkurang. Itu kehilangan keringat biasanya terjadi dalam

distribusi penebaran, yang bisa meluas sampai ke lutut. Vena yang

membesar adalah sekunder untuk shunting arteriovenous terkait

dengan neuropati otonom.

3. Neuropati sensorik

Indikasi penting neuropati akan menjadi pasien yang tidak

memiliki rasa sakit bahkan ketika lesi kaki yang signifikan

menyajikan. Ulserasi tidak nyeri adalah bukti pasti dari perifer sakit

saraf. Penting untuk mendeteksi pasien yang memiliki neuropati

yang cukup untuk membuat mereka rentan untuk bisul kaki. Ini

dapat dilakukan menggunakan monofilamen yang bila diterapkan


20

tegak lurus ke kaki, gesper dengan kekuatan yang diberikan 10 g.

Kemampuan untuk merasakan level itu tekanan memberikan sensasi

protektif terhadap kaki koreng. Sangat membantu pertama untuk

mendemonstrasikan teknik ini di lengan bawah pasien.

d. Penilaian alas kaki

Penting untuk memeriksa sepatu dan kaos kaki.

1. Pemeriksaan alas kaki pasien

1) Apakah sepatunya cukup panjang?

2) Apakah kotak jari kaki cukup lebar dan dalam?

3) Apakah tumit rendah (di bawah 5 cm)?

4) Apakah sepatu kencang dengan renda atau tali untuk mencegah

gesekan?

Slip-ons tidak cocok untuk dipakai sehari-hari.

5) Apakah satu-satunya yang cukup tebal untuk memberikan

perlindungan dari tusukan luka?

6) Apakah lapisan sepatu sudah usang, dengan area kasar yang

mungkin terbukti menjengkelkan dan menjamin penggantian?

7) Apakah ada benda asing di dalam sepatu?

8) Apakah ada keausan yang berlebihan di bawah hallux yang

menyarankan sebuah hallux rigidus?

9) Apakah ada keausan di seluruh tapak yang disarankan pes

cavus?
21

10) Apakah sepatu menghindari titik-titik tekanan di atas jari-jari

kaki atau margin kaki?

11) Apakah ujung tumit sangat pas dengan tumit?

12) Apa jenis sepatu lain yang dipakai pasien dan kapan?

Pasien harus disarankan untuk tidak menggunakan sandal

disekitar rumah.

2. Pemeriksaan kaus kaki pasien

1) Apakah kaus kaki cukup besar?

2) Apakah jahitannya terlalu menonjol?

3) Apakah ada pita ketat di atas?

4) Apakah kaus kaki baik dan tidak ada lubang?

5) Apakah kaus kaki terbuat dari bahan penyerap?

6) Apakah kaus kaki sangat tebal dan terlalu mengambil banyak

ruang sepatu?

e. Pemeriksaan umum

Sebagai bagian dari penilaian kaki diabetik semua pasien harus

dilakukan pemeriksaan fisik termasuk sistem berikut sistem

kardiovaskular, sistem perrnafasan, abdomen dan mata. Dan perlu

adanya dilakukan investigasi yang meliputi:

1. Neurologis

2. Vaskular

3. Suhu kulit

4. Laboratorium
22

5. Radiologis

6. Tekanan kaki

2.1.7 Pengelolaan

Menurut Micahel et al (2008) jalur untuk dilakukkan tindak lanjut

berdasarkan tahap kaki diabetes adalah:

a. Tahap 1

Pada tahap ini pasien diabetes dapat berkunjung ke layanan

perawatan primer dengan mendapatkan pendidikkan perawatan kaki

dasar.

b. Tahap 2

Pada tahap ini pasien juga disarankan untuk berkunnjung ke layanan

perawatan primer dengan mendapatkan pendidikkan mengenai

perawatan kaki dasar dan pediatri beserta perawatan selama 3 bulan atau

lebih, karena pada tahap pasien sudah terdapat tanda-tanda kerusakan.

c. Tahap 3

Pada tahap ini pasien disaranakan untuk ke klinik kaki diabetes

dalam waktu 1 minggu. Pada tahap ini maksimum interval perawatan

selama 2 minggu dengan ketentuan untuk akses darurat jika terjadi

kerusakan.

d. Tahap 4

Pada tahap ini pasien disarankan ke klinik kaki diabetes pada hari

yang sama seperti saat pertama kali berkunjung atau masuk (mungkin
23

perlu masuk untuk antibiotik intravena atau rawat jalan pengobatan

dengan antibiotik oral atau intramuskular). Interval perawatan pada

tahap ini maksimal 1 minggu.

e. Tahap 5

Pada tahap ini pasien disarankan ke klinik kaki diabetes pada hari

yang sama seperti saat pertama kali berkunjung. Setelah dipulangkan,

interval perawatan maksimal 1 minggu sampai nekrosis yang tersisa

kering dan terlihat lebih baik, kemudian setiap 2 minggu sampai sembuh

sepenuhnya.

f. Tahap 6

Pada tahap ini pasien disarankan ke klinik kaki diabetes pada hari

yang sama seperti saat pertama kali berkunjung. Kaki yang mengalami

kerusakkan harus diperiksa setiap hari selama perioperatif dan masa

rehabilitasi. Setelah dipulangkan dari rumah sakit, harus ditindak lanjuti

dengan maksimal dan pada tahap ini interval perawatan antara 6

minggu.

2.2 Perawatan Kaki Diabetes

2.2.1 Definisi

Perawatan kaki adalah suatu tindakan yang dilakukan individu baik

dalam keadaan kadar gula normal atau naik yang dilakukan secara teratur

untuk menjaga kebersihan diri, terutama pada bagian kaki (Hidayat, 2014).
24

2.2.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Praktik Perawatan Kaki Diabetes

a. Usia

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir

seseorang. Semakin bertambahnya usia semakin berkembang pula daya

tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan dan perawatan yang

di perolehnya semakin membaik. Beberapa penelitian menjelaskan

hubungan usia dengan perawatan kaki. Penelitian Desalu et al (2011)

mengatakan usia diatas 50 tahun pengetahuan perawatan kaki masih

kurang meskipun hubungan ini tidak signifikan secara statistik.

b. Jenis kelamin

Perbedaan perilaku berdasarkan jenis kelamin antara lain melakukan

pekerjaan sehari-hari,dan pembagian tugas pekerjaan. Perbedaan ini

bisa di mungkinkan karena faktor hormonal, struktur fisik maupun

norma pembagian tugas wanita sering kali berperilaku berdasarkan

perasaan, sedangkan orang laki-laki cenderung bertindak atas

pertimbangan rasional. Penelitian Hasnian dan Seikh (2009) gender

menunjukkan ada hubungan statistik yang signifikan dengan

pengetahuan dan perawatan kaki.

c. Pendidikan

Seseorang yang berpendidikan tinggi akan berbeda perilakunya

dengan orang yang berpendidikan rendah. Seseorang yang

berpendidikan rendah tidak berarti berpengetahuan rendah. Peningkatan

pengetahuan tidak mutlak di peroleh di pendidikan formal, akan tetapi


25

juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan

seseorang tentang suatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek

positif dan aspek negatif. Kedua aspek inilah yang akan menentukan

sikap dan tindakan seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak

aspek positif dari obyek yang di ketahui akan mnumbuhkan sikap makin

positif terhadap obyek tersebut (Diani, 2013). Penelitian Hasnian dan

Sheikh (2009) peran pendidikan menunjukkan hubungan statistik yang

signifikan dengan pengetahuan tentang perawatn kaki. Menurut Desalu

et al (2011) klien yang memiliki pendidikan rendah secara signifikan

memiliki pengetahuan yang rendah tentang perawatan kaki.

Pengetahuan tentang perawatan kaki yang tepat secara positif

dipengaruhi oleh pendidikan klien sehingga dapat mengurangi resiko

terjadinya komplikasi pada kaki. Bijoy et al (2012) dalam penelitiannya

juga mengatakan bahwa pendidikan secara statistik menunjukkan

hubungan yang sangat signifikan dengan pengetahuan klien tentang

perawatan kaki.

d. Pekerjaan

Pekerjaan merupakan faktor penentu penting dari kesehatan. Jenis

pekerjaan seseorang dan kondisi kerja yang di lakukan akan

mempengaruhi kesehataan seseorang. Penelitian Soemardini et al

(2008) tentang penyuluhan perawatan kaki terhadap tingkat pemahaman

penderita diabetes melitus mengatakan bahwa faktor pekerjaan tidak ada

hubungan yang signifikan dengan pemahaman penderita diabetes


26

melitus. Penderita diabetes melitus yang bekerja dengan menggunakan

sepatu sangat beresiko terjadinya ulkus kaki apabila tidak

memperhatikan bentuk dan jenis sepatu yang digunakan. menghindari

penggunaan sepatu pada bagian jari kakinya yang sempit, sepatu hak

tinggi, sol keras, dan tali antara jari kaki. Sepatu harus nyaman, sepatu

harus sesuai dengan bentuk kaki dan terbuat dari bahan yang lembut.

e. Penghasilan

Status sosial ekonomi rendah secara signifikan memiliki

pengetahuan yang rendah tentang perawatan kaki (Desalu, 2011).

Penelitian Bijoy et al (2012) status sosial ekonomi rendah dan status

sosial ekonomi tinggi menunjukkan hubungan statistik yang signifikan

dengan pengetahuan tentang perawatan kaki.

f. Lama Menderita Diabetes

Klien yang mengalami diabetes lebih lama, memiliki perawatan

kesehatan diri yang lebih tinggi dibandingkan klien yang memiliki lama

diabetes melitus lebih pendek (Bai, Chiou & Chang, 2009). Klien yang

mengalami diabetes yang lama dapat mempelajari perilaku berdasarkan

pengalaman yang diperolehnya selama menjalani penyakit tersebut

sehingga klien dapat memahami tentang hal-hal terbaik yang harus

dilakukannya tentang perawatan kaki dalam kehidupannya sehari-hari

dan melakukan kegiatan tersebut secara konsisten dan penuh rasa

tanggung jawab.
27

2.2.3 Hal Yang Mendukung Keberhasilan Perawatan Kaki Diabetes

Beberapa hal yang mendukung keberhasilan perawatan kaki diabetes

adalah sebagai berikut:

a. Diet yang baik dan terukur agar berat badan tidak berlebihan. Usahakan

untuk dapat mencapai dan mempertahankan berat badan normal atau

bahkan berat badan ideal. Jangan makan makanan dalam porsi yang

berlebihan, dan kurangi makan gula atau makanan yang manis serta

berlemak tinggi.

b. Olahraga secara teratur dan terukur, agar kelebihan gula dan lemak di

dalam tubuh dapat berkurang (diubah menjadi energi gerak). Olahraga

yang mendukung perawatan kaki diabetes misalnya adalah senam kaki

diabetes.

c. Monitor kadar gula darah, penderita diabetes perlu melakukan monitor

kadar gula darah secara rutin.

d. Monitor tekanan darah secara rutin, sekitar 73 % orang dewasa dengan

diabetes ternyata juga menderita tekanan darah tinggi. Sekitar 73 %

orang dewasa dengan diabetes ternyata juga menderita tekanan darah

tinggi (Hidayat, 2014).

2.2.4 Penatalaksanaan Perawatan Kaki Diabetes

Menurut Waspadji (2009) penatalaksanaan perawatan kaki dapat dibagi

menjadi tiga yaitu:


28

a. Pencegahan Primer (pencegahan terjadinya kaki diabetik dan terjadinya

ulkus). Pencegahan primer dilakukan dengan cara memberikan

penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabetik. Penyuluhan harus

dilakukan pada setiap kesempatan pertemuan dengan klien. Penyuluhan

dilakukan oleh semua pihak terkait dengan pengelolaan diabetes

melitus, meliputi perawat, ahli gizi, ahli perawatan kaki dan dokter.

Periksalah kaki klien selanjutnya berikan penyuluhan bagaimana cara

pencegahan dan perawatan kaki, sepatu atau alas kaki bagi klien

diabetes, latihan kaki untuk memperbaiki vaskularisasi.

b. Pencegahan Sekunder (pencegahan dan pengelolaan ulkus atau

ganggren diabetik yang sudah terjadi). Pencegahan sekunder, upaya-

upaya yang termasuk dalam pencegahan sekunder yaitu: Mechanical

control (pressure control), wound control, microbiological control.

Pencegahan ini dilakukan khususnya pada klien diabetes melitus dengan

masalah kaki komplikasi yaitu kombinasi insenstivitas, iskemia dan atau

deformitas.

c. Pencegahan tersier (pencegahan agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut

walaupun sudah terjadi penyulit). Pencegahan tersier, upaya yang

dilakukan untuk mencegah lebih lanjut terjadinya kecacatan kalau

penyakit sudah terjadi seperti amputasi tungkai bawah. Pengelolaan

konservatif dangan medikamentosa, debridemen, mengatasi infeksi.


29

Pedoman dasar untuk perawatan kaki dan pemilihan alas kaki yang

dikembangkan oleh National Institutes of Health dan American Diabetes

Association untuk mencegah terjadinya cidera (Heitzman, 2010), yaitu:

a. Kaki Bersih, Kering dan Lembut

Mencuci kaki dan antara jari-jari kaki dengan air hangat (tidak

panas) dan sabun dan dikeringkan dengan kain lembut. Lotion dapat

digunakan pada atas atau bawah kaki dan bukan antara jari-jari kaki.

Bedak antara jari-jari kaki untuk menjaga kulit tetap kering.

b. Perawatan Kulit

Klien diabetes melitus harus menggunakan alas kaki, baik didalam

ruangan maupun diluar ruangan. Mengenakan pakaian hangat, pada

musim dingin menggunakan kaos kaki katun untuk melindungi kulit

dari cuaca dingin dan basah. Kaos kaki tidak memiliki lubang atau

bersambung, memiliki jahitan tebal, atau memiliki ban elastis yang

menyebabkan cedera pada kulit. Kaos kaki harus diganti setiap hari

untuk mencegah kelembaban dari keringat yang bisa menyebabkan

iritasi kulit.

c. Perawatan kuku

Kuku harus dipotong lurus untuk menhindari lesi pada kuku. Klien

yang mengalami kesulitan melihat kaki mereka, mencapai jari-jari kaki

mereka, atau memiliki kuku kaki menebal harus dibantu oleh orang lain

atau perawat kesehatan untuk memotong kuku kaki. Menghilangkan

kalus untuk mengurangi tekanan dibawah tulang dan dapat membantu


30

membebaskan beban tekanan setempat untuk mengurangi kemungkinan

pembentukan ulkus.

d. Sepatu

Waktu yang tepat klien untuk membeli sepatu yakni sore hari ketika

kaki membesar. Kaki harus diukur setiap membeli sepatu baru karena

struktur berubah. Kedua bagian sepatu kiri dan kanan, harus dicoba

sebelum membeli. Hindari penggunaan sepatu yang pada bagian jari

kakinya yang sempit, sepatu hak tinggi, sol keras, dan tali antara jari

kaki. Sepatu harus nyaman, sepatu harus sesuai dengan bentuk kaki dan

terbuat dari bahan yang lembut dengan tempat tumit kaki, bantalan dan

fleksibilitas pada bola kaki, kotak jari kaki yang mendalam dan luas, dan

dukungan lengkungan yang baik. Sepatu harus diperiksa setiap hari

untuk melihat adanya benda asing, dan daerah kasar. Mengubah sepatu

beberapa kali sehari untuk memfariasikan tekanan pada kaki. Tekanan

sepatu yang terlalu ketat atau terlalu longgar dapat menyebabkan iritasi

mekanis. Sepatu harus disimpan pada udara kering pada malam hari

untuk mencegah penumpukan air, yang dapat menyebabkan iritasi kulit

lebih lanjut.

2.2.5 Cara Perawatan Kaki

Seorang penderita Diabetes Melitus harus selalu memperhatikan dan

menjaga kebersihan kaki, melatihnya secara baik walaupun belum terjadi

komplikasi. Jika tidak dirawat, dikhawatirkan suatu saat kaki penderita akan
31

mengalami gangguan peredaran darah dan kerusakan syaraf yang

menyebabkan berkurangnya sensitivitas terhadap rasa sakit, sehingga

penderita mudah mengalami cedera tanpa ia sadari.

Dengan kadar glukosa darah yang selalu tinggi dan rasa sakit yang

hampir tidak dirasakan, maka luka kecil yang tidak mendapat perhatian akan

cepat menjadi borok yang besar. Tanpa pengobatan cukup dan istirahat

total, borok di kaki bisa menjadi gangren (busuk). Kadangkala kerusakan di

kaki yang makin parah akan berakhir pada amputasi. Masalah yang sering

timbul pada kaki, antara lain kapalan, mata ikan, melepuh, cantengan (kuku

masuk ke dalam), kulit kaki retak, dan luka akibat kutu air, kutil pada

telapak kaki, radang ibu jari kaki (jari seperti martil). Di bawah ini ada

beberapa langkah dalam melakukan perawatan kaki, antara lain sebagai

berikut:

a. Area Pemeriksaan Kaki

1. Kuku jari: periksa adanya kuku tumbuh di bawah kulit (ingrown

nail), robekan atau retakan pada kuku.

2. Kulit: periksa kulit di sela-sela jari (dari ujung hingga pangkal jari),

apakah ada kulit retak, melepuh, luka, atau perdarahan.

3. Telapak kaki: Periksa kemungkinan adanya luka pada telapak kaki,

apakah terdapat kalus (kapalan), palantar warts, atau kulit telapak

kaki yang retak (fisura).

4. Kelembaban kulit: periksa kelembaban kulit dan cek kemungkinan

adanya kulit berkerak dan kekeringan kulit akibat luka.


32

5. Bau: periksa kemungkinan adanya bau dari beberapa sumber pada

daerah kaki.

b. Perawatan (mencuci dan membersihkan) kaki

1. Menyiapkan air hangat: uji air hangat dengan siku untuk mencegah

cedera.

2. Cuci kaki dengan sabun yang lembut (sabun bayi atau sabun cair)

untuk menghindari cedera ketika menyabun.

3. Keringkan kaki dengan handuk bersih, lembut. Keringkan sela-sela

jari kaki, terutama sela jari kaki ke-3-4 dan ke-4-5.

4. Oleskan lotion pada semua permukaan kulit kaki untuk menghindari

kulit kering dan pecah pecah.

5. Jangan gunakan lotion di sela-sela jari kaki. Karena akan

meningkatkan kelembapan dan akan menjadi media yang baik untuk

berkembangnya mikroorganisme (fungi).

c. Perawatan kuku kaki

1. Potong dan rawat kuku secara teratur. Bersihkan kuku setiap hari

pada waktu mandi dan berikan cream pelembab kuku.

2. Gunting kuku kaki lurus mengikuti bentuk normal jari kaki, tidak

terlalu pendek atau terlalu dekat dengan kulit, kemudian kikir agar

kuku tidak tajam. Jika ragu, Anda bisa meminta bantuan keluarga

atau dokter untuk memotong kuku Anda.


33

3. Hindarkan terjadinya luka pada jaringan sekitar kuku. Bila kuku

keras, sulit dipotong, rendam kaki dengan air hangat selama ± 5

menit.

Cara lain dalam melakukan perawatan kaki, antara lain sebagai berikut:

a. Jangan berjalan tanpa alas kaki, baik di dalam maupun di luar rumah.

b. Usahakan kaki selalu dalam keadaan hangat dan kering. Untuk itu

gunakan kaos kaki atau stocking dari bahan katun dan sepatu dengan

bahan kulit. Jangan lupa untuk mengganti kaos kaki atau stocking setiap

hari.

c. Jangan memakai sepatu atau kaos kaki yang kekecilan (terlalu sempit)

dan periksa sepatu setiap hari sebelum dipakai, pastikan tidak ada kerikil

atau benda kecil lain di dalam sepatu yang dapat melukai kaki.

d. Saat kaki terasa dingin, gunakan kaos kaki. Jangan merendam atau

mengompres kaki dengan panas, dan jangan gunakan botol panas atau

peralatan listrik karena respon kaki terhadap rasa panas sudah berkurang

sehingga tidak terasa bila kaki sampai melepuh.

e. Jangan menggunakan pisau atau silet untuk mengurangi kapalan.

f. Jangan menggunakan obat-obatan tanpa anjuran dokter untuk

menghilangkan mata ikan.

g. Jangan membiarkan luka sekecil apapun pada kaki, segera obati dan

periksakan kedokter (Hidayat, 2014).


34

Beberapa komponen dari perawatan kaki yang dianjurkan bagi penderita

diabetes mellitus (Indian Health Diabetes Best Practice, 2011 dalam

Windasari, 2014):

a. Memeriksa kondisi kaki setiap hari dengan cara:

1. Cuci tangan sebelum memeriksa keadaan kaki.

2. Kenali kondisi punggung dan telapak kaki dari tanda-tanda seperti:

kering dan pecah-pecah, lepuh, luka, kemerahan, teraba hangat dan

bengkak saat diraba.

3. Kenali adanya bentuk kuku yang tumbuh kearah dalam (ingrown

toenails), kapalan dan kalus.

4. Gunakan cermin jika tidak mampu melihat bagian telapak kaki.

5. Jika terdapat tanda-tanda diatas, pasien harus segera ke tenaga

kesehatan khusus untuk mendapat perawatan kaki lebih awal.

b. Menjaga kebersihan kaki setiap hari dengan cara:

1. Bersihkan dan cuci kaki setiap hari dengan menggunakan air suam-

suam kuku dan gunakan sabun yang ringan serta lembut.

2. Cek suhu air sebelum digunakan mencuci kaki dengan

menggunakan siku jari tangan yang dicelupkan ke dalam air.

3. Rendam kaki dengan air hangat di dalam baskom selama 2-3 menit.

4. Bersihkan menggunakan sabun lembut sampai ke sela-sela jari kaki

sambil dipijit dengan lembut.

5. Jika kuku kaki kotor, sikat kuku kaki dengan menggunakan sikat

kuku dan sabun.


35

6. Bilas kaki dengan menggunakan air hangat.

7. Keringkan kaki menggunakan kain bersih yang lembut sampai ke

sela jari kaki.

8. Pakailah pelembab atau krim pada kaki, jangan sampai melampaui

jari kaki.

9. Saat memakai pelembab, usahakan tidak menggosok tetapi

dianjurkan dengan cara memijat pada telapak kaki.

c. Memotong kuku yang baik dan benar dengan cara:

1. Potong kuku kaki minimal 1 minggu 1 kali.

2. Potong kuku dengan hati-hati, jangan sampai melukai kulit.

3. Memotong kuku lebih mudah dilakukan sesudah mandi, sewaktu

kuku lembut.

4. Jangan menggunakan pisau cukur atau pisau biasa karena dapat

menyebabkan luka pada kaki.

5. Gunakan gunting kuku yang dikhususkan untuk memotong kuku

6. Gunting kuku hanya boleh digunakan untuk memotong kuku kaki

secara lurus.

7. Jangan gunakan cat kuku.

8. Kuku kaki yang menusuk daging dan kapalan, hendaknya diobati

oleh dokter.

d. Memilih alas kaki yang baik dengan cara:

1. Lindungi kaku anda sengan selalu menggunakan alas kaki baik di

dalam maupun di luar ruangan.


36

2. Alas kaki yang baik adalah sepatu karena dapat melindungi kaki

secara penuh.

3. Alas kaki harus terbuat dari bahan yang lembut untuk kaki, tidak

keras.

4. Pilih sepatu dengan ukuran yang pas dan ujung tertutup. Sisakan

ruang sebanyak kira-kira 2,5 cm antara ujung kaki dengan sepatu.

5. Jangan memaksakan kaki menggunakan sepatu yang tidak sesuai

dengan ukuran kaki (kebesaran/kekecilan).

6. Periksa bagian dalam sepatu sebelum digunakan.

7. Bagi wanita, jangan gunakan sepatu dengan hak yang terlalu tinggi

karena dapat membebani tumit kaki.

8. Jika akan menggunakan sepatu baru, maka harus dipakai secara

berangsur-angsur dan hati-hati.

9. Jari kaki harus masuk semua kedalam sepatu, tidak ada yang

menekuk.

10. Dianjurkan memakai kaos kaki apalagi jika kaki terasa dingin.

11. Memakai kaos kaki yang bersih dan mengganti setiap hari.

12. Kaos kaki terbuat dari bahan wol atau katun. Jangan memakai bahan

sintetis, karena bahan ini menyebabkan kaki berkeringat.

e. Pencegahan cedera pada kaki

1. Selalu memakai alas kaki yang lembut baik di dalam ruangan

maupuan di luar ruangan.

2. Selalu memeriksa dalam sepatu atau alas kaki sebelum memakainya.


37

3. Selalu mengecek suhu air ketika ingin menggunakan, caranya

dengan menggunakan siku jari.

4. Hindari merokok untuk pencegahan kurangnya sirkulasi darah ke

kaki.

5. Hindari menekuk kaki dan melipat kaki terlalu lama.

6. Hindari berdiri dalam satu posisi kaki pada waktu yang lama.

7. Melakukan senam kaki secara rutin.

8. Memeriksakan diri secara rutin ke dokter dan memeriksa kaki setiap

kontrol walaupun ulkus diabetik sudah sembuh.

f. Pengelolaan cedera awal pada kaki

1. Jika ada lecet, tutup luka atau lecet tersebut dengan kain kasa kering

setelah diberikan antiseptic (povidon iodine) di area cedera.

2. Segera mencari tim kesehatan khusus yang menangani kesehatan

kaki diabetes jika luka tidak sembuh.

2.3 Health Belief Model

2.3.1 Pengertian Health Belief Model

Health belief model dikemukakan pertama kali oleh Resenstock 1966,

kemudian disempurnakan oleh Becker, dkk 1970 dan 1980. Model teori ini

merupakan formulasi konseptual untuk mengetahui persepsi individu

apakah mereka menerima atau tidak tentang kesehatan mereka. Health

belief model merupakan suatu konsep yang mengungkapkan alasan dari

individu untuk mau atau tidak mau melakukan perilaku sehat (Janz &
38

Becker, 1984). Model kepercayaan kesehatan (HBM), yang dikembangkan

oleh Becker dan Maiman 1975 (dalam Adejoh 2014) berguna untuk

menjelaskan aktivitas perawatan diri seperti rekomendasi manajemen

diabetes dan memiliki fokus pada perilaku yang berkaitan dengan

pencegahan penyakit. Dasar dari HBM adalah bahwa individu akan

mengambil tindakan untuk mencegah, mengendalikan, atau mengobati

masalah kesehatan jika mereka merasa masalah menjadi parah. Jika mereka

merasa bahwa tindakan tersebut akan menghasilkan atau menghasilkan

hasil yang diharapkan dan karena konsekuensi negatif dari terapi.

Health Belief Model adalah model yang menspesifikasikan bagaimana

individu secara kognitif menunjukkan perilaku sehat maupun usaha untuk

menuju sehat atau penyembuhan suatu penyakit. Health belief model ini

didasari oleh keyakinan atau kepercayaan individu tentang perilaku sehat

maupun pengobatan tertentu yang bisa membuat diri individu tersebut sehat

ataupun sembuh ( Rizqi, 2018).

2.3.2 Dimensi Health Belief Model

Health belief model terdapat empat dimensi yang dapat menggambarkan

bagaimana keyakinan individu terhadap suatu perilaku sehat (Buglar, White

& Robinson, 2009), dimensi-dimensi tersebut antara lain:

a. Perceived susceptibility

Perceived susceptibility adalah keyakinan individu mengenai

kerentanan dirinya atas resiko penyakit dalam mendorong orang untuk


39

mengadopsi perilaku yang lebih sehat. Semakin besar risiko yang

dirasakan, semakin besar kemungkinan individu terlibat dalam perilaku

untuk mengurangi risikonya. Sangat logis bila sesorang percaya mereka

berada dalam risiko penyakit, mereka akan cenderung melakukan

sesuatu untuk mencegahnya, sebaliknya juga jika orang percaya mereka

tidak berisiko atau memiliki anggapan rendahnya risiko kerentanan,

perilaku tidak sehat cenderung terjadi. Bila perceived susceptibilit

dikombinasikan dengan keseriusan, akan menghasilkan ancaman yang

dirasakan (Stretcher & Rosen Saham, 1997). Jika persepsi ancaman

adalah penyakit serius untuk itu ada resiko yang nyata, tingkah laku

sering berubah. Kita melihat hal yang sama ketika orang merasakan

ancaman berkembangnya diabetes melitus non-insulin-dependent

(NIDDM). Persepsi ancaman berkembang itu sendiri adalah prediktif

untuk meningkatkan kesehatan, mengurangi risiko perilaku. Yang

paling penting, mereka lebih berperilaku mengendalikan berat badan

mereka (Forsyth, 1997 dalam Rizqi, 2018), mengingat obesitas

merupakan faktor risiko yang diketahui untuk NIDDM.

Kombinasi kerentanan yang dirasakan dan keseriusan disebut

ancaman. Ancaman yang dirasakan memiliki komponen kognitif dan

dipengaruhi oleh informasi. Ini menciptakan tekanan untuk bertindak,

tetapi tidak menentukan bagaimana seseorang akan bertindak (G.M.

Hochbaum, 1958 dalam Trisnawan, 2015).


40

b. Perceived severity

Perceived severity adalah keyakinan individu akan keparahan suatu

penyakit. Sedangkan persepsi keparahan terhadap penyakit sering

didasarkan pada informasi atau pengetahuan pengobatan, mungkin juga

berasal dari kepercayaan terhadap orang yang memiliki kesulitan

tentang penyakit yang diderita atau dampak dari penyakit terhadap

kehidupannya (Mc Cormick-Brown, 1999 dalam Rizqi, 2018). Sebagai

contoh, kebanyakan dari kita memandang flu sebagai penyakit ringan.

Kita mendapatkan kesembuhan dengan tinggal di rumah beberapa hari,

dan membuat tubuh kita merasa lebih baik. Namun, jika kita menderita

asma, terjangkit flu bisa membuat kita berada di rumah sakit. Dalam hal

ini, persepsi kita tentang flu mungkin itu adalah penyakit serius.

Konstruk dari keseriusan yang dirasakan yaitu berbicara kepada

keyakinan individu tentang keseriusan atau keparahan penyakit.

Sedangkan persepsi keseriusan sering didasarkan pada informasi medis

atau pengetahuan, juga dapat berasal dari kepercayaan yang seseorang

miliki tentang kesulitan dari penyakit akan membuat atau berefek

kepada hidup seseorang secara umum (McCornick, 1999 dalam

Trisnawann, 2015).

c. Perceived barriers

Perceived barriers adalah aspek negatif pada diri individu yang

menghalangi individu untuk berperilaku sehat. Karena perubahan

bukanlah sesuatu yang mudah terjadi, konstruk dari HBM menangani


41

masalah ini adalah hambatan yang dirasakan untuk berubah. Hal

tersebut dimiliki individu sendiri mengevaluasi hambatan dalam cara

individu mengadopsi sebuah perilaku baru dari semua konstruksi,

hambatan yang dirasakan adalah hal yang paling signifikan dalam

menentukan perubahan perilaku (Janz & Becker, 1984).

Agar perilaku baru dilakukan, seseorang membutuhkan kepercayaan

akan manfaat dari perilaku baru lebih besar daripada melanjutkan

perilaku lama (Centers for Disease Kontrol dan Pencegahan, 2004

dalam Rizqi, 2018). Hal ini memungkinkan adanya penghalang untuk

mengatasi hambatan dalam menentukan perilaku baru yang harus

dilakukan.

d. Perceived benefits

Perceived benefits adalah keyakinan akan manfaat yang dirasakan

pada diri individu jika melakukan perilaku sehat (Janz & Becker, 1984).

Konstruksi dari manfaat yang dirasakan adalah pendapat seseorang

tentang kegunaan suatu perilaku baru dalam menurunkan berisiko

terkena penyakit. Individu cenderung lebih sehat saat mereka percaya

perilaku baru akan menurun kemungkinan mereka terserang penyakit.

Manfaat yang dirasakan memainkan peran penting dalam menentukan

perilaku untuk pencegahan sekunder.

e. Self efficacy

Pada tahun 1988, self efficacy ditambahkan ke empat kepercayaan

semula Dari HBM (Rosenstock, Strecher, & Becker, 1988). Self efficacy
42

adalah kepercayaan pada diri sendiri kemampuan untuk melakukan

sesuatu (Bandura, 1977 dalam Rizqi, 2018). Orang umumnya

melakukannya tidak mencoba melakukan sesuatu yang baru kecuali

mereka berpikir bisa melakukannya. Jika seseorang percaya suatu

perilaku baru itu bermanfaat (dirasakan Manfaat), tapi tidak berpikir dia

mampu melakukannya (Perceived barrier), kemungkinan itu tidak akan

dicoba.

Seiring berkembangnya teori Health Belief Model, Janz & Becker

(1984) menambahkan 2 konstruk yang salah satunya adalah cues to action.

Cues to action merupakan konstruk yang menjelaskan tentang faktor yang

menstimulasi individu untuk mau berperilaku sehat (Janz & Becker, 1984).

Cues to action dilatarbelakangi oleh faktor internal atau faktor eksternal

yang dapat mempengaruhi seseorang seperti demografi, psikososial,

persepsi individu, media massa, dan promosi kesehatan (Janz & Becker,

1984).

Teori Health belief model menghipotesiskan terdapat hubungan aksi

dengan faktor berikut:

a. Motivasi yang cukup kuat untuk mencapai kondisi yang sehat

b. Kepercayaan bahwa seseorang dapat menderita penyakit serius dan

dapat menimbulkan sekuele

c. Kepercayaan bahwa terdapat usaha untuk menghindari penyakit

tersebut walaupun hal tersebut berhubungan dengan finansial.


43

Health belief model juga dapat menjelaskan tentang perilaku

pencegahan pada individu.Hal ini menjelaskan mengapa terdapat individu

yang mau mengambil tindakan pencegahan, mengikuti skrining, dan

mengontrol penyakit yang ada (Rizqi, 2018).

2.4 Kepatuhan

2.4.1 Definisi

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (Pranoto, 2007), patuh adalah

suka menurut perintah, taat kepada perintah, sedangkan kepatuhan adalah

perilaku sesuai dengan aturan dan berdisiplin. Perilaku kepatuhan adalah

perilaku yang harus dilakukan seorang pasien untuk melaksanakan cara

pengobatan atau nasehat yang ditentukan oleh tenaga kesehatan yang dapat

memperbaiki keadaan sesuai dengan penyakit diabetes mellitus yang

dideritanya. Terbentuknya perilaku kepatuhan ditentukan pengetahuan,

sikap, keyakinan, nilai–nilai yang dimiliki pasien diabetes mellitus serta

ketersediaan atau keterjangkauan fasilitas kesehatan dan dorongan dari

petugas atau dari keluarga pasien (Niven, 2008).

2.4.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

Menurut Niven (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan

adalah:
44

a. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu kegiatan, usaha manusia meningkatkan

kepribadian atau proses perubahan perilaku menuju kedewasaan dan

penyempurnaan kehidupan manusia dengan jalan membina dan

mengembangkan potensi kepribadiannya, yang berupa rohni (cipta,

rasa, karsa) dan jasmani. Domain pendidikan dapat diukur dari:

1. Pengetahuan terhadap pendidikan yang diberikan (knowledge)

Pengetahuan pasien yang rendah tentang pengobatan dapat

menimbulkan kesadaran yang rendah yang akan berdampak dan

berpengaruh pada pasien dalam mengikuti cara pengobatan,

kedisiplinan pemeriksaan yang akibatnya dapat terjadi komplikasi

berlanjut. Upaya pendidikan kesehatan pada pasien diabetes mellitus

akan meningkatkan pengetahuan tentang penyakit yang dideritanya,

pendidikan kesehatan yang efektif pada pasien diabetes mellitus

merupakan dasar dari kontrol metabolisme yang baik dimana dapat

meningkatkan hasil klinis dengan jalan meningkatkan pengertian

dan kemampuan pengelolaan penyakit diabetes mellitus.

2. Sikap atau tanggapan terhadap materi pendidikan yang diberikan

(attitude)

Sikap dan perilaku individu dimulai dengan tahap kepatuhan,

identifikasi petugas tanpa kerelaan untuk memberikan tindakan dan

sering menghindar, hukuman jika pasien tidak patuh. Kepatuhan

pasien diabetes mellitus dalam melaksanakan program pengobatan


45

dapat ditingkatkan dengan mengikuti cara sehat yang berkaitan

dengan nasehat, aturan pengobatan yang ditetapkan, mengikuti

jadwal pemeriksaan dan rekomendasi hasil penyelidikan Pasien

diabetes mellitus pada saat berinteraksi dengan orang lain selalu ada

mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan,

mewarnai perasaan dan akan ikut menentukan kecenderungan

perilaku terhadap dirinya. Pandangan dan perasaan seseorang sangat

dipengaruhi oleh ingatannya pada masa lalu, tentang apa yang

diketahui dan kesannya terhadap apa yang sedang dihadapi saat ini.

Pengalaman seseorang pada masa lalu membawa sikap dan perilaku

terbuka dan tertutup terhadap dorongan diri orang lain.

3. Praktek atau tindakan sehubungan dengan materi pendidikan yang

diberikan.

b. Akomodasi

Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian

pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Pasien yang mandiri harus

dilibatkan secara aktif dalam program pengobatan.

c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial

Membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman sangat

penting, kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu

memahami kepatuhan terhadap program pengobatan. Keberadaan

dukungan keluarga yang adekuat secara spesifik saling berhubungan

dengan status kesehatan yaitu terjadinya perubahan perilaku sehingga


46

menurunnya mortalitas dan lebih mudah sembuh dari sakit. Jadi dengan

adanya dukungan dari keluarga maka status kesehatan penderita lebih

meningkat. Dari berbagai strategi untuk meningkatkan kepatuhan dalam

perawatan diabetes mellitus yang salah satunya dengan adanya

keterlibatan keluarga, lingkungan sosial. Perawatan kesehatan penting

untuk mendapatkan informasi mengenai praktek kesehatan keluarga

untuk membantu keluarga dalam memelihara, meningkatkan kesehatan

serta dapat memenuhi fungsi perawatan kesehatan dengan baik dengan

menggunakan pelayanan perawatan kesehatan profesional, tingkat

pengetahuan dalam bidang kesehatan dan sikap terhadap kesehatan yang

baik. Perawatan diabetes mellitus pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor

dukungan keluarga, dimana keperdulian dan perhatian anggota keluarga

terhadap yang menderita diabetes mellitus, karena dari segi fisik dan

mental lansia terjadi penurunan fungsi sehingga sangat membutuhkan

perawatan dan dukungan keluarga sepenuhnya.

d. Perubahan model terapi

Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan pasien

terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut.

e. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien

Meningkatnya interaksi tenaga kesehatan melalui komunikasi

dengan pasien, adalah suatu hal penting untuk memberikan umpan balik

pada pasien setelah memperoleh informasi. Pasien membutuhkan

penjelasan tentang kondisinya, apa penyebabnya dan apa yang dapat


47

mereka lakukan dengan kondisi seperti itu. Informasi yang diperoleh

pasien dapat membantu pasien untuk lebih memahami kondisi mereka

dan tindakan pengobatan yang sedang mereka jalani, dalam hal ini cara

penggunaan obat yang benar.

Kepatuhan merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang

tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan. Perilaku

kesehatan merupakan perilaku kepatuhan, menurut teori Bloom dalam Galo

(2005) terdapat tiga kawasan (domain) perilaku individu yaitu:

a. Kawasan kognitif

Kawasan ini berkaitan dengan aspek-aspek intelektual atau

berfikir/nalar yang terdiri dari:

1. Pengetahuan (knowledge)

Dengan pengetahuan individu dapat mengenal dan mengingat

kembali suatu objek, ide, prosedur, konsep, definisi, nama,

peristiwa, tahun, daftar, rumus, teori atau kesimpulan.

2. Pemahaman (comprehension)

Pemahaman merupakan kegiatan mental intelektual yang

mengorganisasikan materi yang telah diketahui. Hasil yang didapat

dari mengetahui tentang definisi, informasi, peristiwa, fakta disusun

kembali dalam struktur kognitif yang ada. Hasil ini diakomodasikan

dan kemudian berasimilasi dengan struktur kognitif yang ada,

sehingga membentuk struktur kognitif.


48

3. Penerapan (application)

Seseorang dikatakan menguasai kemampuan ini jika orang

tersebut mampu menggunakan pengetahuan untuk memecahkan

masalah atau menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-

hari.

4. Penguraian (analysis)

Menentukan bagian-bagian dari suatu masalah dan

menunjukkan hubungan antar bagian tersebut, melihat penyebab-

penyebab dari suatu peristiwa atau member argument-argumen yang

menyokong suatu pernyataan.

5. Memadukan (synthesis)

Menggabungkan, meramu, merangkai berbagai informasi

menjadi satu kesimpulan atau menjadi suatu hal yang baru.

Kemampuan berfikir induktif dan konvergen merupakan ciri

kemampuan ini.

6. Penilaian (evaluation)

Memeprtimbangkan, menilai dan mengambil keputusan

benarsalah, baik-buruk, atau bermanfaat-tak bermanfaat

berdasarkan kriteria-kriteria tertentu baik kualitatif maupun

kuantitatif.

b. Kawasan afektif

Yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek emosional,

seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan


49

sebagainya. Kawasan ini terdiri dari penerimaan (receiving/attending),

sambutan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian

(organization) dan karakterisasi (characterization).

c. Kawasan psikomotor

Yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan

yang melibatkan fungsi system syaraf dan otot (neuromuscular system)

dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari: kesiapan, peniruan,

membiasakan, menyesuaikan dan menciptakan.


50

2.5 Kerangka Konsep

Diabetes Melitus

Trauma

Neuropati Kelainan Vaskukar

Motorik: Sensorik: Autonomik: Mikrovaskular: Makrovaskular:

 Kelemahan  Hilang dari  Anhidrosis  Penebalan  Struktur


atrofi sensasi untuk kulit kering struktur kapiler aterosklerosis
 Deformita perlindungan  Penyempitan
 Stres oklusif
berlebihan  Iskemia
 Tekanan
plantar tinggi

Tonus simpatik
menurun

Aliran darah
Deformitas struktur Charcot menurun

Iskemia

Luka Kaki

Faktor Resiko Terjadi


Amputasi
Komplikasi Luka Kaki

Health Belief Model:

 Pesepsi kerentanan
 Persepsi keseriusan
 Persepsi manfaat
 Persepsi hambatan
51

Sumber: Edmonds, M. E (2008) dan Resenstock (1966), JB Suharjo B Cahyono

(2007).

Gambar 2.1 Kerangka Teori Kaki Diabetes dan health Belief Model

2.6 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian (Notoatmodjo,

2010). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ha: Ada hubungan health belief model dengan kepatuhan perawatan kaki pada

penderita diebetes melitus tipe 2.

Ho: Tidak ada hubungan pengetahuan dan health belief model dengan kepatuhan

perawatan kaki pada penderita diabetes melitus tipe 2.

Anda mungkin juga menyukai