Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH EKONOMI HIJAU

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas 2


Mata Kuliah Konservasi Alam dan Lingkungan

Nama : - Nova Gandika (173112700220065)


- M Luthfi Fadullah (173112700220066)
- Muhammad Maulana Hs (173112700220067)

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK DAN SAINS
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

Menurut laporan Brundtland, Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai


pembangunan yang mengkompromikan diri pada pembangunan masa depan tanpa
mengorbankan generasi selanjutnya namun tetap dapat membuat kemajuan pada saat
ini. Laporan Brundtland mengambil peranan penting dengan mengarahkan perspektif
negara-negara di dunia dalam suatu hubungan keadaan saling ketergantungan antara
ekonomi dan lingkungan, hal ini diperkuat dengan akan pembenaran laporan ini oleh
komunitas internasional dalam Earth Summit 1992. Premis utama laporan Brundtland
menyatakan bahwa sikap negara selalu menjadikan kebijakan ekonomi sebagai hal
sentral, sementara kebijakan lingkungan menjadi bagian periperal, sehingga telah
membuat keadaan lingkungan yang semakin lama terdegradasi oleh kebijakan
ekonomi. Oleh karena itu, Brundtland memberikan rekomendasi dalam akhir
laporannya bahwa setiap pemerintah suatu negara harus membuat terobosan dalam
implementasi kebijakan ekonomi dengan melakukan ‘clean production’, yaitu
produksi yang menggunakan sumber daya alam dengan efektif dan menghindari
pencemaran atau polusi. (Eckersley, Markets, The States and Environment : Towards
Integration, 1995)
Perspektif konstruktifisme dapat membantu menjelaskan prospek pembangunan
nasional Indonesia mengenai konsep Green Economy. Sering kali istilah “ekologi”
dan “ekonomi” ditempatkan secara bersebarangan. Ketika ekologi dijadikan dasar
argumentasi penyelamatan lingkungan, ekonomi diposisikan sebagai alasan bagi
manusia untuk merusak lingkungan. Padahal ekologi dan ekonomi mempunyai akar
kata yang sama, yaitu “oikos”, yang artinya “rumah tangga”. Yang satu mendekatinya
secara “logos” yang berorientasi pengetahuan, yang lainnya mendekatinya secara
“namein”, yang berorientasi pada pengaturan. Objek ekologi dan ekonomi sebenarnya
sama, yaitu “rumah tangga” atau dalam konteks ini adalah tempat untuk kita tinggal
dan hidup.
Dalam sebuah bangunan konstruksi sosial, dalam pengertian bahwa tingkah laku
suatu aktor akan dipengaruhi oleh suatu wacana yang melekat dalam suatu
struktur (Wendt, 1992). Secara sederhana, perilaku Indonesia dalam melakukan
pembangunan nasional yang berorientasi terhadap lingkungan telah dipengaruhi oleh
suatu wacana, yaitu Green Economy. Wacana yang telah mengalami konstruksi sosial
melalui melalui proses sosialiasi terus-menerus setiap konferensi terkait pembangunan
berkelanjutan, dimana sebenarnya wacana tersebut telah melekat dalam sturktur
internasional yaitu nilai, prinsip, norma dan hasil keputusan yang telah dibuat oleh
hirarki internasional yang mana dalam konteks ini adalah Earth Summit. Namun dalam
Indegenous Factor, kepentingan nasional ikut mempengaruhi arah implementasi
pembangunan nasional Indonesia itu sendiri (Onuf, 1997).
20 tahun pasca Earth Summit dan laporan Brundtland, negara-negara berkumpul
kembali menegaskan pentingnya pembangunan berkelanjutan dalam sebuah kerangka
wacana Green Economy (ekonomi hijau) RIO+20. Konsep utama ekonomi hijau
mengenai integrasi ekonomi dan lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan yang
memiliki karakteristik objektif penekanan dalam pemberantasan kemiskinan.
Berdasarkan konsep yang menjadi kepentingan Indonesia juga, maka keterlibatan
Indonesia dalam Earth Summit RIO+20 adalah sejalan dengan kepentingan nasional

2
Indonesia. Hal ini dibuktikan melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2010-2014 atau INPRES NO 5 tahun 2010 yang menggambarkan
setidaknya 4 prioritas nasional yang sangat sesuai dengan implementasi pembangunan
berkelanjutan dengan penekanan pada penanggulangan kemiskinan, ketahanan
pangan, energi dan pengelolaan lingkungan hidup serta penanggulangan bencana.
Penipisan Sumber Daya Alam (termasuk energi fosil) yang berarti bahwa
pertumbuhan ekonomi Indonesia berorientasi kepada Sumber Daya Alam yang tidak
berkelanjutan. Bencana alam (seperti banjir, erosi, tanah longsor) yang memilki arti
bahwa terjadi degradasi lingkungan dan gangguan social yang berdampak pada
ketidakpastian pertumbuhan ekonomi, penurunan kualitas udara dan air karena alih
fungsi lahan menjadi kawasan industri yang menghasilkan polusi, kecenderungan
kenaikan efek gas rumah kaca sedangkan kawasan hutan Indonesia semakin gundul,
perilaku produksi dan konsumsi pasar yang tidak berorientasi pada lingkungan hidup,
bahkan pada tahap pengambilan keputusan dalam kepentingan politik yang mengalami
keterbatasan instrumen kebijakan kurang memprioritaskan teknis pembangunan
berkelanjutan. Artinya, ketidakstabilan dalam pengambilan kebijakan pun menjadi
dampak realitas paling menyakitkan terlepas dari aspek material lingkungan maupun
ekonomi yang berpengaruh secara langsung. Berdasarkan penyederhanaan sebuah
wacana dalam sebuah realitas tersebut, maka dapat ditemukan bahwa Green Economy
memang diperlukan dalam pembangunan nasional Indonesia demi keberlanjutan masa
depan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan kota yang berkelanjutan adalah suatu proses dinamis yang
berlangsung secara terus-menerus; merupakan respon terhadap tekanan perubahan
ekonomi, lingkungan, dan sosial, dan budaya. Proses dan kebijakannya tidak sama
pada setiap kota, tergantung pada kota-kotanya. Salah satu tantangan terbesar konsep
tersebut saat ini adalah menciptakan keberlanjutan, termasuk didalamnya
keberlanjutan sistem politik dan kelembagaan sampai pada strategi, program, dan
kebijakan sehingga pembangunan kota yang berkelanjutan dapat terwujud menjadi
kota yang baik dan nyaman bagi warga negaranya.
Akan tetapi tantanggan terbesar dari Pembangunan berkelanjutan ini adalah
menghadapin pertumbuhan penduduk yang besar ataupun daerah padat dengan
penduduknya, Bagaimanapun akan membutuhkan area yang besar, sehingga akan
menimbulkan masalah dengan alam, untuk itu juga harus diadakan pembangunan
perkotaan yang berwawasan lingkungan. Dikarenankan perencanaan pembangunan
kota harus memperhatikan aspek Alam dan lingkungan sebagaimana konsep E.
Howard dengan garden cittynya. "Kota besar bukanlah tempat yang cocok untuk
tempat tinggal jika persoalan lingkungannya diabaikan.”

Perwujudan kota berkelanjutan ( The World Commision on Environment and


Development, 1987) antara lain:
a) Kota berkelanjutan dibangun dengan kepedulian dan memperhatikan aset-aset
lingkungan alam, memperhatikan penggunaan sumber daya, meminimalisasi
dampak kegiatan terhadap alam.
b) Kota berkelanjutan berada pada tatanan regional dan global, tidak peduli
apakah besar atau kecil, tanggung jawabnya melewati batas-batas kota.
c) Kota berkelanjutan meliputi areal yang lebih luas, dimana individu
bertangguang jawab terhadap kota.
d) Kota berkelanjutan memerlukan aset-aset lingkungan dan dampaknya
terdistribusi secara lebih merata.
e) Kota berkelanjutan adalah kota pengetahuan, kota bersama, kota dengan
jaringan internasional.
f) Kota berkelanjutan akan memperhatikan konservasi, memperkuat dan
mengedepankan hal-hal yang berkaitan dengan alam dan lingkungan
g) Kota berkelanjutan saat ini lebih banyak kesempatan untuk memperkuat
kualitas lingkungan skala lokal, regional, dan global.

Untuk dapat menciptakan suatu kota yang berkelanjutan, diperlukan lima prinsip
dasar, yaitu :
* ekologi,
* ekonomi,
* equity (pemerataan),
* engagement (peran serta), dan
* energi (Budiharjo, 1996).

4
Pembangunan yang berkelanjutan merupakan suatu tujuan yang dilatarbelakangi
sebuah visi akan keseimbangan dalam keterkaitan antara ekonomi, sosial, lingkungan,
dan kebudayaan (ekologi) guna membangun masyarakat yang stabil, makmur, dan
berkualitas.
Dalam hal perencanaan kota selain memperhatikan aspek lingkungan, juga harus
memperhatikan dan menguasai sistem sosial dari masyarakat tersebut, hal ini di
perlukan guna memudahkan pendekatan ke dalam masyarakat untuk menjelaskan
program apa yang akan di rencanaakan ke depan.

Beberapa persyaratan yang harus dicapai dalam merealisasikan pembangunan


yang berkelanjutan berdasarkan (Haeruman, 1997) antara lain:
a) Dalam konteks ekonomi, pembangunan harus menghindari upaya-upaya untuk
memperkaya satu kelompok yang akan menyebabkan kemiskinan bagi kelompok-
kelompok lainnya.
b) Dalam konteks fisik tetapi tidak dalam konteks sosial ekonomi. Sehingga dalam
pembangunan berkelanjutan, keadilan dan persamaan benar-benar menjadi dasar yang
wajib diterapkan.
c) Dalam konteks ekologis, pembangunan selayaknya menjaga, memperbaiki, dan
memulihkan sumber daya alam yang dimiliki, baik pada daerah-daerah yang
dimanfaatkan secara produktif maupun pada daerah-daerah marginal.
d) Dalam konteks sosial, diperlukan suatu solidaritas, koordinasi dalam tindakan,
serta partisipasi oleh berbagai sektor dan individu. Untuk itu diperlukan suatu
pembenahan kelembagaan, pembagian tanggung jawab dan kerjasama yang baik dari
para pembuat keputusan.

Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Ekologi


Untuk menciptakan sistim yang berkelanjutan berbasis lingkungan atau ekoligi
maka kita harus mampu memelihara sumberdaya agar tetap dalam keadaan stabil,
menghindari terjadinya eksploitasi alam agar tumbuhan dapat melakukan fungsi
penyerapan secara sempurna. Selain itu konsep ini juga menyangkut pemeliharaan
keanekaragaman hayati, stabilitas ruang udara, dan fungsi ekosistem lain yang tidak
termasuk dalam sumber daya ekonomi.
Keberlanjutam ekologis merupakan prasyarat untuk pembangunan dan
keberlanjutan kehidupan manusia. Keberlanjutan ekologis akan menjamin
keberlanjutan ekosistem bumi, dan untuk menjamin keberlanjutan tersebut,
digunakanlah beberapa cara yaitu :
1. Memelihara integritas tatanan lingkungan agar sistem penunjang kehidupan di
bumi tetap terjamin, dan system produktifitas, adaptabilitas, dan pemulihan air,
tanah, dangar udara agar keberlanjutan kehidupan tetap berjalan. Ada tiga aspek
yang harus diperhatikan untuk memelihara Integritas tatanan lingkungan yaitu :
a) Adanya dukungan
b) Adanya daya asimilatif
c) Terpenuhinya keberlanjutan sumberdaya
Selanjutnya untuk melaksanakan kegiatan yang tidak mengganggu integritas
tatanan lingkungan kita harus melakukan : hindarkan konveksi alam dan modifikasi

5
ekosistem, kurangi konversi lahan subur, dan jangan membuang limbah yang
melampaui asimilatif lingkungan.

2. Memelihara keanekaragaman hayati pada keanekaragaman kehidupan yang


menentukan keberlanjutan proses ekologis.terdapat 3 aspek keanekaragaman hayati
: aspek genetika, aspek spesiaes, dan tatanan lingkungan. Dan untuk
mengkonversikan keanekaragaman hayati tersebut, perlu hal-hal berikut yaitu :
a) Menjaga ekosistem alam dan area yang representative tentang kekhasan sumber
daya hayati agar tidak dimodifikasikan.
b) Memelihara seluas mungkin area ekosistem yang dimodifikasikan untuk
keanekaragaman dan keberlanjutan keanekaragaman spesies.
c) Konservatif terhadap konversi lahan pertanian.

Pengelolaan pembangunan yang berwawasan lingkunagn merupakan hal yang


penting untuk keberlanjutan ekosistem.dan hal ini dapat dilaksanakan dengan :
pencegahan pencemaran lingkungan, rehabilitasi dan pemuluhan ekosistem serta
sumberdaya alam yang rusak, selanjutnya yaitu dengan meningkatkan kapasitas
produksi dari ekosistem alam dan binaan manusia.

Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Ekologi Dan Ekonomi


Aktivitas ekonomi pasti membutuhkan alam sebagai sumber daya utama.
Namun, aktivitas ekonomi yang dilakukan manusia saat ini sudah berlebihan sehingga
membuat alam mengalami kerusakan. Panayatou (2000) membenarkan hal tersebut
dalam tesisnya bahwa pertumbuhan ekonomi berdampak pada degradasi lingkungan.
Alasan pertama, ialah kapasitas lingkungan yang terbatas untuk menampung limbah
yang dihasilkan oleh aktivitas ekonomi. Dan, kedua adalah keterbatasan sumber daya
alam yang tidak bisa diperbaruhi. Dan "Dunia ini sanggup untuk memenuhi kebutuhan
setiap manusia, namun tidak untuk kerakusannya." (Mahatma Gandhi)
Bermula dari revolusi industri Inggris pada awal abad 19, kaum serakah mulai
mengalami peningkatan "kerakusan" dengan menganggap bahwa alam memang
benar-benar disediakan untuk "kepentingan" mereka. Terjadilah invansi besar-besaran
atas alam. Mereka melakukan invansi ke negara-negara Dunia Ketiga yang sedang
berkembang, yang dikenal sebagai negara-negara kaya sumber daya alam. Indonesia
pun tidak luput dari invansi negara-negara serakah tersebut. Dalam perjalannya,
Indonesia malah semakin tidak bisa melepaskan diri dan menjadi "anak emas" para
penguasa kapital itu. Terbukti pola pembangunan yang dijalankan negara kita selama
ini hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi tanpa melihat masalah ekologi yang
mempengaruhi kesejahteraan rakyat.

6
Gambar 2.1 Interaksi antara Ekonomi
dan Ekologi (Hanley et al., 2001:5)
Gambar 2.2 Interaksi Terus Menerus
antara Dimensi Ekonomi, Sosial, dan
Ekologis

7
BAB III
PEMBAHASAN

Strategi pembangunan nasional pemerintah saat ini cukup jelas dalam


menekankan pentingnya pembangunan berkelanjutan yang berorientasi pada
lingkungan hidup. Pembangunan nasional bertujuan untuk menghasilkan
kesejahteraan, keadilan dan meningkatkan partisipatif demokrasi. Oleh karena itu,
keserasian antara kesejahteraan dan keadilan ditambah dengan perlindungan
terhadap lingkungan dituangkan dalam konsep pro growth, pro job, pro poor dan
pro environment.
Merujuk pada UU No 17 Tahun 2007 mengenai Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional dan UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka dengan jelas dapat dilihat bahwa prioritas
pembangunan nasional Indonesia menginginkan pembangunan berkelanjutan
dalam penanggulangan kemiskinan, ketahanan pangan, energi dan perlindungan
lingkungan serta pengelolaan bencana (Bappenas, 2010). Indonesia memerlukan
arah pembangunan jangka panjang dengan arah prioritas secara menyeluruh untuk
menciptakan masyarakat yang di dalamnya terdapat kesejahteraan dan keadilan
serta keserasian demokrasi demi terus diwujudkannya kepastian pembangunan
berkelanjutan yang jelas, tidak hanya dalam periode kepemimpinan Negara tiap
lima tahun yang rentan mengalami perubahan, namun terus berkesinambungan
sehingga arah pembangunan Indonesia tidak mudah berubah karena faktor politik.
Yang pada kenyataannya, faktor politik harusnya menjadi alat promosi
pembangunan nasional yang mendukung perlindungan lingkungan yang utama.
Meskipun regulasi dalam pemerintahan menunjukan etiket baik dalam
pembangunan berkelanjutan, fakta lapangan Indonesia sendiri dalam kesungguhan
pembangunan berkelanjutan sangat bertolak belakang. Melihat perbandingan dalam
kemiskinan, ketahanan pangan, energi dan perlindungan lingkungan (semua adalah
bagian prioritas pembangunan nasional) adalah hal yang sifatnya interdependensi,
paradigma pembangunan yang telah terbentuk beberapa tahun dalam demokrasi
tidak dapat diubah hanya dengan strategi regulasi atau semangat menggebu-gebu
pemerintah menggalakan konsep green economy. Namun diperlukan penyelarasan
antara akselarasi pertumbuhan ekonomi dan proteksi lingkungan hidup. Contoh
yang akan ditekankan penulis adalah terhadap prioritas pembangunan nasional
mengenai energi.
Ketergantungan industri, rumah tangga, transportasi dan pertanian akan
energi sebagai contoh, menujukan bahwa Indonesia tetap menggunakan bahan
bakar fosil yaitu batu bara dan minyak bumi dibandingkan menggunakan bahan
bakar lain yang ramah lingkungan (Biodiesel, panas bumi atau sinar matahari).
Bahan bakar fosil adalah bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui, dan khusus
bagi Indonesian tergolong sebagai negara pengimpor salah satu bahan bakar fosil,
yaitu minyak bumi. Konsumsi bahan bakar fosil sebagai sumber energi bagi
industri, rumah tangga, transportasi dan pertanian mengalami peningkatan
permintaan, yang juga semakin ‘diselaraskan’ oleh pemerintah melalui subsidi
untuk mengejar pertumbuhan ekonomi. Jelas hal ini adalah langkah bertolak
belakang dari pembangunan berkelanjutan yang beorientasi terhadap lingkungan.
Biaya sosial dan biaya lingkungan yang ditimbulkan melalui ‘diselaraskan’
permintaan energi fosil dengan subsidi pemerintah berdampak pada “pendidikan”

8
pasar secara tidak langsung akan ketergantungan dan pemborosan terhadap energi
fosil yang disebabkan karena harga murah , sekaligus pasar ikut berpartisipasi
dalam peningkatan emisi gas rumah kaca. Dampak yang sangat sulit untuk diubah
karena perliaku pasar yang telah terbiasa dimanjakan oleh sumber energi fosil yang
tersubsidi. Oleh karena itu, pemerintah dalam hal ini beserta pemangku kebijakan
harus berpartisipasi dengan lebih aktif untuk mendorong perubahan perilaku pasar.
Namun negara tidak dapat memaksa untuk mengubah perilaku pasar dengan
intervensi terhadap perilaku ekonomi secara masif, karena dampak yang
ditimbulkan bersifat rentan dan sistemik terhadap pembangunan. Sebagai contoh
intervensi masif yaitu rencana kenaikan tarif BBM (Bahan Bakar Minyak) april lalu
yang meningkatkan tensi politik yang kemudian merambat pada berhentinya buruh
bekerja, demonstrasi atau pemboikotan SPBU, yang justru membuat pembangunan
terhambat dan hasilnya cenderung merugikan pertumbuhan ekonomi dan proteksi
lingkungan. Oleh karena itu, strategi khususnya dalam mengintervensi pasar harus
dikaji lebih dalam untuk mereduksi segala bentuk kerentanan konflik yang
ditimbulkan oleh karenanya.

“market based instrument, new economic instrument such as environmental taxes


charges subsidies and tradable emission permits but also other policy tools that
directly and inderctly structure the market place in ways that make commercial
decisions are more compatible with public policy objectives”
(Eckersley, Markets, The States and Environment : Towards Integration, 1995)

Memberikan subsidi terhadap akselerasi ekonomi yang meskipun


memberikan pertumbuhan ekonomi bagi Indonesia memang tidak ada salahnya,
namun hal itu membentuk perilaku pasar yang tidak akan memepertimbangkan
perlindungan terhadap lingkungan. Dampak yang ditimbulkan oleh karena itu
adalah biaya sosial seperti ketergantungan dan pemborosan juga biaya lingkungan
yaitu kerusakan lingkungan akibat akselerasi ekonomi.
Strategi yang paling reliabel bagi Indonesia adalah bagaimana negara
mengintervensi keadaan pasar melalui pengkoreksian pasar demi merubah perilaku
kebijakan ekonomi yang mengabaikan biaya lingkungan atau mengintegrasikan
biaya ekologi melalui pajak dan membentuk paradigma lingkungan sebagai usaha
bisnis . Secara sederhana, negara harus memainkan peran dominan dalam memipin
dan memutarbalikan paradigma pertumbuhan ekonomi yang sebelumnya
memberikan subsidi demi akselarasi ekonomi semata, menjadi paradigma
pemberian pajak lingkungan akibat akselerasi ekonomi. Dengan begitu, pemerintah
Indonesia dapat memperkuat upaya proteksi lingkungan dengan pajak lingkungan
tersebut misalnya adalah keuntungan bahwa Indonesia dapat menggunakan pajak
lingkungan untuk mengembangkan teknologi lain (Research and Development)
untuk membuat energi terbarukan yang ramah lingkungan juga tetap
memperhatikan kesejahteraan dan keadilan masyarakat. Mempromosikan
pembangunan infrstruktur pembangunan berkelanjutan misalnya dengan
mengurangi kemacetan dengan membentuk regulasi alternatif untuk pembangunan
jalan, efisiensi energi dalam pembangunan gedung.
Implikasi secara tidak langsung sebagai hasil yang akan didapatkan apabila strategi
diatas dapat dijalankan adalah bahwa biaya sosial, biaya ekonomi dan biaya
ekoologi dapat diselaraskan dengan arah pembangunan nasional negara kita.

9
Peningkatan kualitas hidup masyrakat, dapat perlahan melepaskan diri dari
ketergantungan energi global (ketidakpastian harga minyak dunia misalnya) dan
pertumbuhan ekonomi yang memiliki ketahanan lingkungan akan Indonesia miliki
sekaligus mengurangi kemiskinan dalam masyarakat.

10
BAB IV
KESIMPULAN

“Improving energy efficiency typically reduced energy costs and thereby


increased rather than decrease energy use” William Stanley Jevons (York, 2006)

Pembangunan berkelanjutan, Green Economy dan energi adalah hal pokok


yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya, bentuk hubungan timbal balik
diantara hal ini akan menimbulkan sebuah paradoks. Paradoks William Stanley
Jevons menyatakan bahwa meskipun kita meningkatkan efisiensi pengurangan
penggunaan energi, namun justru permintaan akan semakin besar. Sama halnya
ketika Pembangunan negara ini akan berorientasi terhadap perlindungan
lingkungan, maka pasar (masyarakat) meningkatkan permintaan mereka akan
konsep Green Economy. Asumsi Jevons memang ada benarnya dalam
merefleksikan pembangunan nasional kita, pertumbuhan penduduk yang tidak
terkendali akan menjadi bagian dari paradoks tersebut, meskipun proteksi
lingkungan kita dan pertumbuhan ekonomi kita baik dalam konteks menyesuaikan
dengan konsep Green Economy. Prospek pembangunan nasional Green Economy
juga akan menjadi paradoks seperti yang dikemukakan paradoks Jevons. Oleh
karena itu, strategi yang diperlukan bukan hanya ketika ingin membuat
pembangunan nasional dengan tatanan Green Economy terlaksana, namun juga
strategi untuk menanggulangi aftermath (hasil) dari penerapan pembangunan
nasional dengan wacana Green Economy.

11
DAFTAR PUSTAKA

http://www.earthsummit2012.org/blog/item/272-towards-a-green-economy-
leadership-for-the-clean-revolution
http://qushayalidrus.blogspot.com/2013/08/pembangunan-kota-berkelanjutan.html
http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/info_singkat/Info%20Singkat-IV-12-II-
P3DI-Juni-2012-69.pdf
http://iplbi.or.id/2013/06/kota-ekologinomis-sinergi-ekologi-dan-ekonomi-dalam-
pembangunan-kota/
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/57892/BAB%20II%20Tinj
auan%20Pustaka.pdf?sequence=5

12

Anda mungkin juga menyukai