Anda di halaman 1dari 81

ASUHAN KEPERAWATAN TUBERKULOSIS PARU DAN EFUSI

PLEURA ON WSD (WATER SEAL DRAINAGE) DENGAN


IMPLEMENTASI POSISI SEMI FOWLER
DI RUANG PAVILIUM FLAMBOYAN
RSU. KABUPATEN TANGERANG

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan


Stase Keperawatan Medikal Bedah
Program Studi Profesi Ners

Disusun Oleh :
1. Dede Fitriyani
2. Dodik Muranto
3. Indriyani Safitri
4. Kristina Natalia
5. Pristy Agmei Rina S
6. Rika Aprilita
7. Riri Arianti
8. Siti Nurhasanah

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
YATSI TANGERANG
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkat, kasih dan Kuasa-Nya yang telah dilimpahkan kepada kami sehingga dapat
menyelesaikan tugas akhir yang berjudul dapat menyelesaikan pembuatan tugas
dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN TUBERKULOSIS PARU DAN
EFUSI PLEURA ON WSD (WATER SEAL DRAINAGE) DENGAN
IMPLEMENTASI POSISI SEMI FOWLER DI RUANG PAVILIUM
FLAMBOYAN RSU. KABUPATEN TANGERANG”.
Pembuatan tugas akhir ini di susun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan stase keperawatan medikal bedah program studi ners di Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Yatsi Tangerang.
Penulisan tugas akhir ini, kami menemukan banyak kesulitan dan hambatan
tetapi berkat bantuan dan motivasi dari berbagai pihak, akhirnya pembuatan
skripsi dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Ibu Ida Faridah S.Kp, M.Kes, Ketua Sekolah Tinggi Ilmu KesehatanYatsi
Tangerang.
2. Ibu Ns. Zahra Maulidia Septimar M.Kep.,Sp.KMB, Kordinator dan Dosen
Pembimbing Lahan Akademik Stase Keperawatan Medikal Bedah yang
telah memberikan pengarahan mengenai penyusunan tugas akhir ini yang
telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan
penulis selama penulisan tugas akhir.
3. Ibu Ns. Mardianah S.Kep, Pembimbing CI Lahan Praktik dan Kepala
Ruangan Pav. Flamboyan yang telah memberikan kami kesempatan untuk
mendapatkan ilmu dan meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing
dan mengarahkan penulis selama penulisan tugas akhir.
4. Ibu Ns. Febi Rantasari, M.Kep.,Sp.Mat, Kaprodi S1 Keperawatan STIKes
YATSI.
5. Ibu Ns. Mey Nurrohmah S.Kep, Penanggung Jawab Akademik Profesi Ners
Keperawatan 2018.
6. Seluruh Dosen dan staff karyawan program studi S1 Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Yatsi Tangerang yang telah banyak membantu
selama penulis mengikuti pendidikan.
7. Seluruh tenaga kesehatan diruang Pav. Flamboyan yang telah membingan
dan memberikan ilmu serta pengalamannya selama kami praktik.
8. Kepada orangtua kami, yang senantiasa member materi, motivasi dan
mendoakan kami agar dapat menyelesaikan tugas ini.
9. Seluruh rekan – rekan mahasiswa Profesi Ners Keperawatan Sekolah Tinggi
Ilmu KesehatanYatsi Tangerang yang senantiasa bahu membahu dan tolong
menolong , sehingga proses tugas ini dapat kami dilalui dengan baik.

Sebagai penutup, semoga Tuhan membalas atas kebaikan semua pihak yang
telah membantu penulis dalam menyusun tugas akhir. Semoga tugas akhir ini
dapat memberikan mamfaat untuk kepentingan kesehatan dan dapat dijadikan
perbandingan dalam penelitian selanjutnya.

Kami menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Kami
mengharapkan masukan dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan
dimasa yang akan datang.

Tangerang, Januari 2019


Peneliti

Kelompok Profesi Ners Reguler 2018


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi (Sistem Pernapasan)


Pengertian secara umum dari pernapasan adalah peristiwa menghirup
atau pergerakan udara dari luar yang mengandung oksigen (O²) ke dalam
tubuh atau paru-paru serta menghembuskan udara yang banyak
mengandung karbondioksida (CO²) sebagai sisa dari oksidasi ke luar dari
tubuh (Syaifudin, 2015).

2.1.1 Anatomi saluran pernapasan terdiri dari :


a. Hidung Merupakan tempat masuknya udara, memiliki 2 (dua) lubang
(kavum nasi) dan dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Rongga
hidung mempunyai permukaan yang dilapisi jaringan epithelium.
Epithelium mengandung banyak kapiler darah dan sel yang
mensekresikan lender. Udara yang masuk melalui hidung mengalami
beberapa perlakuan, seperti diatur kelembapan dan suhunya dan akan
mengalami penyaringan oleh rambut atau bulu-bulu getar (Syaifudin,
2015).
b. Faring (Tekak) Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan
antara jalan pernapasan dan jalan makanan. Faring atau tekak terdapat
dibawa dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut setelah
depan ruas tulang leher (Syaifudin, 2015).
c. Nasofaring adalah bagian faring yang terletak di belakang hidung di
atas palatum yang lembut. Pada dinding posterior terdapat lintasan
jaringan limfoid yang disebut tonsil faringeal, yang biasanya disebut
sebagai adenoid. Jaringan ini kadang-kadang membesar dan menutup
faring. Tubulus auditorium terbuka dari dinding lateral nasofaring dan
melalui tabung tersebut udara dibawa kebagian tengah telinga.
Nasofaring dilapisi membran mukosa bersilia yang merupakan
lanjutan membran yang dilapisi bagian hidung. Orofaring terletak di
belakang mulut di bawah palatum lunak, dimana dinding lateralnya
saling berhubungan.Diantara lipatan dinding ini, ada yang disebut
arkus palato-glosum yang merupakan kumpulan jaringan limfoid yang
disebut tonsil palatum (Watson, 2014).
d. Laring (Pangkal Tenggorokan) Laring merupakan saluran udara dan
bertindak sebagai pembentukan suara yang terletak di depan bagian
faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk kedalam
trakea dibawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah
empang tenggorok yang disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-
tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan
manutupi laring(Syaifudin, 2015).
e. Trachea (Batang Tenggorokan) Dindingnya terdiri atas epitel, cincin
tulang rawan yang berotot polos dan jaringan pengikat. Pada
tenggorokan ini terdapat bulu getar halus yang berfungsi sebagai
penolak benda asing selain gas. Trakea berjalan dari laring sampai
kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima dan ditempati ini
bercabang dua bronkus. Trakea tersusun atas enam belas sampai dua
puluh lingkaran tangan lengkap berupa cincin tulang rawan yang
diikat bersama oleh jaring fibrosa dan yang melengkapi lingkaran di
sebelah belakang trakea, selain itu juga memuat beberapa jaringan
otot(Pearce, 2014).
f. Bronkhus (Pembuluh Napas) Bronchus merupakan cabang batang
tenggorokan. Cabang pembuluh napas sudah tidak terdapat cicin
tulang rawan. Gelembung paru-paru, berdinding sangat elastis, banyak
kapiler darah serta merupakan tempat terjadinya pertukaran oksigen
dan karbondioksida (Pearce, 2014).
g. Alveolus Alveolus merupakan saluran akhir dari alat pernapasan yang
berupa gelembung-gelembung udara. Dindingnya tipis, lembap, dan
berlekatan erat dengan kapiler-kapiler darah.Alveolus terdiri atas satu
lapis sel epitelium pipih dan di sinilah darah hampir langsung
bersentuhan dengan udara. Adanya alveolus memungkinkan
terjadinya perluasan daerah permukaan yang berperan penting dalam
pertukaran gas O² dari udara bebas ke sel-sel darah dan CO² dari sel-
sel darah ke udara (Purnomo. Dkk, 2012).

2.1.2 Fisiologi Pernapasan Pernapasan paru merupakan pertukaran oksigen dan


karbondioksida yang terjadi pada paru.Fungsi paru adalah tempat
pertukaran gas oksigen dan karbondioksida pada pernapasan melalui
paru/pernapasan eksterna. Oksigen dipungut melalui hidung dan
mulut.Saat bernapas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke
alveoli, dan dapat erat berhubungan dengan darah di dalam kapiler
pulmonalis (Syaifudin, 2015).Pernapasan dapat berarti pengangkutan
oksigen ke sel dan pengangkutan CO² dari sel kembali ke atmosfer.
Proses ini dapat dibagi menjadi 4 tahap yaitu:
a. Pertukaran udara paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara ke
dan dari alveoli. Alveoli yang sudah mengembang tidak dapat
mengempis penuh karena masih adanya udara yang tersisa didalam
alveoli yang tidak dapat dikeluarkan walaupun dengan ekspirasi
kuat. Volume udara yang tersisa ini disebut volume residu. Volume
ini penting karena menyediakan O² dalam alveoli untuk
menghasilkan darah.
b. Difusi O² dan CO² antara alveoli dan darah.
c. Pengangkutan O² dan CO² dalam darah dan cairan tubuh menuju
ke dan dari sel-sel.
d. Regulasi pertukaran udara dan aspek-aspek lain pernapasan.
2.2 Tuberculosis Paru
2.2.1 Definisi
Black (2014) menjelaskan Tuberkolosis Paru (TB) merupakan
salah satu penyakit mikobakterial paling terserang selama sejarah
manusia, selain lepra. Centers of disease control and prevention
melaporkan sekitar 2 miliar orang, atau sepertiga populasi dunia,
terinfeksi bakteri yang menyebabkan tuberkolosis, sebelum adanya
obat anti-TB pada akhir 1940 an, TB adalah penyebab utama
kematian diamerika serikat. Terapi obat, bersama dengan perbaikan
kesehatan masyarakat dan standar hidup umum, menghasilkan
penurunan yang signifikan pada insiden TB selama 3 dekade
berikutnya. Jumlah kasus TB meningkat 20 %. Peningkatan ini
dianggap karena munculnya epidemic human immunodeficiency
virus (HIV), penyalahgunaan obat, datangnya imigran dari Negara
berkembang, dan penurunan infrastruktur pelayanan kesehatan
Negara.
2.2.2 Etiologi
Black (2014) juga menjelaskan TB merupakan penyakit menular
yang di sebabkan ole Mycobacterium tuberkolosis, suatu bakteri
aerob yang tahan asam (acid fast baccilus, AFB). TB merupakan
infeksi melalui udara dan umumnya didapatkan dengan inhalasi
partikel kecil (diameter 1 hingga 5 mm) yang mencapai
alveolus.Droplet tersebut keluar saat berbicara, batuk, tertawa,
bersin, atau menyanyi.Droplet nuklei terinfeksi kemudian dapat
terhirup oleh orang yang rentan (inang).Sebelum terjadi infeksi
paru, organisme yang terhirup harus melewati mekanisme
pertahanan paru dan menembus jaringan paru.
Paparan singkat dengan TB biasanya tidak menyebabkan
infeksi.Orang yang paling umum terserang infeksi adalah orang
yang sering melakukan kontak dekat berulang dengan orang yang
terinfeksi yang penyakitnya masih belum terdiagnosis.Orang
tersebut mungkin orang yang memiliki kontak berulang dengan
klien yang kurang tertangani secara medis, populasi pendapatan
rendah, orang yang dilahirkan di luar negeri, atau penghuni fasilitas
perawatan jangka panjang atau suatu asrama.Populasi risiko tinggi
lainnya adalah pengguna obat-obatan intravena, tuna wisma, dan
orang yang karena pekerjaanya sering terpapar TB aktif (pekerja
kesehatan).
Kuman yang menyebabkan penyakit Tuberculosis tidak hanya
mengancam paru-paru tetapi juga dapat menginfeksi beragam
organ lainya yang terdapat dalam tubuh seseorang antara lain
tulang, otak dan berbagai kelenjar. Kuman yang menyebabkan
penyakit Tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberulosis yang
berbentuk batang dan dapat memiliki fase dorman jika terinfeksi
kedalam jaringan tubuh.Fase dorman adalah periode “tidur” atau
tidak aktifnya kuman sehingga menyebabkan penyakit
Tuberculosis tetapi juga dapat dihilangkan dengan obat (Munarsih,
2010).
Ciri-ciri Mycobacterium tuberculosis adalah:
1. Berbentuk batang tipis agak bengkok bersifat aerob
2. Berukuran 0,5-4 mikron x0,3-06 mikron
3. Mempunyai granular atau tidak bergranular
4. Tunggal berpasangan atau berkelompok
5. Mudah mati pada air mendidih ( 5 menit pada suhu 800C, 20
menit pada suhu 600C, mudah mati dengan sinar matahari
langsung, tahan hidup berbulan-bulan pada suhu kamar lembab)
6. Tidak berspora
7. Tidak mempunyai selubung tapi mempunyai lapisan luar tebal
yang terdiri dari lipoid
8. Dapat bertahan terhadap penghilangan warn dengan asam dan
alcohol Basil Tahan Asam (BTA).
2.2.3 Manifestasi klinis
Keluhan yang dirasakan pasien Tuberculosis paru dapat
bermacam-macam atau banyak pasien yang ditemukan,
Tuberculosis paru tanpa keluhan sama sekali gejalanya berupa
gejala umum dan gejala respiratorik. Gejala umum berupa demam
dan malaise, demam ini mirip dengan demam yang disebabkan
influenza namun kadang-kadang dapat mencapai 40-41oC, gejala
demam ini bersifat hilang timbul.Malaise yang terjadi dalam jangka
waktu panjang berupa pegal-pegal, rasa lelah, anoreksia, nafsu
makan berkurang serta penurunan berat badan.Gejala respiratorik
baru berupa batuk kering atau pun batuk produktif merupakan
gejala yang paling sering terjadi dan merupakan indikator yang
sensitive untuk penyakit Tuberculosis paru aktif. Nyeri dada
biasanya bersifat nyeri pleuritik karena terlibatnya pleura dalam
proses penyakit (Darmanto, 2014).
Tanda penderita Tuberculosis akan mengalami bebagai
gangguan kesehatan seperti batuk berdahak kronis, demam
subrefis, berkeringat tanpa sebab di malam hari sesak nafas, nyeri
dada dan penurunan nafsu makan. Umumnya pasien juga
merasakan adanya darah pada dahaknya, keluhan batuk biasanya
tidak terlalu diperhatikan dan biasanya frekuensi batuk semakin
sering, baik disertai dahak maupun tanpa dahak. Seperti disebutkan
selain menyerang paru-paru Tuberculosis juga dapat menyerang
organ lain, organ pencernaan termasuk liver dan usus merupakan
organ yang juga dapat terkena kuman Tuberculosis paru. Penyakit
Tuberculosis ternyata sanggat erat kaitanya dengan keadaan gizi
seseorang, daya tahan tubuh penderita sangat menentukan keadaan
penderita sesudah serangan pertama. Biasanya pasien yang
memiliki kecukupan gizi yang baik akan mempunyai daya tahan
tubuh yang lebih kuat oleh karena itu baisanya pasien yang
memiliki kecukupan gizi yang baik akan dapat sembuh dengan
sendirinya walaupun tidak diobati, sebaliknya jika pasien
kekurangan gizi maka kuman Tuberculosis akan menyebar sangat
cepat ke beberapa bagian tubuh lainya seperti ginjal,hati dan tulang
(Munarsi, 2010).

2.2.4 Cara Penularan


Sumber penularan adalah pasien Tuberculosis Basil Tahan
Asam (BTA) positif. Pada waktu batuk atau bersin pasien
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak
(droplet infection). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak.Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana
percikan dahak berada dalam waktu yang lama.ventilasi dapat
menguragi jumah percikan sementara sinar matahari langsung
dapat membunuh kuman. Percikan dapat betahan selama beberapa
jam dalam keadaan yang gelap dan lembab (Kemenkes RI 2011).
Saat mycobacterium tuberculosis berhasil menginfeksi paru-
paru dengan segara akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk
globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis,
bakteri Tuberculosis akan berusaha dihambat melalui pembentukan
dinding di sekeliling bakteri oleh sel paru-paru, cara kerja suatu
organisasi pembentukan dinding itu membuat jaringan disekitarnya
menjadi jaringan parut dan bakteri Tuberculosis akan menjadi
dorman (istirahat). Bentuk-bentuk dorman itulah yang sebenarnya
terlihat sebagai bonggol kecil pada pemeriksaan foto rontogen.
Pada sebagaian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk itu
akan tetap dorman sepanjang hidupnya, sementara itu pada orang-
orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurag baik bakteri
tersebut akan mengalami perkembangan sehingga tubercle
bertambah banyak. Tubercle yang banyak itu membentuk sebuah
ruangan didalam paru-paru, ruangan itu lah yang nantinya menjadi
sumber produksi sputum (dahak), seseorang yang telah
memproduksi sputum dapat diperkirakan sendang mengalami
pertumbuhan tubercule berlebih dan positif terinfeksi Tuberculosis.
Tuberculosis juga dapat ditularkan melalui susu sapi yang tidak
steril (biasanya hanya dipanaskan sampai 60oC), jika susu tersebut
kemudian dikonsumsi oleh orang yang sehat maka dia dapat
tertular Tuberculosis, kuman Tuberculosis dalam susu itu berasal
dari sapi yang menderita Tuberculosis, kuman Tuberculosis juga
bisa masuk melalui kulit terbuka. Kuman TB paru yang masuk
akan menjadi sel penginfeksi dan pada tahap selanjutnya kuman
akan tidur, fase itulah yang sangat berbahaya karena saat tubuh
lemah, kuman akan menginfeksi kekebalan tubuh manusia
(Munarsih, 2010).

2.2.5 Klasifikasi Tuberculosis

Klasifikasi Tuberculosis menurut pedoman nasional


Penanggulangan Tuberculosis (2014). Pasien Tuberculosis juga
diklasifikasikan menurut: Lokasi dari penyakit, riwayat pengobatan
sebelumnya, hasil pemeriksaan dahak mikroskopik.
1. Klasifikasi Berdasarkan Penyakit
Tuberculosis paru adalah Tuberculosis yang terjadi pada
parenkrim (jaringan) paru Milier Tuberculosis di anggap sebagai
Tuberculosis paru karena adanya lesi pada jaringan
paru.Limfadinetis Tuberculosis di rongga dada atau efusi pleura
tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung
Tuberculosis pada paru, dinyatakan sebagai Tuberculosis ekstra
paru.Pasien yang menderita Tuberculosis paru dan sekaligus
juga menderita Tuberculosis ekstra paru, diklasifikasikan
sebagai pasien Tuberculosis paru.
2. Klasifikasi Berdasarkan Pengobatan Sebelumnya
a. Pasien baru Tuberculosis adalah pasien yang belum pernah
mendapat pertolongan Tuberculosis sebelumnya atau sudah pernah
menelan Obat Anti Tuberculosis (OAT) namun kurang dari 1
bulan.
b. Pasien yang pernah diobati Tuberculosis adalah pasien yang
sebelumnya pernah menelan Obat Anti Tuberculosis (OAT) atau
lebih.
c. Pasien kambuh adalah pasien Tuberculosis yang pernah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini di
diagnosis Tuberculosis berdasarkan hasil pemeriksaan bekteriologi
atau klinis ( Baik karna benar-benera kambuh atau karena
riinfeksi).
d. Pasien yang diobati kembali setelah gagal adalah pasien
Tuberculosis yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada
pengobatan terakhir.
e. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat adalah pasien
yang pernah diobati dan dinyatakan putus berobat.

3. Kalasifikasi pasien Tuberulosis Berdasarkan Hasil Pemeriksaaan Dahak


mikroskopi
a. Tuberculosis Batang Tahan Asam (BTA) positif
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak Sewaktu Pagi Sewaktu
(SPS) hasilnya Batang Tahan Asam (BTA) positif.
 1 spesimen dahak Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS) hasilnya Batang
Tahan Asam (BTA) positif dan foto thorak dada menunjukan
Tuberculosis.
 1 spesimen dahak Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS) hasilnya Batang
Tahan Asam (BTA) positif dan biakan kuman Tuberculosis.
 1 dahak atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimen dahak Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS) yang pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya Batang Tahan Asam (BTA)
negativ dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotic
non Obat Anti Tuberculosi (OAT).
a. Tuberculosis Batang Tahan Asam (BTA) Negativ
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada Tuberculosis
paru BTA Positif. Kriteria diagnostik Tuberculosis paru
BTA Negativ harus meliputi:
1. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
negativ.
2. Foto thorak abnormal menunjukan gambaran
tuberculosis.
3. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotic
non OAT.
4. Ditentukan oleh dokter untuk diberikan pengobatan.

2.2.6 Tuberculosis Primer


Daerah konsolidasi meradang di alveoli yang terinfeksi oleh
Mycobacterium Tuberculosisakan membentuk sarang tuberculosis
pneumini kecil yang disebut fokus Ghon atau sarang primer.
Sarang primer disebut juga afek primer, afek primer akan
membentuk kompleks primer bersama-sama dengan limfangitis
regional. Semuah proses ini membutuhkan waktu 3-8 minggu.
Nasib kompleks primer nantinya sebagai berikut:
1. Sembuh tanpa meninggalkan bekas sama sekali.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas dan bakteri
bersifat dormant.
3. Akan menyebar dengan cara:
1. Perkontinuitatum, yaitu menyebar kedaerah sekitarna
Contohnya adalah epituberkulosis adalah kejadian
penekanan bronkus biasanya yang mengalami penekanan
adalah bronkus lobus medius oleh karena kelenjar hilus
yang membesar akibat infeksi Mycobacterium
Tuberculosis sehingga menimbulkan obstruksi pada
saluran napas yang berhubungan.Hal ini dapat
menyebabkan atelektasis.Kuman tuberculosis aakn
menjalar sepanjang bronkus yang mengalami atelektasis
dan terjadilah peradangan di lobus tersebut.
2 Broken, yaitu melalui saluran pernafasan baik di paru
bersangkutan ataupun ke paru sebelahnya.
3 Hematogen dan limfogen yaitu melalui pembuluh darah
dan pembuluh limfe.
Penyebaran ini tergantung dengan daya tahan tubuh, jumlah dan
virulensi darikuman tersebut. Sarang infeksi yang ditimbulkan
dapat sembuh secara spontan apabila sistem imun adekuat,
penyebaran melalui hematogen dan limfogen dapat menimbulkan
penyakit yang lebih parah lagi seperti tuberculosis
milier,meningitis tuberculosis, typhobacillosis Landouzy, dan juga
tuberculosis pada organ lain seperti tulang, ginjal, genitalia dan lain
sebagainya. Komplikasi dari penyebaran ini dapat berakhir dengan:
1. Sembuh dengan meninggalkan sekule (gagal tumbuh
pada anak setelah terkena ensefalomeningitis).
2. Meninggal.

2.2.7 Tuberculosis Post Primer


Tuberculosis post primer akan timbul bertahun-tahun setelah
tuberculosis primer, biasanya terjadi oada usia 15-40 tahun
.banyaknya istilah yang digunakan selain tuberculosis post primer
seperti: progressive tuberculosis, adult type tuberculosis, localized
tuberculosis, tuberculosis menahun, dan sebagainya. Tuberculosis
post primer terjadi setelah tubuh mengalami respon imun, spesifik
yang dipicu oleh dua cara yaitu melalui inhalasi kuman baru atau
reaktivitasi basil tuberculosis yang sebelumnya dalam keadaan
dorman karena penurunan daya tahan tubuh. Penurunan daya tahan
tubuh ini dapat disebabkan oleh karena proses menua, alkoolisme,
malnutrisi, sakit berat, diabetes miletus dan HIV/AIDS.
Gambaran klasik tuberculosis paru post primer ditandai dimulai
dengan sarang kecil dini, umumnya terletak di segmen apikal lobus
superior ataupun lobus inferior. Hal ini disebabkan oleh tekanan
oksigen didaerah apeks paru lebih tinggi sehingga basil
tuberculosis dapat berkembang lebih baik karena basil tuberculosis
bersifat aerob.Sarang kecil ini awalnya membentuk suatu sarang
pneumoni kecil. Saran pneumoni akan mengalami salah satu jalan
seperti:
1. Sarang tersebut akan diresopsi kembali dan sembuh
dengan tidak ada cacat yang tertinggal.
2. Sarang tersebut akan meluas dan akan terjadi proses
penyembuhan dengan pembentukan jaringan fibrosis.
Jaringan fibrosis ini nantinya akan mengalami
pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran,
sarang yang sudah mengalami perkapuran ini nantinya
dapat teraktivasi kembali dengan membentuk jaringan
keju ( jaringan kaseosa).
3. Sarang pneumoni akan meluas dan membentuk jaringan
keju (jaringan kaseosa) dan berakhir dengan
pembentukan rongga atau kavitas. Kavitas awalnya
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan mengalami
penebalan sehingga disebut kaverne (kavitas sklerotik)
kavitas tersebut akan menjadi:
1. Bertambah luas dan menyebabkan timbulnya sarang
peneumoni yang baru. Sarang pneumoni yang baru
terbentuk ini akan mengkuti alur perjalanan.
2. Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi) dan di
sebut sebagai tuberkuloma. Tuberuloma bisa
mengapur dan menyembuh tetap juga aktif kembali
dengan mencair dan berubah menjadi kavitas lagi.
3. Sembuh dan bersih disebut juga open healed cavity
atau kavitas yang menyembuh dan membungkus diri
lalu setelahnya menciut sehingga kelihatan seperti
bintang ( stellate shaped ).
Kavarne dapat menyebabkan peradangan pada ateri yang
terdapat di dinding kaverne. Peradangan arteri itu akan
menimbulkan aneurism yang disebut aneurisma dari
Rasmussen pada arteri berasal dari cabang arteri pulmonalis.
Bila aneurisma ini pecah, maka timbulah gejala batuk
berdarah.

2.2.8 Tuberculosis Sekunder


Tuberculosis sekunder adalah penyakit TB yang baru timbul
setelah lewat 5 tahun sejak terjadi infeksi primer.Bila
systempertahanan tubuh melemah M.tuberculosis yang sedang
tidur dapat aktif kembali disebut reinfeksi endogen.Dapat pula
terjadi super infeksi M. Tuberculosisdari luar disebut reinfeksi
eksogen.TB pada orang dewasa adalah TB sekunder karena
reinfeksi endogen contoh dari Tuberculosis Sekunder adalah:
Tuberculosis Tulang, Tuberculosis Meningitis, Tuberculosis Milier,
Tuberculosis Tulang, Tuberculosis Usus (Danusantoso, 2012).

2.2.9 Patofisiologi
Menurut Somantri (2011) infeksi diawali karena seseorang
menghirup basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar
melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan
terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium tuberculosis
juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas).
Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke
bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain
dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh
memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi.Neutrofil
dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri),
sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan
(melisiskan) basil dan jaringan normal.Infeksi awal biasanya timbul
dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.Interaksi antara
Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada
masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang
disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup
dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding.
Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan
fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle.
Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi
nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang berbentuk
seperti keju (necrotizing caseosa).Hal ini akan menjadi klasifikasi
dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri
menjadi nonaktif.

2.2.10 Pathway
(Terlampir)

2.2.11 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Somantri (2011), pemeriksaan penunjang pada pasien
tuberkulosis adalah:
a. Sputum Culture.
b. Ziehl neelsen: Positif untuk BTA.
c. Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer, patch).
d. Chest X-ray.
e. Histologi atau kultur jaringan: positif untuk Mycobacterium
tuberculosis.
f. Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya
selsel besar yang mengindikasikan nekrosis.
g. Elektrolit h. Bronkografi i. Test fungsi paru-paru dan
pemeriksaan darah.

2.2.12 Komplikasi
Menurut Somantri (2011) pada pasien tuberkulosis dapat terjadi
beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan atau dalam masa
pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.Beberapa
komplikasi yang mungikin timbul adalah :
a. Batuk darah
b. Pneumotoraks
c. Luluh paru
d. Gagal napas
e. Gagal jantung
f. Efusi pleura

2.3 Anatomi Fisiologi Pleura


2.3.1 Anatomi
Pleura adalah membrane serosa yang licin, mengkilat, tipis, dan
transparan yang membungkus paru (pulmo). Membran ini terdiri dari 2
lapis:
a. Pleura viseralis: terletak disebelah dalam, langsung menutupi
permukaan paru.
b. Pleura parietalis: terletak disebelah luar, berhubungan dengan
dinding dada.
Pleura parietal berdasarkan letaknya terbagi atas :
 Cupula Pleura (Pleura Cervicalis)
Merupakan pleura parietalis yg terletak di atas costa I namun
tdk melebihi dr collum costae nya. Cupula pleura terletak
setinggi 1-1,5 inchi di atas 1/3 medial os. Clavicula.
 Pleura Parietalis pars Costalis
Pleura yg menghadap ke permukaan dalam costae, cartilage
costae, SIC/ ICS, pinggir corpus vertebrae, dan permukaan
belakang os. Sternum.
 Pleura Parietalis pars Diaphragmatica
Pleura yg menghadap ke diaphragm permukaan thoracal yg
dipisakan oleh fascia endothoracica.
 Pleura Parietalis pars Mediastinalis (Medialis)
Pleura yg menghadap ke mediastinum / terletak di bagian
medial dan membentuk bagian lateral dr mediastinum.
Pleura parietalis dan viseralis terdiri atas selapis mesotel (yang
memproduksi cairan), membran basalis, jaringan elastik dan kolagen,
pembuluh darah dan limfe. Membran pleura bersifat semipermiabel.
Sejumlah cairan terus menerus merembes keluar dari pembuluh darah
yang melalui pleura parietal. Cairan ini diserap oleh pembuluh darah
pleura viseralis, dialirkan ke pembuluh limfe dan kembali kedarah.
Diantara kedua lapisan pleura ini terdapat sebuah rongga yg disebut
dg cavum pleura. Dimana di dalam cavum pleura ini terdapat sedikit
cairan pleura yg berfungsi agar tdk terjadi gesekan antar pleura ketika
proses pernapasan. Rongga pleura mempunyai ukuran tebal 10-20
mm, berisi sekitar 10 cc cairan jernih yang tidak bewarna,
mengandung protein < 1,5 gr/dl dan ± 1.500 sel/ml. Sel cairan pleura
didominasi oleh monosit, sejumlah kecil limfosit, makrofag dan sel
mesotel. Sel polimormonuklear dan sel darah merah dijumpai dalam
jumlah yang sangat kecil didalam cairan pleura. Keluar dan masuknya
cairan dari dan ke pleura harus berjalan seimbang agar nilai normal
cairan pleura dapat dipertahankan.

2.3.2 Fisiologi Efusi Pleura


Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negatif thoraks
kedalam paru-paru, sehingga paru-paru yang elastis dapat
mengembang. Tekanan pleura pada waktu istirahat (resting pressure)
dalam posisi tiduran pada adalah -2 sampai -5 cm H2O; sedikit
bertambah negatif di apex sewaktu posisi berdiri. Sewaktu inspirasi
tekanan negatif meningkat menjadi -25 sampai -35 cm H2O.
Selain fungsi mekanis, rongga pleura steril karena mesothelial
bekerja melakukan fagositosis benda asing dan cairan yang
diproduksinya bertindak sebagai lubrikans. Cairan rongga pleura
sangat sedikit, sekitar 0.3 ml/kg, bersifat hipoonkotik dengan
konsentrasi protein 1 g/dl. Gerakan pernapasan dan gravitasi
kemungkinan besar ikut mengatur jumlah produksi dan resorbsi cairan
rongga pleura. Resorbsi terjadi terutama pada pembuluh limfe pleura
parietalis, dengan kecepatan 0.1 sampai 0.15 ml/kg/jam. Bila terjadi
gangguan produksi dan reabsorbsi akan mengakibatkan terjadinya
pleural effusion.

2.3.3 Definisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit
primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder
terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung
sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas
yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi
(Nursalam, 2016).

2.3.4 Etiologi
Berdasarkan jenis cairan yang terbetuk, cairan pleura dibagi
menjadi transudat dan eksudat.
a. Transudat
Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang
mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura
mengalami perubahan. Transudat ini disebabkan oleh kegagalan
jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asites
(oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior, tumor,
sindroma meig, hipoalbumenia, dialysis peritoneal, Hidrothoraks
hepatik.

b. Eksudat
Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi
pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.
Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia dan sebagainya,
tumor, ifark paru, radiasi, penyakit kolagen.

2.3.5 Patofisiologi
Pada umumnya, efusi pleura terjadi karena pleura hamper mirip
plasma (eksudat) sedangkan yang timbul pada pleura normal
merupakan ultrafiltrat plasma (transudat). Efusi dalam hubungannya
dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pleura
parientalis sekunder (efek samping dari) peradangan atau keterlibatan
neoplasma. Contoh bagi efusi pleura dengan pleura normal adalah
payah jantung kongesif. Pasien dengan pleura yang awalnya normal
pun dapat mengalami efusi pleura ketika terjadi payah/gagal jantung
kongesif. Ketika jantung tidak dapat memompakan darahnya secara
maksimal ke seluruh tubuh terjadilah peningkatan tekanan hidrostastik
pada kapiler yang selanjutnya menyebabkan hipertensi kapiler
sistemik. Cairan yang berada dalam pembuluh darah pada area
tersebut selanjutnya menjadi bocor dan masuk ke dalam pleura.
Peningkatan pembentukan cairan dari pleura parientalis karena
hipertensi kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi menyebabkan
pengumpulan abnormal cairan pleura.
Adanya hipoalbuminemia juga akan mengakibatkan terjadinya
peningkatan pembentukan cairan pleura dan berkurangnya reabsorbsi,
hal tersebut berdasarkan adanya penurunan pada tekanan onkontik
intravaskuler (tekanan osmotic yang dilakukan oleh protein). Luas
efusi pleura yang mengancam volume paru-paru, sebagian akan
tergantung atas kekakuan relative paru-paru dan dinding dada. Dalam
batas pernafasan normal, dinding dada cenderung untuk recoil ke
dalam (paru-paru tidak dapat berkembang secara maksimal melainkan
cenderung untuk mengempis).

2.4 Water Seal Drainage (WSD)


2.4.1 Definisi
Arif (2012) menjelaskan bahwa Water Seal Drainage (WSD)
merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengeluarkan udara,
cairan berupa darah atau pus dari ringga pleura, rongga thorax, dan
mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung untuk
mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut Dalam keadaan
normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi
sedikit cairan pleura.

2.4.2 Tujuan Pemasangan


Tujuan pemasangan Water Seal Drainage adalah sebagai berikut :
a. Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan
rongga thorax.
b. Mengembalikan tekanan negatif pada rongga pleura.
c. Mengembangkan kembali paru yang kolaps.
d. Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura (refluks
drainage) yang dapat menyebabkan pneumothoraks.
e. Mengalirkan udara atau cairan dari ringga pleura untuk
mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut.
2.4.3 Indikasi Pemasangan
a. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah suatu penumpukan dada diantara pleura
viseralis dan parietalis yang menyebabkan rongga pleura
sebenarnya, bukan rongga pleura potensial (Ward, dkk. 2012).
Ciri-ciri pneumothoraks antara lain :
1. Spontan >20% oleh karena rupture bleb.
2. Luka tusuk tembus.
3. Klem dada yang terlalu lama.
4. Kerusakan selang dada pada sistem drainase.
b. Hemothoraks
Hemothoraks adalah akumulasi darah dan cairan di rongga
pleura, biasanya akibat trauma atau pembedahan (Kozier, 2013).
Keadaan hemothoraks biasa terjadi pada kondisi :
0. Robekan pleura.
1. Kelebihan antikoagulan.
2. Pasca bedah thoraks.
b. Thorakotomi
0. Lobektomi
1. Pneumoktomi
c. Efusi Pleura
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya
penumpukan cairan dalam rongga pleura (Soemantri, 2016).
d. Emfiema
Emfiema adalah keadaan terkumpulnya pus di dalam rongga
pleura. Pus dapat mengisi satu lokasi pleura atau mengisi
seluruh rongga pleura (Muttaqin, 2012).
1. Penyakit paru serius.
2. Kondisi inflamasi.
2.4.4 Kontraindikasi Pemasangan WSD
a. Infeksi pada tempat pemasangan.
b. Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.

2.4.5 Komplikasi Pemasangan WSD


a. Komplikasi primer
 Perdarahan
 Edema paru
 Tension pneumothoraks
 Atrial aritmia
b. Komplikasi sekunder
 Infeksi
 Emfiema
c. Komplikasi lainnya
 Laserasi yang mencederai organ
 Perdarahan
 Emfisema subkutis
 Tube terlepas
 Tube tersumbat

2.4.6 Prinsip Water Seal Drainage


Menurut Aziz (2011) prinsip yang digunakan pada water seal
drainage adalah sebagai berikut :
1. Gravitasi
Udara dan cairan mengalir dari tekanan yang lebih tinggi ke
tekanan yang lebih rendah.
2. Tekanan negatif
Udara atau cairan dalam rongga dada menghasilkan tekanan positif
(763 mmHg atau lebih) dalam rongga pleura. Udara dan cairan
pada water seal pada selang dada menghasilkan tekanan positif
yang kecil (761 mmHg). Sebab udara dan cairan bergerak dari
tekanan yang lebih rendah, maka udara dan cairan akan berpindah
dari tekanan positif yang lebih tinggi pada rongga pleura ke
tekanan positif yang lebih rendah yang dihasilkan oleh water seal.
3. Suction
Yaitu suatu kekuatan tarikan yang lebih kecil daripada tekanan
atmosfir (760 mmHg). Suction dengan kekuatan negatif 20 cmH2O
menghasilkan tekanan subatmosfer 746 mmHg sehingga udara atau
cairan berpindah dari tekanan lebih tinggi ke tekanan yang lebih
rendah.
4. Water seal
Tujuan utama dari water seal adalah membiarkan udara keluar dari
rongga pleura dan mencegah udara dari atmosfer masuk ke rongga
pleura. Botol water seal diisi dengan cairan steril yang didalamnya
terdapat selang yang ujungnya terendam 2cm. Cairan ini
memberikan batasan antara tekanan atmosfer dengan tekanan
subatmosfer (normal 754 mmHg – 758 mmHg). Selang yang
terendam 2cm itu menghasilkan tekanan positif sebesar 1,5 mmHg
semakin dalam selang water seal terendam air semakin besar
tekanan positif yang dihasilkan. Pada saat ekspirasi, tekanan pleura
lebih positif sehingga udara dan air dari rongga pleura bergerak
masuk ke botol. Pada saat inspirasi tekanan pleura lebih negatif
sehingga water seal mencegah udara atmosfer masuk ke rongga
pleura.

2.4.7 Cara Pemasangan WSD


1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V,
di linea aksillaris anterior dan media.
2. Lakukan analgesia/anastesia pada tempat yang telah ditentukan.
3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam
sampai musulus interkostalis.
4. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian
dilebarkan. Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk
memastikan sudah sampai rongga pleura/menyentuh paru.
5. Masukkan selang (chest tube) melalui lubang yang telah dibuat
dengan menggunakan Kelly forceps.
6. Selang (chest tube) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan
ke dinding dada.
7. Selang (chest tube) disambung ke WSD yang telah disiapkan.
8. Foto X-rays dada untuk menilai posisi selang yang telah
dimasukkan.

2.4.8 Macam-macam WSD


1. WSD dengan satu botol
 Merupakan sistem drainage yang sangat sederhana.
 Botol berfungsi selain sebagai water seal juga berfungsi sebagai
botol penampung.
 Drainase bebagai adanya grafitasi. Umumnya digunakan pada
pneumotoraks.
2. WSD dengan dua botol
 Botol pertama sebagai penampung/drainase.
 Botol kedua sebagai water seal tetap pada satu level.
 Dapat dihubungkan dengan suction control.

3. WSD dengan tiga botol


 Botol pertama sebagai penampung/drainase.
 Botol kedua sebagai water seal.
 Botol ketiga sebagai suction control, tekanan dikontrol dengan
manometer.
2.5 Posisi semi fowler untuk mengurangi sesak nafas
Munculnya berbagai gejala klinis pada pasien TB paru akan
menimbulkan masalah keperawatan dan mengganggu kebutuhan dasar
manusia salah satu diantaranya adalah kebutuhan istirahat, seperti adanya
nyeri dada saat aktivitas, dyspnea saat istirahatatau aktivitas, letargi dan
gangguan tidur. Metode yang paling sederhana dan efektif untuk
mengurangi resiko penurunan pengembangan dinding dada yaitu dengan
pengaturan posisi saat istirahat(Heather, 2013).
Pemberian posisi semi fowler pada pasien TB paru telah dilakukan
sebagai salah satu cara untuk membantu mengurangi sesak napas. Posisi
yang tepat bagi pasien dengan penyakit kardiopulmonari adalah diberikan
posisi semi fowler dengan derajat kemiringan 30 - 45°.Tujuan dari tindakan
ini untuk menurunkan konsumsi O² dan menormalkan ekspansi paru yang
maksimal, serta mempertahankan kenyamanan dan kestabilan pola napas
pada pasien TB paru.
BAB III
TINJAUAN KASUS
BIODATA PASIEN
Klien bernama Ny.S nomer RM 00209021 yang lahir pada 29 Juni 1965 dan
saat ini klien telah berusia 53th. Klien berjenis kelamin perempuan dan beragama
islam. Klien tinggal di Kampung Serdang Kulo RT8/4 Tangerang bersama dengan
4 anak laki-lakinya dan 2 anak perempuannya, serta 6 orang cucunya. Klien
merupakan singleparent dan keluarga yang setia menemani klien selama
perawatan di Rs adalah anak perempuannya dan menantunya. Diagnosis klien TB
Paru dan Efusi Pleura On Perawatan WSD. Tanggal pengkajian Jumat, 4 Januari
2019, Jam 11.30 WIB.

A. ANAMNESE
1. Keluhan Utama (Alasan Masuk RS) : Klien masuk Rs tanggal 3-1-2019,
jam 14.00.

Saat Masuk RS : Klien mengalami sesak nafas yang disertai batuk yang
dialami 3 bulan serta badan terasa lemas.
Saat Pengkajian : Klien sudah terpasang selang WSD di ICS 4 dekstra
pada tanggal 4 Januari 2019, jam 09.30 WIB dengan jumlah
cairan yang keluar sebanyak 300cc berwarna kehijauan (pus).
Jam 11.30 klien mengatakan sesak nafas, batuk tetapi tidak
berdahak. Klien mengeluh nyeri pada dada kanan disekitar tempat
terpasangnya WSD dan nyeri semakin bertambah saat dilakukan
perawatan WSD dan saat ingin bertukar posisi sehingga klien
tampak takut untuk mengubah posisi. Klien juga tampak terbaring
lemas yang dirasakan diseluruh badan. Frekuensi pernafasan
30x/mnt, klien tampak terpasang O2 2lt/mnt dengan nasal kanul,
paru sinistra lebih bergetar daripada paru desktra. Suara paru
desktra klien terdengar ronchi dan paru kiri vesikuler. Pada kulit
klien sebelah kanan terdapat 4 jahitan paska pemasangan selang
WSD, teraba nyeri, tidak tampak kemerahan, tidak ada
pembengkakan, teraba sedikit hangat. Klien tampak terpasang
torasik tube berukuran 28 fr dan selang NGT berukuran 20fr.
i. Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien mengalami TB Paru dan Efusi Pleura On Perawatan WSD.
ii. Riwayat Penyakit Yang Lalu :
Klien mengatakan pernah mengalami batuk berdahak selama 3 bulan.
iii. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Keluarga klien tidak mempunyai penyakit genetik.

2. POLA PEMELIHARAAN KESEHATAN


a. Pola Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi : Selama dirumah klien selalu
makan 3x/hari dengan makan jam 08.30, 11.00. 18.00 dengan jumlah 1
porsi dengan menu nasi putih, ikan-ikanan, daging, sayur sop, sayur
bayem, minum air putih 2L/hari. Selama di rawat di Rs klien
menghabiskan setengah porsi dari yang diberikan diruang perawatan
dengan menu sarapan bubur, makan siang tahu, ikan, sayur sop,
konsumsi air mineral 1,5L/hari dan cairan infus RL 500/12Jam. Klien
tidak memiliki pantangan makanan, tidak ada kesulitan makan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
b. Pola Eliminasi : Selama dirumah klien BAB 1x/hari saat dipagi hari
dengan konsistensi padat dan warna tinja kuning dan BAK 8x/hari
dengan warna urine bening dan bau khas. Selama dirawat klien BAB 1x
dengan konsistensi cair dan berwarna kuning dan BAK 8x/hari dengan
warna urine bening melalui diapers.
Klien tidak mengalami masalah eliminasi
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah pada eliminasi klien.
c. Pola Istirahat/Tidur : Selama dirumah klien mempunyai riwayat
gangguan tidur karena batuk yang dialaminya sehingga upaya yang
dilakukan ialah minum obat batuk dan hal yang memudahkan klien
untuk tidur menonton tv dan yang memudahkan klien untuk bangun
ialah batuk yang sering dialaminya saat malam hari. Frekuensi tidur
malam klien + 5 jam. Selama dirawat klien juga mengalami gangguan
tidur karena sulit mendapatkan posisi nyaman karena klien terpasang
selang WSD yang menimbulkan nyeri dan juga dipengaruhi oleh suhu
ruangan yang panas.
Masalah Keperawatan : Gangguan pola tidur.
d. Pola Kebersihan Diri / Personal Hygiene : Selama dirumah klien
merupakan orang yang rajin menjaga kebersihan diri mulai dari
mencuci rambut 2hari 1x, mandi dan sikat gigi setiap pagi dan sore,
kuku selalu pendek dan bersih. Saat dirawat klien tetap melakukan
kebersihan diri dengan mencuci rambut, melap badan dibantu oleh
anaknya, sikat gigi 1x sehari. Kuku tampak bersih tetapi panjang karena
klien masih menganut budaya bahwa “orang sakit tidak boleh potong
kuku karena pamali”.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah pada personal hygiene.
e. Aktivitas Lain : Masa muda klien bertani dan melakukan pekerjaan dan
sekarang menikmati masa tua dengan bermain bersama 6 orang
anaknya dan 3 cucunya dan saat dirawat klien bedrest.
f. Riwayat Sosial Ekonomi
1. Latar belakang social, budaya dan spiritual klien
Kegiatan kemasyarakatan yang sering dilakukan oleh klien berupa
mengikuti kegiatan pengajian disekitar lingkungan rumahnya.
Konflik social yang dialami klien tidak pernah mempunyai masalah
sama orang disekitar rumah. Ketaatan klien dalam menjalankan
agamanya ialah taat akan sholat. Teman dekat yang senantiasa siap
membantu anaknya
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
2. Ekonomi
Yang membiayai perawatan klien selama dirawat di Rs adalah
asuransi BPJS kelas 1 dan klien tidak mengalami masalah pada
keuangannya.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
3. PEMERIKSAAN FISIK
A. PEMERIKSAAN TTV : TD 110/70mmHg, N 81x/m, R 30x/m, S
37oC, BB 47kg, TB 152cm. Setelah dihitung berdasar rumus
Borbowith, klien termasuk kategori ideal.
47 47
Rumus IMT = = 20,3
1,52 x 1,52 2,31

B. KEADAAN UMUM
Keadaan umum klien sedang, kesadaran komposmentis, klien tampak
posisi semifowler ditempat tidur, tampak terpasang O2 , terpasang
selang WSD pada ICS 4 Desktra, terpasang infus RL 500cc/12 jam,
dan ADL klien dibantu oleh anak perempuannya.
C. PEMERIKSAAN INTEGUMENT, RAMBUT DAN KUKU
1. Integument : Kulit klien terdapat tidak terpadat lesi dan jaringan
parut, warna kulit sawo matang. Kulit klien tidak terdapat luka
bakar. Hasil pemeriksaan palpasi tekstur kulit teraba halus, turgor
kulit tampak baik, struktur kulit mulai keriput karena faktor usia,
lemak subcutan teraba tebal, terdapat nyeri tekan pada dada kanan
klien karena ada luka akibat terpasang selang WSD.
Identifikasi luka / lesi pada kulit :
 Tipe Primer : tidak terdapat makula, papula, nodule, vesikula.
 Tipe Sekunder : tidak terdapat pustula,ulkus, crusta, exsoriasi,
sear, lichenifikasi.
 Kelainan-kelainan pada kulit : tidak terdapat naevus
pigmentosus, hiperpigmentasi, hipopigmentasi, tatto,
haemangioma, angioma, spider naevi, strie.

2. Pemeriksaan Rambut : Penyebaran rambut klien tampak merata,


rambut klien tidak bau , tidak rontok, warna rambut klien hitam dan
terdapat sedikit uban, tidak ada alopesia dan hirsutisme.
3. Pemeriksaan Kuku : hasil pemeriksaan inspeksi dan palpasi kuku
tampak bening, bentuk normal dan bulat serta kuku tampak bersih.
4. Keluhan yang dirasakan oleh klien yang berhubungan dengan
Px. Kulit : tidak ada keluhan lain
Masalah Keperawatan : Nyeri Akut, Kerusakan Integritas Kulit.
D. PEMERIKSAAN KEPALA, WAJAH DAN LEHER
1. Pemeriksaan Kepala : Bentuk kepala tampak bulat dan simetris,
tidak ada hidrocepalus, luka, perdarahan, trepanasi. Tidak ada nyeri
tekan dan fontanella.
a. Pemeriksaan Mata : Mata klien tampak simetris, tidak ada
ekssoftalmus dan endofthalmus. Pada bagian palpebra tidak ada
oedem, peradangan, luka, benjolan. Bulu mata tidak rontok.
Konjunctiva dan sclera tidak mengalami perubahan warna.
Warna iris coklat. Reaksi pupil terhadap cahaya isokor. Kornea
berwarna bening dan tidak ada nigtasmus dan strabismus.
b. Pemeriksaan Visus
Dengan Snelen Card : Pada kedua mata klien penglihatan
mulai samar-samar dengan + 2m dari klien. Tanpa Snelen Card
ketajaman penglihatan kurang. Pemeriksaan lapang pandang
normal. Pemerikasaan tekanan bolamata dengan tonometri
tidak terkaji dan palpasi bola mata tidak ada kelainan,tidak ada
nyeri tekan.
E. PEMERIKSAAN TELINGA
Hasil pemeriksaan didapatkan hasil bentuk telinga klien
simetris dan ukuran telinga,warna sawo matang. Tidak ada lesi,
nyeri tekan, peradangan, penumpukan serumen. Dengan
otoskop periksa membran tympany amati, warna sawo matang,
tidak ada perdarahan dan tidak ada perforasi. Uji kemampuan
kepekaan telinga tes bisik dengan jarak 4-6M, dengan arloji
30cm, uji weber seimbang, uji rinne hantaran tulang lebih keras
dibanding dengan hantaran udara, Uji swabach memendek.
F. PEMERIKSAAN HIDUNG
Hasil pemeriksaan didapatkan hasil hidung klien simetris, bentuk
tulang hidung dan posis septum nasi tidak ada pembengkakan. Hidung
klien tidak ada perdarahan, tidak ada kotoran, tidak ada polip.
G. PEMERIKSAAN MULUT DAN FARING
Hasil pemeriksaan didapatkan hasil mulut klien tidak ada kelainan,
warna bibir pink dan aga pucat, tidak ada lesi dan bibir tidak pecah-
pecah. Gigi klien terdapat 2 yang sudah berlubang, tidak ada kotoran,
tidak menggunakan gigi palsu dan tidak ada gingivitis. Warna lidah
pink, tidak ada perdarahan dan abses. Klien tidak memiliki bau mulut
dan uvula simetris. Tidak ada benda asing pada mulut dan faring
klien. Tidak ada pembesaran tonsil sehingga suara klien tidak
berubah.
H. PEMERIKSAAN WAJAH
Hasil pemeriksaan didapatkan hasil ekspresi wajah klien tampak
rileks, Warna wajah klien normal dan tidak ada hiperpigmentasi,
kondisi wajah normal dan struktur wajah klien bulat dan tidak ada
kelumpuhan otot-otot fasialis pada klien.
I. PEMERIKSAAN LEHER
Hasil pemeriksaan didapatkan hasil bentuk leher simetris, tidak ada
peradangan, tidak ada jaringan parut, massa, perubahan warna. Hasil
palpasi klien tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, vena jugularis,
pembesaran kelenjar limfe, dan posisi trakea tampak simetris.
Keluhan yang dirasakan klien terkait dengan Px. Kepala,: Tidak ada.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
J. PEMERIKSAAN PAYUDARA DAN KETIAK
Hasil pemeriksaan didapatkan hasil ukuran payudara kecil dan bentuk
payudara simetris dan tidak ada pembengkakan. Warna kulit payudara
coklat, tidak ada lesi, aerola berwarna coklat kehitaman. Tidak ada
cairan yang keluar dari puting, tidak ada ulkus dan tidak ada
pembengkakan. Tidak ada nyeri tekan, payudara teraba kenyal dan
tidak benjolan massa.
Keluhan lain yang terkait dengan Px. Payudara dan Ketiak : Tidak ada
keluhan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
K. PEMERIKSAAN TORAK DAN PARU
Hasil pemeriksaan didapatkan hasil bentuk thorak normal chest, tidak
ada kelainan pada tulang belakang klien, bentuk dada tampak simetris
dan keadaan kulit tampak kurang baik karena terdapat luka jahitan
karena klien terpasang selang WSD pada ICS 4 desktra. Terdapat
retrasksi otot bantu pernafasan pada retraksi intercostal, retraksi
suprasternal, sternomastoid, pernafasan cuping hidung. Pola nafas
takipneu. Tidak ada sianosis dan batuk klien tampak kering. Paru kiri
klien lebih teraba getarannya daripada paru kanan, paru kanan klien
terdengar tidak mengembang. Paru klien menghasilkan suara
hipersonon. Suara nafas pada area vesikuler bersih, area bronchial
bersih, area bronkovesikuler bersih. Pada suara ucapan tidak terdengar
bronkophoni, egophoni, pectoriloqy. Terdengar suara nafas tambahan
yaitu Ronchi.
Keluhan lain yang dirasakan terkait Px. Torak dan Paru : Klien
mengeluh dahaknya yang sulit keluar, sesak nafas, nyeri ditempat
terpasangnya WSD.
L. PEMERIKSAAN JANTUNG
Hasil pemeriksaan didapatkan hasil pulsasi pada dinding torak teraba
kuat. Batas-batas jantung normal adalah Batas atas ICS 2, Batas
bawah ICS 5, Batas Kiri area trikuspidalis, Batas Kanan area
bikuspidalis. BJ I terdengar tunggal, keras, regular. BJ II terdengar
tunggal, keras, regular. Tidak ada Bunyi jantung tambahan.
Keluhan lain terkait dengan jantung : Tidak ada keluhan.
M.PEMERIKSAAN ABDOMEN
Hasil pemeriksaan didapatkan hasil bentuk perut datar dan simetris,
tidak ada massa benjolan, terdapat bayangan pembuluh darah vena.
Frekuensi bising usus 20x/mnt, tidak ada borborygmi. Hepar teraba
normal dan tidak ada pembesaran, tidak ada nyeri tekan, teraba lunak,
permukaan halus dan tepi hepar tumpul.
Palpasi Lien tidak terkaji. Gambarkan garis bayangan Schuffner dan
pembesarannya....Dengan Bimanual lakukan palpasi dan diskrisikan
nyeri tekan terletak pada garis Scuffner ke berapa ?...(menunjukan
pembesaran lien). Palpasi Appendik : Tidak ada nyeri tekan, nyeri
tidak menjalar ke kontralateral, nyeri tidak menjalar. Hasil Palpasi dan
Perkusi tidak ada undulasi dan Shiffing Dullnes. Palpasi Ginjal : ginjal
tidak teraba, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran.
Keluhan lain yang dirasakan terkait dengan Px. Abdomen : Tidak ada
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

N. PEMERIKSAAN GENETALIA WANITA


Hasil pemeriksaan didapatkan hasil kebersihan rambut pubis bersih,
tidak ada lesi, tidak ada eritema, tidak ada keputihan, tidak ada
peradangan, lubang uretra tidak ada sumbatan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
O. PEMERIKSAAN ANUS
Hasil pemeriksaan didapatkan hasil klien tidak mengalami atresia ani,
tumor, haemorroid, perdarahan. Pada bagian perineum klien tidak
terdapat jahitan dan benjolan. Tidak ada nyeri tekan pada daerah anus.
Keluhan lain yang dirasakan terkait dengan Px. Anus : Tidak ada
keluhan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

P. PEMERIKSAAN MUSKULOSKELETAL ( EKSTREMITAS )


Hasil pemeriksaan didapatkan hasil otot antar sisi kanan dan kiri klien
tampak simetris, tidak deformitas, tidak ada fraktur, tidak ada traksi.
Palpasi

Oedem : tidak ada

Lingkar lengan : 24cm

4 4
Lakukan uji kekuatan otot : 4 4

Masalah Keperawatan : Intoleransi Aktivitas

Q. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
- Hasil pemeriksaan didapatkan hasil bahwa respon membuka mata
4, respon verbal 5 dan respon motorik 6 sehingga setelah
dilakukan scoring maka dapat disimpulkan tingkat kesadaran
klien adalah komposmentis. Setelah memeriksa tanda-tanda
rangsangan otak tidak dijumpai penigkatan suhu tubuh, nyeri
kepala, kaku kuduk, mual–muntah, kejang, penurunan tingkat
kesadaran pada klien. Pemeriksaan nervus cranialis didapatkan
hasil : nervus I Olfaktorius (pembau) indra penciuman baik,
ditandai dapat merasakan bau minyak kayu putih dan susu.
Nervus II Opticus (penglihatan) penglihatan penglihatan sedikit
terganggu, telingga kanan pasien sedikit terganggu. Nervus III
Ocumulatorius klien dapat mengangkat kelopak mata ke atas dan
dapat menggerakan bola mata ke atas bawah kanan kiri. Nervus
IV Throclearis klien dapat menggerakan mata ke atas dan ke
bawah. Nervus V Thrigeminus : Cabang optalmicus : dapat
membuka dan memjamkan mata dengan baik, Cabang maxilaris :
klien dapat merasakan kepekaan sensasi wajah, lidah & gigi
ketika di sentuh dengan kapas. Cabang Mandibularis : klien dapat
mengunyah makanan dan menelan makanan. Nervus VI Abdusen
klien dapat menggerakan mata kanan dan kiri mengikuti petunjuk
perawat. Nervus VII Facialis klien dapat mengakat kedua alis,
tidak ada kelumpuhan pada wajah. Nervus VIII Auditorius
pendengaran klien sedikit terganggu. Nervus IX Glosopharingeal
indra pengencap klien dapat membedakan sensasi panas dan
dingin minuman. Nervus X Vagus reflek menelan klien bagus,
tidak ada kelainan di faring klien. Nervus XI Accessorius klien
dapat menggerakan bahu klien ke kanan dan kekiri. Nervus XII
Hypoglosal klien dapat menjulurkan lidahnya dan dapat
menggerakannya ke kanan kiri.
Melakukan pemeriksaan fungsi motoric dan didapatkan
bahwa ukuran otot simetris, tidak ada atropi, tidak ada gerakan-
gerakan yang tidak disadari oleh klien. Fungsi sensorik : saraf
perifer klien masih peka terhadap benda tumpul, benda tajam,
peka terhadap sensasi panas/dingin, aroma terapi dan tidak ada
kelainan pada saraf perifer. Reflek kedalaman tendon berupa
reflek fisiologis tampak tidak ada kelainan. Terdapat reflek bisep,
trisep, brachiradialis, patella, achiles. Reflek Pathologis dan tidak
dijumpai kelumpuhan ekstremitas pada reflek babinski, reflek
chaddok, reflek schaeffer, reflek oppenheim, reflek gordon, reflek
bing, reflek gonad.
Keluhan lain yang terkait dengan Px. Neurologis : Tidak ada
keluhan.
R. RIWAYAT PSIKOLOGIS
a. Status Nyeri : 6
1. Menurut Skala Intensitas Numerik
● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2. Menurut Agency for Health Care Policy and Research
No Intensitas Nyeri Diskripsi
3 □ Nyeri sedang Pasien mengatakan nyeri masih bisa
ditahan atau sedang
Pasien nampak gelisah
Pasien mampu sedikit berparsitipasi
dalam perawatan

Masalah Keperawatan : Nyeri Akut


b. Status Emosi
Ekspresi muka klien menunjukan perasaan yang sedih karena harus
di rawat. Tingkat laku yang menonjol dari klien ialah merenung.
Suasana yang membuat klien bahagia ialah pulang dari Rs agar
segera berkumpul dengan anak serta cucunya. Stressing yang
membuat perasaan klien tidak nyaman ialah lingkungan dikamar
perawatan yang pengap, panas dan nyeri yang dirasakan karena
terpasang selang WSD dan juga karena sesak nafas yang
dialaminya.
Masalah Keperawatan : Gangguan Rasa Nyaman Lingkungan dan
Fisik.
c. Gaya Komunikasi
Dari gaya komunikasi klien tidak tampak berhati-hati dalam
berbicara, pola komunikasi spontan, klien tidak menolak untuk
diajak komunikasi, komunikasi klien jelas dan klien tidak
menggunakan bahasa isyarat ya.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
d. Pola Interaksi
Klien dapat memberi respon kepada siapa saja yang datang
menghampirinya. Orang yang dekat dan dipercaya klien selama
menjalani perawatan adalah anak perempuannya. Klien dapat
berinteraksi secara aktif kepada siapa saja karena klien memiliki
kepribadian terbuka.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

e. Pola Pertahanan
Klien dalam mengatasi masalah yang dialaminya meminta solusi
dari anak-anaknya
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
f. Dampak di Rawat di Rumah Sakit
Selama di rawat klien tampak menjadi kurus, nafsu makan
menurun.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

S. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL DAN SPIRITUAL


1. Kondisi emosi / perasaan klien : Suasana hati yang tampak dari
klien ialah sedih dan sesuai dengan ekspresi wajah yang
ditunjukan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
2. Kebutuhan Spiritual Klien : Selama dirawat klien tidak
menjalankan ibadah karena rasa nyeri yang dialaminya,
badannya yang terasa lemas, kesulitan untuk bergerak karena
terpasang selang WSD.
Masalah Keperawatan : Hambatan Reliogiositas
3. Upaya untuk mengatasi masalah pemenuhan kebutuhan spiritual
: Tidak dilakukan
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
4. Tingkat Kecemasan Klien :

Komponen Yang Cemas Cemas Cemas


No Panik
dikaji Ringan Sedang Berat
1 Orintasi terhadap √ Baik □ Menurun □ Salah □ Tdk
Orang,
tempat,waktu ada reaksi

2 Lapang persepsi □ Baik √ Menurun □ Menyempit □ Kacau

3 Kemampuan □ Mampu √ Mampu □Tidak mampu □Tdk


menyelesaikan dengan
ada
masalah bantuan
tanggapan
4 Proses Berfikir √ Mampu □ Kurang □Tidak mampu □Alur fikiran
berkonsen mampu mengingat kacau
trasi dan mengingat dan
mengingat dan berkonsentr
dengan baik berkonsentra asi
si
5 Motivasi √ Baik □ Menurun □ Kurang □ Putus asa

5. Konsep diri klien:


a. Identitas diri : klien menyadari bahwa dirinya adalah seorang
ibu rumah tangga dan nenek.
b. Ideal diri: klien berharap agar dirinya cepat sembuh & cepat
pulang.
c. Gambaran diri : klien merasa kurang mampu melakukan
aktifitas karena keadaan tubuhnya lemah dan saat bergerak
terasa nyeri.
d. Harga diri : klien merasa tidak malu sehubungan dengan
kondisi fisiknya saat berhubungan dengan orang lain.
e. Peran : klien merasa perannya sebagai ibu rumah tangga
terganggu karena keadaannya sekarang.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
T. PEMERIKSAAN LABORATORIUM, Tgl 4-Jan-2019

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

HEMATOLOGI

Hemoglobin 9,8 g/dl 11,7 – 15,5 g/dl

Leukosit 12,19 x103 /ul 3,50 – 11,00 x103 /ul

Hematokrit 30 % 15 – 47 %

Trombosit 6,36 x103 /ul 140-440 x103 /ul

HITUNG JENIS

Basofil 0% 0-1 %

Eosnofil 0% 2-4 %

Batang 0% 3-5 %

Segmen 78 % 50-70 %

Limfosit 14 % 25-40 %

Monosit 8% 2-8 %

LED (Laju Endap Darah) 127 mm/jam 0-20 mm/jam

KIMIA

Glukosa Darah Sewaktu 321 mg/dl <180 mg/dl

FUNGSI HATI

SGOT 59 U/L 0-35 U/L

SGPT 55 U/L 0-35 U/L

FUNGSI GINJAL
Ureum 63 mg/dl 0-50 mg/dl

Kreatinin 12 mg/dl 0,0-1,1 mg/dl

U. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
1. Jika ada jelaskan gambaran hasil foto Rongent, USG, EEG, EKG,
CT-Scan, MRI, Endoscopy dll.
Rontgen Thorak : Pneumothoraks dekstra

V. TERAPI YANG TELAH DIBERIKAN : (indikasi, kontra


indikasi,efek samping, sinonim)
1. 4 Fixed Dose Combination dosis : 3 Tablet, Frekuensi 1x3, Cara
minum : oral
Indikasi : RIFASTAR 4 FDC adalah obat yang digunakan untuk
mengobati tuberculosis (TBC) dan infeksi
bakteri Mycobacterium tertentu. RIFASTAR 4 FDC hanya untuk
membantu mengobati infeksi bakteri. RIFASTAR 4 FDC tidak
akan bekerja untuk infeksi virus (seperti pilek dan flu).
Penggunaan yang tidak perlu atau penyalahgunaan RIFASTAR 4
FDC dapat menyebabkan efektivitasnya menurun.
Kontraindikasi : Jangan digunakan untuk penderita yang
mengalami reaksi hipersensitivitas terhadap salah satu komponen
obat ini. Tidak boleh diberikan kepada pasien yang menderita
neuritis optik, kecuali ada penilaian klinis yang menyatakan obat
ini bisa diberikan. Sebaiknya obat ini tidak diberikan kepada
penderita gangguan hati yang diinduksi oleh isoniazid (INH).
Jangan digunakan untuk penderita hepatitis, menderita gangguan
hati yang parah, gangguan ginjal, epilepsi dan pecandu alkohol
kronis.
Efek Samping : Efek samping yang sering dilaporkan akibat
pemakaian obat yang mengandung ethambutol adalah terjadinya
gangguan penglihatan (neuritis retrobulbar) yang disertai
penurunan visus, skotoma sentral, buta warna hijau-merah, serta
penyempitan pandangan. Efek samping ini lebih rentan dialami
jika obat digunakan dengan dosis berlebihan atau penderita
gangguan ginjal. Rifampicin dapat menyebabkan gangguan
saluran pencernaan, gangguan fungsi hati, leukopenia, dan
eosinophilia.

2. Vitamin B6 Dosis 10mg, Frekuensi 1x1, Pemberian Obat : Oral


Indikasi : Selain untuk mencegah dan mengobati defisiensi vitamin
B6, juga diberikan bersama vitamin lain atau sebagai multivitamin
untuk pencegahan dan pengobatan vitamin B kompleks lainnya.
Gangguan metabolik, drug-induced neurotoxicity dan intoksikasi
akut, mushroom toxicity, sideroblastic anemia .
Kontraindikasi : Pasien dengan sejarah sensitivitas pada vitamin,
hipersensitivitas terhadap vitamin B6 atau komponen lain dalam
formulasi.
Efek Samping : Sistem saraf pusat : sakit kepala, kejang (mengikuti
pemberian dosis IV yang sangat besar), sensory neuropathy,
Endokrin & metabolik : penurunan sekresi serum asam folat
Gastrointestinal.
3. Ambroxol Dosis 30mg, Frekuensi 3x30mg, Cara Pemberian : Oral
Indikasi : Penyakit-penyakit pada saluran pernafasan dimana terjadi
banyak lendir atau dahak, seperti : emfisema, radang paru kronis,
bronkiektasis, eksaserbasi bronkitis kronis dan akut, bronkitis
asmatik, asma bronkial yang disertai kesukaran pengeluaran dahak,
serta penyakit radang rinofaringeal. Obat ini juga digunakan untuk
mengurangi rasa sakit pada tenggorokan. Berguna juga sebagai anti
inflamasi, dengan cara mengurangi kemerahan saat sakit
tenggorokan.
Kontraindikasi : memiliki riwayat alergi / hipersensitivitas, pasien
yang menderita ulkus pada lambung penggunaan obat ini harus
dilakukan secara hati-hati.

Efek Samping : mual, muntah, dan nyeri pada ulu hati. Efek
samping yang lebih serius tetapi kejadiannya jarang misalnya
reaksi alergi seperti kulit kemerahan, bengkak pada wajah, dispnea,
sesak nafas dan kadang-kadang demam.

4. Cairan Infus Ringer Laktat Dosis 500 ml, Frekuensi 12 jam, Cara
Pemberian : Intravena
Indikasi : mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan
dehidrasi dan syok hipovolemik. Ringer laktat menjadi kurang
disukai karena menyebabkan hiperkloremia dan asidosis
metabolik, karena akan menyebabkan penumpukan asam laktat
yang tinggi akibat metabolisme anaerob.
Kontraindikasi : hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel
hati, asidosis laktat.
Efek Samping : Panas, infeksi pada tempat
penyuntikan, trombosis vena atau flebitis yang meluas dari tempat
penyuntikan, ekstravasasi.
5. Inhalasi Ventolin Dosis 1 ampul, Frekuensi 3x sehari, Cara
Pemberian : Inhalasi : Salbutamol adalah obat yang digunakan
untuk menghilangkan bronkospasme seperti asma dan penyakit
paru obstruktif kronik (PPOK). Salbutamol adalah obat sistem
saluran nafas yang termasuk golongan agonis adrenoreseptor beta-2
selektif kerja pendek (short acting beta-adrenergic receptor
agonist). Obat ini bekerja dengan cara merangsang secara selektif
reseptor beta-2 adrenergik terutama pada otot bronkus. hal ini
menyebabkan terjadinya bronkodilatasi karena otot bronkus
mengalami relaksasi.
Kontraindikasi : Jangan menggunakan obat ini untuk pasien yang
memiliki riwayat hipersensitif pada salbutamol atau obat agonis
adrenoreseptor beta-2 lainnya.
Efek Samping : Efek samping yang umum adalah palpitasi, nyeri
dada, denyut jantung cepat, tremor terutama pada tangan, kram
otot, sakit kepala dan gugup, takikardi, aritmia, ganguan tidur dan
gangguan tingkah laku.
6. Cefriaxone 2x 1gr
Indikasi : Untuk mengobati beberapa kondisi akibat infeksi bakteri
seperti pneumonia, sepsis, meningitis, infeksi kulit, gonore atau
kencing nanah dan infeksi pada pasien dengan sel darah putih
rendah
Kontraindikasi : Ibu hamil dan menyusui, pasien dengan penyakit
gangguan hati, ginjal serta gangguan sistem pencernaan.
Efek samping : Lelah, diare, stomatitis, nyeri tenggorokan.

W. DATA FOKUS

NO DATA FOKUS Problem Berdasarkan SDKI

1 Ds : Kategori Fisiologis
- Pasien mengatakan sesak nafas, nyeri Subkategori Respirasi
disekitar dada, mengeluh batuk tetapi tidak D. 0005 Pola Nafas Tidak
ada dahak, memiliki riwayat batuk dan
Efektif
keringat dingin selama 3 bulan.
Do:

- Klien tampak terpasang selang WSD pada


ICS 4 desktra, tampak terpasang O2
melalui nasal kanul 2 lt/mnt, frekuensi
pernafasan 30x/m, tampak takipnea, suara
nafas pada paru kiri terdengar vesicular
dan paru kanan terdengar ronkhi. Paru kiri
terdengar lebih bergetar daripada paru
kanan.
2 Ds: Kategori Psikologis
- Klien mengeluh nyeri disekitar area Subkategori Nyeri dan
terpasangnya WSD (di ICS 4 destra) dada Kenyamanan
sebelah kanan, nyeri dirasakan seperti
D. 0077 Nyeri Akut
tertusuk benda tajam dan tertekan, nyeri
semakin terasa saat ingin bergerak dan
saat dilakukan perawatan WSD.
Do:
- Hasil pemeriksaan skala nyeri
menggunakan skala numerik didapatkan
hasil 6, klien tampak meringis kesakitan
dan gelisah. TD : 110/70 mmHg,
N : 85x/m, S : 36 0C.
3 Ds : Kategori Lingkungan
- Klien mengeluh nyeri disekitar dada Subkategori Keamanan dan
kanan tempat terpasangnya WSD (di ICS
Proteksi
4 destra), nyeri dirasakan seperti
tertusuk, tertekan, terasa sedikit hangat. D. 0129 Gangguan Integritas
Kulit/Jaringan
Do :

- Klien tampak terpasang WSD dengan


teknik 1 botol pada dada kanan di ICS
IV, cairan yang keluar dari paru klien
sebanyak 300cc, akral klien teraba
dingin.
- Klien tampak pucat dan terbaring lemas
- Ukuran luka klien kecil, panjang luka
2cm, luka tampak tertutup rapi
bersamaan dengan torasik tube dengan 4
jahitan.
- Kulit klien teraba hangat, saat disentuh
klien tampak kesakitan, tidak ada
kemerahan, tidak ada pembengkakan.

J. DIAGNOSIS PRIORITAS KEPERAWATAN (SDKI)


1. Pola Nafas Tidak Efektif 3. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
2. Nyeri Akut.
FORMAT
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. S


Ruang : Fav. Flamboyan
No. M.R : 00209021
Diagnosa Medis : Efusi Pleura On Perawatan WSD

Diagnosis Keperawatan Intervensi Berdasarkan


No Kriteria Hasil Menurut NOC
SDKI SIKI

1 Kategori : Fisiologis Domain 2 Kesehatan Fisiologi I. 01011 Manajemen Jalan


Subkategori : Respirasi Kelas E Jantung Paru Nafas
O : Monitor pola nafas,
D.00005 Pola Nafas 0410 Status Pernafasan :
Kepatenan Jalan Nafas monitor karakteristik
Tidak Efektif
Setelah dilakukan tindakan sputum, monitor bunyi
keperawatan manajemen jalan nafas tambahan.
nafas dan perawatan selang T : Posisikan klien
dada dengan kriteria hasil yang
semifowler, berikan minum
diharapkan :
air hangat, lakukan
041004 Frekuensi pernafasan
(4-5) fisioterapi dada setidaknya
2 jam setelah makan.
041012 Kemampuan untuk
mengeluarkan sekret (4-5) E : Anjurkan asupan cairan

041013 Pernafasan cuping 2000ml/24 jam dan teknik


hidung (4-5) batuk efektif.

041020 Akumulasi sputum (4- K : Kolaborasi pemberian


5) obat bronkodilator.

I. 01022 Perawatan Selang


Dada
O : Monitor produksi
gelembung dan undulasi
pada tabung penampung
cairan, monitor warna,
volume konsistensi
drainase dari paru klien,
monitor tanda infeksi.
T : Lakukan kebersihan
tangan sebelum dan
sesudah melakukan
perawatan, fasilitasi batuk,
nafas dalam dan ubah
posisi setiap 2 jam sekali,
lakukan perawatan diarea
pemasangan selang sesuai
kebutuhan dan lakukan
penggantian tabung secara
berkala.
E : Ajarkan mengenali tanda
timbulnya infeksi.
K : Tidak ada tindakan
kolaborasi pemberian obat.

2 Kategori : Psikologis Domain 5 Kondisi kesehatan I. 08238 Manajemen Nyeri


yang dirasakan O : Identifikasi intensitas
Subkategori : Nyeri dan
kenyamanan Kelas V Status gejala nyeri, identifikasi faktor
D.0077 Nyeri Akut 2102 Tingkat nyeri yang memperberat dan

Setelah dilakukan tindakan memperingan nyeri,

keperawatan manajemen nyeri T : Berikan teknik non-

dengan kriteria hasil yang farmakologi untuk

diharapkan : mengurangi nyeri (teknik


relaksasi genggam jari),
210201 Nyeri disekitar tempat
terpasangnya selang WSD dan fasilitasi klien untuk tidur
saat ingin bergeser (4-5) dan istirahat.
210206 Ekspresi nyeri dari E : Ajarkan teknik
wajah (4-5)
nonfarmakologi untuk
210210 Frekuensi nafas (4-5) mengurangi rasa nyeri.
K : Tidak ada kolaborasi
pemberian analgetik.

3 Kategori : Lingkungan Domain II Kesehatan Fisiologi I. 14564 Perawatan Luka


Subkategori : Keamanan Kelas L Integritas Jaringan O: Monitor karakteristik luka
dan Proteksi
1101 Integritas Jaringan : Kulit (drainase, warna, ukuran,
D.0129 Gangguan & Membran Mukosa bau), monitor tanda-tanda
Integritas Kulit
Setelah dilakukan tindakan infeksi.
keperawatan luka dengan
kriteria hasil yang diharapkan : T: Bersihkan dengan cairan

110101 suhu kulit (4-5) NaCl, pertahankan teknik


steril saat melakukan
110111 perfusi jaringan (4-5)
perawatan luka, jadwalkan
110113 integritas kulit (4-5)
posisi perubahan setiap 2
jam.

E: Jelaskan tanda dan gejala


infeksi.
K : Kolaborasi pemberian
antibiotik.
CATATAN PERKEMBANGAN

Nama klien : Ny. S


Diagnoasa medis : TB Paru dan Efusi Pleura On Perawatan WSD
Ruang rawat : Pav. Flamboyan

4 Januari 2019, Sift Malam, Implementasi Hari - I


Tanggal Evaluasi Paraf
Diagnosa Kep Implementasi
/Jam (SOAP)
Jumat, 4 D.1, 2, 3  Memonitori TTV : Evaluasi dilakukan pada Kristi
Januari Hasil : TD : 110/90mmHg, 5 Januari, 07.00 WIB na
2019 21.00 RR 29x/m, N 86x/m, S S : Klien mengatakan masih Dodik
364oC, suara paru kanan sesak nafas, dahak yang
Sift klien terdengar ronchi dan keluar cuma sedikit,
Malam kiri vesikuler. dada sebelah kanan
masih terasa nyeri saat
 Memonitori pola nafas, dilakukan perawatan
karakteristik luka dan WSD dan saat ingin
intensitas nyeri berpindah posisi ke
D.1,2,3
Hasil : Pola nafas klien tidak pinggir bed.
21.30 efektif, klien tampak O : Suara paru kanan klien
terpasang oksigen 2lt/mnt, masih terdengar ronchi,
luka masih tampak sputum klien keluar
tertutup rapih, bersih dan sebanyak 1 cc berwarna
tidak bau, nyeri masih bening, klien tampak
timbul terutama saat klien posisi semifowler, klien
ingin bertukar posisi, masih tampak nyeri dan
skala nyeri 6, tampak meringis, kulit teraba
meringis . panas, tidak ada
kemerahan, skala nyeri
D3  Melakukan pemberian 6, terpasang oksigen
21.40 obat analgetik nasal kanul 2lt/mnt,
Hasil : Klien mendapat obat Rr 29x/m, asupan intake
ceftriaxone 1g. cairan oral 1200cc air
putih dan 50cc susu dan
 Melakukan posisi intake IV RL 510cc.
D.1,2 semifowler, berikan
minum air hangat
22.10 2000ml/24jam, A : Masalah Kep Pola nafas
instruksikan klien untuk tidak efektif, Nyeri akut,
tidur. Gangguan integritas kulit
Hasil: Klien sudah diberikan sebagian teratasi.
posisi semifowler, klien
P : Lanjutkan Intervensi
sudah diberi minum air
hangat dari pagi hingga  Memonitor Tanda-Tanda
menjelang tidur sebanyak Vital
1200cc air putih dan 50  Monitor pola nafas,
cc susu oleh keluarga. karakteristik sputum,
Klien sudah tampak bunyi nafas tambahan.
melakukan persiapan  Lakukan posisi
untuk tidur yaitu dipijat semifowler, lakukan
kakinya oleh anaknya. fisioterapi dada 2 jam
setelah makan.
 Melakukan tindakan  Anjurkan teknik batuk
perawatan WSD, efektif.
perawatan luka dan  Lakukan kolaborasi
D1,2,3 memberikan teknik pemberian obat
04.20 nonfarmakologi bronkodilator.
Hasil : Perawat  Monitor produksi
menggunakan teknik steril undulasi pada tabung
saat melakukan penampung cairan,
perawatan. Luka disekitar monitor warna, volume
dada klien tempat konsistensi drainase dari
terpasangnya WSD teraba paru klien, monitor tanda
nyeri, teraba hangat, tidak infeksi.
ada pembengkakan, tidak  Lakukan kebersihan
ada kemerahan, tidak ada tangan sebelum dan
perubahan fungsi, kulit sesudah melakukan
juga klien tampak bersih. perawatan WSD,
Panjang luka klien 2cm. lakukan perawatan di
Pada tabung klien cairan area pemasangan selang
keluar sebanyak 400cc sesuai kebutuhan dan
berwarna hijau, terdapat lakukan penggantian
undulasi dan cairan tabung secara berkala.
tampak tidak terlalu
 Monitor karakteristik
kental. Melakukan teknik
luka (drainase, warna,
genggam jari saat klien
ukuran,bau)
dilakukan perawatan luka.
Mencuci tangan sebelum
dan setelah melakukan
tindakan.
D1&3
 Melakukan kolaborasi
06.00 pemberian obat
bronkodilator, tarik nafas
dalam, fisioterapi dada,
anjurkan klien untuk
merubah posisi 2 jam
sekali.
Hasil : Klien mendapat
tindakan inhalasi dengan
obat ventolin 2,5 mg dan
pengencer Nacl 0,9% 3cc
dan mengintruksikan
klien untuk tarik nafas
agar uap yang dihirup
dapat melebarkan
bronkus agar sputum
dapat keluar. Setelah
dilakukan fisioterapi
dada dahak klien tampak
keluar sebanyak 1 cc dan
berwarna bening.
Mengintruksikan klien
untuk bertukar posisi
setiap 2jam sekali untuk
menghindari timbulnya
dekubitus diarea bokong.
Pada Bagian ini belom gw periksa ya, klo mau pake imple yang
kemarin udah di print tapi kata DX nya diganti

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama klien : Ny. S


Diagnoasa medis : TB Paru dan Pneumothoraks On Perawatan WSD
Ruang rawat : Pav. Flamboyan

Sabtu, 5 Januari 2019, Shift Pagi, Implementasi Hari 2


Tanggal Evaluasi Paraf
Diagnosa Kep Implementasi
/Jam (SOAP)
Sabtu, 5  Memonitor Tanda-Tanda
Januari Vital
2019 Hasil : TD : 120/90
mmHg, RR 29x/m, N
Shift 90x/m, S 36,5oC
Pagi
 Memonitor pola nafas,
karakteristik sputum,
bunyi nafas tambahan.
Hasil : Pola nafas klien tidak
efektif, klien tampak
terpasang nasal canul
dengan oksigen 2lt/mnt,
luka masih tampak
tertutup rapih, bersih dan
tidak bau, nyeri masih
timbul terutama saat klien
ingin bertukar posisi,
skala nyeri 6, tampak
meringis dan mengeluh
sakit

 Melakukan posisi
semifowler, lakukan
fisioterapi dada 2 jam
setelah makan.
Hasil : posisikan klien
semifowler, melakukan
fisioterapi dada dengan
cara menepuk dengan
tangan di punggung
untuk mengurangi sesak

 Melakukan kolaborasi
pemberian obat
bronkodilator
Hasil : klien diberikan
inhalasi 3x sehari dengan
ventolin untuk
melonggarkan saluran
pernafasan

 Menganjurkan teknik
batuk efektif.
Hasil : mengajarkan
teknik batuk efektif
setelah inhalasi

 Monitor produksi
undulasi pada tabung
penampung cairan,
monitor warna, volume
konsistensi drainase dari
paru klien, monitor tanda
infeksi.
Hasil :
 Lakukan kebersihan
tangan sebelum dan
sesudah melakukan
perawatan WSD, lakukan
perawatan di area
pemasangan selang
sesuai kebutuhan dan
lakukan penggantian
tabung secara berkala.
 Monitor karakteristik
luka (drainase, warna,
ukuran,bau)
CATATAN PERKEMBANGAN

Nama klien : Ny. S


Diagnoasa medis : Pneumothoraks On Perawatan WSD
Ruang rawat : Pav. Flamboyan

Sabtu, 05 Januari 2019 Shift Siang, Implementasi Hari 2


Tanggal Evaluasi Paraf
Diagnosa Kep Implementasi
/Jam (SOAP)
Sabtu, 5 Evaluasi dilakukan pada
Januari 5 Januari 2019, pukul 21.00
2019

Shift
Siang
CATATAN PERKEMBANGAN

Nama klien : Ny. S


Diagnoasa medis : Efusi Pleura On Perawatan WSD
Ruang rawat : Pav. Flamboyan

Shift Malam, 5 Januari 2019, Implementasi Hari 2.


Tanggal Evaluasi Paraf
Diagnosa Kep Implementasi
/Jam (SOAP)
Sabtu, 4 D.1, 2, 3  Memonitori TTV : Evaluasi dilakukan pada
Januari Hasil : TD : 120/90mmHg, 5 Januari, 07.00 WIB
2019 21.20 RR 24x/m, N 85x/m, S : Klien mengatakan tidak
S 368oC, suara paru kanan sesak nafas, dahak yang
Sift klien terdengar ronchi dan keluar cuma sedikit,
Malam kiri vesikuler. dada sebelah kanan
masih terasa nyeri saat
 Memonitori pola nafas, dilakukan perawatan
karakteristik luka dan WSD dan saat ingin
intensitas nyeri berpindah posisi ke
D.1,2,3
Hasil : Pola nafas klien pinggir bed.
21.25 efektif, klien tidak tampak O : Suara paru kanan klien
menggunakan oksigen, masih terdengar ronchi,
luka masih tampak sputum klien keluar
tertutup rapih, bersih dan sebanyak 2 cc berwarna
tidak bau, nyeri masih bening, klien tampak
timbul terutama saat klien posisi semifowler, klien
ingin bertukar posisi, masih tampak nyeri dan
skala nyeri 4, klien dapat dapat mengontrol nyeri
tampak mengrontrol nyeri lewat ekspresi muka,
lewat ekspresi muka. kulit teraba hangat, tidak
ada kemerahan, skala
D3  Melakukan pemberian nyeri 4, tidak terpasang
21.50 obat analgetik oksigen, Rr 24x/m,
Hasil : Klien mendapat obat asupan intake cairan oral
ceftriaxone 1g. 1600cc air putih dan
50cc susu dan intake IV
 Melakukan posisi RL 510cc.
semifowler, berikan
D.1,2 minum air hangat A : Masalah Kep Bersihan
22.10 2000ml/24jam, jalan nafas tidak efektif,
instruksikan klien untuk Nyeri akut, Gangguan
tidur. integritas kulit sebagian
Hasil: Klien sudah diberikan teratasi.
posisi semifowler, klien
P : Lanjutkan Intervensi
sudah diberi minum air
hangat dari pagi hingga  Monitor pola nafas,
menjelang tidur sebanyak karakteristik sputum,
1600cc air putih dan 50 bunyi nafas tambahan.
cc susu oleh keluarga.  Lakukan posisi
Klien sudah tampak semifowler, lakukan
melakukan persiapan fisioterapi dada 2 jam
untuk tidur yaitu dipijat setelah makan.
kakinya oleh anaknya.  Anjurkan teknik batuk
efektif.
 Melakukan tindakan  Lakukan kolaborasi
perawatan WSD, pemberian obat
perawatan luka dan bronkodilator.
D1,2,3 memberikan teknik  Monitor produksi
04.30 nonfarmakologi undulasi pada tabung
Hasil : Perawat penampung cairan,
menggunakan teknik steril monitor warna, volume
saat melakukan konsistensi drainase dari
perawatan. Luka disekitar paru klien, monitor tanda
dada klien tempat infeksi.
terpasangnya WSD teraba  Lakukan kebersihan
nyeri, teraba hangat, tidak tangan sebelum dan
ada pembengkakan, tidak sesudah melakukan
ada kemerahan, tidak ada perawatan WSD,
perubahan fungsi, kulit lakukan perawatan di
juga klien tampak bersih. area pemasangan selang
Panjang luka klien 2cm. sesuai kebutuhan dan
Pada tabung klien cairan lakukan penggantian
keluar sebanyak 400cc tabung secara berkala.
berwarna hijau, terdapat  Monitor karakteristik
undulasi dan cairan luka (drainase, warna,
tampak tidak terlalu ukuran,bau)
kental. Melakukan teknik
 Bersihkan luka dengan
genggam jari saat klien
cairan NaCl dan
dilakukan perawatan luka. mempertahankan teknik
Mencuci tangan sebelum steril saat melakukan
dan setelah melakukan perawatan luka.
tindakan.
D1, 3
 Melakukan kolaborasi
05.50 pemberian obat
bronkodilator, tarik nafas
dalam, fisioterapi dada,
anjurkan klien untuk
merubah posisi 2 jam
sekali.
Hasil : Klien mendapat
tindakan inhalasi dengan
obat ventolin 2,5 mg dan
pengencer Nacl 0,9% 3cc
dan mengintruksikan
klien untuk tarik nafas
agar uap yang dihirup
dapat melebarkan
bronkus agar sputum
dapat keluar. Setelah
dilakukan fisioterapi
dada dahak klien tampak
keluar sebanyak 2 cc dan
berwarna bening.
Mengintruksikan klien
untuk bertukar posisi
setiap 2jam sekali untuk
menghindari timbulnya
dekubitus diarea bokong.
CATATAN PERKEMBANGAN

Nama klien : Ny. S


Diagnoasa medis : Pneumothoraks On Perawatan WSD
Ruang rawat : Pav. Flamboyan
Shift pagi, 07 Januari 2019
Tanggal Evaluasi Paraf
Diagnosa Kep Implementasi
/Jam (SOAP)
Senin, 7 Evaluasi dilakukan pada 7
Januari Januari 2019, pukul 13.00
2019 S:

Shift O:
Pagi A : Masalah Keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak
efektif, Nyeri akut,
Gangguan integritas kulit
sebagian teratasi.
P : lanjutkan intervensi
- Memonitor pola nafas,
monitor karakteristik
sputum, monitor bunyi
nafas tambahan.
- Membantu posisi klien
semifowler, lakukan
fisioterapi dada 2 jam
setelah makan.
- Berkolaborasi pemberian
obat bronkodilator dan
teknik batuk efektif
- Monitor produksi
gelembung dan undulasi
pada tabung penampung
cairan, monitor warna,
volume konsistensi
drainase dari paru klien,
monitor tanda infeksi.
- Memonitor karakteristik
luka (drainase, warna,
ukuran,bau)

Shift Siang, 07 Januari 2019


Tanggal Evaluasi Paraf
Diagnosa Kep Implementasi
/Jam (SOAP)
Senin, 7 D.1 - Memonitor pola nafas, Evaluasi dilakukan pada
Januari Bersihan jalan monitor karakteristik pukul 20.00
2019 nafas tidak sputum, monitor bunyi S :
efektif nafas tambahan.
Shift Hasil : O:
Siang - Membantu posisi klien A : Masalah Keperawatan
semifowler, lakukan Bersihan jalan nafas tidak
fisioterapi dada 2 jam efektif, Nyeri akut,
setelah makan. Gangguan integritas kulit
Hasil : sebagian teratasi.
- Berkolaborasi pemberian
P : lanjutkan intervensi
obat bronkodilator dan
teknik batuk efektif - Memonitor pola nafas,
Hasil : monitor karakteristik
- Monitor produksi sputum, monitor bunyi
gelembung dan undulasi nafas tambahan.
pada tabung penampung - Membantu posisi klien
D.2 & 3
cairan, monitor warna, semifowler, lakukan
Nyeri akut &
volume konsistensi fisioterapi dada 2 jam
Gangguan
drainase dari paru klien, setelah makan.
integritas kulit
monitor tanda infeksi. - Menganjurkan asupan
Hasil : cairan 2000ml/24 jam
- Memonitor karakteristik - Berkolaborasi pemberian
luka (drainase, warna, obat bronkodilator dan
ukuran,bau) teknik batuk efektif
Hasil : - Monitor produksi
gelembung dan undulasi
pada tabung penampung
cairan, monitor warna,
volume konsistensi
drainase dari paru klien
- Memonitor tanda-tanda
infeksi Bersihkan dengan
cairan NaCl, pertahankan
teknik steril saat
melakukan perawatan luka
- Memonitor karakteristik
luka (drainase, warna,
ukuran,bau)

Shift Malam, 07 Januari 2019


Tanggal Evaluasi Paraf
Diagnosa Kep Implementasi
/Jam (SOAP)
Senin, 7 D.1 - Memonitor pola nafas, Evaluasi dilakukan pada
januari Bersihan jalan monitor karakteristik pukul 06.00
2019 nafas tidak sputum, monitor bunyi S:
efektif nafas tambahan.
Shift Hasil : O:
malam - Membantu posisi klien A : Masalah Keperawatan
semifowler, lakukan Bersihan jalan nafas tidak
fisioterapi dada 2 jam efektif, Nyeri akut,
setelah makan. Gangguan integritas kulit
Hasil : sebagian teratasi.
- Berkolaborasi pemberian
P : lanjutkan intervensi
obat bronkodilator dan
teknik batuk efektif - Memonitor pola nafas,
Hasil : monitor karakteristik
- Monitor produksi sputum, monitor bunyi
gelembung dan undulasi nafas tambahan.
D.2 & 3
pada tabung penampung - Membantu posisi klien
Nyeri akut &
cairan, monitor warna, semifowler, lakukan
Gangguan
volume konsistensi fisioterapi dada 2 jam
integritas kulit
drainase dari paru klien setelah makan.
Hasil : - Berkolaborasi pemberian
- Memonitor tanda-tanda obat bronkodilator dan
infeksi Bersihkan dengan teknik batuk efektif
cairan NaCl, pertahankan - Monitor produksi
teknik steril saat gelembung dan undulasi
melakukan perawatan luka pada tabung penampung
Hasil : cairan, monitor warna,
- Memonitor karakteristik volume konsistensi
luka (drainase, warna, drainase dari paru klien,
ukuran,bau) monitor tanda infeksi.
Hasil : - Memonitor karakteristik
luka (drainase, warna,
ukuran,bau)

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama klien : Ny. S


Diagnoasa medis : Pneumothoraks On Perawatan WSD
Ruang rawat : Pav. Flamboyan
Shift Siang, 08 Januari 2019
Tanggal Evaluasi Paraf
Diagnosa Kep Implementasi
/Jam (SOAP)
Selasa, 8 D.1 - Memonitor pola nafas, Evaluasi dilakukan pada
Januari Bersihan jalan monitor karakteristik pukul 20.00
2019 nafas tidak sputum, monitor bunyi S :
efektif nafas tambahan.
Hasil : O:
Shift - Membantu posisi klien A : Masalah Keperawatan
Siang semifowler, lakukan Bersihan jalan nafas tidak
fisioterapi dada 2 jam efektif, Nyeri akut,
setelah makan. Gangguan integritas kulit
Hasil : sebagian teratasi.
D.2 & 3 - Berkolaborasi pemberian
P : lanjutkan intervensi
Nyeri akut & obat bronkodilator dan
Gangguan teknik batuk efektif - Memonitor pola nafas,
integritas kulit Hasil : monitor karakteristik
- Monitor produksi sputum, monitor bunyi
gelembung dan undulasi nafas tambahan.
pada tabung penampung - Membantu posisi klien
cairan, monitor warna, semifowler, lakukan
volume konsistensi fisioterapi dada 2 jam
drainase dari paru klien, setelah makan.
monitor tanda infeksi. - Berkolaborasi pemberian
Hasil : obat bronkodilator dan
teknik batuk efektif
- Memonitor karakteristik - Monitor produksi
luka (drainase, warna, gelembung dan undulasi
ukuran,bau) pada tabung penampung
Hasil : cairan, monitor warna,
volume konsistensi
drainase dari paru klien
- Memonitor tanda-tanda
infeksi Bersihkan dengan
cairan NaCl, pertahankan
teknik steril saat
melakukan perawatan luka
- Memonitor karakteristik
luka (drainase, warna,
ukuran,bau)

Shift Malam, 08 Januari 2019


Tanggal Evaluasi Paraf
Diagnosa Kep Implementasi
/Jam (SOAP)
D.1 Evaluasi dilakukan pada
Bersihan jalan
nafas tidak
efektif
D.2 & 3
Nyeri akut &
Gangguan
integritas kulit

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama klien : Ny. S


Diagnoasa medis : Pneumothoraks On Perawatan WSD
Ruang rawat : Pav. Flamboyan
Shift Pagi, 09 Januari 2019
Tanggal Evaluasi Paraf
Diagnosa Kep Implementasi
/Jam (SOAP)
D.1 Evaluasi dilakukan pada
Bersihan jalan
nafas tidak
efektif
D.2 & 3
Nyeri akut &
Gangguan
integritas kulit
Shift malam, 09 Januari 2019
Tanggal Evaluasi Paraf
Diagnosa Kep Implementasi
/Jam (SOAP)
D.1 Evaluasi dilakukan pada
Bersihan jalan
nafas tidak
efektif
D.2 & 3
Nyeri akut &
Gangguan
integritas kulit

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama klien : Ny. S


Diagnoasa medis : Pneumothoraks On Perawatan WSD
Ruang rawat : Pav. Flamboyan

Shift Pagi, 10 Januari 2019


Tanggal Evaluasi Paraf
Diagnosa Kep Implementasi
/Jam (SOAP)
D.1 Evaluasi dilakukan pada
Bersihan jalan
nafas tidak
efektif
D.2 & 3
Nyeri akut &
Gangguan
integritas kulit

Shift Siang, 10 Januari 2019


Tanggal Evaluasi Paraf
Diagnosa Kep Implementasi
/Jam (SOAP)
D.1 Evaluasi dilakukan pada
Bersihan jalan
nafas tidak
efektif
D.2 & 3
Nyeri akut &
Gangguan
integritas kulit

Shift Malam, 10 Januari 2019


Tanggal Evaluasi Paraf
Diagnosa Kep Implementasi
/Jam (SOAP)
D.1 Evaluasi dilakukan pada
Bersihan jalan
nafas tidak
efektif

D.2 & 3
Nyeri akut &
Gangguan
integritas kulit

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama klien : Ny. S


Diagnoasa medis : Pneumothoraks On Perawatan WSD
Ruang rawat : Pav. Flamboyan

Shift Malam, 11 Januari 2019


Tanggal Evaluasi Paraf
Diagnosa Kep Implementasi
/Jam (SOAP)
D.1 Evaluasi dilakukan pada
Bersihan jalan
nafas tidak
efektif
D.2 & 3
Nyeri akut &
Gangguan
integritas kulit

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama klien : Ny. S


Diagnoasa medis : Pneumothoraks On Perawatan WSD
Ruang rawat : Pav. Flamboyan

Shift Pagi, 12 januari 2019


Tanggal Evaluasi Paraf
Diagnosa Kep Implementasi
/Jam (SOAP)
D.1 Evaluasi dilakukan pada
Bersihan jalan
nafas tidak
efektif
D.2 & 3
Nyeri akut &
Gangguan
integritas kulit

Shift Siang, 12 Januari 2019


Tanggal Evaluasi Paraf
Diagnosa Kep Implementasi
/Jam (SOAP)
D.1 Evaluasi dilakukan pada
Bersihan jalan
nafas tidak
efektif

D.2 & 3
Nyeri akut &
Gangguan
integritas kulit

Shift Malam, 12 Januari 2019


Tanggal Evaluasi Paraf
Diagnosa Kep Implementasi
/Jam (SOAP)
D.1 Evaluasi dilakukan pada
Bersihan jalan
nafas tidak
efektif

D.2 & 3
Nyeri akut &
Gangguan
integritas kulit
BAB IV
PEMBAHASAN

Heather (2013) menjelaskan bahwa tuberkulosis paru (TB Paru) merupakan


suatu penyakit infeksi yang dapat menyerang berbagai organ, terutama parenkim
paru – paru yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis munculnya
berbagai gejala klinis pada pasien TB paru akan menimbulkan masalah
keperawatan dan mengganggu kebutuhan dasar manusia salah satu diantaranya
adalah kebutuhan istirahat, seperti adanya nyeri dada saat aktivitas, dyspnea saat
istirahat.
Majampoh (2013) menjelaskan metode yang paling sederhana dan efektif
untuk mengurangi resiko penurunan pengembangan dinding dada yaitu dengan
pengaturan posisi saat istirahat. Posisi yang paling efektif bagi pasien dengan
penyakit kardiopulmonari adalah diberikannya posisi semi fowler dengan derajat
kemiringan 30-45°. Posisi semi fowler pada pasien TB paru telah dilakukan
sebagai salah satu cara untuk membantu mengurangi sesak napas dan menurut
Azis & Musrifatul (2012) menjelaskan bahwa tujuan dari tindakan ini adalah
untuk menurunkan konsumsi O2 dan menormalkan ekspansi paru yang maksimal,
serta mempertahankan kenyamanan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu sejalan dengan kelompok
kami berikan kepada klien dan didapatkan hasil bahwa frekuensi pernafasan klien
mengalami penurunan dari 30x/m menjadi 29x/mnt.
Potter & Perry (2014) menjelaskan bahwa nyeri setelah operasi atau
tindakan pembedahan merupakan nyeri akut yang secara serius mengancam
proses penyembuhan klien. Nyeri yang dialami pasien setelah pembedahan
menghambat kemampuan pasien untuk terlibat aktif dan meningkatkan resiko
komplikasi akibat immobilisasi. Rehabilitasi dapat tertunda dan hospitalisasi
menjadi lama jika nyeri akut tidak bisa di control. Kemajuan fisik atau psikologis
tidak dapat terjadi selama nyeri akut masih dirasakan karena pasien memfokuskan
semua perhatiannya pada upaya untuk mengatasi nyeri.
Menurut Andarmoyo (2013) menjelaskan bahwa rasa nyeri yang timbul
akibat pembedahan bila tidak dikontrol dapat menimbulkan efek yang
membahayakan yang akan mengganggu proses penyembuhan dan juga dapat
meningkatkan stress post operasi. Efek nyeri dapat berpengaruh pada fisik, nyeri
yang tidak diatasi secara cepat mempunyai efek yang membahayakan diluar
ketidaknyaman yaitu dapat mempengaruhi system pulmonary, kardiovaskuler,
gastrointestinal, endokrin dan imonologi. Efek prilaku, dapat diamati dari respon
vocal (menangis), ekspresi wajah (meringis), gerakan tubuh (perasaan gelisah)
dan interaksi sosial (menghindari percakapan). Pengaruh dalam aktivitas sehari –
hari yaitu kesulitan dalam melakukan personal hygiene.
Menurut Liana (2008) menjelaskan bahwa tindakan untuk mengatasi nyeri
diperlukan penatalaksanaan manajemen nyeri melalui cara farmakologi dan
nonfarmakologi. Pereda nyeri farmakologi dibedakan menjadi tiga kategori yakni
golongan opioid, non-opioid, dan anesthetic. Walaupun analgesik dapat
menghilangkan nyeri dengan efektif, jenis analgesik opioid mempunyai efek
samping yang harus dipertimbangkan dan diantisipasi, yakni diantaranya depresi
pernapasan, mual, muntah, konstipasi, pruritus, dan efek toksik pada pasien
dengan gangguan hepar atau ginjal (smeltzer & bare, 2015). Terapi
nonfarmakologi diperlukan sebagai pendamping terapi farmakologi untuk
mempersingkat waktu nyeri yang hanya berlangsung dalam beberapa detik atau
menit. Berbagai macam bentuk terapi non – farmakologi relaksasi yang sudah ada
yaitu relaksasi otot, relaksasi kesadaran indera, relaksasi meditasi, relaksasi yoga
dan hipnosa. Salah satu jenis terapi non – farmakologis yang digunakan untuk
menurunkan intesitas nyeri setelah operasi adalah teknik relaksasi genggam jari
yang mudah dilakukan oleh siapapun yang berhubungan dengan jari tangan dan
aliran energy didalam tubuh kita.
Menggenggam jari sambil mengatur napas (relaksasi) dilakukan selama
kurang lebih 3 - 5 menit dapat mengurangi ketegangan fisik dan emosi, karena
genggam jari akan menghangatkan titik-titik keluar dan masuknya energi
meridian (energy channel) yang terletak pada jari tangan kita. Titik –titik refleksi
pada tangan akan memberikan rangsangan secara refleks (spontan) pada saat
genggaman. Rangsangan tersebut akan mengalirkan gelombang listrik menuju
otak yang akan diterima dan
Implementasi yang kami lakukan pada klien Ny.S pada masalah
keperawatan ketidak efektipan bersihan jalan nafas yaitu menggunakan teknik
pemberian posisi semi fowler untuk menstabilkan pola nafas, teknik pemberian
posisi semi fowler yaitu pasien dalam posisi setengah duduk 30 – 45o sedangkan
masalah keperawatan nyerin akut yaitu menggunakan teknik genggam jari dengan
cara sentuhan dilakukan selama 2 – 3 menit dengan caranmenggenggam tiap –
tiap jari tangan yang bertujuan untuk menurunkan tingkat nyeri.
Hasil implementasi dari teknik pemberian posisi semi fowler untuk
mengatasi ketidak efektipan berihan jalan nafas sebelum diberikan posisi semi
fowler pasien mengatakan sesak nafas dengan frekuensi nafas 30 x/mnt pasien
terpasang nasal kanul pasien diberikan intervensi posisi semi powler pada hari ke
2 pasien mengatakan sesak berkurang dengan frekuensi 28 pada hari ke 3 pasien
mengatakan sudah tidak terlalu sesak dengan frekuensi 26 x/mnt pada hari ke 4
pasien mengatakan sudah tidak sesak pasien juga sudah tidak terpasang selang
oksigen nasal kanul.
Hasil implementasi dari teknik genggam jari untuk mengatasi nyeri akut
sebelum diberikan teknik genggam jari pasin mengatakan nyeri dengan skala 6
seperti di tusuk – tusuk karena baru dialkukan tindakan efusi pleura dan pasien
terpasang WSD pasien tampak meringis kesakitan dan dilakukan intervensi
genggam jari pasien mengatakan sedikit tenang dan rileks pada hari ke dua pasien
mengatakan nyeri berkurang dengan skala 5 pasien tampak meringis kesakitan
pada intervensi hari ke tiga pasien mnegatakan nyeri masih sama seperti kemarin
namun intensitasnya berkurang nyeri hanya pada saat bergerak dan ketika
melakukan perawatan luka.
Kesimpulan yang dapat diambil dari jurnal dan implementasi yang
diterapkan pada pasien dengan masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan
jalan nafas dan nyeri akut adalah teknik posisi semi fowler dapat diterapkan pada
semua pasien yang mengalami gangguan pernafasan sesak nafas. Dan teknik
genggam jari dapat digunakan pada semua pasien yang mengalami nyeri untuk
mengurangi sekala nyeri dan dapat dengan mudah digunakan.

Anda mungkin juga menyukai