Anda di halaman 1dari 18

1

PREEKLAMPSIA BERAT

I. Definisi
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria. Hipertensi ialah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥
140/90 mmHg. Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali
selang 6 jam. Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan tekanan
darah diastolik ≥ 15 mmHg sebagai parameter hipertensi sudah tidak dipakai lagi. 1
Preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.
Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya
perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi
endotel. Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria (3+ dipstick).2
Preeklampsia adalah suatu komplikasi kehamilan secara khas ditandai dengan
serangan baru hipertensi dan proteinuria setelah kehamilan 20 minggu yang
berpengaruh pada ibu dan fetus.3

II. Epidemiologi
Di Indonesia, preeklampsia dan eklampsia adalah penyebab utama kematian ibu
dan bayi. Insiden preeklampsia di seluruh dunia ialah 2%-8%.2
Preeklampsia menyulitkan 2-8% dari semua kehamilan, 15 % menyebabkan
kelahiran preterm. Serta antara 9%-26% penyebab kematian ibu di seluruh dunia.
Dalam penelitian rahasia terbaru tentang kematian maternal di Inggris, tercatat 22
dari 107 kematian maternal dari tahun 2006-2008 terkait preeklampsia dan
eklampsia.4
2

Penelitian mengenai prevalensi preeklampsia dan PEB di Indonesia dilakukan


di Rumah Sakit Denpasar. Pada primigravida frekuensi preeklampsia/eklampsia lebih
tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan insidensi preeklampsia pada primigravida 11,03%.
Angka kematian maternal akibat penyakit ini 8,07% dan angka kematian perinatal
27,42%. Sedangkan pada periode juli 1997 s/d juni 2000 didapatkan 191 kasus
(1,21%) PEB dengan 55 kasus diantaranya dirawat konservatif.

III. Etiologi
Etiologi dan patologi preeklampsia tidak sepenuhnya diketahui namun dikaitkan
dengan disfungsi endotelial secara keseluruhan.2
Disfungsi sel sel endotelial maternal dan aktivasi sirkulasi leukosit dapat juga
melepaskan molekul-molekul inflamasi ke dalam darah pada penderita preeklampsia.
Pada saat hamil terjadi invasi trofoblas ke arteri spiralis maternal. Apabila invasi
tersebut lemah atau tidak terjadi, maka arus darah uteroplasenta rendah dan
menimbulkan sindrom preeklampsia.2
Ada beberapa teori yang dikaitkan sebagai penyebab preeklampsia pada ibu
hamil. Teori kelainan vaskular plasenta, iskemia plasenta, intoleransi imunologik
antara ibu dan janin, adaptasi kardiovaskular, genetik, defisiensi gizi, teori inflamasi.1

IV. Gejala klinis


Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi
disertai proteinuria dan / atau edema setelah kehamilan 20 minggu.
- Hipertensi : sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg. Pengukuran tekanan darah
sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Kenaikan tekanan darah
3

sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan tekanan darah diastolik ≥ 15 mmHg sebagai


parameter hipertensi sudah tidak dipakai lagi.
- Proteinuria: ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1 + dipstik.
- Edema : edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali
edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata. 1
Diagnosis preeklampsia berat ditegakkan berdasar kriteria sebagaimana
tercantum di bawah ini.
- Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg.
Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah
sakit dan sudah menjalani tirah baring.
- Proteinuria lebih dari 5 g/24 jam atau 3+ dalam pemeriksaan kualitatif.
- Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
- Kenaikan kadar kreatinin plasma.
- Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepla, skotoma dan
pandangan kabur.
- Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson).
- Edema paru-paru dan sianosis.
- Hemolisis mikroangiopatik.
- Trombositopenia berat : < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan
cepat.
- Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler): peningkatan kadar alanin dan
aspartate aminotransferase
- Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat.
- Sindrom HELLP. 1
4

V. Faktor risiko
Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
yang dapat dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut:
- Primigravida, primipaternitas
- Hiperplasentosis, misalnya : mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes
melitus, hidrops fetalis, bayi besar
- Umur yang ekstrim
- Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia
- Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
- Obesitas.1,4

VI. Patofisiologi
Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya spasme
pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila spasme arteriolar juga
ditemukan di seluruh tubuh, maka dapat dipahami bahwa tekanan darah yang
meningkat merupakan kompensasi mengatasi kenaikan tahanan perifer agar
oksigenasi jaringan tetap tercukupi. Sedangkan peningkatan berat badan dan edema
yang disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial belum
diketahui penyebabnya. Beberapa literatur menyebutkan bahwa pada preeklampsia
dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan kadar prolaktin yang tinggi dibandingkan
pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma
dan mengatur retensi air serta natrium. Pada preeklampsia permeabilitas pembuluh
darah terhadap protein meningkat.
Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena vasodilatasi
perifer yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol. Hal ini kemungkinan
akibat meningkatnya kadar progesteron di sirkulasi, dan atau menurunnya kadar
5

vasokonstriktor seperti angiotensin II, adrenalin, dan noradrenalin, dan atau


menurunnya respon terhadap zat-zat vasokonstriktor. Semua hal tersebut akan
meningkatkan produksi vasodilator atau prostanoid seperti PGE2 atau PGI2. Pada
trimester ketiga akan terjadi peningkatan tekanan darah yang normal seperti tekanan
darah sebelum hamil.
1. Regulasi volume darah
Pengendalian garam dan homeostasis meningkat pada preeklampsia. Kemampuan
untuk mengeluarkan natrium juga terganggu, tetapi pada derajat mana hal ini
terjadi sangat bervariasi dan pada keadaan berat mungkin tidak dijumpai adanya
edema. Bahkan jika dijumpai edema intersisial, volume plasma adalah lebih
rendah dibandingkan pada wanita hamil normal dan akan terjadi
hemokonsentrasi. Terlebih lagi suatu peningkatan ringan volume plasma dapat
menjadi tanda awal hipertensi.
2. Volume darah, hematokrit, dan viskositas darah
Rata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia dibandingkan hamil
normal, penurunan ini lebih erat hubungannya dengan wanita yang melahirkan
bayi dengan berat bayi lahir rendah (BBLR).
3. Aliran darah di organ-organ
a. Aliran darah di otak
Pada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen berkurang 20%. Hal ini
berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak yang mungkin merupakan
suatu faktor penting dalam terjadinya kejang pada preeklampsia maupun
perdarahan otak.
b. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal
Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang sering menjadi
penanda pada kehamilan muda. Pada preeklampsia arus darah efektif ginjal
6

rata-rata berkurang 20% dari 750 ml menjadi 660 ml/menit, dan filtrasi
glomerulus berkurang rata-rata 30% dari 170 menjadi 120 ml/menit, sehingga
terjadi penurunan filtrasi. Pada kasus berat akan terjadi oliguria, uremia dan
pada sedikit kasus dapat terjadi nekrosis tubular dan kortikal.
Plasenta ternyata membentuk rennin dalam jumlah besar, yang fungsinya
mungkin sebagai cadangan menaikkan tekanan darah dan menjamin perfusi plasenta
yang adekuat, pada kehamilan normal rennin plasma, angiotensinogen,
angiotensinogen II, dan aldosteron meningkat nyata di atas nilai normal wanita tidak
hamil. Perubahan ini merupakan kompensasi akibat meningkatnya kadar progesteron
dalam sirkulasi. Pada kehamilan normal efek progesteron diimbangi oleh rennin,
angotensin, dan aldosteron, tetapi keseimbangan ini tidak terjadi pada preeklampsia.
Diduga dasar terjadinya preeklampsia adalah iskemi uteroplasenter dimana
terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran
perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang. Apabila terjadi hipoperfusi uterus,
akan dihasilkan lebih banyak rennin uterus yang mengakibatkan vasokonstriksi dan
meningkatnya kepekaan pembuluh darah. Di samping itu angotensin menimbulkan
vasodilatasi lokal pada uterus akibat efek prostaglandin sebagai mekanisme
kompensasi dari hipoperfusi uterus.
Laju filtrasi glomerulus dan arus plasma ginjal menurun pada preeklampsia,
tetapi karena hemodinamik pada kehamilan normal meningkat 30% sampai 50%,
nilai pada preeklampsia masih di atas atau sama dengan nilai wanita tidak hamil.
Klirens fraksi asam urat yang menurun, kadang-kadang beberapa minggu sebelum
ada perubahan pada GFR, dan hiperuricemia dapat merupakan gejala awal. Dijumpai
pula peningkatan pengeluaran protein biasanya ringan sampai sedang. Preeklampsia
merupakan penyebab terbesar sindrom nefrotik pada kehamilan.
7

Penurunan hemodinamik ginjal dan peningkatan protein urin adalah bagian


dari lesi morfologi khusus yang melibatkan pembengkakan sel-sel intrakapiler
glomerulus yang merupakan tanda khas patologi ginjal pada preeklampsia.
c. Aliran darah uterus dan choriodesidua
Perubahan arus darah di uterus dan choriodesidua adalah perubahan patofisiologi
terpenting pada preeklampsia, dan mungkin merupakan faktor penentu hasil
kehamilan. Namun yang disayangkan adalah belum ada satu pun metode
pengukuran arus darah yang memuaskan baik di uterus maupun di desidua.
d. Aliran darah di paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya karena edema paru yang
menimbulkan dekompensasi cordis.
e. Aliran darah di mata
Dapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah orbital. Bila terjadi
hal-hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya preeklampsia berat. Gejala lain
yang mengarah ke eklampsia adalah skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini
disebabkan oleh adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di
korteks serebri atau dalam retina.
f. Keseimbangan air dan elektrolit
Terjadi peningkatan kadar gula darah yang meningkat untuk sementara, asam
laktat dan asam organik lainnya, sehingga konvulsi selesai, zat-zat organik
dioksidasi dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan karbon dengan
terbentuknya natrium bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih
kembali.
8

VII. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan.5

VIII. Diagnosis Banding


1. Hipertensi gestasional
2. Hipertensi kronik
3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia.5

IX. Penatalaksanaan
Preeklamsia ringan
Rawat jalan.
Dianjurakan ibu hamil banyak istirahat (berbaring/tidur miring), tetapi tidak
harus mutlak tirah baring.
Sikap terhadap penyakitnya : Terapi medikamentosa
Sikap terhadap kehamilannya :
- Apakah kehamilan diteruskan sampai aterm disebut konservatif atau ekspektatif.
- Apakah kehamilan akan diakhiri (diterminasi) disebut aktif atau agresif.
Pada umur kehamilan di atas 20 minggu, tirah baring dengan posisi miring
menghilangkan tekanan rahim pada V. kava inferior, sehingga meningkatkan aliran
darah balik dan akan menambah curah jantung. Hal ini berarti pula meningkatkan
aliran darah ke organ-organ vital. Penambahan aliran darah ke ginjal akan
meningkatkan filtrasi glomeruli dan meningkatkan diuresis. Diuresis dengan
sendirinya meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas kardiovaskular,
sehingga mengurangi vasospasme.
9

Diet diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam secukupnya, dan
roboransia prenatal. Dilakukan pemeriksaan lab Hb, hematokrit, fungsi hati, urin
lengkap, fungsi ginjal.
Rawat inap
- Bila tidak ada perbaikan tekanan darah dan kadar proteinuria selama 2 minggu.
- Adanya satu atau lebih gejala preeklampsia berat.
Preeklampsia berat
Sikap terhadap penyakitnya : Terapi medikamentosa
Sikap terhadap kehamilannya : Aktif : Manajemen agresif, kehamilan diakhiri
(terminasi) setiap saat bila keadaan hemodinamika sudah stabil.
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat
inap dan dianjurkan tirah baring miring ke sisi kiri.
Berdasarkan Cochrane Review atas 40 studi evaluasi yang melibatkan 3.797
perempuan hamil dengan preeklampsia, Duley menyimpulkan, bahwa pemberian
antihipertensi pada preeklampsia ringan maupun berat tidak jelas kegunaannya. Di
sisi lain Henderson, dalam Cochrane Review, juga meneliti 24 uji klinik yang
melibatkan 2.949 ibu dengan hipertensi dalam kehamilan, menyimpulkan bhwa
sampai didapatkan bukti yang lebih teruji, maka pemberian jenis antihipertensi,
diserahkan kepada para klinikus masing-masing, yang tergantung pengalaman dan
pengenalan dengan obat tersebut. Ini berarti hingga sekarang belum ada antihipertensi
yang terbaik untuk pengobatan hipertensi dalam kehamilan.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Indonesia adalah:
- Nifedipin
Dosis awal 10-20 mg, diulangi 30 menit bila perlu. Dosis maksimun 120 mg per
24 jam.
10

Nifedipin tidak boleh diberikan sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat,
sehingga hanya boleh diberikan per oral.
Obat antihipertensi lain adalah labetalol injeksi, suatu alfa 1 bloker, non selektif
beta bloker. Obat-obat antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di
Indonesia ialah klonidine (catapres). Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc.
klonidin 1 ampul dilarutkan dalam 10 cc larutan garam faali atau larutan air untuk
suntikan.
Pemberian obat antikejang;
- MgSO4
- Diazepam
- Fenitoin
Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif dibanding
fenitoin, berdasar Cochrane reveiew terhadap enam uji klinik, yang melibatkan 897
penderita eklampsia.
Obat antikejang yang paling banyak dipakai di Indonesia adalah magnesium
sulfat, efeknya menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat
saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular
membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium
akan menggeser kalsium, sehingga rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetisi
inhibition antaran ion kalsium dan ion magnesium).

Cara pemberian MgSO4:


Magnesium sulfat regimen
 Loading dose : initial dose
4 gram MgSO4 intravena (40% dalam 10 cc aquades) selama 15 menit.
 Maintenance dose
11

Diberikan infuse 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam; atau diberikan 4 atau 5 gram
im. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram im tiap 4-6 jam.
 Syarat-syarat pemberian MgSO4
- Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas
(Ca Glukonas) 10%=1 g (10% dalam 10 cc) diberikan iv 3 menit.
- Reflex patella +
- Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tada distress napas
- Urin output 1 cc/kg BB/ jam
 MgSO4 dihentikan bila:
- Ada tanda-tanda intoksikasi :
- Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir.
 Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
- Dosis terapeutik 4-7 mEq/liter 4,8-8,4 mg/dL
- Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter 12 mg/dL
- Terhentinya pernapasan 15 mEq/liter 18 mg/dL
- Terhentinya jantung >30 mEq/liter >36 mg/dL
Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan risiko kematian ibu dan
didapatkan 50% dari pemberiaanya menimbulkan efek flushes (rasa panas). Bila
terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4 maka diberikan salah satu obat berikut :
thiopental sodium, sodium amobarbital, diazepam, fenitoin. Diuretikum tidak diberi
secaran rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah jantung kongestif atau
anasarka. Diuretikum yang dipakai adalah furosemid.
Pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat hipovolemia,
memperburuk perfusi utero-plasenta, meningkatkan hemokonsentrasi, menimbulkan
dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat janin.5
12

X. Komplikasi
- Sindrom HELP
- Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat
- Edema paru
- Kematian janin
- Koma
- Kematian ibu5

XI Prognosis
Prognosis pada umumnya dubia ad bonam baik bagi ibu maupun janin.
13

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis dengan G1P0A0 usia kehamilan 29-30
minggu + preeklamsia berat. Penyebab preeklamsia tidak sepenuhnya diketahui
namun dikaitkan dengan disfungsi endothelial secara keseluruhan. Ada beberapa
faktor risiko terjadinya preeklamsia yaitu Primigravida, primipaternitas,
hiperplasentosis, umur yang ekstrim, riwayat keluarga pernah
preeklampsia/eklampsia, penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada
sebelum hamil, obesitas. Faktor risiko terjadinya preeclampsia berat pada pasien ini
ialah primigravida dan usia yang ekstrim, dimana saat ini merupakan kehamilan
14

pertama bagi pasien. Umur yang ekstrim ialah <20 tahun dan >35 tahun. Pasien
dikehamilan pertama ini diketahui berusia 19 tahun.
Keluhan yang dirasakan pasien ialah sakit kepala dan edema pada kedua kaki
dan dari pemeriksaan fisik ditemukan TD 170/100, proteinuria +3. Gejala tersebut
masuk dalam kriteria preeklamsi berat, yaitu menurut literatur termasuk preeclampsia
berat apabila tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110
mmHg. Proteinuria lebih dari 5 g/24 jam atau 3 + dalam pemeriksaan kualitatif.1,5
Penanganan pada pasien ini diberikan MgSO4 yang berfungsi sebagai
antikejang dan obat-obatan antihipertensi serta dilakukan observasi adanya tanda-
tanda impending eklampsia dan konsul bagian penyakit dalam. Sebelum pemberian
MgSO4 telah dipastikan terlebih dahulu bahwa kateter urin terpasang dan urin output
>1cc/kgBB/jam, reflex patella +, pernapasan normal, dan tersedia Ca Glukonas di
apotek RSUD Kabelota. Terapi ini sesuai teori dimana penanganan preeklampsia
berat yaitu initial dose 4 gram MgSO4 intravena (40% dalam 10 cc aquades) selama
15 menit. Selanjutnya maintenance dose diberikan infus 6 gram dalam larutan
Ringer/6 jam; atau diberikan 4 atau 5 gram im. Selanjutnya maintenance dose
diberikan 4 gram im tiap 4-6 jam. Adapun dosis pemberian antidotum MgSO4, bila
terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas (Ca Glukonas) 10%=1 g (10% dalam 10
cc) diberikan iv 3 menit.1,5
15

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, S, Dkk, 2014, Ilmu Kebidanan, PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo, Jakarta.
2. Pasaribu, HP, Hariman H, Roeshadi RH, Koh SCL, 2016, soluble vascular
cell adhesion molecule-1 and magnesium sulfate with nifedipine treatment in
Indonesia woman with severe pre-eclampsia, international medicine &
applied science, 8(3):97-102.
3. Zakiyah N, Postma MJ, Baker PN, et al, 2015, pre-eclampsia Diagnosis and
Treatment Options:A Review of Published Economic Assessments,
Pharmacoeconomics, 2015; 33 (10): 1069-1082.
4. Townsend R, O’Brien P, Khalil A, 2016, Current Best practice in the
management of hypertensive disorders in pregnancy, Dovepress, United
State.
5. Permenkes, 2015, panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama.
16
17

XI. Etiologi
Etiologi dan patologi preeklamsia tidak sepenuhnya diketahui namun dikaitkan
dengan disfungsi endothelial secara keseluruhan.2
18

Disfungsi sel sel endothelial maternal dan aktivasi sirkulasi leukosit dapat juga
melepaskan molekul-molekul inflamasi ke dalam darah pada penderita preeklamsia.
Sitokin menginduksi aktivasi sel endothelial mengarah pada ekspresi molekul adhesi
pada permukaan endothelial, dan tingkat perubahan tergantung pada konsentrasi
sitokin. Peningkatan tingkat sVCAM-1 menggunakan metode suspensi multipleks
telah dilaporkan pada preeklamsia. Plasenta diketahui menjadi sumber utama
peredaran sitokin inflamasi pada preeklamsia. Molekul adesi berperan penting dalam
interaksi sel endothelial dan leukosit, dan yang ditingkatkan tingkat dipercaya sebagai
indicator disfungsi endothelial pada preeklamsia.2

Anda mungkin juga menyukai