Anda di halaman 1dari 11

1.

Sistem indra
a. Pterigium
b. Level SKDI 3A
c. Sistem indra
d. Perbandingan jenis kelamin lebih sering pada laki laki
e. Perbandingan usia >40 tahun lebih beresiko
f. Etiologi
idiopatik
g. Faktor resiko
- Terpapar sinar UV berlebihan
- Aktivitas luar ruangan
h. Gejala
- Mata terasa mengganjal
- Pandangan kabur
- Mata merah
i. Tanda
- Terdapat jaringan fibrovaskuler di antara kornea dan konjungtiva
- Visus turun
- Injeksi konjungtiva
j. Pemeriksaan penunjang
Tidak dilakukan
k. Diagnosis banding
- Pseudopterigium
- Pinguecula
- Skuamous cell carcinoma konjungtiva
l. Terapi awal
Edukasi pasien untuk mengurangi pajanan sinar UV
Rujuk ke spesialis mata
m. Referensi
Fisher, JP. 2018. Pterygium, in emedicine.medscape.com. accessed on 21 January
2019
a. Rhinitis medikamentosa
b. Level SKDI 3A
c. Sistem indra
d. Perbandingan jenis kelamin sama antara laki laki dan perempuan
e. Perbandingan usia dewasa muda
f. Etiologi
Penggunaan vasokonstriktor topikal dalam jangka waktu lama
g. Faktor resiko
Penggunaan vasokonstriktor topikal dalam jangka waktu lama
h. Gejala
- Hidung tersumbat
- Hidung berair
i. Tanda
- Edema konka
- Hipertrofi konka
- Sekret berlebihan
j. Pemeriksaan penunjang
Darah lengkap (menyingkirkan kemungkinan alergi(eosinofil))
Skin prick test (menyingkirkan kemungkinan alergi)
k. Diagnosis banding
- Rinitis alergi
- Rinitis vasomotor
- Rinitis virus
l. Terapi awal
- Hentikan obat
- Kortikosteroid topikal
o Budesonide 1-2 x/hari dengan dosis 100-200 mcg/hari. Dosis dapat
ditingkatkan sampai 400 mcg/hari. Selama 2 minggu
R/ budesonide nasal spray no I
S oue £
- Dekongestan oral
o Pseudoefedrin 60 mg maksimal 240mg/hari
R/ Pseudoefedrin tab 60 mg no XXI
S3dd1 £
- Rujuk jika tidak ada perbaikan setelah 3 minggu
m. Referensi
Irawati N, Niken L, Elise, K. 2012. Rinitis Vasomotor dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai penerbit FK UI
a. Kolesteatoma
b. Level SKDI 1
c. Sistem indra
d. Perbandingan jenis kelamin tidak ada data
e. Perbandingan usia tidak ada data
f. Etiologi
- Didapat
- Otitis media
- Trauma
- Kongenital
g. Faktor resiko
Riwayat otitis media
h. Gejala
- Keluar cairan dari telinga
- Tidak nyeri
- Ketulian
- Pusing
i. Tanda
- Conductive hearing loss
- Terdapat jaringan granulasi pada liang telinga dan telinga tengah
j. Pemeriksaan penunjang
- Audiometri
k. Referensi
Roland, PS. 2018. Cholesteatoma, in emedicine.medscape.com. accessed on 7
January 2019
a. Chorioretinitis
b. Level SKDI 1
c. Sistem indra
d. Perbandingan jenis kelamin tidak ada data
e. Perbandingan usia tidak ada data
f. Etiologi
- Infeksi virus
- Infeksi jamur
- Infeksi protozoa
- Penyakit autoimun
g. Faktor resiko
- Riwayat penyakit autoimun
- Riwayat maternal terinfeksi toxoplasma
- Riwayat konsumsi obat imunosupresan
h. Gejala
- Penglihatan kabur
- Melihat bintik terbang
- Nyeri pada mata
- Fotofobia
- Mata merah
i. Tanda
- Pemeriksaan ophtalmologi didapatkan kelainan pada lensa, uvea dan retina
- Keluarnya exudat
j. Pemeriksaan penunjang
- Penurunan kadar trombosit, eritrosit, dan leukosit
- Pemeriksaan sesuai kecurigaan etiologi
k. Referensi
Roque MR. 2014. Chorioretinitis, in emedicine.medscape.com. accessed on 7 January
2019
a. Perdarahan vitreous
b. Level SKDI 1
c. Sistem indra
d. Perbandingan jenis kelamin
e. Perbandingan usia
f. Etiologi
- Pembuluh darah abnormal
- Pecahnya pembuluh darah normal
- Darah dari sumber lain
g. Faktor resiko
- Riwayat trauma
- Riwayat operasi mata
- Diabetes
h. Gejala
- Mata kabur atau berasap
- Fotopsia (terasa seperti ada kilatan)
- Floaters (terasa seperti ada bayangan hitam yang mengikuti gerakan bola mata)
i. Tanda
- Perdarahan pada pemeriksaan segmen anterior dan posterior

j. Pemeriksaan penunjang
- Cukup dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik
k. Referensi
- Herman D et al. Vitreous hemorrhage. In: American Academy of Opthalmology:
Retina and Vitreous. 2014
- Brian A et al. Vitreous hemorrhage. In: emedicine.medscape.com
/article/1230216. 2015. Accessed on 7 January 2019
1. Sistem indra
a. Enteropion
b. Level SKDI 2
c. Sistem indra
d. Perbandingan jenis kelamin tidak ada data
e. Perbandingan usia lebih sering pada orang tua
f. Etiologi
- Infeksi
- Degenerasi
- Trauma
- kongenital
g. Faktor resiko
- Usia tua
- Riwayat trauma
- Kongenital
h. Gejala
- Perasaan mengganjal pada mata
- Nyeri pada mata
- Silau
- Mata merah
- Pandangan kabur
- Kelopak mata menjadi keras
i. Tanda
- Palpebra terdapat tanda inflamasi
- Trikiasis/distikiasis
- Injeksi konjungtiva/silier
- Blefarospasme
- Sikatriks pada konjungtiva
- Abrasi, neovaskularisasi dan penipisan kornea
j. Pemeriksaan penunjang
- tes snapback, dengan cara menarik kelopak mata dengan hati-hati ke arah
luar lalu dilihat apakah dapat kembali ke posisi semula, biasanya tidak
menimbulkan rasa sakit.
- medial canthal laxity test, dengan menarik palpebra inferior ke sebelah
lateral dari kantus media. Pergeseran normal berkisar antara 0-1 mm untuk
kantus medial
- lateral canthal laxity test, dengan menarik palpebra inferior ke sebelah
medial dari kantus lateral. Pergeseran normal berkisar antara 0-2 mm
untuk kantus lateral
- schimer test
- flouresin test
- histopatologi
k. Referensi
Reza Y. 2018. Diagnosis dan tatalaksana entropion dalam CDK-261/ vol. 45
no. 2 th. 2018
a. Afakia kongenital
b. Level SKDI 2
c. Sistem indra
d. Perbandingan jenis kelamin tidak ada data
e. Perbandingan usia pada bayi
f. Etiologi
- Mutasi pada gen PAX6 dan
- Anomali perkembangan okular
- Infeksi rubella
g. Faktor resiko
- Riwayat keluarga
- Riwayat infeksi rubella saat kehamilan
h. Gejala
- Mata bayi tampak berbeda
- Gangguan tumbuh kembang
i. Tanda
- Mikroftalmos
- Aplasia segmen anterior
- Penurunan visus
- Aniridia
- Katarak
j. Pemeriksaan penunjang
Biasanya cukup dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik
k. Referensi
Ionescu C, Dascalescu D, Cristea M, et al. Secondary congenital
aphakia. Rom J Ophthalmol. 2016;60(1):37-9.

Anda mungkin juga menyukai