Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS NEONATORUM
DI RUANGAN PERINATOLOGI RSUD ARIFIN ACMAD
PEKANBARU

Saputra Kelana
06031031

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2008
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKes HANG TUAH PEKANBARU
KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN

Nama Mahasiswa : Saputra Kelana


NIM : 06031031
Tanggal Praktik : 21 Februari 2011
Ruang Rawat : Perinatologi
Diagnosa Medis : Sepsis Neonatorum

A. Pengertian
Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama empat
minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau 1
dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005).
Sepsis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan respons sistemik terhadap
infeksi pada bayi baru lahir (Behrman, 2000)
Sepsis adalah sindrom yang dikarekteristikkan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-
gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang kearah septikemia dan syok septik
(Dongoes, 2000)

B. Etiologi
1. Streptococus group B (SGB)
2. Bakteri enterik dari saluran kelamin ibu
3. Virus herpes simplek
4. Enterovirus
5. E. Coli
6. Candida
7. Stafilokokus

C. Faktor Resiko
1. Faktor maternal
a. Ruptur selaput ketuban yang lama
b. Persalinan prematur
c. Amnionitis klinis
d. Demam maternal
e. Manipulasi berlebihan selama proses kehamilan
f. Persalinan yang lama
2. Faktor lingkungan
a. Kateter umbilikus arteri dan vena
b. Selang sentral
c. Selang endotrakea
d. Tekhnologi invasif
e. Pemberian susu formula
3. Faktor pejamu
a. Jenis kelamin laki-laki
b. Berat lahir rendah
(Bobak, 2005).

D. Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin
oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan
penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang
progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complment cascade menimbulkan banyak
kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis
metabolik dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC)
dan kematian (Bobak, 2005).

E. Manifestasi klinis
1. Umum: hipertermi, malas minum, letargi
2. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali
3. Saluran nafas: apneu, dispnue, takipneu, retraksi, nafas cuping hidung, merintih,
sianosis
4. Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi,
bradikardi
5. Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum,
pernapasan tidak teratur, ubun-ubun membonjol
6. Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan.
(Arif, 2000)

F. Pemeriksaan diagnostik
1. Biakan darah (pada darah tepi ditemukan neutropenia, trombositopenia)
2. Analisa Gas Darah (AGD)
3. Fungsi lumbal
4. Analisis dan kultur urine
5. Foto dada
6. EKG (perubahan segmen ST dan gelombang T, dan disritmia yang menyerupai
infark miokard)
(Arif, 2000)
G. Penatalaksanan
1. Suportif
Monitoring cairan, elektrolit dan glukosa
2. Kausatif
Antibiotik (golongan penisilin)

H. Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) b/d efek endotoksin, perubahan regulasi
temperatur, dehidrasi, peningkatan metabolisme
2. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d hipovolemia
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d kebocoran cairan kedalam intersisial
4. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b/d terganggunya pengiriman oksigen
kedalam jaringan,
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi b/d intake nutrisi tidak adekuat
6. Resiko tinggi infeksi b/d penurunan sistem imun
7. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi
(Doenges, 2000)

I. Intervensi Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) b/d efek endotoksin, perubahan regulasi
temperatur, dehidrasi, peningkatan metabolisme
a. Pantau suhu pasien
R: Suhu 38,9 - 41,10C menunjukkkan proses penyakit infeksius akut
b. Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen sesuai indikasi
R: Suhu ruangan harus di ubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
c. Berikan kompres hangat, hindari penggunaan alkohol
R: Membantu mengurangi demam
d. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik, misalnya aspirin, asetaminofen
R: Mengurangi demam dengan aksi sentral pada hipotalamus
2. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d hipovolemia
a. Pertahankan tirah baring
R: Menurunkan beban kerja miokard dan konsumsi oksigen
b. Pantau perubahan pada tekanan darah
R: Hipotensi akan berkembang bersamaan dengan mikroorganisme menyerang
aliran darah
c. Pantau frekuensi dan irama jantung, perhatikan disritmia
R: Disritmia jantung dapat terjadi sebagai akibat dari hipoksia
d. Kaji ferkuensi nafas, kedalaman, dan kualitas
R: Peningkatan pernapasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek langsung
endotoksin pada pusat pernapasan didalam otak
e. Kaji perubahan warna kulit,suhu, kelembapan
R: Mengetahui status syok yang berlanjut
f. Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral
R: Mempertahankan perfusi jaringan
g. Kolaborasi dalam pemberian obat
R: Mempercepat proses penyembuhan
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d kebocoran cairan kedalam intersisial
a. Catat haluaran urine setiap jam dan berat jenisnya
R: Penurunan urine mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal serta
menyebabkan hipovolemia
b. Pantau tekanan darah dan denyut jantung
R: Pengurangan dalam sirkulasi volum cairan dapat mengurangi tekanan darah
c. Kaji membrane mukosa
R: Hipovolemia akan memperkuat tanda-tanda dehidrasi
d. Kolaborasi dalam pemberian cairan IV misalnya kristaloid
R: Cairan dapat mengatasi hipovolemia
4. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b/d terganggunya pengiriman oksigen
kedalam jaringan
a. Pertahankan jalan nafas dengan posisi yang nyaman
R: Meningkatkan ekspansi paru-paru
b. Pantau frekuensi dan kedalaman jalan nafas
R: Pernapasan cepat dan dangkal terjadi karena hipoksemia, stress dan sirkulasi
endotoksin
c. Auskultasi bunyi nafas, perhatikan krekels, mengi
R: Kesulitan bernafas dan munculnya bunyi adventisius merupakan indikator
dari kongesti pulmona/ edema intersisial
d. Catat adanya sianosis sirkumoral
R: Menunjukkan oksigen sistemik tidak adekuat
e. Selidiki perubahan pada sensorium
R: Fungsi serebral sangat sensitif terhadap penurunan oksigenisasi
f. Sering ubah posisi
R: Mengurangi ketidakseimbangan ventilasi
g. Kolaborasi dalam pemberian oksigen
R: Mengoreksi hipoksemia
REFERENSI

Arif, mansjoer (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC.

Behrman (2000). Ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC.

Bobak (2005). Buku ajar keperawatan maternitas. Jakarta: EGC.

Doenges (2000). Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan


pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC
WOC SEPSIS NEONATORUM

Bakteri virus kontaminasi sistemik

Pelepasan endotoksi peradangan peningkatan IL 1&6

Perubahan fungsi miokaridum hipotalamus


MK: gangguan
Gangguan proses pernapasan pusat termuregulator
pola nafas
Gangguan fungsi mitokondria ketidakstabilan suhu

Kerusakan dan kematian sel


MK: Gangguan suhu tubuh
Penurunan perfusi jaringan
MK: gangguan
perfusi jaringan Asidosis metabolik Ggn proses metabolisme distensi abdomen

Syok septik insufisiensi adrenalin mual, muntah

Sepsis neonatorum kegagalan sum-sum tulang Anorexia

Anemia
MK: gangguan
kebutuhan nutrisi

Anda mungkin juga menyukai