Anda di halaman 1dari 7

Resume Kasus Klinik Bidang Pedodontic

Pulpotomi

Disusun oleh:
Arif Romadhona Setiawan
NIM G4B017045

DPJP:

Kementerian Riset Teknologi Dan Pendidikan Tinggi


Universitas Jenderal Soedirman
Fakultas Kedokteran
Jurusan Kedokteran Gigi
Program Studi Pendidikan Profesi Dokter Gigi
Purwokerto

2018
PULPOTOMI

Seorang anak perempuan berusia 8 tahun datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut
Pendidikan (RSGMP) Unsoed bersama ibunya ingin menambalkan gigin geraham kiri yang
berlubang besar, tidak ada keluhan pada gigi anaknya, pasien sudah pernah ke RSGMP Unsoed
untuk pencabutan gigi yang goyang. Gambaran intraoral gigi 75 pasien terdapat karies pada
oklusal meluas hingga sisi mesial, palpasi (-), perkusi (-), mobilitas (-), vitalitas (+). Hasil foto
rotgen pasien karies belum menembus kamar pulpa masih menyisakan selapis tipis dentis,
belum terjadi resorpsi akar oleh gigi permanen.

A. Gambaran Umum
Pulpotomi merupakan perawatan dengan pengambilan pulpa pada bagian koronal untuk
merawat gigi desidui maupun gigi permanen dengan pulpa terkena karies. Pulpotomi dilakukan
karena pulpa pada koronal dekat dengan jaringan karies yang biasanya terdapat
mikroorganisme dan menunjukan tanda peradangan serta perubahan degeneratif. Pada
pulpotomi jaringan karies dihilangkan terlebih dahulu sehingga proses penyembuhan dapat
terjadi pada orifice saluran akar dengan area pulpa yang sehat, walaupun demikian perawatan
pulpotomi cenderung menghasilkan persentase kegagalan yang tinggi sehingga pemeriksaan
gigi perlu dilakukan secara hati-hati (McDonald dkk., 2004).

Dalam prosedur pulpotomi pertama kali gigi perlu dilakukan anastesi dan isolasi dengan
rubber dam, selama perawatan berlangsung sterilisasi perlu menjadi perhatian utama, semua
jaringankaries dihilangkan sekaligus enamel yang overhanging, jika selama pembersihan
karies dan intrumentasi terjadi jika terjadi nyeri merupakan tanda dari anastesi yang gagal,
namun selain itu penyebab nyeri juga disebabkan oleh hyperemia pulpa dan peradangan. Yang
menjadi penyebab resiko gagalnya perawatan pulpotomi vital yaitu tidak dapat mengkontrol
perdarahan yang terjadi saat pembersihan karies (McDonald dkk., 2004).

B. Indikasi
1. Pulpitis reversible dengan minimal inflamasi
2. Margial ridge yang rusak
3. Pada pemeriksaan radiografi, karies sudah melebihi dua pertiga kedalaman dentin
4. Keraguan pulpa sudah terekspos atau belum oleh karies ataupun mekanikal
(Cameron dan Widmer, 2008)

C. Kontraindikasi

Kontraindikasi perawatan pulpotomi adanya kondisi tertentu sepeti gagal jantung bawaan,
dan riwayat operasi jantung dimana perawatan pulpotomi beresiko terjadinya bacterial
endocarditis, serta keadaan immunocompromised (leukemia) atau kondisi defisiensi, sehingga
pada keadaan ini tindakan ekstraksi lebih disarankan (Wellbury dkk., 2005).

D. Pulpotomy medicament
Formokresol merupakan bahan yang paling banyak digunakan secara luas dalam profesi
dokter gigi, karena efeknya telah memberikan hasil yang memuaskan dalam perawatan jangka
panjang. Formokresol tidak mudah didapatkan terutama di negara Inggris karena ada beberapa
kekhawatiran tentang toksisitasnya baik secara lokal maupun sistemik. Kekhawatiran ini
berkembang baru-baru ini oleh salah satu komponen utama formokresol yaitu formaldehid,
formaldehid diduga berkaitan dengan terjadinya kanker. Beberapa tahun terakhir ditemukan
suatu bahan alternatif pengganti dari formokresol yaitu ferric sulfat (Wellbury dkk., 2005).

Ferric sulfat merupakan bahan yang banyak digunakan untuk mengendalikan perdarahan
gingiva sebelum dilakukan pencetakan pada perawatan endodontik, ferric sulfat merupakan
bahan hemostatik yang sangat baik, ferric sulfat akan membentuk kompleks protein-ion besi
yang berkontak dengan darah yang kemudian akan menghentikan perdarahan lebih lanjut..
ferric sulfat terbukti memiliki efektifitas seperti formokresol dalam penelitian jangka
menengah dan panjang dengan konsentrasi 15,5%, nama dagangnya adalah asringident. Ferric
sulfat terbukti digunakan sebagai alternatif pengganti formokresol mengingat tentang
toksisitasnya serta kesulitan mendapatkan di negara Inggris. Namun harus diingat ferric sulfat
tidak memiliki efek fiksasi, oleh karena itu diagnosis yang akurat tentang keadaan jaringan
pulpa yang tertinggal sangat lah penting (Wellbury dkk., 2005).
E. Teknik pulpotomy
Seluruh atap pulpa dibersihkan sampai tidak ada dentin yang menutupi atap kamar pulpa
maupun tanduk pulpa, akses yang terbentuk membentuk corong ke orifice saluran akar.
Ekskavator yang tajam dapat digunakan untuk mengamputasi pulpa pada kamar pulpa. Kamar
pulpa harus bersih dari semua jaringan yang tersisa, selanjutnya dilakukan irigasi dengan air
dan bersihkan sampai benar-benar bersih. Cotton pellet yang dibasahi dengan air ditempatkan
pada kamar pulpa dan dibiarkan hingga terbentuk bekuan darah (McDonald dkk., 2004)
Teknik pulpotomi vital menurut Cameron dan Widmer pada tahun 2008 adalah sebagai
berikut:

1. Melakukan rontgen preoperative


2. Anastesi lokal jika dibutuhkan serta pemasangan rubber dam
3. Ekskavasi kamar pulpa, membersihkan pulpa pada koronal dengan round bur low speed
nomor 6 atau 8
4. Kontrol perdarahan, masukkan beberapa cotton pellet kedalam kamar pulpa sambil diberi
tekanan, cara ini akan memberhentikan perdarahan pada orifice kamar pulpa. Rendam
cotton pellet pertama pada kamar pulpa dengan agent hemostatik seperti anastesi local
dengan adrenaline, tunggu 5 menit sampai perdarahan berhenti, ambil cotton pellet dan
periksa perdarahanya. Terkontrolnya perdarahan pada kamar pulpa akan mempengaruhi
tingkat keberhasilan perawatan.
5. Jika perdarahan sudah berhenti, atau ada sedikit cairan, rendam cotton pellet pada
formokresol dan masukkan kedalam kamar pulpa serta tutup dengan cotton pellet kering
6. Keluarkan cotton pellet setelah 4 menit, jika hemostatis sudah didapatkan, isi kamar pulpa
dengan bahan dressing zinc oxide eugenol
7. Gigi dapat langsung direstorasi dengan bahan amalgam atau GIC. Namun lebih disarankan
restorasi dengan stainless steel crown.
Gambar Teknik pulpotomy

F. Follow up

Gigi yang telah dirawat pulpotomi harus selalu diperiksa secara klinis dan jika
memungkinkan dengan radiografi, meskipun pemeriksaan radiografi rutin tidak mugkin
dilakukan pada praktik umum. Secara klinis kriteria tersebut menunjukan berhasil jika:

1. Tidak ada keluhan


2. Tidak ada abses atau drainase sinus
3. Tidak ada mobilitas gigi

Secara radiografi perawatan pulpotomy berhasil jika:

1. Tidak ada kehilangan tulang pada regio furkasi atau regenerasi tulang
2. Tidak ada tanda resorpsi internal, resorpsi internal biasanya ditandai peradangan kronis dan
aktivitas giant cell yang menyebabkan resorpsi dentin, biasanya hanya terdapat sedikit
keluhan dan terdeteksi secara insidental pada pemeriksaan radiografi. Temuan ini
merupakan bentuk pulpitis ireversibel.
(Wellbury dkk., 2005).
Jika perawatan berhasil maka gigi tersebut tidak ada keluhan, namun jika perawatannya
gagal akan ditandai gejala klinis berupa sakit, bengkak, meningkatnya mobilitas gigi, fistula
dan gambaran radiografi berupa radiolusensi pada furkasi atau apex serta terjadi resoprsi
internal atau eksternal. Pemeriksaan rutin radiografi setiap 12 bulan perlu dilakuan untuk
melihat keberhasilan pulpotomi. Jika perawatan pulpotomy gagal maka diperlukan perawatan
pulpektomi atau ekstraksi. Keberhasilan perawatan pulpotomi tergantung dari coronal seal dan
diagnosis. Hilangnya coronal seal akan membuat perawatan pulpotomi gagal, namun
kontaknya material pada pulpa tidak terlalu berpengaruh (Cameron dan Widmer, 2008).
REFERENSI

Cameron, A. C., Ridmer, R. P, 2008, Handbook of Pediatric Dentistry, Mosby Elsevier,


Philadelphia.
McDonald, R. E., Avery, D. R., Dean, J. A, 2004, Dentistry for the Child and Adolescent 8ed,
Mosby Elsevier, Amerika
Welbury, R. R., Duggal, M. S., Hosey, M. T, 2005, Paediatric Dentistry 3ed, Oxford University
Press, New York.

Anda mungkin juga menyukai