PENDAHULUAN
Susu merupakan bahan pangan yang mengandung zat nutrisi seperti air,
lemak, protein, karbohidrat, mineral dan vitamin. Berdasarkan susunan zat tersebut
menyebabkan susu termasuk salah satu media yang baik untuk tumbuhnya
mikroorganisme sehingga susu mudah rusak. Salah satu upaya untuk mengatasinya
efisien dan ekonomis, yaitu mengolah susu menjadi tahu susu (Saleh, 2004).
Indonesia dan menjadi konsumsi masyarakat luas, baik sebagai lauk maupun
memanfaatkan bahan dasar susu sapi sehingga menghasilkan produk olahan tahu
susu. Menurut Winarno (2008) tahu susu yang dibuat dari susu segar mempunyai
kadar air 61,51% ; kadar abu 5,98%; kadar protein 46,25%; kadar lemak 35,07%.
Nilai gizi di atas menunjukkan bahwa tahu susu merupakan bahan makanan yang
bergizi untuk di konsumsi dibandingkan dengan tahu berbahan dasar kedelai yang
hanya mengandung 7,8% protein. Daya simpan tahu susu lebih lama dibandingkan
susu segar, hal ini disebabkan karena proses pembuatan tahu susu dilakukan
Pada proses pembuatan tahu susu tidak jauh berbeda dengan pembuatan
akan diperoleh bubur tahu yang dapat dicetak (Suprapti, 2005). Penggumpalan
1
protein susu dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan pemberian
larutan kitosan.
menghilangkan mineral dan sisa-sisa protein yang terkandung dalam bahan baku.
Kitosan mempunyai rektifitas kimia yang tinggi, sifat inilah yang menyebabkan
kitosan mampu mengikat air dan minyak. Kemampuan tersebut membuat kitosan
dapat digunakan sebagai bahan pengental atau pembentuk gel yang sangat baik,
lemak, asam empedu dan fospolipid. Menurut Synowiecki dkk. (2003) kitosan
2
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian beberapa
level larutan chitosan yang digunakan sebagai bahan koagulan pada pembuatan
tahu terhadap kualitas tahu susu yang dimanifestasikan dalam kadar protein, kadar
lemak dan organoleptik. Manfaat penelitian ini adalah sebagai referensi bahwa
pengaruh yang nyata terhadap kadar protein, kadar lemak dan organoleptik tahu
susu.
3
2.1 Susu
Susu adalah hasil sekresi dari kelenjar mamae atau kelenjar mamalia baik
binatang maupun manusia. Susu dapat dikonsumsi dalam bentuk susu segar
maupun dalam bentuk produk olahan. Binatang yang paling banyak diambil
susunya untuk dikonsumsi adalah sapi, kerbau, kambing, dan domba (Walstra,
Kualitas fisik dan kimia susu sapi segar dipengaruhi oleh faktor bangsa sapi
Anand, 2009). Susu segar mempunyai sifat ampoter, artinya dapat bersifat asam
dan basa sekaligus. Jika diberi kertas lakmus biru, maka warnanya akan menjadi
merah, sebaliknya jika diberi kertas lakmus merah warnanya akan berubah
menjadi biru. Potensial ion hydrogen (pH) susu segar terletak antara 6.5 – 6.7. Jika
dititrasi dengan alkali dan katalisator penolptalin, total asam dalam susu diketahui
hanya 0.10 – 0.26 % saja. Sebagian besar asam yang ada dalam susu adalah asam
Klasifikasi susu segar didasarkan dengan jumlah bakteri dalam susu dibagi
menjadi tiga kelas. Susu kelas A berasal dari sapi yang sehat dan memenuhi
4
sanitasi yang telah ditentukan. Kandungan bakteri sebelum dipasteurisasi
kandungan bakteri tidak boleh lebih dari 300.000/ml, apabila sudah dipasteurisasi
kandungan bakterinya tidak boleh lebih dari 20.000/ml. Susu kelas B, sebelum
kandungan bakteri setelah pasteurisasi tidak boleh lebih dari 50.000/ml. Susu kelas
C adalah susu yang tidak memenuhi syarat kelas B. Biasanya kelas ini disebabkan
oleh sanitasi yang kurang baik dan tidak memenuhi syarat (Soeparno, Rihastuti,
pemasaran dan transportasi, sekaligus meningkatkan nilai tukar dan daya guna
yang dapat dibuat dari bahan baku susu. Antara lain jenis produk susu yang sudah
dikenal di kalangan masyarakat adalah es krim, susu bubuk, susu kental, mentega,
keju, tahu susu, yoghurt yang dihasilkan melalui proses homogenisasi, sterilisasi,
penyaringan kedelai yang telah digiling dengan penambahan air (Sarwono dan
Saragih, 2006). Menurut Dewanti (2000) tahu susu merupakan hasil olahan air
susu yang mempunyai bentuk dan warna mirip tahu kedelai namun teksturnya
(kekenyalan) lebih halus dan baunya lebih menyerupai bau keju. Tahu susu dapat
5
dibuat dari susu segar. Untuk pembuatan tahu susu diperlukan enzim proteolitik
untuk menggumpalkan susu. Pembuatan tahu susu pada prinsipnya adalah sama
dengan pembuatan tahu dari kacang kedelai bahkan lebih singkat waktu
Tahu bersifat mudah rusak. Pada kondisi normal (suhu kamar) daya
tahannya rata-rata sekitar 1 – 2 hari saja. Setelah lebih dari batas tersebut rasanya
menjadi asam dan terjadi penyimpangan warna, aroma, dan tekstur sehingga tidak
layak untuk dikonsumsi. Hal ini disebabkan oleh kadar air dan protein tahu relatif
tinggi, masing-masing 61,51 persen dan 46,25 persen. Tahu mengandung lemak
35,07 persen dan abu 5,98 persen. Dengan komposisi nutrisi tersebut, tahu
penggumpal asam (asam laktat, asam asetat) (Anggraini et al., 2013). Selain itu ada
beberapa faktor lain yang mempengaruhi mutu tahu yaitu adanya bakteri yang
tahan panas seperti golongan pembentuk spora dan bersifat termodurik, adanya
bakteri kontaminan yang mencemari tahu pada saat proses pembuatan tahu sampai
6
selesai, suhu penyimpanan dan adanya enzim tahan panas yang dihasilkan oleh
jenis mikroba tertentu yang dapat menghidrolisis lemak tahu (Mustafa, 2006).
yaitu SNI Nomer. 01-3142-1998. Standar ini meliputi beberapa parameter yang
mempengaruhi mutu tahu, hal ini dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:
adanya korelasi yang kompleks pada variabel sifat kimia (total padatan, pH,
volume) susu, tipe, jumlah dan konsentrasi penggumpal, metode penambahan dan
salah satu faktor yang berpengaruh terhadap rendemen dan kualitas tahu. Bahan
penggumpal susu pada pembuatan tahu terdapat beberapa tipe. Di Indonesia, tipe
penggumpal asam banyak digunakan oleh sentra industri tahu (Susanti, 1999).
7
Secara umum, ada tiga jenis koagulan yang dapat digunakan dalam
koagulasi protein pada tahu yaitu: garam (CaCl2, CaSO4, MgCl2), proteinase dan
tentang penggunaan bahan-bahan alami sebagai koagulan pada produksi tahu telah
ekstrak Rosella, ekstrak daun Calotropis procera dan fermentasi tepung jagung
(Fasoyiro, 2014), koagulan withania (Sarani et al., 2014), bubuk cangkang kerang
(Kim et al., 2007), jeruk nipis (Citrus aurantifolia) Sementara itu, chitosan
Asam asetat memiliki nama lain yang dikenal sebagai asam cuka atau
asam etanoat. Asam asetat sendiri merupakan senyawa kimia asam organik yaitu
asam karboksilat yang sering digunakan dalam pemberi rasa dan aroma dalam
makanan. Rumus kimia dari asam asetat adalah CH3-COOH, CH3COOH atau
CH3CO2H. Bentuk murni asam atetat adalah asam asetat glacial yang memiliki
ciri-ciri tidak berwarna, mudah terbakar (titik beku 17°C dan titik didih 118°C),
mampu bercampur dengan air dan pelarut organik. Asam asetat glacial sangat
korosif terhadap jaringan lain suatu molekul asam asetat yang mengandung gugus
–OH dan akan membentuk ikatan hidrogen dengan air apabila dalam bentuk cair
dan banyak pelarut organik (Hewitt, 2003). Menurut Kohar (2004), asam asetat
8
tergolong asam lemah yang terionisasi di dalam air tetapi keasaman asam asetat
Asam asetat merupakan pelarut protik hidrofilik (polar). Asam asetat ini
akan mudah bercampur dengan pelarut polar atau nonpolar seperti air, kloroform
dan heksana (Hart, 2003). Asam asetat mudah menguap di udara terbuka, mudah
terbakar dan mengakibatkan korosif pada logam. Apabila asam asetat akan
Pembuatan asam asetat ini biasanya dengan fermentasi alkohol oleh bakteri
molekul 60,05. Menurut Hart (2003), asam asetat tergolong dalam asam organik
yang dapat dibuat dengan berbagai cara, yaitu: oksidasi alkohol primer atau
aldehid, oksidasi rantai samping alkil pada cincin aromatik, dengan karbon
2.4. Kitosan
Pengubahan molekul kitin menjadi kitosan diperoleh dengan cara mengubah gugus
asetamida (–NHCOCH) pada kitin menjadi gugus amina (–NH3) pada kitosan.
Proses penghilangan gugus asetil pada kitin untuk mengubah kitin menjadi kitosan
dapat dilakukan dengan menggunakan larutan basa pekat (Yoshida et al., 2009).
9
Ukuran yang menyatakan besarnya penghilangan gugus asetil pada gugus
kitin ini bertujuan untuk menghilangkan gugus asetil. Proses deasetilasi dilakukan
sebesar 1:10 (g/mL). Proses tersebut dilakukan selama 30 menit atau lebih. Hasil
oven pada suhu 60oC selama 24 jam untuk mendapatkan kitosan kering.
10
Zat yang Penambahan HCl 2 N NaOH 50 %
Ditamba NaOH 7% (NaOH (terbentuk (merusak zat
hkan tak berwarna gelembung gas warna).
menjadi coklat dan artinya ada CO2
terbentuk yang terbentuk)
endapan)
Pengurangan 42,65% (Tanda 62,18% 7,078%
Massa proses (menunjukkan (mengalami
penghilangan larutnya mineral deasetilasi)
protein dari kulit pada crude
udang) chitin)
Hasil akhir Crude Chitin Kitin Kitosan
Sumber : (Widarta,2004)
demikian apabila organisme sedang kekurangan energi, maka protein dapat juga
dipakai sebagai sumber energi (Sudarmadji dalam Ina, Hasnelly dan Mega, 2006)
11
kadar protein tertinggi. Perlakuan panas dapat memberikan pengaruh yang
stabilisator protein, daya emulsifier, dan terjadi penurunan nilai gizi (Winarno,
2002).
karbohidrat dan protein. Satu minyak dan lemak dapat menghasilkan 9 kkal/gram,
berbeda-beda. Tetapi minyak dan lemak sering kali ditambahkan dengan sengaja
Lemak berbeda dengan karbohidrat dan protein karena tidak terdiri dari
2,25 kali dari jumlah kalori yang dihasilkan oleh protein atau karbohidrat. Lemak
vitamin- vitamin yang larut dalam lemak yaitu A, D, E, K, sterol seperti zoo sterol
(dalam lemak hewan) dan fitosterol (dalam lemak sayuran), fosfolida yang
bersifat sebagai zat pengemulsi dengan protein, yaitu lipoprotein atau dengan
mengakibatkan bau tengik pada lemak atau minyak. Oksidasi biasanya dimulai
12
dengan pembentukannya, tingkat selanjutnya ialah terurainya asam- asam lemak
bebas. Pengujian asam lemak bebas dalam tahu susu Produksi asam lemak bebas
disebabkan oleh enzim pada umumnya, yaitu berada dalam jaringan lemak yang
pada rangsangan sensorik pada organ indera (Soekarto, 1985). Uji organoleptik
sering disebut juga dengan penilaian sensorik atau penilaian indera, yang
diartikan sebagai suatu cara penilaian yang memanfaatkan panca indera manusia
untuk mengamati tekstur, warna, bentuk, aroma dan rasa suatu produk makanan,
minuman ataupun obat. Pengujian ini penting untuk pengembangan produk yang
dihasilkan.
atau alat. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis. Dalam penilaian
organoleptik dikenal tujuh jenis panel, yaitu panel terlatih, panel agak terlatih,
panel tidak terlatih, panel perorangan, panel terbatas, panel konsumen dan panel
13
Dalam penelitian ini digunakan uji hedonik atau disebut juga dengan uji
pribadinya tentang suka atau tidak suka terhadap produk yang diuji. Tingkat
kesukaan ini disebut juga dengan skala hedonik, misalnya sangat suka, suka,
tidak suka dan sangat tidak suka. Skala hedonik ditransformasikan menjadi skala
numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan. Adanya skala hedonik,
secara tidak langsung uji ini dapat digunakan untuk mengetahui adanya
14
III. MATERI DAN METODE PENELITIAN
Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain susu sapi segar
Susu sebanyak 4 perlakuan dan 5 ulangan. Asam cuka diperoleh dari pasar
di daerah Indramayu.
Alat yang digunakan untuk penelitian antara lain pisau, cetakan tahu, kain
ukur, magnetik stirer, neraca analitik, cawan porselen, cawan petri, gelas ukur,
Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 4 perlakuan dengan 5 ulangan. Dimana
B : Pemberian kitosan 1%
15
C : Pemberian kitosan 1,5%
D : Pemberian kitosan 2%
(1991) adalah:
Yij = μ + αi + βj + Eij
Keterangan :
Yij = hasil pengamatan dari unit percobaan yang mendapat perlakuan ke (i)
ulangan ke (j)
Eij = pengaruh sisa dari unit percobaan yang mendapat perlakuan ke (i) dan
kelompok ke (j)
Perlakuan
Ulangan Total Rata-rata
A B C D
1 Y11 Y21 Y31 Y41 ∑ Y11-Y41 𝑌̅Y11-41
2 Y12 Y22 Y32 Y42 ∑ Y12-Y42 𝑌̅ Y12-42
3 Y13 Y23 Y33 Y43 ∑ Y13-Y43 𝑌̅ Y13-43
4 Y14 Y24 Y34 Y44 ∑ Y14-Y44 𝑌̅ Y41-44
5 Y15 Y25 Y35 Y45
Total ∑ Y1 ∑ Y2 ∑ Y3 ∑ Y4 ∑Y…
Rataan 𝑌̅ 1 𝑌̅ 2 𝑌̅ 3 𝑌̅ 4 𝑌̅
16
Menurut Steel dan Torrie (1991) jika antar perlakuan berbeda nyata
(P<0,05) dan berbeda sangat nyata (P<0,01) maka dilakukan uji lanjut dengan
F tabel
SK DB JK KT Fhit
0.05 0.01
Perlakuan t-1= JKP KJP/db KTP/KTS
Kelompok n-1=3 JKK JKK/db KTK/KTS
Sisa JKS JKS/db
Total (t-1)(n-1) JKT
tn-1= 19
1) Tahap destruksi
kemudian didinginkan.
2) Tahap destilasi
17
3. Mengambil 25 ml larutan sampel lalu ditambahkan 25 ml NaOH 30%
4. Panaskan larutan (2/3 tersuling) hingga semua N dari cairan yang ada
dalam labu tertangkap oleh H2SO4 0,05 N yang terlebih dahulu dicampur
3) Tahap titrasi
(misalkan X ml).
(misalkan Y ml).
Rumusnya yaitu :
Kadar Protein :
Keterangan :
N = Normalitas NaOH
0,014 = Konstanta
18
b. Uji Kadar Lemak (Sudarmadji et al,. 1997)
sebagai berikut :
a. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram lalu dibungkus dengan kertas lemak dan
b. Setelah itu dikeluarkan dalam oven dan ditimbang dalam keadaan panas-panas
c. Lalu diekstraksi dalam benzena selama 16 jam sampai benzena dalam soxhlet
akan menguap).
d. Kemudian dikeringkan dalam oven selama 1 jam dengan suhu 105-110oC dan
Dengan perhitungan :
𝑏−𝑎
Kadar Lemak (%) = x 100%
𝑐
Keterangan:
Uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan (uji hedonik) yaitu
uji untuk melihat tingkat kesukaan panelis terhadap suatu produk. Uji ini
dilakukan oleh 25 orang panelis terdiri dari 20 mahasiswa dan 5 orang dosen.
Atribut yang dinilai pada uji organoleptik antara rasa dan warna yang terdiri dari
19
5 skala hedonik pada setiap atribut yang dinilai, yaitu (1) sangat tidak suka, (2)
tidak suka, (3) netral, (4) suka dan (5) sangat suka.
diberikan.
2008)
labu ukur.
20
Rumusnya:
V1 x K1 = V2 x K2
V1 x 25 = 100 ml x 2
V1 = 200/25
V1 = 8 ml
2008)
Asam cuka 8 ml
Labu ukur
Homogenkan
Larutan kitosan 0,5%, 1%, 1,5% dan 2% dibuat dengan cara mula-mula
serbuk kitosan ditimbang sebanyak 0,5 gram, 1 gram, 1,5 gram, dan 2
21
gram lalu dicampurkan kedalam larutan asam cuka 2 % dan dilarutkan dengan
Pembuatan tahu susu dimulai dengan menyediakan susu sapi yang disaring
hal ini untuk memisahkan dengan kotoran kemudian dipanaskan pada suhu 72 oC
diaduk serta dilakukan penambahan bahan penggumpal pada susu dengan suhu
konsentrasi 0,5%, 1%, 1,5% dan 2% kemudian disaring untuk memisahkan hasil
gumpalan tahu susu dengan whey susu untuk mendapatkan gumpalan protein
22
menit kemudian tahu susu dipotong dengan ukuran 5x5 cm, produk tahu susu
siap saji.
Susu sapi
Kotoran
Penyaringan
Pengadukan
Terjadi koagulasi
Whey
Pemotongan tahu
23
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian
Peternakan dan di Laborotorium Kimia Universitas Andalas Padang dari bulan ...
24
DAFTAR PUSTAKA
Aryanti, dkk. 2016. Karakteristik Dan Analisis Sensorik Produk Tahu Dengan
Koagulan Alami. Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia Universitas
Diponegoro, Semarang.
Chang, K. L. B., Lin, Y-S., Chen, R-H., 2003. The Effect of Chitosan on the Gel
Properties of Tofu (Soybean Curd). Journal of Food Engineering, 57, pp.
315–319.
Fasoyiro, S.B., 2014. Physical, Chemical and Sensory Qualities of Roselle Water
Extractcoagulated Tofu Compared with Tofu from Two Natural
Coagulants. Nigerian Food Journal., 32(1), pp. 97 – 102.
Hart . H. Craine. L.E. and Hart. D.J. 2003. Kimia Organik. Edisi
Kesebelas. Erlangga. Jakarta.
25
Ilmiah. Diploma 3 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Kim, Y.S., Choi, Y. M., Noh, D. O., Cho, S. Y., Suh, H. J., 2007. The Effect of
Oyster Shell Powder on the Extension of the Shelf Life of Tofu. Food
Chemistry. 103, pp. 155–160.
Lee, C.-Y., and Kuo, M.-I., 2011. Effect of γ -polyglutamate on the Rheological
Properties and Microstructure of Tofu. Food Hydrocolloid. 25, pp.1034–
1040.
26
Rokhayati, U.A. 2011. Pengaruh Penggunaan Asam Cuka dan Substitusi Susu
Kedelai terhadap Bau Tahu Susu. Inovasi. 08(01):113-122.
Saleh, E. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Medan (ID):
USU Digital Library.
Sarani, R., Mohtadi, J. and Jafar, M. A., 2014. The effect of Withania coagulans
as a coagulant on the quality and sensorial properties of Tofu. African
Journal of Food Science, 8(3), pp. 112-115.
Sarwono, B., Saragih, Y.P. 2006. Membuat Aneka Tahu (Cetakan 6). Jakarta:
Penebar Swadaya.
Soekarto. 1985. Penilaian organoleptik untuk industri pangan dan hasil pertanian.
Pusat Pengembangan Teknologi Pangan, IPB, Bogor.
Sudarmadji. S., Haryono. B., dan Suhardi, 1997, “Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian”, PAU Pangan dan Gizi Universitas Gaja Mada,
Yogyakarta.
Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi: Edisi Terbaru. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Yoshida, C.M.P., Junior, E.N.O., and Franco, T.T. 2009. Chitosan Tailor-Made
Films: The Effects of Additives on Barrier and Mechanical Properties,
Packaging Technology and Science.
27
Lembaran Pengujian Organoleptik
Nama Panelis :
No. Panelis :
Hari/Tanggal Pengujian :
Produk : Tahu Susu
Instruksi : Lakukan pencicipan tahu susu satu per satu. Sebelum
mencicip, minum air putih untuk menetralkan lidah. Setelah mencicip sampel
nilailah kesukaan Anda terhadap warna dengan memberikan tanda √ pada kolom
perlakuan yang menurut Anda sangat suka, suka, agak suka, biasa, agak tidak
suka, tidak suka dan sangat tidak suka.
Perlakuan
Indikator 234 341 315 412 245 423
Warna
Sangat suka
Suka
Netral
Tidak
suka
Sangat tidak
suka
Komentar (berikan alasan Anda kenapa sangat suka, suka atau tidak suka) :
28
Lembaran Pengujian Organoleptik
Nama Panelis :
No. Panelis :
Hari/Tanggal Pengujian :
Produk : Tahu Susu
Instruksi : Lakukan pencicipan tahu susu satu per satu. Sebelum
mencicip, minum air putih untuk menetralkan lidah. Setelah mencicip sampel
nilailah kesukaan Anda terhadap rasa dengan memberikan tanda √ pada kolom
perlakuan yang menurut Anda sangat suka, suka, agak suka, biasa, agak tidak
suka, tidak suka dan sangat tidak suka.
Perlakuan
Indikator 234 341 315 412 245 423
Rasa
Sangat suka
Suka
Netral
Tidak
suka
Sangat tidak
suka
Komentar (berikan alasan Anda kenapa sangat suka, suka atau tidak suka) :
29