Anda di halaman 1dari 48

See

discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/42362712

Uji Bioaktivitas Penghambatan Ekstrak


Metanol Ganoderma Spp. Terhadap
Petumbuhan Bakteri Dan Jamur

Article · January 2009


Source: OAI

CITATION READS

1 9,910

1 author:

Dwi Suryanto
University of Sumatera Utara
45 PUBLICATIONS 77 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Utilizaton bacterial isolates and their enzymes in reducing and converting agricultural waste to
usefull product View project

Development of bacterial and fungal based biofungicides View project

All content following this page was uploaded by Dwi Suryanto on 04 October 2014.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


JURNAL
SAINS KIMIA
(JOURNAL OF CHEMICAL SCIENCE)
Volume: 10, Nomor: 1, 2006 ISSN: 1410 – 5152

Daftar Isi

1. Etanolisis Minyak Dedak Padi yang Diekstraksi Secara Perendaman


Cut Fatimah Zuhra............................................................................................. 1–3

2. Modifikasi Serat Ijuk dengan Radiasi Sinar- γ Suatu Studi untuk Perisai
Radiasi Nuklir
Mimpin Sitepu..................................................................................................... 4–9

3. Pembuatan Membran Kompleks Polielektrolit Alginat Kitosan


Jamaran Kaban .................................................................................................. 10–16

4. Studi Minyak Sawit Mentah yang Terdapat pada Limbah Padat sebagai Akibat
Proses Pemucatan
Emma Zaidar Nasution ...................................................................................... 17–19

5. Pengujian Stabilitas Enzim Bromelin yang Diisolasi dari Bonggol Nanas Serta
Imobilisasi Menggunakan Kappa Karagenan
Firman Sebayang ................................................................................................ 20–26

6. Pengaruh Waktu Irradiasi dan Laju Alir terhadap Degradasi Fotokatalitik Larutan
Asam Benzoat dengan Titanium Dioksida (TiO2) sebagai Katalis
Darwin Yunus Nasution ..................................................................................... 27–30

7. Uji Bioaktivitas Penghambatan Ekstrak Metanol Ganoderma spp. terhadap Pertumbuhan


Bakteri dan Jamur
Dwi Suryanto....................................................................................................... 31–34

8. Kegunaan Kitosan sebagai Penyerap terhadap Unsur Kobalt (Co2+) Menggunakan


Metode Spektrofotometri Serapan Atom
Harry Agusnar .................................................................................................... 35–39

9. Studi Pembuatan Pakan Ikan dari Campuran Ampas Tahu, Ampas Ikan, Darah Sapi
Potong, dan Daun Keladi yang Disesuaikan dengan Standar Mutu Pakan Ikan
Emma Zaidar Nasution ...................................................................................... 40–45

i
JURNAL
SAINS KIMIA
(JOURNAL OF CHEMICAL SCIENCE)
Volume: 10, Nomor: 1, 2006 ISSN: 1410 – 5152

Ucapan Terima Kasih

Kepada para mitra bestari Jurnal Sains Kimia yang telah mengevaluasi artikel-artikel Jurnal
Sains Kimia Volume 10 Nomor 1 Tahun 2006, kami mengucapkan banyak terima kasih:

1) Prof. Basuki Wirjosentono, M.S, Ph.D 1 artikel


(Bidang Kimia Polimer, Universitas Sumatera Utara)
2) Prof. Dr. Harlinah SPW, M.Sc 4 artikel
(Bidang Biokimia, Universitas Sumatera Utara)
3) Prof. Dr. Harlem Marpaung 1 artikel
(Bidang Kimia Sensor, Universitas Sumatera Utara)
4) Dr. Nida Aksara, M.Sc 2 artikel
(Bidang Kimia Organik, Universitas Sumatera Utara)
5) Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc 1 artikel
(Bidang Kimia Anorganik, Universitas Sumatera Utara)

ii
Etanolisis Minyak Dedak Padi yang Diesktraksi Secara Perendaman
(Cut Fatimah Zuhra)

ETANOLISIS MINYAK DEDAK PADI YANG DIEKSTRAKSI


SECARA PERENDAMAN

Cut Fatimah Zuhra


Departemen Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Etil ester asam lemak minyak padi dapat dihasilkan melalui etanolisis minyak dedak padi dengan katalis kalium
hidroksida menggunakan bantuan pengadukan mekanik berkecepatan 3000 rpm pada suhu kamar. Hasil dari
etanolisis minyak dedak padi ini sebanyak 92,90% dan hasil analisis GC-MS menunjukkan bahwa minyak dedak
padi mengandung asam oleat (42,87%), asam linoleat (27,48%), asam palmitat (27,94%) dan asam stearat
(1,712%).

Kata kunci: Etanolisis, Ekstraksi dan Asam Lemak.

PENDAHULUAN pencegahan penyakit kordiovaskular.


Untuk sintesis etil ester yang sangat
Padi (Oryza sativa) merupakan sumber bermanfaat, orang mulai mencari sumber
bahan makanan yang menghasilkan beras asam lemak alternatif dari bahan mentah
sebagai bahan makanan pokok bagi lain, misalnya dari dedak padi.
sebagian besar penduduk Indonesia. Dalam Dedak padi merupakan limbah
proses pengadaan beras dari padi pertanian yang murah harganya, dihasilkan
dihasilkan dedak padi sebagai hasil dari proses penggilingan padi. Dedak padi
sampingan. Dilihat dari komposisinya, tersedia dalam jumlah yang besar.
dedak (bekatul) mengandung protein Ekstraksi minyak dedak padi meningkatkan
(11–17%), lemak (2,52–5,05%), karbohidrat nilai gizi bagi dedak padi tersebut karena
(58–72%) dan serat. Sehingga dapat meningkatkan kandungan protein dan
dimanfaatkan untuk makanan dan pakan karbohidrat secara proporsional. Setelah di
(Suparyono dan Setyono, 1997). Dedak ekstraksi, mutu penyimpanan dedak padi
padi adalah hasil ikutan pengolahan padi menjadi lebih baik. Oleh karena itu, dedak
menjadi beras terutama terdiri dari lapisan padi yang telah di ekstraksi berharga lebih
ari (SNI,1997). tinggi daripada dedak padi yang belum di
Dewasa ini ester asam lemak ekstraksi.
memegang peranan penting, secara Dalam hubungan ini, peneliti
komersial penggunaan terbesar terdapat mensintesis etil ester asam lemak dari
pada industri kosmetik, tekstil dan serat, minyak dedak padi. Sintesis etil ester lebih
plastik, logam, dan pelumas. Yang menarik disukai daripada metil ester karena
dari senyawa ester asam lemak adalah oksidasi metanol yang dihasilkan dari
penggunaannya yang khusus sebagai zat hidrolisis metil ester di dalam tubuh
antara (Brahmana, H.R., dkk., 1998). Di manusia menghasilkan formaldehid dan
sisi lain, ester asam lemak yang kaya akan asam format yang beracun, sedangkan
kandungan omega-3 seperti etil ester oksidasi etanol menghasilkan CO2 dan
minyak ikan telah banyak dipasarkan H2O yang tidak berbahaya.
dalam bentuk kapsul yang digunakan untuk

1
Jurnal Sains Kimia
Vol. 10, No.1, 2006: 1–3

BAHAN DAN METODE dicuci dengan aquadest, didiamkan,


kemudian dipisahkan. Lapisan organik
Bahan ditambahkan dengan Na2SO4 anhidrat dan
Dedak padi yang digunakan adalah didiamkan, kemudian disaring. Filtrat
dedak padi ramos yang diperoleh dari dirotari evaporasi sehingga diperoleh
penggilingan padi, aquadest, n-heksan, destilat dan residu yang merupakan etil
Na2SO4 anhidrat, KOH, etanol, dan karbon ester asam lemak, dan selanjutnya
aktif. dianalisa dengan GC-MS.

Metode HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi Minyak Dedak Padi Hasil etanolisis dengan menggunakan


Dedak padi dikeringkan di bawah sinar katalis KOH terhadap minyak dedak padi
matahari dan diayak untuk memisahkan menghasilkan rendemen 92,90%. Hasil
pengotornya. Sebanyak 2000 g dedak padi analisis GC-MS terhadap etil ester minyak
bersih direndam dengan 10 L n-heksan dedak padi menunjukkan komposisi yang
selama 48 jam lalu disaring. Filtrat dapat dilihat pada Tabel 1.
ditambah dengan 50 g karbon aktif Dedak padi yang digunakan adalah
kemudian didiamkan lalu disaring. Filtrat dedak padi ramos yang diperoleh dari
ditambah Na2SO4 anhidrat dan didiamkan penggilingan padi. Selanjutnya dedak padi
kemudian disaring. Filtrat dirotari dikeringkan dan disaring untuk memisahkan
evaporasi sehingga diperoleh destilat zat-zat pengotor. Dalam penelitian ini
(n-heksan) dan residu yang merupakan digunakan metode perendaman pada suhu
minyak dedak padi. kamar untuk menghindari kemungkinan
rusaknya ikatan rangkap akibat teroksidasi
Etanolisis terhadap Minyak Dedak Padi apabila digunakan pemanasan.
dengan Katalis KOH Dalam penelitian ini reaksi yang
Sebanyak 1 g KOH dimasukkan ke diharapkan adalah reaksi trans esterifikasi,
botol aspirator dan ditambahkan 100 ml di mana suatu ester diubah menjadi ester
etanol, diaduk dengan kecepatan 3000 rpm lain dengan perubahan pada gugus
hingga KOH larut. Selanjutnya ditambahkan alkoksinya. Ketika ester direaksikan dengan
100 g minyak dedak padi dan diaduk alkohol yang dalam penelitian ini
dengan kecepatan 3000 rpm selama digunakan etanol maka proses trans
30 menit. Hasil pengadukan dipindahkan esterifikasi ini disebut sebagai etanolisis,
ke corong pisah dan didiamkan sehingga yang reaksinya diperkirakan sebagai
terjadi pemisahan fase. Lapisan organik berikut:
(lapisan atas) ditambahkan n-heksan dan

O O
R1 R1 CH3
O O

O KOH
R2 HO R
O + CH3

O
R3
O

2
Etanolisis Minyak Dedak Padi yang Diesktraksi Secara Perendaman
(Cut Fatimah Zuhra)

Tabel 1. Komposisi Etil Ester Minyak Dedak Padi Hasil Etanolisis

No. Senyawa Kadar Waktu Retensi Puncak Fragmentasi Ion (m/e)


(%) (menit)
1. Etil Palmitat 27,94 17,659 284, 255, 241, 227, 213, 199, 185, 171,
157, 143, 129, 115, 101, 88, 70, 55, 43
2. Etil Linoleat 27,48 19,275 308, 262, 220, 205, 178, 164, 149, 135,
109, 95, 81, 67,55,41
3. Etil Oleat 42,87 19,370 310, 264, 235, 222, 194, 180, 155, 137,
123, 111, 97, 83, 69, 55, 41
4. Etil Stearat 1,71 19,592 312, 270, 241, 213, 192, 171, 157, 129,
115, 101, 88, 70, 55, 43

Pada reaksi ini digunakan katalis basa Standard Nasional Indonesia, 1997, SNI 01-3178-
karena apabila dikatalisis oleh basa, reaksi 1996/Ref. 92, Dewan Standardisasi Nasional
DSN,Jakarta.
dapat berlangsung lebih cepat daripada Suparyono, dan A. Setyono, 1997, Mengatasi
yang dikatalisis oleh asam. Selain itu Permasalahan Budi Daya Padi. Penebar
katalis asam lebih bersifat korosif daripada Swadaya, Jakarta, 104–106.
katalis basa.

KESIMPULAN

1. Rendemen hasil etanolisis minyak


dedak padi adalah 92,90%.
2. Minyak dedak padi mengandung asam
oleat (42,87%), asam linoleat
(27,48%), asam palmitat (27,94%) dan
asam stearat (1,712%).

DAFTAR PUSTAKA

Brahmana, H.R., M.Ginting dan R. Dalimunthe,


1998, Pemanfaatan Asam Lemak Bebas
Minyak Kelapa Sawit dan Inti Sawit
dalam Pembuatan Nilon 9,9 da Ester
Sorbitol Asam Lemak, Laporan Riset
Unggulan Terpadu, DRN, Laboratorium
Kimia Organik FMIPA USU, Medan.
Gupta, H.P., 1989, Rice Bran Offers in Indian Oil
Resource, J.Am. Oil. Chem. Soc., 66, p.
620–623.
Harrington, K.J., and C. D’Arcy-Evans, 1985, A
Comparison of Conventional and In-situ
Methods of Transesterification of Seed
Oil from a Series of Sunflower.
J.Am.Oil.Chem.Soc., 62, p. 1009–1013.
Ozgul, S., and S. Tüürkay, 1993, In-situ
Esterification of Rice Bran Oil with
Methanol and Ethanol. J.Am.Oil. Chem.
Soc., 70,p. 145–147.
Saunders, R.M., 1986, Rice Bran Compotition
and Potential Food Uses. Food Reviews
International, l, p. 465–495.

3
Jurnal Sains Kimia
Vol. 10, No.1, 2006: 4–9

MODIFIKASI SERAT IJUK DENGAN RADIASI SINAR – γ


SUATU STUDI UNTUK PERISAI RADIASI NUKLIR

Mimpin Sitepu1, Evi Christiani S.2


Manis Sembiring1, Diana Barus1, Sudiati1
1
Departemen Fisika FMIPA USU, Medan
2
Pendidikan Teknologi Kimia Industri, Medan

Abstrak

Telah dilakukan modifikasi serat ijuk dengan sinar γ (Co–60) dengan lama radiasi yang berbeda. Perbedaan
lama radiasi menyebabkan perubahan derajat kristalinitas serat ijuk. Serat ijuk yang dimodifikasi dipergunakan
sebagai penguat pada papan komposit serat ijuk dengan matriks resin poliester. Papan ini dipergunakan sebagai
perisai terhadap radiasi nuklir.
Orientasi serat yang berbeda dan modifikasi serat ijuk pada papan komposit tidak mempengaruhi daya serapnya
terhadap radiasi nuklir sinar β dan sinar γ.
Fraksi berat serat mempengaruhi koefisien serapan papan ijuk terhadap sinar β dan sinar γ. Dengan fraksi berat
40% koefisien serapan papan ijuk terhadap sinar β lebih tinggi daripada aluminium.

Kata kunci: Serat Ijuk, Papan Komposit, Perisai Radiasi, Koefisien Serapan.

PENDAHULUAN ekstraktiv. Secara fisis derajat kristalinitas


selulosa, ekstraktiv, abu, dan lignin masing-
Serat ijuk (Arenga pinnata Merr) masing sekitar 74%, 46%, 12%, dan 7%.
merupakan serat alam yang telah banyak Berdasarkan sifat-sifat mekanis fisis dan
pemakaiannya secara tradisional. Pemakaian ini kimiawi serat ijuk, maka pemakaiannya
tidak terlepas dari pengetahuan tentang sifat- terbuka luas untuk material teknologi.
sifat fisis dan mekanisnya. Pemakaiannya secara
tradisional seperti: tali temali, matras, atap BAHAN DAN METODE
rumah, saringan air, ”palas” pada rumah adat
Karo, dan lain-lain. Secara umum serat ijuk Alat dan Bahan
bersifat kuat, keras, kedap air, tahan terhadap
radiasi matahari, tahan terhadap serangan Alat
rayap, dan lain-lain. Cetakan stainless stell, hot press, neraca
Berdasarkan sifat-sifat serat ijuk yang elektronik, sumber radioaktif Co-60, Sr-90,
khas ini, maka telah banyak dilakukan detector G-M, pencacah, XRD.
penelitian terhadap struktur, kandungan
kimiawi, kandungan unsur, dan lain-lain. Bahan
Secara kualitatif unsur yang dikandung Serat ijuk, air, alkohol 80%, NaOH, resin
serat ijuk adalah karbon (C), natrium polyester tak jenuh, release agent.
(Na), magnesium (Mg), silikon (Si),
aluminium (Al), kalium (K), dan kalsium Pembuatan Papan Komposit
(Ca). Rahmad M. telah melakukan penelitian Serat ijuk yang dipergunakan diambil dari
tentang daya serap neutron pada komposit Sibolangit sekitar 40 km dari Kota Medan.
arthotropik resin polyester serat ijuk. Serat ijuk yang dipilih berdiameter antara
Kandungan kimiawi serat ijuk terdiri atas 0,1–1 mm. Setelah dibilas dengan air
selulosa, lignin, hemiselulosa, abu, dan kemudian dikeringkan pada udara terbuka.

4
Modifikasi Serat Ijuk dengan Radiasi Sinar-γ Suatu Studi untuk Perisai Radiasi Nuklir
(Mimpin Sitepu, Evi Christiani S., Manis Sembiring, Diana Barus, Sudiati)

Setelah kering kemudian direndam di dalam menunjukkan bahwa akibat radiasi sinar γ
alkohol 80% selama 1 jam dan kemudian telah terjadi penataan rantai molekul serat ijuk
disoklatisasi dengan larutan NaOH 0,5 M sehingga jumlah bidang yang mendifraksikan
selama 1 jam. Serat ijuk yang telah berkas sinar γ bertambah, sehingga derajat
dibersihkan ini lalu dibagi menjadi 4 kristalinitasnya bertambah dan sifat
bagian, satu bagian sebagai pembanding dan mekanismenya bertambah besar.
tiga bagian lagi diradiasi dengan sinar γ dari Gambar 2a, b, c, dan d menunjukkan
sumber radioaktif Co-60 dengan aktivitas 74 grafik antara cacah dan tebal papan komposit
kBq, masing-masing selama satu minggu, dua untuk papan komposit yang diperkuat dengan
minggu, dan tiga minggu, kemudian keempat serat ijuk yang dimodifikasi dengan sinar γ
bagian ini masing-masing dianalisa pola diradiasi dan yang tidak dimodifikasi. Dari
difraksinya dengan XRD, dicetak menjadi grafik terlihat bahwa modifikasi serat ijuk
papan komposit. Masing-masing dengan arah pada papan komposit tidak mempengaruhi
acak dan 0/90o dengan fraksi berat 20%, 40%, daya serapnya, terhadap radiasi sinar β dan
dan 60%. Pencetakan dilakukan pada cetakan sinar γ baik untuk orientasi serat acak dan
dengan ukuran 20x20 cm, dan untuk 0/90o.
mendapatkan ketebalan sampel 2,5 mm di Papan komposit serat ijuk dengan
antara cetakan bagian atas dan bawah orientasi serat yang berbeda dan serat ijuk
diletakkan lempeng besi setebal 2,5 mm di yang dimodifikasi tidak mempengaruhi daya
setiap sudutnya. Kemudian ditekan dengan serapnya terhadap radiasi sinar β dan γ, hal ini
tekanan 50 kN/cm2 selama 2 jam dengan suhu disebabkan karena efek pelemahan radiasi
60oC. Resin yang dipergunakan adalah resin sinar β dan γ terhadap atom/molekul
polyester tak jenuh. penyerapnya hanyalah proses hamburan dan
Pengukuran koefisien serapan masing- ionisasi.
masing papan komposit ini dilakukan dengan Proses pelemahan ini tidak dipengaruhi
radiasi β dari unsur radioaktif Sr-90 oleh kuat/lemahnya adhesi antara serat
dengan aktivitas 74 kBq, dan radiasi γ dari dengan matriksnya tetapi oleh energi yang
unsur radioaktif Co-60 dengan aktivitas 74 diserap oleh atom/molekul penyerapnya.
kBq. Alat pengesan radiasi dipergunakan Oleh karena serapan papan komposit serat
detektor G-M dan pencacah (rate mater) ijuk terhadap radiasi sinar β dan γ tidak
Philips Harris. Pencacahan dilakukan dengan dipengaruhi oleh orientasi dan modifikasi
memvariasikan tebal papan komposit, serat, maka grafik pengujian cacah dengan
sehingga akan diperoleh data hubungan antara tebal sampel yang ditunjukkan hanya untuk
tebal dan cacah. serat ijuk yang tidak dimodifikasi dengan arah
acak dan fraksi berat serat yang berbeda.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 3a, b, menunjukkan grafik antara
cacah dan tebal sampel dengan fraksi berat
Gambar 1a, b, c, dan d menunjukkan serat yang berbeda untuk sinar β dan sinar γ.
grafik pola difraksi serat ijuk yang diradiasi Dari grafik terlihat bahwa daya serap
dengan sinar γ dengan waktu radiasi yang papan komposit serat ijuk dipengaruhi oleh
berbeda. fraksi berat serat ijuknya. Semakin besar
Dari pola difraksi terlihat bahwa struktur fraksi berat serat ijuk maka semakin banyak
serat ijuk tidak berubah walaupun telah atom/molekul yang terhambur dan terionisasi
diradiasi dengan sinar γ dengan waktu 1, 2, sehingga energi berkas sinar β dan γ akan
dan 3 minggu. Pola difraksi menunjukkan semakin kecil.
bahwa telah terjadi perubahan intensitas pada
bidang difraksi akibat diradiasi. Ini

5
Jurnal Sains Kimia
Vol. 10, No.1, 2006: 4–9

1a. 1b.

1c.

1d.

Gambar 1. Pola Difraksi Serat Ijuk


a) Tidak diradiasi
b) Diradiasi 1 Minggu
c) Diradiasi 2 Minggu
d) Diradiasi 3 Minggu

6
Modifikasi Serat Ijuk dengan Radiasi Sinar-γ Suatu Studi untuk Perisai Radiasi Nuklir
(Mimpin Sitepu, Evi Christiani S., Manis Sembiring, Diana Barus, Sudiati)

Gambar 2. Grafik Cacah vs Tebal Papan Komposit dengan Fraksi Berat Serat 40%
◊ Non Radiasi
 radiasi 1 minggu
∆ radiasi 2 minggu
x radiasi 3 minggu

7
Jurnal Sains Kimia
Vol. 10, No.1, 2006: 4–9

Gambar 3. Grafik Hubungan Antara Cacah dengan Tebal Papan Komposit


a) Untuk sinar β
b) Untuk sinar γ

Tabel 1. Koefisien Serapan Papan Komposit Serat Ijuk terhadap Sinar β dan Sinar γ

Koefisien Serapan (cm2/gr)


Jenis Radiasi Penyerap Al
Fraksi Berat
Nukleus Nuklir (cm2/gr)
20% 40% 60%

Sinar β 0,36 0,62 0,85 0,53

Sinar γ 0,023 0,041 0,053 -

Tabel I menunjukkan koefisien serapan sehingga dapat dilakukan penghematan dana


sinar β dan γ terhadap fraksi berat serat ijuk. dan memberi nilai tambah pada serat ijuk.
Koefisien serapan sinar γ jauh lebih kecil
daripada koefisien serapan sinar β untuk KESIMPULAN
fraksi berat yang sama jauh berbeda karena
sinar γ adalah gelombang elektromagnetik Berdasarkan pembahasan atas data yang
yang panjang gelombangnya jauh lebih kecil diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa:
daripada jarak atom karbon pada papan Orientasi dan modifikasi serat pada papan
komposit serat ijuk, sehingga proses interaksi komposit serat ijuk tidak mempengaruhi
berupa hamburan dan ionisasi proses koefisien serapannya terhadap sinar β dan γ.
terjadinya sangat kecil. Jika dibandingkan Fraksi berat serat pada papan komposit
dengan koefisien serapan sinar β untuk serat ijuk mempengaruhi koefisien serapan
aluminium maka koefisien serapan sinar β sinar β dan γ.
untuk papan komposit serat ijuk dengan fraksi Koefisien serapan papan komposit serat
berat 40% lebih besar sehingga fungsi ijuk dengan fraksi berat 40% lebih dari
penyerap radiasi dengan aluminium dapat koefisien serapan besar aluminium, sehingga
diganti dengan papan komposit serat ijuk, dapat menggantikan fungsi aluminium
sebagai penyerap untuk radiasi sinar β.

8
Modifikasi Serat Ijuk dengan Radiasi Sinar-γ Suatu Studi untuk Perisai Radiasi Nuklir
(Mimpin Sitepu, Evi Christiani S., Manis Sembiring, Diana Barus, Sudiati)

DAFTAR PUSTAKA

Kaplan I, 1971, Nuclear Physics, 2nd Ed., Addison


Wesley Publishing Company, Reading.

Rahmad M., 1990, Kuat Tarik Statis dan Daya Serap


Neutron pada Komposit Orthotropik Resin
Poliester Serat Ijuk, Thesis S-2, Fakultas
Pascasarjana UI, Jakarta.
Sitepu, M., et al.,1994, Studi Adhesi Serat Alam Matrik
Resin Polimer, Laporan Penelitian, DP3M –
Dikti, Medan.
Sitepu, M., Yoshida, H., 2002, The Chemical Analyses
and XRD of Palmyra Fibre and Modification on
It’s Surface, Proceeding of the 4th International
Wood Science Symposium, P2FT–LIPI, WRI,
Serpong.

9
Jurnal Sains Kimia
Vol 10, No.1, 2006: 10–16

PEMBUATAN MEMBRAN KOMPLEKS POLIELEKTROLIT


ALGINAT KITOSAN

Jamaran Kaban, Hakim Bangun, Asteria K. Dawolo, Daniel


Departemen Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Membran kompleks polielektrolit alginat-kitosan dapat dibuat melalui pencampuran larutan natrium alginat dan
kitosan pada pH 5,28. Membran yang dihasilkan dikarakterisasi sifat difusinya terhadap urea, natrium salisilat
dan albumin, SEM, uji pengembangan, uji tarik serta analisis spektroskopi FT-IR nya. Urea dan natrium salisilat
dapat melewati membran, sementara albumin sama sekali tidak dapat melewati membran tersebut. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada saat waktu difusi 180 menit, sifat difusi membran alginat-kitosan terhadap
zat dengan berat molekul yang berbeda adalah: untuk urea sebesar 460,529 mcg/ml, untuk Na salisilat sebesar
25,658 mcg/ml sedangkan untuk albumin 0 mcg/ml (tidak terdifusi). Hasil analisis spektroskopi FT-IR
menunjukkan bahwa tidak terjadi reaksi antara alginat dengan kitosan akan tetapi hanya interaksi. Berdasarkan
penelitian ini, membran kitosan-alginat berpotensi untuk digunakan sebagai membran hemodialisa.

Kata kunci: Menbran, Alginat, Kitosan, Difusi.

PENDAHULUAN banyak digunakan dalam bidang biomedis


dan farmasetika dikarenakan sifatnya yang
Alginat merupakan polisakarida linier biodegradable, biokompatibel, dan tidak
yang disusun oleh residu asam beracun.
β-D-manuronat dan α-L-guluronat yang Alginat yang merupakan polianionik
dihubungkan melalui ikatan 1,4. Alginat dan kitosan polikationik bila dilarutkan
berasal dari alga coklat yang merupakan pada kondisi yang tepat dapat berinteraksi
tumbuhan laut. Asam alginat tidak larut satu sama lain melalui gugus karboksil dari
dalam air, karenanya yang biasa digunakan alginat dan gugus amino dari kitosan
dalam industri adalah natrium alginat (Cruz, M.C.P., dkk., 2004). Kompleks
(Robinson, D.S., 1987). Gel alginat polielektrolit yang terbentuk diharapkan
diperoleh melalui penggantian ion natrium dapat memberikan aplikasi yang lebih baik
dalam natrium alginat, dengan kation dikarenakan keunikan struktur dan
divalent khususnya kalsium. Gel kalsium sifatnya. Sejauh ini kompleks polielektrolit
alginat banyak dimanfaatkan dalam bidang alginat-kitosan banyak dimanfaatkan
biomedis sebagai bahan pembuatan kapsul, sebagai serat, kapsul, dan butiran (Knill,
butiran, dan pembalut luka, dalam industri C.J., dkk., 2003). Di sisi lain kitosan yang
makanan sebagai pengental dan sebagai bersifat basa dan mudah larut dalam media
bahan kosmetik (Boisseson, M., M. asam banyak digunakan dalam pembuatan
Leonard, P. Hubert, 2004). gel dalam beberapa variasi konfigurasi
Kitosan merupakan polisakarida yang seperti butiran, membran, pelapis, kapsul,
terdapat dalam jumlah melimpah di alam. serat, dan spon.
Kitosan adalah poli [β-(1,4)-2 amino-2 Pada saat ini penelitian tentang
deoxy-D-glukopiranosa] dan merupakan pemanfaatan polimer alam sebagai membran,
produk deasetilasi kitin. Material ini telah khususnya membran hemodialisa sedang

10
Pembuatan Membran Kompleks Polielektrolit Alginat Kitosan
(Jamaran Kaban, Hakim Bangun, Asteria K. Dawolo, Daniel)

dikembangkan. Selama ini yang banyak menggunakan pengaduk magnit sehingga


digunakan sebagai membran hemodialisa terbentuk campuran homogen. Selanjutnya
adalah membran selulosa dan turunannya. ditimbang 1 gr alginat dan dilarutkan
Selain turunan selulosa, pernah juga dalam 25 ml aquadest. Kedua larutan
dilakukan karakterisasi membran kitin dibiarkan satu malam. Kedua larutan
untuk tujuan dialisis. Kitosan yang polimer kemudian dicampur dan
merupakan derivat kitin juga berpotensi ditambahkan 2 ml HCl 32%. Selanjutnya
untuk digunakan sebagai membran ditambahkan larutan NaOH 10% (w/v)
hemodialisa (Krajang, S. J., dkk., 2000). sampai diperoleh pH= 5,28. Gel yang
Berdasarkan hal tersebut di atas terbentuk kemudian dicetak di atas plat
peneliti ingin membuat membran kaca dan dikeringkan pada suhu kamar.
kompleks polielektrolit alginat-kitosan Pada bagian lain dibuat larutan induk baku
untuk dimanfaatkan sebagai membran dan ditentukan λ maksimum untuk urea,
hemodialisa. natrium salisilat, dan albumin serta dibuat
kurva kalibrasi untuk urea, natrium salisilat
BAHAN DAN METODE dan albumin tersebut.

Alat Uji Difusi Urea, Na Salisilat, dan


Alat yang digunakan dalam penelitian Albumin Melalui Membran Alginat-
ini terdiri dari alat-alat gelas yang biasa Kitosan
digunakan di laboratorium, magnetik stirer, Ditempatkan membran alginat-kitosan
neraca analitis, konduktometer, termometer, di antara kedua bejana alat difusi.
plat kaca berpenyangga, spektronik Milton Dimasukkan 10 ml larutan urea mcg/ml ke
Roy 1201. Termostat, sel difusi untuk uji dalam bejana difusi di sebelah kiri (A)
difusi, ASM-SX Shimadzu untuk SEM, sementara di sebelah kanan (B) dimasukkan
alat universal testing machine type: SC- aquadest dengan volume yang sama. Sel
2DE untuk uji kekuatan tarik dan analisis difusi ditempatkan pada termostat dengan
dengan spektroskopi FT-IR. suhu 37oC. Pada selang waktu tertentu
(1, 3, 5, 10, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 150,
Bahan dan 180 menit) urea yang terdifusi ke
Bahan yang digunakan dalam dalam bejana B diambil sebanyak 1 ml.
penelitian ini adalah natrium alginat Sesudah diambil, pada bejana yang sama
300–400 cp produksi Wako Pure Chemical (bejana B) kemudian ditambahkan aquadest
Industries, Ltd Japan, kitosan dari kulit dengan volume yang sama (1 ml). Masing-
kepiting, produksi sigma Aldrich Inc, masing larutan urea hasil difusi dipanaskan
albumin, urea, natrium salisilat, NaOH, pada suhu 60oC selama 30 menit,
Reagen Nesler, asam asetat glasial, asam diteteskan reagen nesler dan dibiarkan 20
klorida, dan asam sulfat yang merupakan menit, lalu diencerkan dalam labu takar
produk E’Merck. 10 ml dengan aquadest. Absorbansi larutan
yang terdifusi diukur pada λ= 409 nm,
Metode dengan menggunakan spektronik Milton
Roy 1201. Hasil pengukuran absorbansi
Pembuatan Membran Alginat-Kitosan digunakan untuk menentukan konsentrasi
Ditimbang 1 gr kitosan, didispersikan urea yang terdifusi. Untuk uji difusi Na
ke dalam 25 ml aquadest kemudian salisilat sama dengan uji difusi urea.
dilarutkan dengan menambahkan 5 ml Perbedaanya dalam penetapan kadar,
asam asetat glasial sambil diaduk dengan larutan aliquot diencerkan dengan larutan

11
Jurnal Sains Kimia
Vol 10, No.1, 2006: 10–16

H2SO4 0,1 N dan pengukuran absorbansinya Membran alginat kitosan yang


dilakukan pada λ= 237 nm dan hasil dihasilkan cukup stabil. Tidak mudah
pengukuran absorbansinya digunakan koyak dan permukaannya berbentuk
untuk menentukan konsentrasi natrium seperti jalinan serat yang homogen. Hasil
salisilat yang terdifusi. Begitu juga dengan SEM membran yang agak kasar (Gambar 1)
uji difusi albumin sama dengan urea, dengan ketebalan 0,1271 cm. Sesudah
perbedaannya dalam penetapan kadar, dilakukan uji difusi membran menjadi
larutan aliquot tidak perlu dipanaskan dan lebih kaku dan permukaannya mengerut.
diteteskan reagen nesler cukup diencerkan Perubahan morfologi permukaan membran
dengan aquadest dan pengukuran sesudah difusi juga nampak dari hasil
absorbansinya dilakukan pada λ= 278 nm. SEM-nya (Gambar 2) di mana pada
permukaan muncul garis-garis yang halus.
Uji Pengembangan Membran Alginat
Kitosan
Membran alginat kitosan yang kering
ditimbang dan kemudian dicuci beberapa
kali dalam aquadest untuk menghilangkan
kelebihan elektrolitnya. Setelah bersih
membran direndam dalam 200 ml aquadest
pada selang waktu 1, 30, 60 ,120, dan 180
menit. Setelah direndam permukaan
membran dikeringkan dan ditimbang
beratnya. Hasil yang diperoleh digunakan
untuk menentukan persentase pertambahan
berat atau swelling membran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Membran alginat-kitosan dapat dibuat Gambar 1. Foto SEM Membran-Alginat Kitosan
Sebelum Difusi
dengan mencampurkan larutan natrium
alginat dan kitosan. Dari perbandingan
massa Na alginat dan kitosan yang
digunakan: (0,5:1), (1:1), (1:0,5) ternyata
hanya perbandingan 1:1 yang dapat
membentuk membran. Oleh karena itu
membran alginat-kitosan yang digunakan
dan diuji dalam penelitian ini adalah
membran alginat kitosan dengan
perbandingan 1:1. Kondisi pH dan suhu
pengeringan mempengaruhi kualitas
membran, pH campuran berkisar 5,28
dengan kondisi pengeringan yang paling
baik pada suhu kamar selama ± 72 jam.
Pada pH 5, membran tidak terbentuk
sedang pada kondisi pengeringan 60oC,
membran yang dihasilkan menjadi sangat Gambar 2. Foto SEM Alginat Kitosan Sesudah
rapuh dan mudah koyak. Difusi

12
Pembuatan Membran Kompleks Polielektrolit Alginat Kitosan
(Jamaran Kaban, Hakim Bangun, Asteria K. Dawolo, Daniel)

Tabel 1. Data Konsentrasi Zat yang Terdifusi Fluks Zat yang Terdifusi
Melalui Membran Alginat Kitosan Dari data pada tabel dan kurva terlihat
Persatuan Waktu
bahwa jumlah molekul urea yang melewati
Waktu Konsentrasi (mcg/ml) penampang melintang membran alginat-
(menit) Urea Na Albumin kitosan per satuan waktu lebih banyak
Salisilat dibanding Na salisilat
0 0.000 0.000 0.000
1 157.112 7.895 0.000 Tabel 2. Data Konsentrasi Zat yang Terdifusi
3 161.268 8..333 0.000 Melalui Membran Alginat Kitosan
5 173.738 8.772 0.000 Persatuan Waktu
10 182.050 10.088 0.000
15 194.520 10.526 0.000 Waktu Fluks zat (mcg.cm-2.s-1)
30 206.989 12.719 0.000 (menit) Urea Na Salisilat
45 248.553 15.132 0.000 0 0.000 0.000
60 273.491 16.228 0.000
1 2.316 0.116
90 327.524 19.079 0.000
3 0.793 0.041
120 373.245 21.711 0.000
5 0.512 0.026
150 406.496 23.465 0.000
180 460.529 25.658 0.000 10 0.268 0.015
15 0.191 0.010
30 0.102 0.006
45 0.081 0.005
500
450
60 0.067 0.004
90 0.054 0.003
Konsentrasi (mcg/ml)

400
350
300
250 120 0.046 0.003
150 0.040 0.002
200
150
100
50 180 0.038 0.002
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180

Waktu (menit)
Membran alginat kitosan dapat
Urea Na salisilat Albumin
mengalami pengembangan dalam air
seperti pada Tabel 3.
Grafik 1. Perbandingan Penetrasi Beberapa
Penentran Melalui Membran Alginat Uji Kekuatan Tarik
Kitosan Persatuan Waktu Pengujian kekuatan tarik membran
dilakukan pada suhu kamar, dengan
Data tabel dan grafik di atas, berat beban 100 kgf dan kecepatan
menunjukkan bahwa jumlah urea yang 10 mm/menit. Kekuatan tarik membran
terdifusi pada selang waktu tertentu dapat dilihat dari nilai load dan stroke yang
melalui membran alginat-kitosan, lebih dimilikinya. Nilai Load (kgf) menyatakan
banyak dari Na-salisilat, sedangkan kekuatan tarik pada saat putus, sedangkan
albumin sama sekali tidak bisa melewati stroke (mm/menit) menunjukkan kekuatan
membran. regangan pada saat putus. Nilai load dan
stroke biasanya berbanding terbalik.

Tabel 3. Data Pengembangan Membran Alginat Kitosan

Waktu (menit) 0 1 30 60 90 120 150 180


Pengembangan(%) 0 21 38 50 63 75 83 92

13
Jurnal Sains Kimia
Vol 10, No.1, 2006: 10–16

Tabel 4: Data Kekuatan Tarik (Load), Kekuatan Regangan (Stroke), dan Persentase Pertambahan Panjang
Membran Alginat Kitosan

Ulangan Load Stroke Panjang(l) Pertambahan panjang


(kgf) (mm/menit) 1 awal (mm) 1akhir (mm) (%)
1 0.080 12.510 51.000 58.000 13.725
2 0.060 17.860 48.000 57000 18.750
Rata-rata 0.070 15.185 49.500 57.500 16.238

Dari data pada tabel di atas, berbeda muatan inilah yang menyebabkan
disimpulkan bahwa membran alginat bisa terbentuknya ikatan garam yang baru.
kitosan cukup elastis karena tidak mudah Setelah mengalami difusi, membran
putus walaupun mempunyai kekuatan tarik alginat kitosan mengalami pengerutan
yang lemah. (Gambar 2). Hal ini menunjukkan bahwa
membran hanya mengalami perubahan
Pembahasan fisika, tidak mengalami perubahan struktur
Dari berbagai perbandingan massa Na dan reaksi kimia dengan zat yang terdifusi.
alginat dan kitosan yang digunakan:
(0,5:1), (1:1), (1:0,5), ternyata hanya Difusi Zat Melalui Membran Alginat
perbandingan 1:1 yang dapat membentuk Kitosan
membran. Kemungkinan pada perbandingan Berhubung tujuan penelitian ini hanya
ini, terjadi interaksi ionik antara gugus untuk melihat terjadinya difusi zat tertentu
NH3+ dari kitosan dan COO- dari alginat atau tidak, maka waktu yang digunakan
paling banyak, sedangkan pada perbandingan dalam penelitian ini hanya sampai
0,5:1, interaksi gugus NH3+ dan COO- 180 menit.
lebih sedikit. Proses difusi dipengaruhi oleh struktur,
Suhu pengeringan dan pH campuran, ukuran pori dan komposisi polimer, sifat
juga sangat mempengaruhi terjadinya dan ukuran zat serta konsentrasi larutan.
interaksi ionik. Pengeringan pada suhu Oleh karena berat molekul urea lebih kecil
600C kurang baik bagi pembuatan dibandingkan Na salisilat dan albumin,
membran alginat kitosan, karena bisa maka dapat dipahami mengapa jumlah
menghalangi pembentukan ikatan ionik, molekulnya yang terdifusi per satuan
terbukti dari sifat membran yang rapuh dan waktu melalui membran alginat kitosan
mudah koyak. Suhu pengeringan yang (Grafik 1), lebih banyak dari pada Na-
paling baik untuk membran alginat-kitosan salisilat. Sebaliknya albumin yang
adalah pada suhu kamar, walaupun waktu merupakan makromolekul, sama sekali
yang dibutuhkan untuk itu cukup lama tidak bisa terdifusi melalui membran,
(± 72 jam). Pengeringan pada suhu kamar, dikarenakan berat molekulnya yang terlalu
justru menghasilkan membran yang kuat besar.
dan mengerut. Kinerja membran ditunjukkan antara
Penelitian sebelumnya tentang pembuatan lain dari nilai fluksnya. Semakin besar nilai
membran alginat kitosan menyatakan fluks kinerja membran semakin baik.
bahwa pada pH sekitar 5, gugus COOH Besarnya nilai fluks urea dan Na salisilat
paling banyak terdapat dalam bentuk ion melalui membran alginat kitosan
karboksilat, sedangkan gugus NH2 menunjukkan kinerja membran alginat
terprotonasi. Interaksi kedua gugus yang kitosan yang baik. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh struktur membran alginat

14
Pembuatan Membran Kompleks Polielektrolit Alginat Kitosan
(Jamaran Kaban, Hakim Bangun, Asteria K. Dawolo, Daniel)

kitosan yang memiliki ukuran pori lebih gugus amina dari kitosan, maka pada
besar. Walaupun tidak ada data yang spektrum IR membran alginat kitosan akan
mendukung tentang hal ini, namun terdapat serapan pada daerah bilangan
morfologi permukaan membran, baik yang gelombang (cm-1): 1740–1630 (C=O) dan
terlihat dengan mata maupun SEM, 1630–1510 (N-C=O). Ternyata dalam
menunjukkan indikasi ke arah itu. spektrum IR membran alginat-kitosan
tidak terdapat serapan C=O dan N-C=O
Pengembangan Membran Alginat tersebut. Hal ini membuktikan bahwa yang
Kitosan terjadi dalam pembentukan membran
Swelling (pengembangan) adalah alginat kitosan adalah interaksi, bukan
peningkatan volume suatu material pada reaksi.
saat kontak dengan cairan, gas, atau uap.
Pengujian ini dilakukan antara lain untuk KESIMPULAN DAN SARAN
memprediksi ukuran zat yang bisa terdifusi
melalui material-material tertentu. Ketika Kesimpulan
suatu biopolimer kontak dengan cairan Kompleks polielektrolit alginat kitosan
misalnya air, terjadinya pengembangan dapat dibuat menjadi membran serta
disebabkan adanya termodinamika yang berpotensi untuk digunakan sebagai
bersesuaian antara rantai polimer dan air membran hemodialisa. Kondisi yang
serta adanya gaya tarik yang disebabkan paling baik untuk pembuatan membran
efek ikatan silang yang terjadi pada rantai alginat kitosan adalah pada pH = 5.28 dan
polimer. Keseimbangan swelling dicapai pengeringan pada suhu kamar. Jumlah
ketika kedua kekuatan ini sama besar. molekul urea dan natrium salisilat yang
Berhubung sifat termodinamika polimer terdifusi melalui membran alginat
dalam larutan berbeda-beda, maka tidak kitosan pada saat 180 menit adalah
ada teori yang bisa memprediksikan 460,529 mcg/ml dan 25,658 mcg/ml,
dengan pasti tentang sifat pengembangan. sementara albumin sama sekali tidak dapat
Ketika membran mengembang, mobilitas melewati membran (0 mcg/ml). Membran
rantai polimer bertambah sehingga alginat kitosan dapat mengembang dalam
memudahkan penetrasi pelarut. Selain itu air dan cukup elastis, sehingga membran
ion-ion kecil yang terperangkap dalam ini berpotensi untuk digunakan sebagai
membran, berdifusi meninggalkan membran, membran hemodialisa.
sehingga memberikan peluang yang lebih
besar bagi pelarut untuk mengisi ruang- Saran
ruang kosong yang ditinggalkan. Disarankan kepada peneliti selanjutnya
Pengembangan membran alginat kitosan untuk meneliti kemungkinan pemanfatan
kemungkinan disebabkan masih adanya membran alginat kitosan sebagai pembalut
ion COO- yang bersifat hidrofilik dalam luka.
membran.
Spektrum-IR membran alginat kitosan, DAFTAR PUSTAKA
menunjukkan adanya serapan pada daerah
bilangan gelombang (cm-1): 3429.2 (O-H Boisseson, M., M. Leonard, P. Hubert, (2004),
“Physical Alginat Hidrogel Based on
dari alginat/-NH2 dari kitosan), 2923.9 Hydrophobic or Dual Hydropobic/Ionic
(C-H sp3), 1577.7 (COO-). Apabila dalam Interaction: Bead Formation, Structur and
pembentukan membran terjadi reaksi Stability”, Journal of Colloid and Interface
antara gugus karboksilat dari alginat dan Science, 273:131–139.

15
Jurnal Sains Kimia
Vol 10, No.1, 2006: 10–16

Cruz, M.C.P., Sergio P. Ravagnani, Fabio M.S.


Brogna, (2004), “Evaluation of the
Diffusion Coefficient for Controlled
Release of Oxytetracycline from
Alginate/Chitosan/Poly (Ethylene Glycol)
Microbeads in Simulated Gastrointestinal
Environments”, Biotechnologi. Appl.
Biochem, 40:243–253.
Jones, A.J., (1987).”Menbrane and Separation
Technology”, The Australian Perspective,
Australian Government Publishing Service,
Canbera.
Knill, C.J., J.F. Kennedy, J. Mistry, M. Miraftab, G.
Smart, M.R. Groocock, H.J. William,
(2003), “Alginate Fibre Modified With
Unhydrolysed and Hydrolysed Chitosan
for Wound Dressing”, Carbohydrate
Polymers, 55:65–76.
Krajewska, B., (2001), ”Diffusional Properties of
Chitosan Hydrogel Membranes”, Journal of
Chemical Technologi and Biotechnology,
76:636–642.
Krajang, S.J., Anil Kumar Anal, Willem F. Stevens,
(2000), ”Separatin of Biomolecules
Through Chitosan Membranes in
Continous Dialyzing Chamber”, Abstract.
Onar, N., M. Sariisik, (2004) “Using and
Properties Biofiber Based on Chitin and
Chitosan on Medical Application”, Textile
Enginering Department, Turkey, 1–7.
Robinson, D.S., (1987), “Food Biochemistry and
Nutritional Value”, Longman Scientific &
Technical, Longman Group, John Willey &
Sons, New York.
Synowiecki, J., Nadia Ali Al-Khateeb, (2003),
”Production, Properties and Some New
Application of Chitin and Its Derivates”,
Critical Reviews in Food Science and
Nutrition, 43:145–171.
Taqieddin E., Carolyn L., Manssor A., (2002),
“Perm-Selective Chitosan Alginate Hybrid
Microcapsules for Enzym Immobilization
Technology”, Pharmaceutical Engineering,
Vol 22 No.6:1–3.

16
Studi Minyak Sawit Mentah yang Terdapat pada Limbah Padat
(Emma Zaidar Nasution)

STUDI MINYAK SAWIT MENTAH YANG TERDAPAT PADA


LIMBAH PADAT SEBAGAI AKIBAT PROSES PEMUCATAN

Emma Zaidar Nasution


Departemen Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Banyaknya kehilangan minyak sawit mentah yang terdapat pada limbah padat akibat proses pemucatan menjadi
perhatian dan sebagai pembahasan pengujian dan perhitungan kadar minyak.
Dari pengujian limbah padat ini dapat diketahui banyaknya kehilangan minyak yang terdapat pada limbah padat.
Untuk mendapatkan data dan perhitungan tentang kehilangan kadar minyak pada limbah padat, maka dilakukan
pengujian dengan metode sokletasi dan perhitungan secara perbandingan antara berat selisih dan berat sampel.
Hasil yang diperoleh dari pengujian diketahui kadar minyak yang terdapat pada limbah padat sebesar 13,5 %.
Jumlah ini sesuai dengan standar industri yang ditetapkan di PT. Pamina Adolina.

Kata kunci: Pemucatan, Limbah Padat dan Minyak Sawit Mentah.

PENDAHULUAN utama dan juga dihasilkan lemak padat


(stearin) dan asam lemak penyulingan
Minyak yang berasal dari kelapa sawit PFAD (Palm Fatty Acid Destillated)
ini digunakan untuk bahan pangan sebagai sebagai produk samping.
minyak goreng, margarin, shortening, Minyak yang diproduksi dapat
butter dan sebagainya. Selebihnya berkurang mutunya dan dapat pula
digunakan untuk pembuatan kosmetik, berkurang nilai gizinya maupun
sabun, dan lilin. Di masa mendatang penyimpangan beberapa sifat minyak
kebutuhan akan minyak sawit akan tersebut. Sebagian besar kerusakan pada
semakin tinggi. Oleh karena itu perlu minyak ini disebabkan oleh perubahan
ditingkatkan pendayagunaan kelapa sawit kimia seperti oksidasi, hidrolisis yang
dan efisiensi pengolahan dari minyak sawit dipercepat oleh faktor-faktor cahaya dan
mentah. temperatur.
Minyak sawit mentah adalah sebagai Proses pengolahan minyak sawit
bahan dasar untuk pembuatan produk- mentah harus selalu diawasi untuk
produk tersebut di atas. Proses pengolahan mendapatkan mutu atau kualitas yang
minyak sawit mentah yang berlaku di PT. sesuai dengan yang diharapkan serta dapat
Pamina Adolina terdiri dari beberapa bersaing dengan produk sejenis lainnya.
tahapan dan secara garis besar dapat Penambahan zat kimia hanya berperan
dituliskan: pada proses pendahuluan saja dan pada
1. Proses perlakuan pendahuluan (pre proses selanjutnya yaitu refinasi dan
treatment process) fraksinasi hanya dilakukan proses fisika, di
2. Proses rafinasi (rafination process) mana temperatur dan tekanan menjadi hal
3. Proses Fraksinasi (Fractionation yang sangat berperan untuk mendapatkan
Process). minyak dengan kualitas dan kuantitas yang
diharapkan.
Dari tiga tahapan proses ini dihasilkan
minyak goreng (olein) sebagai produk

17
Jurnal Sains Kimia
Vol 10, No.1, 2006: 17–19

Tabel 1 Data Pengujian Jumlah Kehilangan Minyak Sawit Mentah

No. Berat Awal Sampel (g) Berat Akhir Sampel (g) Berat Minyak (g) Pelarut N – Heksana (ml)
1. 20 16 4 100
2. 20 18.2 1.8 100
3. 20 16.8 3.2 100
4. 20 17.7 2.3 100
5. 20 17.5 2.5 100

BAHAN DAN METODE Penentuan % Minyak yang Hilang

Bahan Tabel 2. Perhitungan Kadar Minyak yang Terdapat


pada Limbah Padat
Minyak mentah, tanah pemucat, dan n-
heksan. No. Berat Berat Hasil Hasil Rata-
Sampel Selisih (%) Rata (%)
Metode (g) (g)
Sebanyak 20 g sampel yang berupa 1. 20 4 20
limbah padat berasal dari tanah pemucat 2. 20 1.8 9
yang masih mengandung minyak sawit
3. 20 3.2 16 13.5
mentah diletakkan di dalam cawan dan
dipanaskan hingga suhu 110oC yang 4. 20 2.3 11.5
bertujuan untuk menguapkan air yang 5. 20 2.5 12.5
terdapat pada sampel, selanjutnya limbah
padat dibungkus dengan kertas saring dan Dari pengujian pertama didapati 4 g
dimasukkan ke dalam soklet untuk minyak atau 20%, kedua 1.8 g minyak atau
disokletasi dengan menggunakan pelarut 9%, ketiga 3.2 g minyak atau 16%,
heksana. Selanjutnya dilakukan pemanasan keempat 2.3 g minyak atau 11.5% dan
dengan maksud untuk melarutkan minyak kelima 2.5 g minyak atau 12.5% dari berat
sawit mentah yang berada di dalam limbah minyak/berat limbah padat. Sehingga
padat. Setelah disokletasi selama 4 jam, didapat rata-rata minyak adalah 2.75 g dan
maka minyak sawit mentah telah terlarut rata-rata % minyak yang hilang adalah
dalam heksana, selanjutnya heksana 13,5%.
dipisahkan dengan menguapkannya.
Setelah heksana terpisah, maka berat KESIMPULAN DAN SARAN
minyak ditimbang.
Kesimpulan
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari data dan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa:
Data diperoleh dari hasil pengujian 1. Pemucatan (bleaching) dengan
yang dilakukan dilaboratorium PT. Pamina menggunakan bleaching earth
Adolina, dengan menggunakan sampel mengakibatkan terserapnya sejumlah
20 g dari hasil filtrasi dengan tekanan minyak pada bleaching earth.
pengeringan (blowing) 2 Kg/cm2 dan 2. Pengeringan (blowing) merupakan
tekanan pompa 2 kg/cm2 (Tabel 1). suatu tahapan pada proses filter di
niagara filter untuk mengeringkan

18
Studi Minyak Sawit Mentah yang Terdapat pada Limbah Padat
(Emma Zaidar Nasution)

limbah padat dari minyak yang masih


tersisa.
3. Banyaknya kehilangan minyak yang
terdapat di PT. Pamina Adolina sebagai
proses bleaching dan filterisasi
bergantung dengan:
a) Banyaknya getah dan kotoran yang
terdapat pada minyak sawit mentah
b) Jenis pemucat yang digunakan
c) Kebersihan dari keping penyaring
di niagara filter.
4. Kehilangan minyak rata-rata adalah
sebesar 13.5% terhadap bleaching
earth atau tanah pemucat yang
digunakan.

Saran
Untuk menjaga agar keping penyaring
niagara filter mempunyai daya tahan yang
lebih lama dalam pemakaiannya maka
perlu dilakukan pencucian secara berkala
dengan menggunakan kaustik soda untuk
menghilangkan minyak padat yang
menempel pada keping penyaring niagara
yang sulit dibersihkan.
Tekanan uap diusahakan terus konstan
agar didapat jumlah kehilangan minyak
yang sekecil mungkin.
Perlu dilakukan percobaan oleh pihak
pabrik, jenis dari bleaching earth atau
tanah pemucat apa yang paling cocok dan
paling efisien untuk digunakan di pabrik.

DAFTAR PUSTAKA

A. Halim Sulaiman, ”Dasar-Dasar Biokimia


Untuk Pertanian“, Edisi IV, Cetakan VI,
1996.
Ritonga, Yusuf M. Ir., “Tanah Pemucat”, Medan
Fakultas Teknik, USU, 1996.
Ritonga, Yusuf M, Ir., “Pengaruh Suhu
Pemanasan Minyak Kelapa Sawit”,
Medan Fakultas Teknik USU, 1999.
Perry’s, ”Chemical Engineers Handbook,”
Seventh Edition, A Division of The Mc
Graw – Hill Companies.
Kirk Othmer, “Encyclopedia of Chemical
Technologi”, Second Edition, Volume g,
Inter Science Publisher A Division of Jhon
Willey and Sons, Inc, London.

19
Jurnal Sains Kimia
Vol 10, No.1, 2006: 20–26

PENGUJIAN STABILITAS ENZIM BROMELIN YANG DIISOLASI


DARI BONGGOL NANAS SERTA IMOBILISASI MENGGUNAKAN
KAPPA KARAGENAN

Firman Sebayang
Departemen Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Isolasi enzim bromelin dari bonggol nanas telah diliakukan. Isolasi enzim bromelin dilakukan dengan
menggunakan alkohol 80% sebagai pengendap enzim. Setelah melalui tahap pengendapan, sentrifugasi dan
pengeringan diperoleh isolat enzim dengan aktivitas 107,80 unit/ml enzim pada kondisi optimum pH 7,5
temperatur 55oC dengan lama inkubasi 15 menit. Imobilisasi isolat enzim bromelin dilakukan dengan metode
penjebakan dengan kappa karagenan sebagai matriks polimer. Aktivitas enzim imobil diperoleh 106.12 unit/ml
enzim pada kondisi optimum pH 7,5 temperatur 60oC dengan lama inkubasi 15 menit. Stabilitas termal enzim
bromilin terimobilisasi lebih baik daripada enzim bromelin bebas. Setelah penggunaan enzim imobil secara
berulang sebanyak 4 (empat) kali masih menunjukkan aktivitas sebesar 60,93%.

Kata kunci: Isolasi, Bromelin, Kappa Karagenan, Imobilisasi.

PENDAHULUAN Enzim bromelin merupakan enzim


proteolitik seperti halnya renin (renet),
Nenas (Ananas comosus (L) Merr) papain dan fisin yang mempunyai sifat
merupakan salah satu jenis buah yang menghidrolisa protein dan menggumpalkan
umum dikenal dan dikonsumsi oleh susu. Dengan demikian enzim bromelin
masyarakat Indonesia, mempunyai sifat dapat digunakan sebagai substitusi bagi
yang mudah rusak dan busuk sehingga enzim sejenis lainnya. Enzim proteolitik
tidak tahan lama disimpan. Selain digunakan dalam industri bir, industri cat,
dikonsumsi sebagai buah segar, lebih jauh industri obat-obatan, pengolahan daging,
dimanfaatkan dalam industri pengolahan penyamak kulit, pembuatan konsentrat
buah nenas untuk pembuatan sari buah, protein ikan, dan lain-lain. Sejalan dengan
jem, jelly serta proses lainnya. Dalam berkembangnya bioteknologi dipandang
industri pengolahan buah nenas selalu perlu untuk mengisi dan memadu
meninggalkan sisa limbah atau limbah kemajuan teknologi di bidang enzim
yang cukup banyak. Umumnya limbah khususnya pengolahan pangan dalam
nenas berupa batang, daun, kulit, bonggol bentuk industri, baik dalam skala kecil,
belum dimanfaatkan secara optimal, menengah, maupun maju. Secara umum
bahkan hanya digunakan sebagai pakan enzim sebagai biokatalis mempunyai sifat
ternak. Dengan mengisolasi enzim tidak stabil terhadap lingkungan. Secara
bromelin dari bonggol nenas, merupakan teknik, sulit untuk memperoleh kembali
salah satu alternatif dalam rangka enzim yang masih aktif dari campuran
pemanfaatan limbah nenas sehinggqa dapat reaksi untuk dapat digunakan kembali.
memberikan nilai tambah bagi buah nenas Dengan demikian maka stabilitas terhadap
di samping mengurangi masalah enzim sebagai biokatalis pelu ditingkatkan.
pencemaran limbah terhadap lingkungan. Untuk meningkatkan stabilitas enzim

20
Pengujian Stabilitas Enzim Bromelin yang Diisolasi dari Bonggol Nanas
(Firman Sebayang)

dilakukan dengan cara modifikasi. Salah kemudian dilarutkan dalam buffer fosfat
satu modifikasi yang dapat dikembangkan pH 7,0 disimpan pada 40C.
adalah teknik imobilisasi.
Imobilisasi enzim adalah suatu proses Pengujian Aktivitas Proteolitik Enzim
di mana pergerakan molekul enzim ditahan Bromelin
pada tempat tertentu dalam suatu ruang Aktivitas enzim bromelin ditentukan
(rongga) reaksi kimia yang dikatalisisnya. berdasarkan metode Murachi dengan
Proses ini dapat dilakukan dengan cara menggunakan substrat kasein. Sebanyak
mengikatkan molekul enzim tersebut pada 0,5 ml kasein (10mg/ml) direaksikan
suatu bahan tertentu melalui pengikatan dengan 0,5 ml enzim dan 8 ml larutan
kimia atau dengan menahan secara fisik buffer fosfat. Untuk mendapatkan kondisi
dalam suatu ruang (rongga) bahan optimum aktivitas enzim, maka dibuat
pendukung atau dengan cara gabungan dari variasi suhu, pH, serta lama inkubasi
kedua cara tersebut. terhadap aktivitas enzim. Setelah diinkubasi,
Dalam penelitian ini hanya menitik- ke dalam campuran reaksi ditambahkan
beratkan pada isolasi enzim bromelin kasar 1 ml larutan asam trikloroasetat 30%.
dari bonggol nenas, karakteristik enzim Panaskan lagi pada suhu yang sama selama
terhadap parameter aktivitas, pH, suhu 30 menit. Protein yang terkoagulasi
optimum, serta imobilisasi enzim dipisahkan dengan kertas saring. Filtrat
menggunakan kappa karagenan (k-karagenan) yang diperoleh diukur absorbansinya pada
sebagai matriks polimer. panjang gelombang 280 nm. Sebagai
Juga diteliti sejauh mana stabilitas kontrol digunakan enzim yang telah
aktivitas enzim imobil pada pemakaian dimatikan aktivitasnya melalui pemanasan.
berulang serta ketahanan enzim imobil Unit aktivitas dinyatakan dalam 1 mikro
terhadap temperatur mol tirosin yang dihasilkan per ml enzim
dalam15 menit pada kondisi percobaan.
BAHAN DAN METODE Untuk mengetahui jumlah tirosin yang
dihasilkan digunakan kurva standar tirosin.
Bahan
Bonggol nanas, alkohol, enzim bromelin. Imobilisasi Enzim Bromelin dengan
Menggunakan Bahan Pendukung
Metode K-Karagenan
Imobilisasi enzim bromelin dilakukan
Isolasi Enzim Bromelin sebagai berikut:
Bonggol (hati) buah nenas dipotong 1. Ke dalam beaker glass 100 ml
kecil, diblender, diperas, disaring sehingga dimasukkan 20 ml enzim dan 5 ml
diperoleh cairan jernih. Ke dalam cairan ini larutan NaCl 0,85%. Aduk pelan-pelan
ditambahkan alkohol 80% dengan dan biarkan selama 3 menit pada suhu
perbandingan 1:4, Biarkan selama satu 370C.
malam pada suhu 100C agar enzim 2. Ke dalam beaker gelas dimasukkan
mengendap. Selanjutnya dilakukan 3,5 gram kappa karagenan dan 80 ml
sentrifugasi pada kecepatan 15.000 rpm larutan NaCl 0, 85%. Panaskan sampai
selama 15 menit pada suhu 100C. Endapan suhu 800C sambil diaduk hingga larut
yang diperoleh dikeringkan dengan cara sempurna, lalu dibiarkan hingga suhu
pengeringan beku. Diperoleh serbuk yang 550C.
merupakan enzim bromelin kasar Larutan (1) dan (2) dicampur sampai
homogen, biarkan dingin pada suhu kamar

21
Jurnal Sains Kimia
Vol 10, No.1, 2006: 20–26

selama 10 menit dan suhu 100C selama 30 selama 15 menit pada berbagai suhu
menit sampai terbentuk gel. Untuk pemanasan. Pengujian ini dilakukan
menambah kekerasan gel direndam dalam terhadap enzim bromelin bebas dan enzim
larutan KCl 0,3 M dingin selama 24 jam bromelin terimobilisasi. Hal ini bertujuan
pada suhu 4 0C. Selanjutnya gel dipotong- untuk mengetahui stabilitas enzim terhadap
potong dengan ukuran 3x3x3 mm. Gel temperatur.
yang sudah dipotong-potong dicuci dengan
air aquadest. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Aktivitas Enzim Bromelin
Isolasi Enzim Bromelin
Imobil
Setelah melaui tahap pengendapan dan
Prosedur pengujian aktivitas enzim
pengeringan diperoleh aktivitas enzim
imobil ini sama seperti pengujian aktivitas
sebesar 107,80 unit/ml. Sedangkan setelah
enzim bromelin bebas. Sebanyak ±6,86
enzim diimobilisasi dengan menggunakan
gram gel yang mengandung 4,675 mg
kappa karagenan sebagai matriks polomer,
protein ditambahkan 1 ml substrat kasein
diperoleh aktivitas enzim bromelin 106,12
1% dan 6 ml buffer fosfat. Inkubasi dalam
unit/ml. Terjadinya penurunan aktivitas
waktu yang sama dengan inkubasi enzim
enzim imobil diperkirakan karena
bebas.
terjadinya perubahan konformasi enzim
Selanjutnya ke dalam campuran reaksi
pada saat imobilisasi. Akan tetapi
ditambahkan 2 ml asam trikloro asetat
penyebab yang pasti dari penurunan
30%. Panaskan pada suhu 400C selama
aktivitas enzim imobil ini belum diketahui
30 menit. Protein yang terkoagulasi
dengan jelas.
disring. Filtrat yang diperoleh diukur
serapannya pada panjang gelombang
Imobilisasi Enzim Bromelin
280 mm. Sebagai kontrol digunakan enzim
Teknik imobilisasi enzim dilakukan
bromelin yang telah dimatikan aktivitasnya
secara fisik dengan teknik penjebakan
dengan pemanasan sebelum diimobilisasi.
(entrapment) tipe mikrokapsul dengan
Pengujian Stabilitas Enzim Bromelin menggunakan k-karagenan sebagai matriks
Imobil pada Pemakaian Berulang polimer.dari hasil pengujian ternyata enzim
Untuk enzim bromelin terimobilisasi yang terjebak hanya sekitar 85%. Gel yang
perlu dilakukan pengujian aktivitas terbentuk baik dan bersifat cukup keras.
terhadap pemakaian berulang pada enzim
imobil yang sama dengan tujuan untuk Kondisi Optimum Aktivitas Enzim
mengetahui sampai pemakaian beberapa Bromelin
enzim imobil tersebut masih mempunyai a. Pengaruh Temperatur
aktivitas. Caranya sama seperti pengujian Pengaruh temperatur terhadap aktivitas
aktivitas enzim imobil. Hanya saja perlu enzim bromelin bebas maupun imobil
dilakukan uji ulang terhadap enzim imobil seperti pada Gambar 1.
yang sama. Temperatur optimal enzim bromelin
bebas adalah 550C, sedangkan untuk enzim
Pengujian Ketahanan Enzim Bromelin bromelin termobilisasi adalah 600C. Dalam
terhadap Temperatur penelitian ini terjadi perubahan temperatur
Pengujian enzim terhadap temperatur optimum. Hal ini disebabkan karena enzim
dilakukan dengan cara inkubasi enzim terimobilisasi lebih stabil dari enzim bebas.

22
Pengujian Stabilitas Enzim Bromelin yang Diisolasi dari Bonggol Nanas
(Firman Sebayang)

b. Pengaruh pH dikaitkan karena adanya perubahan


Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim ionisasi gugus ionik enzim pada sisi aktif
bromelin bebas maupun terimobilisasi akibatnya konformasi enzim lebih efektif
dapat dilihat pada Gambar 2. dalam mengikat dan mengubah substrak
Kondisi optimum enzim bebas maupun menjadi produk. Walaupun pH optimum
bentuk terimobolisasi adalah pada pH 7,5 dari kedua bentuk enzim sama namun
sehingga diperkirakan tidak berpengaruh di aktivitas bentuk terimobilisasi sedikit lebih
sekitar enzim, akibatnya pH optimum tinggi dibanding bentuk bebas. Hal ini
enzim bromelin bebas sama dengan pH dimungkinkan karena molekul enzim yang
optimum enzim imobil. Adanya peningkatan terimobilisasi lebih stabil.
aktivitas pada pH optimum baik terhadap
enzim bebas maupun enzim imobil dapat
Aktivitas enzim (unit/ml)

120
110
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
30 35 40 45 50 55 60 65
Enzim bromelin bebas Enzim bromelin imobil

Temperatur ( C)

Gambar 1. Pengaruh Temperatur terhadap Aktivitas Enzim


Aktivitas enzim (unit/ml)

60
50
40
30
20
10
0
6 6,5 7 7,5 8 8,5 9

Enzim bromelin imobil enzim bromelin bebas

pH

Gambar 2. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim

23
Jurnal Sains Kimia
Vol 10, No.1, 2006: 20–26

c. Penentuan Waktu Inkubasi Ketahanan Enzim terhadap Temperatur


Penentuan waktu inkubasi bertujuan Ketahanan enzim terhadap berbagai
untuk mencari reaksi enzim-substrak yang temperatur pemanasan untuk enzim bebas
paling baik untuk membentuk produk yang maupun enzim terimobilisasi terlihat pada
lebih banyak. Pengaruh lama inkubasi Gambar 4.
terhadap aktivitas proteolitik enzim Sifat dasar enzim adalah dengan
bromelin bebas dan bentuk terimobilisasi perlakuan temperatur akan dapat
terlihat seperti Gambar 3. menyebabkan proses membukanya struktur
Dari gambar terlihat bahwa aktivitas protein dan hilangnya aktivitas enzim.
enzim bromelin dalam bentuk bebas dan Faktor penentu stabilitas enzim terhadap
terimobilisasi dalam menghidrolisa lingkungan panas adalah adanya gugus non
substrak kasein maksimum pada waktu kovalen pada molekul protein tersebut
inkubasi 15 menit. Penurunan aktivitas mempertahankan struktur sekunder dan
enzim di atas waktu inkubasi 15 menit tertier. Gaya ini dicerminkan oleh adanya
diperkirakan karena tirosin yang terbentuk ikatan hidrogen, gaya elektrostatis dan
mengalami oksidasi oleh enzim oksidase. intraksi hidropobik. Dari gambar terlihat
Hal ini dimungkinkan karena dalam isolat bahwa di atas temperatur 550C enzim
bromelin selain enzim bromelin terdapat bromelin dalam bentuk terimobilisasi lebih
juga enzim peroksidase dan oksidase stabil daripada enzim bromelin bebas. Hal
dalam jumlah kecil. Dan hasil penelitian ini disebabkan karena enzim terimobilisasi
juga terlihat bahwa aktivitas enzim terjebak dalam gel k-karagenan akan
bromelin bebas lebih besar dibandingkan melindungi enzim dari denaturasi akibat
bentuk terimobilisasi. Hal ini dimungkinkan temperatur, sehingga stabilitas termal
karena substrak masuk ke dalam matriks enzim terimobilisasi akan lebih baik karena
mengalami halangan sterik sehingga dapat menahan kecenderungan enzim
memerlukan waktu yang lebih lama dari untuk membuka sehingga konformasi
enzim bebas. enzim lebih terjaga. Oleh karena itu enzim
mampu mempertahankan aktivitas pada
kisaran temperatur yang lebih luas.
Aktivitas enzim (unit/ml)

120
110
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0 5 10 15 20 25 30 35
enzim bromilen imobil enzim bromelin bebas
Waktu inkubasi (menit)

Gambar 3. Pengaruh Waktu Inkubator terhadap Aktivitas Enzim Bromelin

24
Pengujian Stabilitas Enzim Bromelin yang Diisolasi dari Bonggol Nanas
(Firman Sebayang)

Aktivitas enzim (unit/ml)


120
110
100
90
80
70
60
50
40
30
20
50 55 60 65 70 75
enzim bromelin bebas enzim bromelin imobil

Temperatur ( C)

Gambar 4. Pengujian Ketahanan Enzim pada Berbagai Temperatur

120
Aktivitas enzim (unit/ml)

100
80
60
40
20
0
0 1 2 3 4 5
Pemakaian

Gambar 5. Pengujian Aktivitas Enzim Bromelin Imobil pada Pemakaian Berulang

Stabilitas Enzim Bromelin Imobil pada sebagai bahan pendukung imobilisasi


Pemakaian Berulang enzim menunjukkan bahwa stabilitas gel
Stabilias enzim imobil pada pemakaian tidak dapat dipertahankan dalam waktu
berulang seperti pada Gambar 5. yang cukup lama. Hal ini terlihat setelah
Pada pemakaian yang ke-2 perubahan pemakaian yang ke-3 ternyata gel
konformasi enzim masih kecil, namun mengalami kerusakan.
setelah pemakaian yang ke-4 perubahan
konformasi enzim diperkirakan cukup KESIMPULAN
besar. Hal ini terlihat dari penurunan
aktivitas tersebut berhubungan dengan 1. Dari proses isolasi enzim bromelin dari
kestabilan dari daya katalis pada molekul bonggol nenas diperoleh ativitas enzim
enzim . Daya katalis dan stabilitas enzim sebesar 107,80 unit/ml pada kondisi pH
dipengaruhi oleh faktor lingkungan 7,5, suhu 550C dengan lama inkubasi
terutama gugus fungsi reaktif enzim pada 15 menit.
pusat aktif. Penurunan aktivitas ini juga 2. Dari proses imobilisasi enzim bromelin
dapat disebabkan karena k-karagenan yang dengan menggunakan k-karagenan
digunakan sebagai penjebak enzim porous sebagai matriks polimer diperoleh
sehingga diperkirakan enzim keluar dari aktivitas enzim 106,12 unit/ml pada
gel pada saat pemakaian atau pada saat kondisi pH 7,5 suhu 600C dengan lama
pencucian. Penggunaan k-karegenan inkubasi 15 menit.

25
Jurnal Sains Kimia
Vol 10, No.1, 2006: 20–26

3. Teknologi imobilisasi dapat meningkatkan


difat termostabil dari enzim bromelin.
4. Enzim imobil mempunyai kemampuan
untuk digunakan secara berulang.

DAFTAR PUSTAKA

Murachi T., Bromelain Enzimes, in G.E. Parimann,


and L.Lorand (ad)., Methods Enzymology,
Vol. XIX, Academic Press., New York,
(1970).
Kuswanto R.K., Isolasi dan Pengujian Aktivitas
Enzim, PAU-Pangan dan Gizi UGM,
Yogyakarta, (1988).
Lehninger, L.A., Principles of Biochemistry, Worth
Publisher Inc., New York, (1982).
Tosa T., et al., Immobilization of Enzymes, and
Microbial Cells Using Carageenan as
Matrix, Biotech., and Bioeng, 21, (1979).
Chibata, Inchiro, Immobilizied Enzymes, Kodansha,
Ltd., Tokyo, (1982).
Wirahadikusumah, M., Teknologi Amobilisasi
Kimiawi untuk Meningkatkan Manfaat
Enzim dalam Bioteknologi, Jurusan Kimia,
ITB., (1991).
Wiseman, A., Handbook of Enzyme Biotehnology,
2nd ed., Ellis Horwood Limited, England,
(1985).
Glickman, M., Technology in Food Chemistry,
Acamedic Press, New York., (1969).

26
Pengaruh Waktu Irradiasi dan Laju Alir terhadap Degradasi Fotokatalitik Larutan Asam Benzoat
(Darwin Yunus Nasution)

PENGARUH WAKTU IRRADIASI DAN LAJU ALIR TERHADAP


DEGRADASI FOTOKATALITIK LARUTAN ASAM BENZOAT
DENGAN TITANIUM DIOKSIDA (TiO2) SEBAGAI KATALIS

Darwin Yunus Nasution


Departemen Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Asam benzoat dapat didegradasi dengan cara fotokatalitik. Degradasi dilakukan dengan cara menyinari larutan
asam benzoat dengan sinar UV di dalam kolom gelas yang dinding bagian dalamnya dilapisi dengan katalis
TiO2. Dalam percobaan ini laju alir asam benzoat dan waktu irradiasi dibuat bervariasi. Degradasi asam benzoat
ditentukan dengan cara mengukur konsentrasi asam benzoat sebelum dan sesudah irradiasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa asam benzoat mengalami degradasi 60,70% pada laju alir 60 ml/menit dan waktu irradiasi
selama tujuh jam.

Kata kunci: Fotokatalitik, Asam Benzoat, TiO2 dan Degradasi.

PENDAHULUAN kebanyakan senyawa organik di dalam air


dapat dioksidasi.
Fenomena fotokatalitik pada Pada permukaan semikonduktor,
permukaan TiO2 dapat diaplikasikan lubang positif dapat bereaksi baik dengan
untuk mendegradasi senyawa organik yang H2O yang teradsorpsi secara fisika maupun
selanjutnya dapat digunakan untuk dengan gugus OH- yang teradsorpsi secara
menguraikan berbagai senyawa organik kimia untuk membentuk radikal •OH
yang mengandung cincin aromatis yang sebagaimana pada reaksi berikut:
berbahaya yang merupakan hasil buangan
industri menjadi senyawa yang tidak TiO2 + hv → TiO2 ( h+VB + e-cB)
berbahaya seperti air dan karbondioksida. h+VB + H2O → • OH + H+
Jika semikonduktor TiO2 (anatase atau h+VB + OH- → • OH
rutile) menyerap cahaya UV dengan e-CB + O2 → O2•-
panjang gelombang λ = 380 nm akan 2 O2•- + 2H2O → 2 • OH + 2 OH- + O2
terbentuk pasangan elektron dan lubang
positif pada permukaan semikonduktor Elektron-elektron pada pita konduksi
tersebut, yang dapat menginisiasi reaksi kemungkinan bereaksi dengan molekul
redoks bahan kimia yang kontak dengan oksigen untuk membentuk ion superoksida
semikonduktor tersebut. Telah dilaporkan yang selanjutnya membentuk radikal • OH.
bahwa dalam media air sistem tersebut Radikal • OH sangat reaktif menyerang
mampu menghasilkan radikal hidroksil molekul-molekul organik dan mendegradasi-
(•OH). Radikal hidroksil adalah spesi nya menjadi CO2 dan H2O (dan ion-ion
pengoksidasi kuat, pada pH= 1 mempunyai halida jika molekul organik mengandung
beda potensial oksidasi sebesar 2,8 Volt atom-atom halogen).
relatif terhadap elektroda hidrogen. Asam benzoat adalah salah satu
Dengan potensial sebesar itu hampir senyawa organik yang banyak digunakan
sebagai pengawet makanan. Diperkirakan

27
Jurnal Sains Kimia
Vol 10, No.1, 2006: 27–30

senyawaan ini banyak terdapat pada panjang 7,0 m dan diameter kolom 4 mm
limbah terutama limbah cair hasil (peralatan telah dilengkapi dengan pompa
pengolahan makanan yang menggunakan sirkulasi, lampu UV 10 watt sebagai
asam benzoat sebagai pengawet. Apabila sumber radiasi). Waktu alirnya diatur
limbah cair ini masuk ke perairan, maka dengan laju alir 20, 40, dan mL/menit
perairan seperti sungai ataupun danau akan sedangkan waktu radiasi diatur selama
tercemar oleh asam benzoat. 1,2,3,4,5,6, dan 7 jam. Selanjutnya
Untuk menghilangkan asam benzoat konsentrasi asam benzoat ditentukan
yang terdapat dalam air dapat dilakukan setelah perlakuan.
dengan mendegradasinya secara
fotokatalitik dalam kolom gelas yang HASIL DAN PEMBAHASAN
sudah dilapisi dengan katalis TiO2 dan
sebagai sumber radiasi digunakan lampu Dari hasil penelitian yang telah
UV 40 watt Dalam penelitian ini sampel dilakukan diperoleh bahwa waktu irradiasi
yang digunakan bukan langsung memakai dan laju alir sangat berpengaruh terhadap
limbah industri akan tetapi sampel yang degradasi larutan asam benzoat secara
digunakan adalah larutan asam benzoat fotokatalitik.
murni. Bertambah lamanya waktu irradiasi
pada proses fotokatalitik, memberikan
BAHAN DAN METODE pengaruh yang nyata terhadap penurunan
konsentrasi. Pada saat degradasi dimulai
Imobilisasi TiO2 pada Dinding Kolom konsentrasi asam benzoat adalah 8 ppm,
Pipa Kapiler akan tetapi setelah radiasi berlangsung
0,1 g titanium dioksida dilarutkan selama 7 jam dengan laju alir 20 ml/menit,
dalam 100 mL metanol absolut 96%, diperoleh konsentrasi asam benzoat
kemudian disentrifugasi selama beberapa turun menjadi 0.903 ppm, pada laju
menit sehingga dihasilkan suspensi TiO2. alir 40 mL/menit diperoleh konsentrasi
Kolom gelas 4 mm dicuci dengan air, 0.636 ppm, dan pada laju alir 60 mL/menit
kemudian direndam selama 24 jam dengan diperoleh konsentrasi 0.536 ppm. Hal ini
larutan K2Cr2O4 dan H2SO4 pekat. Setelah adalah akibat kontak antara sinar UV
24 jam, kolom gelas dibilas dengan dengan molekul-molekul asam benzoat
aquadest dan dikeringkan. Kolom gelas semakin intensif dan meningkat jumlahnya
yang kering dialirkan suspensi TiO2 dan energi yang diserap oleh molekul-
dengan menggunakan bola karet dan molekul asam benzoat semakin tinggi
ditahan larutan tersebut selama 4 menit di sehingga molekul teraktifasi dan terurai.
dalam kolom gelas dengan cara menutup Dari kurva dapat diidentifikasi bahwa
aliran di masing-masing ujung selang degradasi yang intensif terjadi pada waktu
karet. Setelah itu rangkaian kolom dibuka, irradiasi antara satu jam sampai dua jam
dan dipanaskan pada suhu 100 0C selama pertama sedangkan pada jam ketiga sampai
1 jam. jam ketujuh laju degradasi semakin kecil
dan hampir konstan. Adanya gejala ini
Proses Degradasi Larutan Asam diduga karena pada jam peta sampai jam
Benzoat kedua, partikel-partikel atau molekul-
Sebanyak 1,0 liter larutan asam molekul asam benzoat masih banyak
benzoat 8 ppm disirkulasikan dalam jumlahnya sehingga tumbukan antara foton
kolom kaca yang telah diimobilisasi dengan molekul sering terjadi.
dengan TiO2 pada peralatan dengan

28
Pengaruh Waktu Irradiasi dan Laju Alir terhadap Degradasi Fotokatalitik Larutan Asam Benzoat
(Darwin Yunus Nasution)

Tabel 1. Hasil Perhitungan Konsentrasi Larutan Asam Benzoat 8 ppm Setelah Didegradasi Secara Fotokatalitik
pada Berbagai Variasi Waktu Irradiasi dan Laju Alir

No. Laju Alir (ml/menit) Waktu Irradiasi (menit) Konsentrasi (ppm)


1 1 5.774
2 2 2.373
3 3 1.169
4 20 4 0.989
5 5 0.928
6 6 0.900
7 7 0.743
8 1 5.589
9 2 2.659
10 3 1.297
11 40 4 0.900
12 5 0.687
13 6 0.575
14 7 0.474
15 1 5.443
16 2 2.922
17 3 1.124
18 60 4 0.485
19 5 0.435
20 6 0.390
21 7 0.379

0.35

0.3
Konsentrasi (ppm)

0.25
20 ml/menit
0.2
40 ml/menit
0.15
60 ml/menit
0.1

0.05

0
1 2 3 4 5 6 7
Waktu Irradiasi (jam)

Grafik 1. Hubungan antara Konsentrasi dan waktu Irradiasi pada Berbagai Variasi Laju Alir

KESIMPULAN benzoat dapat terdegradasi 60,70% bila


irradiasi dilakukan selama tujuh jam dan
Dari hasil penelitian yang telah waktu alirnya 60 mL/menit.
dilakukan, maka diambil kesimpulan
sebagai berikut: Semakin besar laju alir DAFTAR PUSTAKA
dan semakin lama waktu radiasi maka
semakin besar terjadinya penurunan Askiah, R.S., (1998), Fisika Dasar, Naspar Djaja,
konsentrasi larutan asam benzoat. Asam Medan

29
Jurnal Sains Kimia
Vol 10, No.1, 2006: 27–30

Bachri, S. L., (2004), Pengaruh Waktu Iradiasi


dan Panjang Kolom Gelas terhadap
Degradasi Penta Klorofenol Secara
Fotokatalitik TiO2-UV, UI, Jakarta,
Skripsi.
Bailey, R.A., (1978), Chemistry of The
Environment, Academic Press. Inc,
London.
Gunlazuardi, J., (2001), Fotokatalis pada
Permukaan TiO2: Aspek Fundamental
dan Aplikasinya, FMIPA, UI, Jakarta.
Gunlazuardi, J., (2002), Evaluasi Deklorinasi dan
Pemecahan Cincin Aromatis Selama
Degradasi Penta Klorofenol Secara
Fotokatalisis pada Permukaan Lapisan
Tipis Titanium Dioksida, Prosiding
Seminar Nasional Himpunan Kimia
Indonesia, UPI, Bandung.
Hanafiah, A. K., (2004), Rancangan Percobaan,
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Lindner, M., (1996)., Photocatalytic Degradation
of 4-Chlorophenol in Aerated Aqueous
Titanium Dioxide Suspensions, A
Kinetic and Mechanism Study,
Hannover,Germany.
Sudjana., (1992), Metode Statistika, Edisi Kelima,
Penerbit Tarsito, Bandung.
Sukardjo, (1985), Kimia Anorganik, Bina Aksara,
Jakarta.
Tanjung, A., (1989), Analisa Pengawet Benzoat
pada Limun (Orange Crush dan Ice
Cream Soda) Secara Spektrofotometri
UV, USU, Medan, Skripsi.
Tewari, H.P., (1981), Adsorption from Aqueous
Solutions, Plenum Press. Inc, New
York.

30
Uji Bioaktivitas Penghambatan Ekstrak Metanol Ganoderma spp. terhadap Pertumbuhan Bakteri dan Jamur
(Dwi Suryanto)

UJI BIOAKTIVITAS PENGHAMBATAN EKSTRAK METANOL


Ganoderma spp. TERHADAP PETUMBUHAN BAKTERI DAN JAMUR

Dwi Suryanto
Departemen Biologi FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstract

A study on the effect of methanol extract of Ganoderma spp. on growth of bacteria and fungi has been done. The
study was aimed to know the ability of the extract to inhibit growth of Staphylococcus aureus, Escherichia coli,
and Candida albicans using disc-diffusion method. The result showed that the methanol extract of fruiting
bodies of Ganoderma inhibited the growth of tested microbes, which were varied among the Ganoderma.
However, G. lucidum were able to reatively inhibit both S. aureus and E. coli. Concentration of the extract
should be increased more than 20% to take the extract into an effect of inhibition of C. albicans growth.

Keywords: Ganoderma, Growth Inhibition.

PENDAHULUAN gelap jika tergores. Spora berukuran 6-9 x


4-7 μm berbentuk elips dan berwarna
Negara-negara Asia Tenggara diketahui coklat hingga coklat kemerahan. Ciri yang
sebagai sumber yang kaya spesies jamur paling spesifik dari genus ini adalah spora
seperti Ganoderma, namun laporan yang berdinding tebal dan berduri kecil-
penelitian tentang Ganoderma khususnya kecil (Bessette et al. 1997; Arora 1996;
di Indonesia sangat sedikit. G. lucidum Largent 1986; Pacioni 1981; Largent &
merupakan jamur kayu yang telah banyak Thiers, 1977).
diketahui berkhasiat sebagai obat. Meskipun Ganoderma spp. telah
Ganoderma merupakan salah satu jamur digunakan ratusan tahun di Cina dan
kayu yang banyak terdapat di Indonesia. Jepang sebagai obat tradisional untuk
Suriawiria (2000) menyatakan bahwa dari penyembuhan berbagai penyakit, penelitian
180 spesies Ganodermaceae hanya secara sistematik baru berlangsung sekitar
21 spesies yang hidup di Indonesia. Dari 25 tahun (Boh et al., 2000). Pada tahun
21 spesies tersebut, hanya G. applanatum 1997 produksi Ganoderma dunia mencapai
yang diketahui mengandung senyawa aktif 4500 ton, 3000 ton di antaranya dihasilkan
yang berkhasiat sebagai obat. Beberapa oleh Cina.
jenis/sub jenis Ganoderma dijumpai di Beberapa senyawa yang terdapat di
hutan Sumatera. dalam tubuh buah Ganoderma umumnya
Ganoderma memiliki ciri seperti tubuh sama seperti tubuh buah jamur lainnya,
bertekstur seperti kayu, keras, berbentuk kecuali beberapa senyawa khusus yang
seperti kipas. Pada beberapa spesies tubuh dimilikinya. Senyawa khusus yang terdapat
buah bertangkai atau sesil, terdapat garis- dalam tubuh buah Ganoderma berupa
garis konsentris, permukaan atas agak adenosin yang berperan sebagai pencuci
mengkilap, berwarna coklat (coklat racun, triterpenoid sebagai penurun
kekuningan, atau merah tergantung kolesterol dan gula darah, dan asam
spesiesnya). Pada tubuh buah bagian ganoderik berperan mempertahankan
bawah terdapat pori-pori dengan spora. keawetan organ-organ tubuh (Suriawiria,
Bagian ini berwarna putih namun tampak 2001).

31
Jurnal Sains Kimia
Vol 10, No.1, 2006: 31–34

Dari semua jenis Ganoderma, G. Biakan jamur C. albicans yang diperoleh


lucidum merupakan jenis yang paling dari Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas
banyak dipelajari khasiat obatnya, sebagai Kedokteran, USU, Medan. Bakteri untuk
immuno-modulasi, khususnya untuk uji antimikroba ditumbuhkan pada media
kanker dan hepatitis, pendukung hati (liver nutrient agar (NA), sedang jamur
support), detoksifikasi, hepatitis, pengaturan ditumbuhkan dalam media potato dextrose
kolesterol, pendukung kardiovaskular agar (PDA) pada suhu 300C selama
(cardiovascular support), dan diabetes 24 jam.
(Bailey, 2001). Potensi lain seperti potensi Biakan disuspensi dalam larutan garam
antibiotik belum banyak dilaporkan. 0.9% NaCl. Suspensi biakan uji setara
MacFarland 0.5 standar diusapkan pada
BAHAN DAN METODE media padat dengan menggunakan kapas
lidi steril secara merata pada permukaan
Pengambilan dan Pengeringan Contoh media dalam cawan petri, lalu dibiarkan
Ganoderma selama 15 menit. Sebanyak 6 buah cakram
Contoh tubuh buah Ganoderma kosong antibakteri (Oxoid, Inggris) ditetesi
applanatum (Ga6), G. bonninense (Gb), G. 10 μl ekstrak. Cakram dibiarkan beberapa
lucidum (Gl1 dan Gl2), dan G, tsugae (Gt) saat sampai terlihat kering. Cakram
berasal dari beberapa tempat di Sumatera diletakkan pada suspensi sebaran biakan
Utara. Contoh dihancurkan halus dengan dengan menggunakan pinset steril sambil
blender kemudian dikering angin selama menekan sedikit pada permukaan media
24 jam. usapan agar menempel lalu diinkubasi
pada suhu 370C selama 24 jam. Diameter
Pembuatan Ekstrak Metanol zona hambat yang terbentuk diukur dengan
Contoh kering tubuh buah Ganoderma jangka sorong dalam satuan mm
direndam dalam metanol dalam wadah (Cappuccino & Sherman, 1983). Diameter
tertutup rapat, dan dibiarkan selama 5 hari zona hambat diukur sebagai hasil
terlindungi dari cahaya. Pengadukan pengurangan diameter zona hambat total
dilakukan setiap hari. Setelah 5 hari, dikurangi diameter cakram kertas yang
masing-masing campuran tersebut digunakan.
dimarserasi dan disaring sehingga diperoleh
maserat. Maserat yang diperoleh diuapkan HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan menggunakan rotavapor untuk
memisahkan pelarut metanol sampai Pengujian ekstrak metanol beberapa
diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental Ganoderma terhadap pertumbuhan
dimasukkan ke dalam botol vial steril dan mikroba uji menunjukkan bahwa secara
disimpan dalam desikator untuk pengeringan. umum pertumbuhan bakteri (S. aureus dan
Ekstrak kering contoh ditimbang dan E. coli) lebih dihambat oleh ekstrak
dilarutkan dengan menggunakan dimetil Ganoderma dibandingkan dengan
sulfoksida (DMSO) sesuai konsentrasi pertumbuhan jamur (C. albicans) (Tabel 1).
untuk pengujian, yaitu 1%, 5%, 10%, 15%, Hasil ini mengindikasikan bahwa senyawa
dan 20%, kecuali G. tsugae. aktif yang terdapat dalam ekstrak
Ganoderma lebih mempengaruhi bagian
Uji Efektivitas Antimikroba sel bakteri atau fisiologis bakteri
Biakan-biakan bakteri (Staphylococcus dibandingkan dengan hal yang sama pada
aureus dan Escherichia coli) diperoleh dari jamur.
Laboratorium Mikrobiologi, Departemen
Biologi, Fakultas MIPA, USU, Medan.

32
Uji Bioaktivitas Penghambatan Ekstrak Metanol Ganoderma spp. terhadap Pertumbuhan Bakteri dan Jamur
(Dwi Suryanto)

Tabel 1. Diameter Zona Hambat (mm) Ekstrak Metanol Beberapa Ganoderma terhadap Mikroba Uji S. aureus,
E. coli, dan C. albicans

Mikroba uji Isolat Ganoderma Konsentrasi (%)


0 1 5 10 15 20
S. aureus Gl1 0 0.10 0.35 0.85 0.50 1.95
Gl2 0 1.85 2.05 2.15 3.40 6.2
Gb 0 0 0 0 0 0
Ga6 0 2.05 2.00 2.20 2.30 2.90
Gt 0 0 0.40 0.60 1.15 -
E. coli Gl1 0 0.10 1.85 2.50 2.60 4.10
Gl2 0 1.85 2.65 2.15 4.45 6.8
Gb 0 0.65 0.90 0.80 1.45 1.05
Ga6 0 1.75 3.00 3.00 3.50 3.30
Gt 0 2.70 2.60 3.15 3.35 -
C. albicans Gl1 0 0 0 0 0 2.10
Gl2 0 0 0 0 0 0
Gb 0 0 0 0 0 0
Ga6 0 0 0 0 0 0
Gt 0 0 0 0 0 -

Hasil pengujian ekstrak metanol yang memiliki potensi sebagai penghambat


beberapa Ganoderma terhadap bakteri pertumbuhan mikroba tersebut.
menunjukkan hasil yang bervariasi Hal yang menarik terjadi pada
tergantung jenis Ganoderma, tetapi secara pengujian ekstrak metanol Gb terhadap
umum tidak mampu menghambat mikroba uji. Meski tidak memberikan
pertumbuhan jamur sampai konsentrasi penghambatan pertumbuhan mikroba lain,
20%. Ada indikasi bahwa konsentrasi tetapi mampu memberikan hambatan
ekstrak di atas 20% dapat menghambat pertumbuhan terhadap E. coli, suatu
pertumbuhan jamur seperti yang golongan bakteri Gb negatif. Kelompok
ditunjukkan ekstrak metanol Gl1. jamur ini merupakan kelompok jamur
Secara umum Gl1, Gl2, dan Ga6 patogen pada tanaman kelapa sawit.
menghambat pertumbuhan 2 bakteri uji. Potensi untuk dikembangkan sebagai
Penghambatan pertumbuhan bakteri uji jamur obat perlu diketahui lebih lanjut,
yang terjadi pada ekstrak 2 isolat G. sehingga jamur ini tidak lagi hanya bersifat
lucidum lebih besar dibandingkan dengan patogen tanaman, tetapi dapat dimanfaatkan
yang terjadi pada ekstrak Ganoderma sebagai jamur obat. Hal yang mirip juga
lainnya. Potensi penghambatan ekstrak ditemukan pada Gt, yang memberikan
metanol 2 isolat G. lucidum kelihatannya pengaruh hambatan yang lebih besar
hampir sama terhadap 2 jenis bakteri uji, terhadap kelompok Gb negatif
tetapi tidak mampu menghambat dibandingkan dengan jamur dan kelompok
pertumbuhan C. albicans. G. lucidum Gt positif. Kemiripan potensi ini boleh jadi
merupakan jenis yang paling banyak menunjukkan kesamaan kandungan
dipelajari khasiat obatnya (Bailey, 2001). senyawa aktif yang terdapat dalam 2 jenis
Secara genetik, Ganoderma yang diuji jamur tersebut.
memiliki kesamaan (Suryanto et al., 2005). Peningkatan konsentrasi ekstrak
Dalam kajian ini belum dipelajari senyawa metanol Ganoderma berpengaruh terhadap

33
Jurnal Sains Kimia
Vol 10, No.1, 2006: 31–34

peningkatan kemampuan menghambat


pertumbuhan mikroba uji masing-masing
ekstrak. Kemampuan hambat terbesar
dicapai oleh Gl2 terhadap S. aureus dan E.
coli masing-masing sebesar 6.2 mm dan
6.8 mm pada konsentrasi ekstrak 20%.
Peningkatan konsentrasi ini juga
berhubungan dengan kemampuan hambat
ekstrak terhadap jamur uji. Diperlukan
konsentrasi yang lebih besar daripada 20%
untuk mulai menghambat pertumbuhan
jamur.

DAFTAR PUSTAKA

Arora D. 1996. Mushrooms Demystified. 2nd


edition. Berkeley:Ten Speed Press.
Bailey S. 2001. Ganoderma lucidum: An
information resource from JHS Natural
Products. Science Mushroom News 2: 1–2.
Bessette A.E., Bessette A.R., Fischer D.W. 1997.
Mushrooms of Northern North America.
Syracuse University Press.
Boh B, Hodžar D, Dolničar D, Berovič M,
Pohleven F. 2000. Isolation and
Quantification of Triterpenoid Acids from
Ganoderma applanatum of Istrian Origin.
Food Technol Biotechno. 38: 11–18.
Largent DL, Thier HD. 1977. How to Identify
Mushrooms to Genus II: Field Identification
of Genera. Mad River Press Inc. California.
Largent DL 1986. How to Identify Mushrooms to
Genus I: Macroscopic Features. Mad River
Press Inc. California.
Pacioni G. 1981, Guide to Mushrooms. A Fireside
Book. New York: Simon and Schuster Inc.
Suriawiria U. 2001. Budi Daya Ling Zhi dan
Maitake Jamur Berkhasiat Obat. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Suryanto D, Andriani S, Nurtjahja K. 2005.
Keragaman Genetik Ganoderma spp. dari
beberapa tempat di Sumatera Utara. Kultura
40: 70–76.

34
Kegunaan Kitosan sebagai Penyerap terhadap Unsur Kobalt (Co2+)
(Harry Agusnar, Irman Marzuki Siregar)

KEGUNAAN KITOSAN SEBAGAI PENYERAP TERHADAP


UNSUR KOBALT (Co2+) MENGGUNAKAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

Harry Agusnar, Irman Marzuki Siregar


Departemen Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Telah dilakukan penelitian tentang penggunaan kitosan sebagai bahan penyerap logam Co pada sampel
CoCl2.6H2O yang dijadikan sebagai larutan standar. Larutan kitosan disediakan dengan variasi berat dan waktu
kontak.
Sampel dicampur dengan larutan kitosan dan pembuatan flokulan dilakukan dengan metode Jar Tes selama
30 menit. Masing-masing perlakuan diukur dengan analisa kuantitatif dengan menggunakan spektrofotometer
serapan atom sehingga diperoleh kondisi optimum dengan penambahan kitosan 0,9 g dan waktu kontak
70 menit.
Hasil yang diperoleh dari penelitian bahwa kitosan lebih besar menyerap logam Co dengan metode waktu kontak
daripada berat kitosan di mana % penyerapan logam Co 99,91% dan 87%.

Kata kunci: Adsorpsi, Kitosan dan Spektrofotometri Serapan Atom.

PENDAHULUAN ekonomis dan dampak ikutannya


(Alimuniar, 1998).
Air merupakan zat penting dalam Kitosan telah digunakan secara meluas
kehidupan mahluk hidup di dunia ini dari sebagai penukar kation dengan cara
hewan yang berspesies terendah sampai pengompleksan pada perawatan air atau
yang tertinggi juga manusia dan tanaman. limbah. Kitosan dikenal juga sebagai
Apabila air sudah tercemar logam-logam pengkhelat logam-logam beracun. Serbuk
berbahaya akan mengakibatkan hal-hal atau larutan kitosan dapat menghilangkan
yang buruk bagi kehidupan. Bermacam- atau mengurangi logam atau ion logam
macam kasus pencemaran logam berat yang terdapat dalam air sungai, air laut,
pernah dilaporkan baik di negara maju dan air limbah (Muzarelli, 1985).
maupun negara sedang berkembang. Kitosan merupakan biopolimer alam
Begitu pula akibat buruk terhadap yang bersifat polielektrolit kationik yang
penduduk yang tinggal di sekitarnya berpotensi tinggi untuk penyerapan logam
(Darmono, 1995). dengan mudah terbiodegradasi serta tidak
Beberapa metode dalam mengelola beracun. Muzarelli (1977) melaporkan
limbah cair yang mengandung pencemaran bahwa kitosan sudah pernah digunakan
logam adalah perlakuan dengan untuk menyerap logam-logam seperti Cu,
pengendapan, koagulasi atau flokulasi, Pb, Fe, Ni, dan semua logam tersebut
filtrasi, proses membran, pertukaran ion, didapati mudah terserap dengan baik.
proses biologi, dan reaksi-reaksi kimia. Menurut beberapa peneliti seperti
Dalam penerapannya, setiap metode Hutahean, I. 2001, menggunakan kitosan
memiliki keunggulan dan keterbatasan sebagai adsorben logam Zn dan Cr dan
masing-masing dari aspek teknis, didapati telah berhasil menurunkan kadar
logam tersebut. Oetomo B.B, 2004

35
Jurnal Sains Kimia
Vol 10, No.1, 2006: 35–39

melaporkan larutan kitosan telah dapat dijadikan masing-masing larutan kitosan


menurunkan kadar logam Cu pada limbah 0,1%,; 0,3%; 0,5%, 0,7%; dan 0,9%.
cair industri pelapisan logam sebesar 60%.
Penentuan Berat Optimum
BAHAN DAN METODE 1. Sebanyak 10 mL larutan Co dengan
konsentrasi 5 ppm dimasukkan dalam
Bahan tabung jar test.
Kitosan, asam asetat glasial, 2. Ditambahkan 100 mL larutan kitosan
CoCl2.6H2O, NaOH, HCl dan aquadest. yang telah divariasikan beratnya mulai
dari 0,1; 0,3; 0,5; 0,7; dan 0,9 g.
Alat
3. Selanjutnya diaduk dengan pengaduk
Spektrofotometer serapan atom
Jar Test dengan kecepatan 100 rpm
Shimadzu AA–640, neraca analitik, jar
selama 30 menit, didiamkan selama
test, pH meter dan alat-alat gelas yang
15 menit pada 0 rpm.
biasa digunakan di laboratorium kimia.
4. Diambil filtrat bagian atas dan diatur
Metode pH menjadi pH3, lalu diukur dengan
analisis spektrofotometer serapan atom.
Larutan Induk Co 1000 ppm Nilai pengukuran paling rendah
4,036 g CoCl2.6H2O dilarutkan dengan merupakan berat yang optimum.
aquadest dalam labu ukur 1000 mL,
kemudian dicukupkan dengan aquadest, Penentuan Waktu Kontak Optimum
sehingga diperoleh larutan standar Co 1000 1. Sebanyak 10 mL larutan Co dengan
ppm. konsentrasi 5 ppm dimasukkan dalam
tabung Jar Test.
Pembuatan Kurva Kalibrasi 2. Ditambahkan 100 mL larutan kitosan
1. Dari larutan standar Co 1000 ppm 0,9% selajutnya diaduk dengan
dipipet sebanyak 10 mL lalu pengaduk jar test dengan kecepatan
dimasukkan ke dalam labu takar 100 rpm dengan variasi waktu 10, 30,
100 mL, kemudian dicukupkan dengan 50, 70, dan 90 menit.
aquadest sampai garis batas, sehingga 3. Didiamkan selama 15 menit pada
diperoleh larutan Co 100 ppm. 0 rpm.
2. Kemudian dari larutan standar 100 ppm 4. Diambil filtrat bagian atas dan diatur
dipipet sebanyak 10 mL lalu pH menjadi pH3, lalu diukur dengan
dimasukkan ke dalam labu takar analisis spektrofotometer serapan atom.
100 mL, kemudian dicukupkan dengan Nilai pengukuran paling rendah
aquadest sampai garis batas, sehingga merupakan waktu kontak yang
diperoleh larutan Co 10 ppm. optimum.
3. Selanjutnya dari larutan standar 10 ppm
dipipet sebanyak 50 mL lalu Pengukuran pH
dimasukkan ke dalam labu takar 1. Peralatan pH meter dihidupkan.
100 mL dan ditambahkan dengan 2. Dilakukan kalibrasi menggunakan
aquadest sampai garis tanda, sehingga buffer pH 7, dengan menggeser posisi
diperoleh larutan Co 5 ppm. stand by ke posisi pH belum tepat
pH 7, ditepatkan dengan menggeser
Larutan Kitosan tombol standardisasi sampai pH 7.
Sebanyak 0,1; 0,3; 0,5; 0,7; dan 0,9 g 3. Selanjutnya dimasukkan elektroda ke
serbuk kitosan dilarutkan dengan asam sampel dan dilakukan pengukuran pH
asetat 1% dalam labu ukur 100 mL untuk dengan menambahkan asam atau basa.

36
Kegunaan Kitosan sebagai Penyerap terhadap Unsur Kobalt (Co2+)
(Harry Agusnar, Irman Marzuki Siregar)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Tabel 1. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Kobalt pada Panjang Gelombang 240,7 nm
dengan Spektrofotometer Serapan Atom

No Kadar (ppm) Absorbansi (A)


1 0,0000 0,0004
2 0,2000 0,0103
3 0,4000 0,0188
4 0,8000 0,0348
5 1,0000 0,0445
6 1,2000 0,0530

Tabel 2. Data Hasil Pengukuran Kadar Kobalt dalam Sampel dengan Variasi Berat Kitosan Menggunakan
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Berat Kitosan Waktu Kontak Ulangan Rata-Rata Kadar (ppm)


(gram) (menit)
I II III

0,1 0,0209 0,0212 0,0206 0,0209 0,4151 ± 0,0125


0,3 0,0172 0,0174 0,0169 0,0172 0,3529 ± 0,0082
0,5 30 0,0129 0,0131 0,0127 0,0129 0,2813 ± 0,0069
0,7 0,0099 0,0098 0,0100 0,0099 0,2319 ± 0,0060
0,9 0,0090 0,0091 0,0086 0,0089 0,2150 ± 0,0108

Tabel 3. Data Hasil Pengukuran Kadar Kobalt dalam Sampel dengan Variasi Waktu Kontak Menggunakan
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Berat Kitosan Waktu Kontak Ulangan Rata-Rata Kadar (ppm)


(gram) (menit)
I II III
10 0,0184 0,0182 0,0183 0,0183 0,3713 ± 0,0602
30 0,0153 0,0161 0,0157 0,0157 0,3280 ± 0,0172
0,9 50 0,0107 0,0110 0,0105 0,0107 0,2458 ± 0,0108
70 0,0044 0,0045 0,0041 0,0043 0,1386 ± 0,0151
90 0,0078 0,0081 0,0076 0,0078 0,1971 ± 0,0103

Tabel 4. Data Pengukuran Daya Serap Berat Optimum Larutan Kitosan

Konsentrasi Co Berat Kitosan CoTinggal Penyerapan


(ppm) (gram) (ppm) (%)
0,1 1,2454 75,10
0,3 1,0588 78
5 0,5 0,8438 83,15
0,7 0,6956 86
0,9 0,6451 87

37
Jurnal Sains Kimia
Vol 10, No.1, 2006: 35–39

Tabel 5. Data Pengukuran Daya Serap Waktu Kontak Optimum Larutan Kitosan

Konsentrasi Co Waktu Kontak CoTinggal Penyerapan


(ppm) (menit) (ppm) (%)

10 0,0183 99,63
30 0,0157 99,68
5 50 0,0107 99,78
70 0,0043 99,91
90 0,0078 99,84

PEMBAHASAN larutan tidak cukup mengikat partikel lain.


Pada waktu kontak selama 90 menit
Dari data pada Tabel 2 dapat dilihat % penyerapannya makin rendah, ini
bahwa berat optimum larutan kitosan untuk disebabkan konsentrasi kitosan sebagai
menyerap larutan standar kobalt adalah polielektrolit kationik menjadi jenuh.
0,9 gram di mana logam kobalt tinggal Akibatnya akan merusak jembatan antara
sebesar 0,6451 ppm dengan penyerapan partikel sekaligus menyebabkan tidak
sebesar 87 %, karena pada berat ini nilai semua partikel terendapkan.
absorbansi yang diperoleh lebih kecil. Ini
menunjukkan bahwa pada penambahan KESIMPULAN
0,9 gram kitosan proses adsorbsi terjadi
lebih sempurna dibandingkan yang Dari hasil pemeriksaan kadar kobalt
lainnya. Semakin banyak jumlah kitosan dalam sampel CoCl2.6H2O dengan
yang ditambahkan maka akan semakin spektrofotometri serapan atom disimpulkan
banyak juga proses adsorbsi yang terjadi bahwa kitosan dapat menurunkan kadar
sehingga logam kobalt akan lebih banyak kobalt secara signifikan.
terikat pada kitosan. Pada penambahan Penggunaan kitosan sebagai penyerap
0,1 g, % penyerapannya hanya 75,10% dapat dilakukan dengan variasi berat
tetapi dengan penambahan berat kitosan kitosan dan waktu kontak dengan larutan
maka % penyerapannya pun semakin kitosan.
meningkat. Hal ini dapat terlihat jelas pada Dari penelitian didapati persen
Tabel 4. penyerapan yang paling tinggi sebesar
Sedangkan pada Tabel 3 dapat dilihat 99,91% terjadi dengan merendam larutan
bahwa kemampuan optimum kitosan sampel dengan larutan kitosan selama 70
dalam menyerap 5 ppm larutan standar menit.
kobalt yang paling baik adalah pada waktu
kontak selama 70 menit, di mana logam SARAN
kobalt tersisa sebanyak 0,0043 ppm dan %
penyerapannya 99,91 %, (Tabel 5). Artinya Disarankan kepada peneliti yang lain
ada waktu kontak 70 menit kitosan telah untuk meneliti kegunaan kitosan sebagai
optimum bekerja sebagai koagulan dan penyerap terhadap logam dengan
pembentukan flok benar-benar terbentuk menggunakan sampel yang mengandung
secara sempurna. Pada 10, 30, 50 menit % logam berat lainnya.
penyerapan masih rendah, ini disebabkan
pada waktu kontak yang singkat proses DAFTAR PUSTAKA
adsorbsi terjadi, tetapi pembentukan
jembatan antara partikel tidak sempurna. Darmono, 1995, “Logam dalam Sistem Biologi
Karena bagian polimer yang berada dalam Makhluk Hidup”, UI – Press, Jakarta.

38
Kegunaan Kitosan sebagai Penyerap terhadap Unsur Kobalt (Co2+)
(Harry Agusnar, Irman Marzuki Siregar)

Alimuniar, A. Dan Zainuddin R., 1998, “An


Economical Technique for Producing
Chitosan”, Advantage Integration Chitin
and Chitosan, London Elvesier.
Muzzarelli, R.A.A., 1985, “Chitin in
Polysaccharides”, Vol 3, Aspinal (ed O),
Academic Press Inc, Orlando San Diego,
p. 147.
Muzzarelli, R.A.A., 1977, “Chitin”, Pergamon
Press, Oxford.
Mat, B. Zakaria, 1995, “Chitin and Chitosan”,
University Kebangsaan Malaysia.
Harahap, V. U., 1995, “Optimasi Proses
Pembuatan Kitosan dari Limbah
Udang”, Fakultas Teknologi Pertanian
IPB, Bogor.
Knoor, D., 1987, “Use of Chotonous Polimer in
Food”, Food Technology, (I), p. 85.
Vogel, 1985, “Buku Teks Analisis Anorganik
Kualitatif Makro dan Semi Mikro”,
cetakan pertama, edisi V, PT. Kalman
Media Pustaka Jakarta.
Sukardjo, 1990, “Kimia Anorganik”, Rineka
Cipta, Cetakan Kedua, Jakarta.
Khopkhar, S.M., 2001, “Konsep Dasar Kimia
Analitik”, UI – Press, Jakarta.
Hutahean, Ida S. M., 2001, “Penggunaan Kitosan
Sebagai Penyerap terhadap Logam
Zinkum (Zn) dan Kromium (Cr)
dengan Metode Spektrofotometer
Serapan Atom”, Skripsi Jurusan Kimia
FMIPA – USU, Medan.
Amelia, A., 1991, “Pemanfaatan Kitosan Sebagai
Pengikat Logam Krom dalam Limbah
Cair Industri Penyamakan Kulit
dengan Metode Kolom dan
Sentrifugasi”, Skripsi Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB, Bogor.
Bastaman, S., 1989, “Chitin Menantang Pakar
Peneliti”, Vol. 1, Nomor 2, Jurnal Sains
Kimia, FMIPA USU, Medan.
Sanchez, D.R., R. Cgokyun, 1981, “Chitosan
Globules”, Food Tech.
Connell, D.W., Miller, G.I., 1995, “Kimia dan
Ekotoksikologi Pencemaran”, UI–Press,
Jakarta.
Slamet, J.S., 1996, “Kesehatan Lingkungan”,
Cetakan Ketiga, UGM–Press, Yogyakarta.
Stoppler, M., 1992, “Hazardaous Metal in
Environment”, Elvesier Science
Publisher.
Novianty, Evi, 1999, “Analisis Kadar Fe dan Cu
dalam Limbah Industri Aluiminium
Secara Spektrofotometri Serapan Atom
(SSA)”, Karya Ilmiah, FMIPA–USU,
Medan.

39
Jurnal Sains Kimia
Vol 10, No.1, 2006: 40–45

STUDI PEMBUATAN PAKAN IKAN DARI CAMPURAN AMPAS


TAHU, AMPAS IKAN, DARAH SAPI POTONG, DAN
DAUN KELADI YANG DISESUAIKAN DENGAN
STANDAR MUTU PAKAN IKAN

Emma Zaidar Nasution


Departemen Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Telah dilakukan penelitian mengenai pembuatan pakan ikan berupa pelet dari bahan baku campuran ampas tahu,
ampas ikan , darah sapi, dan daun keladi.
Pelet ikan yang diperoleh dari pencampuran 25 g tepung ampas tahu, 25 g tepung ikan, 25 g tepung daun, 20 g
tepung darah, dan 5 g tepung tapioka sebagai perekat. Campuran diolah dan dicetak dengan diameter ± 3 mm
berbentuk silinder lalu dikeringkan dalam oven 60 0C, di mana pelet yang diperoleh dapat mengapung di atas
permukaan air ± 10 menit.
Dilakukan karakterisasi terhadap pelet ikan yang diperoleh meliputi kadar protein, kadar lemak, kadar
karbohidrat, kadar serat kasar, dan kadar mineral.
Hasil karakterisasi dari pelet ikan dapat disimpulkan sebagai berikut: kadar protein 31,1925%, lemak 6,0102%,
gula reduksi 4,4033%, serat kasar 4,8290%, kadar Ca 0,16%, Na 0,0029%, Mg 0,0076%, dan Fe 0,0285%.

Kata kunci: Pakan Ikan, Pelet dan Hidrolisa.

PENDAHULUAN mengandung zat gizi yang diperlukan oleh


ikan, dan berharga murah.
Pakan buatan terdiri atas beberapa Misalnya ampas tahu adalah sisa
jenis, salah satu pakan buatan yang paling industri yang masih dapat dimanfaatkan
banyak dikenal adalah jenis pelet, yaitu sebagai bahan baku pakan yang memiliki
pakan yang berbentuk butiran. kandungan karbohidrat dan protein yang
Permasalahan yang sering menjadi cukup tinggi. Ikan-ikan rucah yang tidak
kendala yaitu penyediaan pakan buatan ini bernilai ekonomis lagi, darah sapi potong
memerlukan biaya yang relatif tinggi, yang terbuang, semua ini masih dapat
bahkan mencapai 60–70% dari komponen menjadi sumber protein bagi ikan. Daun
biaya produksi. Umumnya harga pakan keladi yang biasanya tumbuh di sekitar
ikan yang terdapat di pasaran relatif mahal. kolam dapat juga digunakan sebagai pakan
Alternatif pemecahan yang dapat ikan.
diupayakan adalah dengan membuat pakan Berkaitan dengan hal tersebut di atas,
buatan sendiri melalui teknik sederhana penulis tertarik untuk memanfaatkan
dengan memanfaatkan sumber-sumber ampas tahu, ampas ikan, darah sapi potong,
bahan baku yang relatif murah. Tentu saja dan daun keladi sebagai bahan baku
bahan baku yang digunakan harus pembuatan pakan ikan dengan
memiliki kandungan nilai gizi yang baik perbandingan tertentu sehingga diperoleh
yaitu yang mudah didapat ketika pakan ikan yang cukup tingggi nilai
diperlukan, mudah diolah dan diproses, gizinya dengan harga relatif murah.

40
Studi Pembuatan Pakan Ikan dari Campuran Ampas Tahu, Ampas Ikan, Darah Sapi Potong
(Emma Zaidar Nasution)

BAHAN DAN METODE 1 jam, destilatnya ditampung dengan


beaker gelas berisi 25 ml H3BO3 3%
Bahan telah ditetesi dengan indikator tashiro
Tepung tapioka, darah sapi, ampas sebanyak 2 tetes hingga berwarna
tahu, ampas ikan, daun keladi, aquadest, ungu/violet.
selenium, asam sulfat, asam borax, 4. Destilat sudah tidak bereaksi lalu
indikator tashiro, asam klorida. diukur volume destilat.
5. Diambil 5 ml destilat dan dititrasi HCl
Metode 0,1 N terbentuk warna ungu muda.

Penyediaan Sampel Penentuan Kadar Lemak


Ampas tahu, ampas ikan teri, darah 1. 4 g sampel yang telah dihaluskan.
sapi potong dan daun keladi masing- 2. Lalu diestrak dengan petroleum eter
masing dikeringkan. Setelah kering dalam alat soklet bersama batu didih.
dihaluskan dan diayak dengan ayakan Ekstraksi dilakukan selama 6 jam.
80 mesh hingga diperoleh ampas tahu, 3. Lemak yang telah diekstraksi disuling,
tepung ikan, tepung darah, dan tepung lemak dan sisa petroleum eter
daun. dikeringkan pada temperatur 1000C
1. Diambil 25 g tepung ampas tahu, 25 g selama 1 jam.
tepung ikan, 25 g tepung daun, 5 g 4. Didinginkan dalam desikator,
tepung tapioka dan 20 g tepung darah, ditimbang.
dicampur lalu diaduk dan ditambahkan
200 ml aquadest perlahan-lahan hingga Penyediaan Pati
merata (homogen). 1. 5 g pelet ikan, dihaluskan, dicuci
2. Setelah diperoleh adonan yang rata, dengan 10 ml n–heksana sebanyak
lalu dilakukan pencetakan berbentuk 3 kali
pelet. 2. Endapan dicuci dengan 150 ml alkohol
3. Lalu dikeringkan dalam oven dengan 96%, kemudian dicuci dengan 200 ml
suhu 600C. aquadest.
4. Setelah kering pakan dianalisa kadar 3. Dikeringkan dalam oven pada suhu
protein, kadar lemak, kadar 1050C selama 1 jam.
karbohidrat, kadar serat kasar, dan 4. Kemudian ditimbang hingga berat
kadar mineral (Ca,Na,Mg,Fe). konstan.

Penentuan Kadar Protein, dengan Hidrolisa Sampel


Metode Kjedahl 1. Ditimbang 0,5 g pati dimasukkan ke
1. 2 g sampel pelet, dimasukkan ke dalam dalam gelas beaker.
labu kjedahl, ditambahkan 0,5 g 2. Ditimbang 5 ml aquadest dan
selenium, dan 25 ml H2SO4 (p) dipanaskan pada suhu 72–900C.
didestruksi selama lebih kurang 2 jam 3. Ditambah 10 ml HCl 3%, dipanaskan
sampai terbentuk larutan hijau dipenangas air selama 2 jam.
kekuning-kuningan lalu didinginkan. 4. Didinginkan pada suhu kamar dan
2. Diukur volume hasil destruksi dinetralkan dengan Na2CO3 10% dan
diencerkan dalam labu takar 250 ml disaring diambil filtratnya sebagai hasil
sampai garis tanda. hidrolisa.
3. Sebanyak 100 m yang telah diencerkan, 5. Pengukuran panjang gelombang
dimasukkan ke dalam labu destilasi maksimum 530–550 nm.
dengan 30 ml NaOH 30% selama

41
Jurnal Sains Kimia
Vol 10, No.1, 2006: 40–45

6. Ditimbang 20 mg glukosa anhidrat Penentuan Kadar Serat Kasar


dengan aquadest sampai volume 100 1. 3 g sampel diekstraksi lemaknya
ml (larutan glukosa 0,2 mg/ml) dipipet dengan petroleum eter, dikeringkan
25 ml larutan di atas dan diencerkan dalam oven.
dengan aquadest dalam labu takar 2. Lalu ditambahkan 100 ml H2SO4
100 ml (larutan glukosa 0,05 mg / ml). 1,25%.
7. Dipipet 1 ml larutan glukosa 0,05 mg/ml 3. Lalu gelas erlenmeyer ditutup dengan
kemudian ditambah 1 ml pereaksi gabus dan dilengkapi dengan pendingin
Nelson. balik.
8. Kemudian didinginkan hingga suhu 4. Dididihkan selama 30 menit dan
mencapai 250C. disaring, dicuci dengan aquadest.
9. Ditambah 0,5 ml larutan arsenomolybdat, 5. Ditambahkan 100 ml NaOH 1,25%,
dikocok hingga endapan Cu2O larutan dididihkan selama 30 menit, disaring
sempurna. dalam keadaan panas.
10. Ditambah 7 ml aquadest. 6. Dicuci air panas, H2SO4 1,25%
11. Diukur panjang gelombang pada 530– kemudian dengan air panas lagi dan
550 nm. akhirnya dengan alkohol 96%.
7. Penyaring dikeringkan pada suhu
Persiapan Kurva Standar Glukosa 1050C ditimbang.
1. Disiapkan glukosa standar dalam 8. Lalu diabukan pada 5500C dan
beberapa tabung reaksi hingga didinginkan dalam desikator dan
konsentrasi bertingkat 0,02 s.d. 0,20
ditimbang hingga diperoleh berat
mg/ml.
konstan.
2. Ke dalam masing-masing tabung
ditambah 1 ml pereaksi Nelson
Penentuan Kadar Mineral
Semogyi.
1. 5 g sampel dikeringkan pada suhu
3. Selanjutnya perlakukan yang sama
dengan 3, 4, dan 5 dalam pengukuran 100–1050C.
serapan pada panjang gelombang 2. Setelah kering, dimasukkan ke dalam
542 mm. tanur pada suhu 5500C sehingga
diperoleh abu.
Penentuan Kadar Gula Reduksi dengan 3. Abu yang diperoleh didestruksi dengan
Metode Nelson Semogyi HNO3 (p) hingga larut.
1. Diukur volume larutan glukosa hasil 4. Larutan tersebut diencerkan dalam labu
hidrolisa yang telah dinetralkan dengan takar 100 ml hingga garis tanda.
Na2CO3 10% dan diambil 1 ml 5. Larutan dianalisa dengan menggunakan
kemudian diencerkan dalam 250 ml spektrofotometer Serapan Atom (AAS).
labu takar.
2. Kemudian diambil 1 ml ditambah 1 ml HASIL DAN PEMBAHASAN
pereaksi Nelson Semogyi.
3. Dipanaskan selama 30 menit kemudian Dari hasil analisa dengan metode
didinginkan sampai suhu 250C. Kjedahl diperoleh kadar protein rata-rata
4. Ditambah 0,5 ml larutan arsenomolybdat 31.1925%, di mana kadar protein kasar
dan ditambahkan 7 ml aquadest. diperoleh dari persentase kandungan
5. Diukur pada panjang gelombang nitrogen dikalikan dengan faktor koreksi
542 nm. (Fk) untuk makanan ikanan besar Fk
adalah 6.25.

42
Studi Pembuatan Pakan Ikan dari Campuran Ampas Tahu, Ampas Ikan, Darah Sapi Potong
(Emma Zaidar Nasution)

Kadar protein dari pelet ini cukup pakan buatan, penggunaan lemak
tinggi, hal ini disebabkan tingginya kadar berpengaruh terhadap rasa dan tekstur
protein dari bahan baku tepung ikan dan pakan yang dibuat.
tepung darah. Menurut Ahmad Mujiman, kebutuhan
Menurut Mujiman (2004) kadar protein lemak untuk ikan air tawar berkisar 4–18%
yang dibutuhkan ikan air tawar berkisar sedangkan menurut standar makanan ikan
antara 20–60% sedangkan kadar optimum minimal 3%. Hasil analisa pelet ikan
berkisar 30–36%. Dan menurut standar diperoleh kadar lemak sebesar 6,0102%,
makanan ikanan adalah 30–35%, maka maka persentase ini telah dapat memenuhi
hasil analisa yang diperoleh telah dapat persyaratan sebagai pakan ikan.
memenuhi syarat sebagai pakan ikan.
Kadar Karbohidrat
Kadar Lemak Pada analisa kadar karbohidrat dilakukan
Lemak tergolong mudah teroksidasi, dengan metode Nelson Somongyi yaitu
sehingga jumlah penggunaannya dalam penentuan gula reduksi glukosa dengan
pembuatan pakan buatan dibatasi. Jika menggunakan spektrofotometer UV–Vis.
kandungan lemak yang digunakan terlalu Dari hasil penelitian, kadar gula reduksi
tinggi sebaiknya ditambahkan antioksidan diperoleh 4,4033.
untuk menghambat terjadinya proses
oksidasi tersebut. Dalam kaitan dengan

Tabel 1. Hasil Perhitungan Kandungan Protein

Perlakuan Berat V HCl 0,1 N Fp %N %P Kadar Protein


Sampel Rata- Rata
(g)
Untuk sampel Untuk blanko
(ml) (ml)
I 2,016 2,03 0 35 4,9368 30,8550
II 2,012 1,90 0 37,5 4,9606 31,0037 31,1925
III 2,013 1,87 0 39 5,0750 31,7187

di mana : Fp = Faktor Pengenceran


%N = Kadar Nitrogen
%P = Kadar Protein

Tabel. 2. Hasil Perhitungan Kandungan Lemak

Perlakukan Berat Sampel (g) Berat Lemak (Gr) Kadar Lemak Kadar Lemak
(%) Rata-Rata
I 4,031 0,241 5,9787
II 4,030 0,237 5,8809 6,0102
III 4,035 0,249 6,1710

Tabel 3. Hasil Perhitungan Karbohidrat

Perlakuan Absorbansi Kadar Gula Reduksi Kadar Gula Reduksi Rata-Rata (%)
I 0,377 4,2600
II 0,386 4,4100 4,4033

III 0,394 4,500

43
Jurnal Sains Kimia
Vol 10, No.1, 2006: 40–45

Tabel 4. Hasil Perhitungan Kandungan Serat Kasar

Perlakuan Berat Berat kertas Berat Berat cawan + Berat Kadar serat Kadar serat
sampel saring (g) cawan kertas saring + cawan + kasar (%) kasar rata –
(g) (g) endapan abu (g) rata (%)
I 3,057 1,688 70,009 72,094 70,260 4,7759
II 3,044 1,677 70,012 72,105 70,281 4,8292 4,8290
III 3,052 1,691 70,013 72,095 70,255 4,8820

Tabel 5. Hasil Perhitungan Mineral

No. Unsur Konsentrasi (ppm) Kadar Mineral (%)


1 Ca 81,8189 0,1636
2. Na 1,4572 0,0029
3. Mg 3,7929 0,0076

4. Fe 14,2812 0,0285

Kadar Serat Kasar 1. Kadar protein sebesar 31,1925%,


Kadar serat kasar sebesar 4,8290%. kadar lemak sebesar 6,0102%, kadar
Pada bahan baku sebagai sumber serat ini dapat memenuhi standar makanan
kasar adalah daun keladi dan tepung darah. ikan.
Kadar serat kasar merupakan berat yang 2. Kadar gula reduksi pelet ikan sebesar
hilang setelah sampel diabukan. 4,4033%.
Menurut ahli Ir. Harsono Puspowardoyo, 3. Kadar serat kasar diperoleh sebesar
kandungan serat kasar yang diperlukan 4,8290%. Kadar ini hampir memenuhi
oleh ikan 8–20%, tetapi di bawah ini masih standar makanan ikan.
diperlukan. Kadar serat kasar yang 4. Kadar mineral yang dianalisa terdiri
diperoleh dari penelitian hampir memenuhi atas 0,16% Ca, 0,0029% Na 0,0076%
syarat makanan ikan menurut standar Mg, 0,00285 Fe.
makanan ikan yaitu maksimal 4%.
Saran
Kadar Mineral Disarankan untuk penelitian selanjutnya
Dari hasil analisa kadar mineral yaitu agar melakukan uji biologis terhadap pelet
untuk Ca, Na, Mg, dan Fe (pada lampiran) ikan ini dan membuat pakan dengan
diperoleh 0,1636% Ca, 0,0029% Na, campuran bahan baku yang sama dengan
00076% MG, 0,0285% Fe. formulasi yang berbeda sehingga diperoleh
pelet ikan yang kualitasnya lebih baik.
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan Apriyanto, A., dkk., (1989), ”Analisis Pangan”,
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: IPB, Dep. P dan K, Bogor.
Haswell, S.J., (1991), ”Atomic Absorption
Pelet ikan yang diperoleh memiliki Spectrometry, Theory, Design, and
karakteristik sebagai berikut: Application“, Elsevier, New York.

44
Studi Pembuatan Pakan Ikan dari Campuran Ampas Tahu, Ampas Ikan, Darah Sapi Potong
(Emma Zaidar Nasution)

Khairuman, (2002), ”Membuat Pakan Ikan


Konsumsi”, Agromedia Pustaka, Jakarta.
Lehninger, A., (2003), ”Dasar-Dasar Biokimia”,
Jilid I, Erlangga, Jakarta.
Mujiman, A., (2004), ”Makanan Ikan”, Penebar
Swadaya, Jakarta.
Murtidjo, B.A., (2001), ”Pedoman Meramu Pakan
Ikan“, Kanisius, Yogyakarta.
Sahwan, M. Firdaus., (2002), ”Pakan Ikan dan
Udang”, Penebar Swadaya, Jakarta.
Siregar, A.D., (1998),” Membuat Pelet Pakan
Ikan“, Kanisius, Yogyakarta.
Sudarmadji, Slamet, (1996), “Analisa Bahan
Makanan & Pertanian“, Liberty, Yogyakarta.
Sudarmadji, Slamet, (1996), ”Teknik Analisa
Biokimia“, Liberty, Yogyakarta.
Susanto, Heru, (2000), “Budidaya Ikan Gurami”,
Kanisius, Yogyakarta.
Tim Lentera, (2002), “Pembesaran Ikan Mas di
Kolam Air Deras”, Agromedia Pustaka,
Jakarta.
Widayati, Eti, (1996), ”Limbah untuk Pakan
Ternak”, Trubus Agrisarana, Surabaya.
Widodo, Wahyu, (2002), ”Nutrisi dan Pakan
Unggas Kontekstual”, Universitas
Muhammadiyah, Malang.
Winarno, F.G., (1997), ”Kimia Pangan dan Gizi”,
Gramedia Pustaka, Jakarta.

45

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai