Disusun Oleh :
1. Dede Fitriyani
2. Dodik Muranto
3. Indriyani Safitri
4. Kristina Natalia
5. Pristy Agmei Rina S
6. Rika Aprilita
7. Riri Arianti
8. Siti Nurhasanah
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkat, kasih dan Kuasa-Nya yang telah dilimpahkan kepada kami sehingga dapat
menyelesaikan tugas akhir yang berjudul dapat menyelesaikan pembuatan tugas
dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN TUBERKULOSIS PARU DAN
EFUSI PLEURA ON WSD (WATER SEAL DRAINAGE) DENGAN
IMPLEMENTASI POSISI SEMI FOWLER DI RUANG PAVILIUM
FLAMBOYAN RSU. KABUPATEN TANGERANG”.
Pembuatan tugas akhir ini di susun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan stase keperawatan medikal bedah program studi ners di Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Yatsi Tangerang.
Penulisan tugas akhir ini, kami menemukan banyak kesulitan dan hambatan
tetapi berkat bantuan dan motivasi dari berbagai pihak, akhirnya pembuatan
skripsi dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Ibu Ida Faridah S.Kp, M.Kes, Ketua Sekolah Tinggi Ilmu KesehatanYatsi
Tangerang.
2. Ibu Ns. Zahra Maulidia Septimar M.Kep.,Sp.KMB, Kordinator dan Dosen
Pembimbing Lahan Akademik Stase Keperawatan Medikal Bedah yang
telah memberikan pengarahan mengenai penyusunan tugas akhir ini yang
telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan
penulis selama penulisan tugas akhir.
3. Ibu Ns. Mardianah S.Kep, Pembimbing CI Lahan Praktik dan Kepala
Ruangan Pav. Flamboyan yang telah memberikan kami kesempatan untuk
mendapatkan ilmu dan meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing
dan mengarahkan penulis selama penulisan tugas akhir.
4. Ibu Ns. Febi Rantasari, M.Kep.,Sp.Mat, Kaprodi S1 Keperawatan STIKes
YATSI.
5. Ibu Ns. Mey Nurrohmah S.Kep, Penanggung Jawab Akademik Profesi Ners
Keperawatan 2018.
6. Seluruh Dosen dan staff karyawan program studi S1 Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Yatsi Tangerang yang telah banyak membantu
selama penulis mengikuti pendidikan.
7. Seluruh tenaga kesehatan diruang Pav. Flamboyan yang telah membingan
dan memberikan ilmu serta pengalamannya selama kami praktik.
8. Kepada orangtua kami, yang senantiasa member materi, motivasi dan
mendoakan kami agar dapat menyelesaikan tugas ini.
9. Seluruh rekan – rekan mahasiswa Profesi Ners Keperawatan Sekolah Tinggi
Ilmu KesehatanYatsi Tangerang yang senantiasa bahu membahu dan tolong
menolong , sehingga proses tugas ini dapat kami dilalui dengan baik.
Sebagai penutup, semoga Tuhan membalas atas kebaikan semua pihak yang
telah membantu penulis dalam menyusun tugas akhir. Semoga tugas akhir ini
dapat memberikan mamfaat untuk kepentingan kesehatan dan dapat dijadikan
perbandingan dalam penelitian selanjutnya.
Kami menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Kami
mengharapkan masukan dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan
dimasa yang akan datang.
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.9 Patofisiologi
Menurut Somantri (2011) infeksi diawali karena seseorang
menghirup basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar
melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan
terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium tuberculosis
juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas).
Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke
bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain
dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh
memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi.Neutrofil
dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri),
sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan
(melisiskan) basil dan jaringan normal.Infeksi awal biasanya timbul
dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.Interaksi antara
Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada
masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang
disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup
dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding.
Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan
fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle.
Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi
nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang berbentuk
seperti keju (necrotizing caseosa).Hal ini akan menjadi klasifikasi
dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri
menjadi nonaktif.
2.2.10 Pathway
(Terlampir)
2.2.12 Komplikasi
Menurut Somantri (2011) pada pasien tuberkulosis dapat terjadi
beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan atau dalam masa
pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.Beberapa
komplikasi yang mungikin timbul adalah :
a. Batuk darah
b. Pneumotoraks
c. Luluh paru
d. Gagal napas
e. Gagal jantung
f. Efusi pleura
2.3.3 Definisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit
primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder
terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung
sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas
yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi
(Nursalam, 2016).
2.3.4 Etiologi
Berdasarkan jenis cairan yang terbetuk, cairan pleura dibagi
menjadi transudat dan eksudat.
a. Transudat
Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang
mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura
mengalami perubahan. Transudat ini disebabkan oleh kegagalan
jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asites
(oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior, tumor,
sindroma meig, hipoalbumenia, dialysis peritoneal, Hidrothoraks
hepatik.
b. Eksudat
Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi
pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.
Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia dan sebagainya,
tumor, ifark paru, radiasi, penyakit kolagen.
2.3.5 Patofisiologi
Pada umumnya, efusi pleura terjadi karena pleura hamper mirip
plasma (eksudat) sedangkan yang timbul pada pleura normal
merupakan ultrafiltrat plasma (transudat). Efusi dalam hubungannya
dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pleura
parientalis sekunder (efek samping dari) peradangan atau keterlibatan
neoplasma. Contoh bagi efusi pleura dengan pleura normal adalah
payah jantung kongesif. Pasien dengan pleura yang awalnya normal
pun dapat mengalami efusi pleura ketika terjadi payah/gagal jantung
kongesif. Ketika jantung tidak dapat memompakan darahnya secara
maksimal ke seluruh tubuh terjadilah peningkatan tekanan hidrostastik
pada kapiler yang selanjutnya menyebabkan hipertensi kapiler
sistemik. Cairan yang berada dalam pembuluh darah pada area
tersebut selanjutnya menjadi bocor dan masuk ke dalam pleura.
Peningkatan pembentukan cairan dari pleura parientalis karena
hipertensi kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi menyebabkan
pengumpulan abnormal cairan pleura.
Adanya hipoalbuminemia juga akan mengakibatkan terjadinya
peningkatan pembentukan cairan pleura dan berkurangnya reabsorbsi,
hal tersebut berdasarkan adanya penurunan pada tekanan onkontik
intravaskuler (tekanan osmotic yang dilakukan oleh protein). Luas
efusi pleura yang mengancam volume paru-paru, sebagian akan
tergantung atas kekakuan relative paru-paru dan dinding dada. Dalam
batas pernafasan normal, dinding dada cenderung untuk recoil ke
dalam (paru-paru tidak dapat berkembang secara maksimal melainkan
cenderung untuk mengempis).
A. ANAMNESE
1. Keluhan Utama (Alasan Masuk RS) : Klien masuk Rs tanggal 3-1-2019,
jam 14.00.
Saat Masuk RS : Klien mengalami sesak nafas yang disertai batuk yang
dialami 3 bulan serta badan terasa lemas.
Saat Pengkajian : Klien sudah terpasang selang WSD di ICS 4 dekstra
pada tanggal 4 Januari 2019, jam 09.30 WIB dengan jumlah
cairan yang keluar sebanyak 300cc berwarna kehijauan (pus).
Jam 11.30 klien mengatakan sesak nafas, batuk tetapi tidak
berdahak. Klien mengeluh nyeri pada dada kanan disekitar tempat
terpasangnya WSD dan nyeri semakin bertambah saat dilakukan
perawatan WSD dan saat ingin bertukar posisi sehingga klien
tampak takut untuk mengubah posisi. Klien juga tampak terbaring
lemas yang dirasakan diseluruh badan. Frekuensi pernafasan
30x/mnt, klien tampak terpasang O2 2lt/mnt dengan nasal kanul,
paru sinistra lebih bergetar daripada paru desktra. Suara paru
desktra klien terdengar ronchi dan paru kiri vesikuler. Pada kulit
klien sebelah kanan terdapat 4 jahitan paska pemasangan selang
WSD, teraba nyeri, tidak tampak kemerahan, tidak ada
pembengkakan, teraba sedikit hangat. Klien tampak terpasang
torasik tube berukuran 28 fr dan selang NGT berukuran 20fr.
i. Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien mengalami TB Paru dan Efusi Pleura On Perawatan WSD.
ii. Riwayat Penyakit Yang Lalu :
Klien mengatakan pernah mengalami batuk berdahak selama 3 bulan.
iii. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Keluarga klien tidak mempunyai penyakit genetik.
B. KEADAAN UMUM
Keadaan umum klien sedang, kesadaran komposmentis, klien tampak
posisi semifowler ditempat tidur, tampak terpasang O2 , terpasang
selang WSD pada ICS 4 Desktra, terpasang infus RL 500cc/12 jam,
dan ADL klien dibantu oleh anak perempuannya.
C. PEMERIKSAAN INTEGUMENT, RAMBUT DAN KUKU
1. Integument : Kulit klien terdapat tidak terpadat lesi dan jaringan
parut, warna kulit sawo matang. Kulit klien tidak terdapat luka
bakar. Hasil pemeriksaan palpasi tekstur kulit teraba halus, turgor
kulit tampak baik, struktur kulit mulai keriput karena faktor usia,
lemak subcutan teraba tebal, terdapat nyeri tekan pada dada kanan
klien karena ada luka akibat terpasang selang WSD.
Identifikasi luka / lesi pada kulit :
Tipe Primer : tidak terdapat makula, papula, nodule, vesikula.
Tipe Sekunder : tidak terdapat pustula,ulkus, crusta, exsoriasi,
sear, lichenifikasi.
Kelainan-kelainan pada kulit : tidak terdapat naevus
pigmentosus, hiperpigmentasi, hipopigmentasi, tatto,
haemangioma, angioma, spider naevi, strie.
4 4
Lakukan uji kekuatan otot : 4 4
Q. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
- Hasil pemeriksaan didapatkan hasil bahwa respon membuka mata
4, respon verbal 5 dan respon motorik 6 sehingga setelah
dilakukan scoring maka dapat disimpulkan tingkat kesadaran
klien adalah komposmentis. Setelah memeriksa tanda-tanda
rangsangan otak tidak dijumpai penigkatan suhu tubuh, nyeri
kepala, kaku kuduk, mual–muntah, kejang, penurunan tingkat
kesadaran pada klien. Pemeriksaan nervus cranialis didapatkan
hasil : nervus I Olfaktorius (pembau) indra penciuman baik,
ditandai dapat merasakan bau minyak kayu putih dan susu.
Nervus II Opticus (penglihatan) penglihatan penglihatan sedikit
terganggu, telingga kanan pasien sedikit terganggu. Nervus III
Ocumulatorius klien dapat mengangkat kelopak mata ke atas dan
dapat menggerakan bola mata ke atas bawah kanan kiri. Nervus
IV Throclearis klien dapat menggerakan mata ke atas dan ke
bawah. Nervus V Thrigeminus : Cabang optalmicus : dapat
membuka dan memjamkan mata dengan baik, Cabang maxilaris :
klien dapat merasakan kepekaan sensasi wajah, lidah & gigi
ketika di sentuh dengan kapas. Cabang Mandibularis : klien dapat
mengunyah makanan dan menelan makanan. Nervus VI Abdusen
klien dapat menggerakan mata kanan dan kiri mengikuti petunjuk
perawat. Nervus VII Facialis klien dapat mengakat kedua alis,
tidak ada kelumpuhan pada wajah. Nervus VIII Auditorius
pendengaran klien sedikit terganggu. Nervus IX Glosopharingeal
indra pengencap klien dapat membedakan sensasi panas dan
dingin minuman. Nervus X Vagus reflek menelan klien bagus,
tidak ada kelainan di faring klien. Nervus XI Accessorius klien
dapat menggerakan bahu klien ke kanan dan kekiri. Nervus XII
Hypoglosal klien dapat menjulurkan lidahnya dan dapat
menggerakannya ke kanan kiri.
Melakukan pemeriksaan fungsi motoric dan didapatkan
bahwa ukuran otot simetris, tidak ada atropi, tidak ada gerakan-
gerakan yang tidak disadari oleh klien. Fungsi sensorik : saraf
perifer klien masih peka terhadap benda tumpul, benda tajam,
peka terhadap sensasi panas/dingin, aroma terapi dan tidak ada
kelainan pada saraf perifer. Reflek kedalaman tendon berupa
reflek fisiologis tampak tidak ada kelainan. Terdapat reflek bisep,
trisep, brachiradialis, patella, achiles. Reflek Pathologis dan tidak
dijumpai kelumpuhan ekstremitas pada reflek babinski, reflek
chaddok, reflek schaeffer, reflek oppenheim, reflek gordon, reflek
bing, reflek gonad.
Keluhan lain yang terkait dengan Px. Neurologis : Tidak ada
keluhan.
R. RIWAYAT PSIKOLOGIS
a. Status Nyeri : 6
1. Menurut Skala Intensitas Numerik
● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2. Menurut Agency for Health Care Policy and Research
No Intensitas Nyeri Diskripsi
3 □ Nyeri sedang Pasien mengatakan nyeri masih bisa
ditahan atau sedang
Pasien nampak gelisah
Pasien mampu sedikit berparsitipasi
dalam perawatan
e. Pola Pertahanan
Klien dalam mengatasi masalah yang dialaminya meminta solusi
dari anak-anaknya
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
f. Dampak di Rawat di Rumah Sakit
Selama di rawat klien tampak menjadi kurus, nafsu makan
menurun.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
HEMATOLOGI
Hematokrit 30 % 15 – 47 %
HITUNG JENIS
Basofil 0% 0-1 %
Eosnofil 0% 2-4 %
Batang 0% 3-5 %
Segmen 78 % 50-70 %
Limfosit 14 % 25-40 %
Monosit 8% 2-8 %
KIMIA
FUNGSI HATI
FUNGSI GINJAL
Ureum 63 mg/dl 0-50 mg/dl
U. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
1. Jika ada jelaskan gambaran hasil foto Rongent, USG, EEG, EKG,
CT-Scan, MRI, Endoscopy dll.
Rontgen Thorak : Pneumothoraks dekstra
Efek Samping : mual, muntah, dan nyeri pada ulu hati. Efek
samping yang lebih serius tetapi kejadiannya jarang misalnya
reaksi alergi seperti kulit kemerahan, bengkak pada wajah, dispnea,
sesak nafas dan kadang-kadang demam.
4. Cairan Infus Ringer Laktat Dosis 500 ml, Frekuensi 12 jam, Cara
Pemberian : Intravena
Indikasi : mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan
dehidrasi dan syok hipovolemik. Ringer laktat menjadi kurang
disukai karena menyebabkan hiperkloremia dan asidosis
metabolik, karena akan menyebabkan penumpukan asam laktat
yang tinggi akibat metabolisme anaerob.
Kontraindikasi : hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel
hati, asidosis laktat.
Efek Samping : Panas, infeksi pada tempat
penyuntikan, trombosis vena atau flebitis yang meluas dari tempat
penyuntikan, ekstravasasi.
5. Inhalasi Ventolin Dosis 1 ampul, Frekuensi 3x sehari, Cara
Pemberian : Inhalasi : Salbutamol adalah obat yang digunakan
untuk menghilangkan bronkospasme seperti asma dan penyakit
paru obstruktif kronik (PPOK). Salbutamol adalah obat sistem
saluran nafas yang termasuk golongan agonis adrenoreseptor beta-2
selektif kerja pendek (short acting beta-adrenergic receptor
agonist). Obat ini bekerja dengan cara merangsang secara selektif
reseptor beta-2 adrenergik terutama pada otot bronkus. hal ini
menyebabkan terjadinya bronkodilatasi karena otot bronkus
mengalami relaksasi.
Kontraindikasi : Jangan menggunakan obat ini untuk pasien yang
memiliki riwayat hipersensitif pada salbutamol atau obat agonis
adrenoreseptor beta-2 lainnya.
Efek Samping : Efek samping yang umum adalah palpitasi, nyeri
dada, denyut jantung cepat, tremor terutama pada tangan, kram
otot, sakit kepala dan gugup, takikardi, aritmia, ganguan tidur dan
gangguan tingkah laku.
6. Cefriaxone 2x 1gr
Indikasi : Untuk mengobati beberapa kondisi akibat infeksi bakteri
seperti pneumonia, sepsis, meningitis, infeksi kulit, gonore atau
kencing nanah dan infeksi pada pasien dengan sel darah putih
rendah
Kontraindikasi : Ibu hamil dan menyusui, pasien dengan penyakit
gangguan hati, ginjal serta gangguan sistem pencernaan.
Efek samping : Lelah, diare, stomatitis, nyeri tenggorokan.
W. DATA FOKUS
1 Ds : Kategori Fisiologis
- Pasien mengatakan sesak nafas, nyeri Subkategori Respirasi
disekitar dada, mengeluh batuk tetapi tidak D. 0005 Pola Nafas Tidak
ada dahak, memiliki riwayat batuk dan
Efektif
keringat dingin selama 3 bulan.
Do:
CATATAN PERKEMBANGAN
Melakukan posisi
semifowler, lakukan
fisioterapi dada 2 jam
setelah makan.
Hasil : posisikan klien
semifowler, melakukan
fisioterapi dada dengan
cara menepuk dengan
tangan di punggung
untuk mengurangi sesak
Melakukan kolaborasi
pemberian obat
bronkodilator
Hasil : klien diberikan
inhalasi 3x sehari dengan
ventolin untuk
melonggarkan saluran
pernafasan
Menganjurkan teknik
batuk efektif.
Hasil : mengajarkan
teknik batuk efektif
setelah inhalasi
Monitor produksi
undulasi pada tabung
penampung cairan,
monitor warna, volume
konsistensi drainase dari
paru klien, monitor tanda
infeksi.
Hasil :
Lakukan kebersihan
tangan sebelum dan
sesudah melakukan
perawatan WSD, lakukan
perawatan di area
pemasangan selang
sesuai kebutuhan dan
lakukan penggantian
tabung secara berkala.
Monitor karakteristik
luka (drainase, warna,
ukuran,bau)
CATATAN PERKEMBANGAN
Shift
Siang
CATATAN PERKEMBANGAN
Shift O:
Pagi A : Masalah Keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak
efektif, Nyeri akut,
Gangguan integritas kulit
sebagian teratasi.
P : lanjutkan intervensi
- Memonitor pola nafas,
monitor karakteristik
sputum, monitor bunyi
nafas tambahan.
- Membantu posisi klien
semifowler, lakukan
fisioterapi dada 2 jam
setelah makan.
- Berkolaborasi pemberian
obat bronkodilator dan
teknik batuk efektif
- Monitor produksi
gelembung dan undulasi
pada tabung penampung
cairan, monitor warna,
volume konsistensi
drainase dari paru klien,
monitor tanda infeksi.
- Memonitor karakteristik
luka (drainase, warna,
ukuran,bau)
CATATAN PERKEMBANGAN
CATATAN PERKEMBANGAN
CATATAN PERKEMBANGAN
D.2 & 3
Nyeri akut &
Gangguan
integritas kulit
CATATAN PERKEMBANGAN
CATATAN PERKEMBANGAN
D.2 & 3
Nyeri akut &
Gangguan
integritas kulit
D.2 & 3
Nyeri akut &
Gangguan
integritas kulit
BAB IV
PEMBAHASAN