MAKALAH KELOMPOK
Untuk Memenuhi Tugas
Matakuliah Ushul Fiqih
Dosen pengampu: Yulianti, Lc. M.Pd.I
Kelompok 2
Disusun Oleh:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik tanpa kurang suatu apapun.
Makalah ini berisikan tentang penjelasan Sumber Hukum Islam yang dapat
dilihat pada bagian isi. Dalam penyusunan tugas ini, tidak sedikit hambatan yang
kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan tugas
ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bantuan dari semua pihak sehingga
kendala-kendala yang kami hadapi dapat teratasi. Untuk itu kami ucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya.
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi dan menambah wawasan
kita semua serta menjadi sumbangan pemikiran bagi pembaca sehingga dapat
meningkatkan ilmu pengetahuan kita.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka segala
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun sangat kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fiqih islam merupakan kumpulan hukum islam yang berkenaan
dengan amal perbuatan, yang digali dari sumber/dalilnya secara terperinci.
Dalil pokok yang merupakan sumber fiqih itu adalah wahyu Tuhan. Satu-
satunya pemilik dan penguasa hukum.
Pengertian wahyu sebagai satu-satunya sumber hukum, ialah bahwa
dialah yang berhak menetapkan adanya sumber lain yang dapat dijadikan
dasar bagi fiqih islam, di antaranya dinyatakan adalah : Qur’an , Hadist dan
sumber hukum pelengakap islam lainnya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Hukum Islam.
2. Untuk mengetahui macam – macam Sumber Hukum Islam.
3. Untuk mengetahui fungsi Hukum Islam dalam kehidupan masyarakat.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Al-quran
Al-Qur’an adalah firman atau wahyu yang berasal dari Allah SWT kepada
Nabi Muhammad SAW dengan perantara melalui malaikat jibril sebagai pedoman
serta petunjuk seluruh umat manusia semua masa, bangsa dan lokasi. Alquran
adalah kitab Allah SWT yang terakhir setelah kitab taurat, zabur dan injil yang
diturunkan melalui para rasul
2
3. Pedoman Al-Qur’an dalam Menetapkan Hukum
a. Tidak memberatkan
3
185. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan
Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan
Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.(Al-
Baqoroh : 185)
b. Meminimalisir beban
Dasar ini merupakan konsekwensi logis dari dasar yang pertama. Dengan dasar
ini kita dapati rukhshah dalam beberapa jenis ibadah, seperti :
4
Menjamak dan mengqashar salat apabila dalam perjalanan dengan syarat yang telah
ditentukan.
c. Berangsur-angsur dalam menetapkan hokum
Al-Qur’an dalam menetapkan hukum adalah secara bertahap, hal ini bisa kita
telusuri dalam hukum haramnya minuman-minuman keras dan sejenisnya, berjudi
serta perbuatan-perbuatan yang mengandung judi ditetapkan dalam Al-Qur’an.
B. Hadist
1. Pengertian Hadist
5
179. Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam
Keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari
yang baik (mukmin). dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu
hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara
rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasulNya; dan jika
kamu beriman dan bertakwa, Maka bagimu pahala yang besar. (Ali imron : 179)
136. Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-
Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang
Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka
Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (Annisa’ : 136)
6
Dalam surat ali imron diatas Allah membedakan antara orang orang yang
beriman dengan orang orang yang munafik dan akan memperbaiki keadaan orang
orang yang beriman dan memperkuat iman mereka. Oleh karena itu orang mukmin
dituntut agar tetap beriman kepada Allah dan Rosul-Nya. Sedangkan pada surat
An-Nisa’ , allah menyerukan kaum muslim agar mereka tetap beriman kepada
Allah dan Rosul-Nya, Alquran dan kitab yang diturunkan sebelumnya. Kemudian
pada akhir ayat allah mengancam orang orang yang mengingkari dan menentang
seruan-Nya.
Selain itu Allah memerintahkan orang islam agar percaya kepada Rosul
SAW juga menyerukan agar mentaati dan melaksanakan segala bentuk perundang
undangan dan peraturan yang dibawahnya , baik berupa perintah maupun larangan.
Dalil Hadist
Mari kita pahami dalam salah satu pesan rosulullah SAW berkenaan dengan
kewajiban menjadikan hadist sebagai pedoman hidup disamping alquran untuk
pedoman utamanya, beliau bersabda
Yang artinya: “aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan
tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan
sunnah Rosul-Nya”.(HR.Malik).
7
C. Ijma'
1. Pengertian Ijma'
Ditinjau dari segi bahasa (etimologi), kata Ijma' merupakan masdar (kata
benda verbal) dari kata yang artinya memutuskan dan
menyepakati sesuatu. Ia juga bisa berarti kesepakatan bulat (konsensus). Menurut
Abdul Wahhab Khalaf, secara istilah Ijma' adalah :
8
4. Atas hukum syara' ijma' hanya terjadi bagi masalah yang berhubungan
dengan hukum. Syara' dan berdasar kepada hukum syara' pula ; baik
berupa nash yang qoth'i yaitu Al-Qur'an dan hadits mutawatir, sebab ijma'
bukanlah dalil syar'i yang berdiri sendiri.
Artinya : "Apa-apa yang menurut pendapat kaum muslimin baik, maka baik
(pula) di sisi Allah (HR. Ahmad di dalam Kitab Sunnah-nya)".
a. Ijma' Sharih, (Sharih dari segi bahasa artinya jelas) yaitu Ijma' yang
memaparkan pendapat banyak Ulama' secara jelas dan terbuka, baik
dengan ucapan maupun perbuatan. Pada saat semua Ulama' memaparkan
pendapatnya, ternyata mereka menghasilkan pendapat yang sama atas
hukum suatu perkara. ljma' jenis ini kita akui sangat langka karena
sangat sulit dicapai darim sekian banyak Ulama' memberikan sebuah
paparan yang sama. Oleh karena itu, sebagian Ulama' berpendapat bahwa
Ijma' semacam ini hanya dapat terlaksana pada zaman sahabat ketika
jumlah mujtahid masih sedikit dan tempat mereka berdekatan. Ijma' Sharih
ini menempati peringkat Ijma' tertinggi. Hukum yang ditetapkannya bersifat
qat'i, sehingga umat wajib mengikutinya. Maka seluruh Ulama' sepakat dan
menerima untuk menjadikan ijma Sharih ini sebagai dalil yang sah dan
9
kuat dalam penetapan hukum syari'at Islam.
b. ljma' sukuti, (Sukuti dari segi bahasa artinya diam) yaitu sebagian mujtahid
memaparkan pendapat-pendapatnya secara terang dan jelas mengenai suatu
hukum suatu peristiwa melalui perkataan atau perbuatan, sedangkan
mujtahid yang lain tidak memberikan komentar apakah ia menerima atau
menolak. ljma' sukuti ini bersifat dzan dan tidak mengikat. Oleh seabab
itu, tidak ada halangan bagi para mujtahid untuk memaparkan pendapat yang
berbeda setelah Ijma' itu diputuskan. Bagi Imam Syafi'i dan Imam Malik
berpendapat bahwa ljma' sukuti ini tidak dapat dijadikan dasar hukum.
Namun Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hambal berpendapat
lain yaitu menjadikannya sebagai dasar hukum. Mereka yang menerima
ljma' sukuti sebagai hujah sebab menurut kedua Imam tersebut, diamnya
mujtahid sebagai tanda setuju.
D. Qiyas
1. Pengertian Qiyas
2. Rukun Qiyas
Dari rumusan diatas dapat dijelaskan beberapa rukun qiyas sebagai berikut :
10
a. Kejadian adalah peristiwa, perbuatan, tindakan yang
tidak ada hukumnya atau belum jelas hukumnya baik di dalam Al-
Qur'an maupun As-Sunnah. Dalam ilmu Ushul Fiqih hal ini
disebut "Far'un" Suatu peristiwa dapat disebut far'un
apabila : adanya kemudian, ada kesamaan illat dengan peristiwa
yang akan disamainya.
b. Kejadian yang telah ada ketentuan hukumnya baik di dalam Al-
Qur'an maupun sunnah disebut ashal atau disebut juga
"maqiis'alaih" yaitu sesuatu yang akan diqiyaskan
kepadanya, atau "musyabbah bih" yaitu sesuatu yang
akan diserupakan dengannya.
Suatu kejadian dapat disebut ashl apabila :
1) Hukumnya adalah hukum syari'ah amali dan berdasar nash.
2) Illat hukumnya dapat Diketahui secara aqli
3) Hukumnya bukan merupakan cabang (far'un) dari ashal mansukh
4) Nash hukum ashal tidak meliputi hukum far'un.
5) Hukum ashal adalah hukum yang disepakati dan tidak mansukh
6) Hukum pada ashal tidak mempunyai qiyas rangkap.
c. Illat yaitu suatu sifat yang menjadi dasar hukum pada ashal. Sifat
ini pula yang harus ada pada “far'un". Haramnya minum khamr
adalah ashal karena ada nash yang menyatakan itu, yaitu firman Allah
SWT :
11
asalan yang tidak bisa dipahami akal. Jadi, setiap sabab pastilah 'illah,
tetapi tidak semua 'illah merupakan sabab.
Dasar qiyas sebagai sumber hukum adalah sebuah.hadits dari Ibnu Abbas
12
Artinya: Dari Ibnu Abbas, seorang perempuan dari kabilah Juhainah
telah datang kepada Nabi. la bertanya, "sesungguhnya ibuku telah bernazar
akan pergi haji tapi ia tidak melaksanakannya sampai wafat". Apakah saya
boleh mengerjakan haji untuk ibuku?" Nabi menjawab, "Ya boleh, kerjakanlah
haji untuknya. Bagaimana pendapatmu kalau ibumu sewaktu wafat meninggalkan
utang, bukankah engkau yang membayarnya? Hendaklah kamu bayar hak Allah
sebab hak Allah lebih utama untuk dipenuhi". (HR. Bukhari).
Dari hadits di atas, dapat dijelaskan bahwa membayar hutang kepada
Allah disamakan dengan hutang kepada manusia. Kalau hutang kepada
manusia saja wajib dibayar, maka hutang kepada Allah juga harus dibayar.
4. Macam-macam Qiyas
13
sebagainya hukumnya Iebih utama. Rasionalnya, berkata "ah" saja dilarang,
apalagi memukulnya. Memukul tentu lebih menyakitkan dibanding berkata
"ah" bukan?
b. Qiyas musawi, yaitu qiyas yang apabila 'illahnya mewajibkan adanya hukum.
Hukum yang ada pada ashal dan hukum yang ada pada cabang nilainya
sama. Contohnya, keharaman memakan harta anak yatim berdasarkan
firman Allah Surah an-Nisa' (4): 10.
c. Qiyas adna yaitu qiyas yang apabila 'illahnya mewajibkan adanya hukum.
Hukum cabang nilainya lebih lemah dari pada hukum ashal. Sebagai
contoh, mengqiyaskan hukum apel kepada gandum dalam hal riba fadl (riba
yang terjadi karena adanya kelebihan dalam tukar-menukar antara dua bahan
kebutuhan pokok atau makanan). Dalam kasus ini, `illah hukumnya adalah baik
14
apel maupun gandum merupakan jenis makanan, yang bisa dimakan dan
ditukar. Namun ada segi yang lain dari 'illah gandum yang tidak terdapat pada
apel, apa itu ? apel tidak makanan pokok. Oleh karenanya, 'illah yang ada
pada apel lebih lemah dibandingkan dengan illat yang ada pada gandum
yang menjadi makanan pokok.
15
3. Fungsi zawajir : sebagai alat penjeraan .
4. Fungsi tandzim wa ishlah al-ummah: penataan organisasi dan
rehabilitasi masyarakat .
5. Fungsi Jawabir : sebagai penebus dosa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam menentukan hukum, islam sangatlah sistematis yang pertama dalam
menentukan hukum islam menggunakan Al-Qur’an terlebih dahulu. Al-Quran
dalam menetapkan hukum tidak memberatkan, memminimalisisr beban dan
berangsur-angsur dalam menetapkan hukum. Kemudian Al-Hadist dan kemudian
ditetapkan dengan Ijma’ dan yang terakhir adalah sumber hukum pelengkap yaitu
Qiyas.
16
DAFTAR PUSTAKA
17
18