Anda di halaman 1dari 13

Nama : Lavanter Johansen Simamora

No Peserta PPG : 201511403957


NUPTK : 3733755656200002
Mata Pelajaran : Fisika
Kompetensi Keahlian : Teknik Geomatika dan Geospasial
Asal Sekolah : SMK Negeri 1 Balige
Alamat : Jalan Tarutung No. 1 Soposurung Balige Toba Samosir Sumatera Utara

BEHAVIORISME

A. Latar Belakang

Pendidikan di kebanyakan sekolah lebih sering mendalami tentang berbagai teori tanpa
mengajarkan aplikasi dalam sehari-hari kepada siswa. Pendidikan yang seperti itu membuat
siswa cepat lupa dengan apa yang telah siswa itu pelajari. Karena, siswa hanya mengikuti apa
yang guru ajarkan. Dengan begitu keaktifan siswa tidak timbul dalam proses belajar mengajar.
Kejadian itu yang membuat saya memilih teori behaviorisme dalam proses belajar mengajar di
kelas. Karena setelah saya terapkan, ternyata siswa lebih mudah memahami dan tidak cepat lupa
ketika saya menggunakan teori behaviorisme dalam proses belajar mengajar.Inilah yang saya
maksud, siswa lebih mudah memahami dan tidak mudah lupa. Karena, teori behaviorisme
terfokus dengan perilaku nyata dan memiliki aspek mental dari kesadaran.
Tidak diragukan lagi, behaviorisme adalah teori yang tepat untuk saya. Sejujurnya, saya sendiri
pun tidak Suka dengan terlalu banyaknya teori-teori. Saya saja lebih suka pembelajaran yang
proses memahaminya lewat praktek dan aktif dalam proses pembelajaran. Apalagi dengan siswa-
siswa saya yang umurnya lebih muda, paengetahuan dan rasa keingintahuan mereka pasti lebih
kreatif lagi. Behaviorisme adalah teori yang cocok diterapkan dalam proses pembelajaran, itu
pendapat saya.

B. Tujuan

a. Kognitif:
- Pembaca dapat memberikan contoh tentang teori behaviorisme ini dalam proses
pembelajaran.(C2)
Alasan: Agar pembaca dapat memahami teori ini.
- Pembaca dapat menemukan jawaban atas kegunaan teori behaviorisme ini dalam proses
pembelajaran.(C3)
Alasan: Agar pembaca merasa penting untuk membaca teori ini.

b. Afektif:
- Pembaca dapat ikut serta menerapkan teori behaviorisme ini dalam proses
pembelajaran.(A3)
Alasan: Agar pembaca tidak hanya membaca teori ini saja.
- Pembaca dapat memodifikasi teori behaviorisme ini ke dalam Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran(RPP).(A4)
Alasan: Agar pembaca lebih kreatif lagi dengan teori ini.

c. Psikomotorik:
- Pembaca dapat mempraktekkan teori behaviorisme ini dalam proses pembelajaran.(P3)
Alasan: Agar pembaca dapat menggunakan teori ini dikehidupan nyata.
- Pembaca dapat mendemontrasikan teori behaviorisme ini ke dewan guru lain agar teori
ini semakin berkembang.(P4)
Alasan: Agar pembaca membagi pengetahuan sesama manusia.

C. Teori

Behaviorisme merupakan sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B.Watson
pada tahun 1913 yang berpendapat bahwa perilaku harus merupakan unsur subyek tunggal
psikologi. Behaviorisme merupakan aliran revolusioner, kuat dan berpengaruh, serta memiliki
akar sejarah yang cukup dalam. Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme
(yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif) dan juga psikoanalisis
(yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak).
Behaviorisme sebagai suatu teori psikologi dan pembelajaran menjadi berpengaruh pada
awal abad ke-20 dan mencapai puncak kejayaannya pada tahun 1950-an dan 1960-an. Teori itu
berakar dari penelitian Ivan Pavlov di Rusia di sekitar pergantian abad yang lalu. Dalam berbagai
eksperimennya yang sangat terkenal dengan anjing, Pavlov menunjukkan bagaimana seekor
anjing dapat dikondisikan untuk mengeluarkan air liur saat diberikan stimulus yang bersifat
semau-maunya. Seperti bel, jika stimulus tersebut dipasangkan terus-menerus dengan
pemberian makanan, secara berangsur-angsur, semakin sedikit makanan diberikan bersamaan
dengan bunyi dering bel. Pavlov menyebut proses ini sebagai refleks terkondisi (conditioned
reflex). Seorang psikolog Amerika, John B.Watson, bahkan mencoba menggunakan refleks
terkondisi sebagai landasan bagi semua perilaku, termasuk belajar.
Watson adalah seorang ‘behavioris’ pertama yang memproklamirkan dirinya, dan ia
merumuskan prinsip dasar sehingga kita dapat mempelajari perlaku saja, bukan keadaan-
keadaan mental atau proses-proses pikiran. Namun demikian, dalam waktu yang sangat singkat
jelaslah bahwa refleks terkondisi Pavlov amat sangat terbatas untuk dapat menjelaskan bagian-
bagian penting dari apa yang dapat dilakukan otak manusia.
Fungsionalisme Menjadi dasar bagi behaviorisme melalui pengaruhnya pada tokoh utama
behaviorisme, yaitu Watson. Watson adalah murid dari Angell dan menulis disertasinya di
University of Chicago. Dasar pemikiran Watson yang memfokuskan diri lebih proses mental
daripada elemen kesadaran, fokusnya perilaku nyata dan pengembangan bidang psikologi pada
animal psychology dan child psychology adalah pengaruh dari fungsionalisme. Meskipun
demikian, Watson menunjukkan kritik tajam pada fungsionalisme.

1. Prinsip Dasar Behaviorisme :


Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai perwujudan dari jiwa atau
mental yang abstrak. Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik adalah pseudo
problem untuk sciene, harus dihindari. Penganjur utama adalah Watson : overt, observable
behavior, adalah satu-satunya subyek yang sah dari ilmu psikologi yang benar.
Dalam perkembangannya, pandangan Watson yang ekstrem ini dikembangkan lagi oleh para
behaviorist dengan memperluas ruang lingkup studi behaviorisme dan akhirnya pandangan
behaviorisme juga menjadi tidak seekstrem Watson, dengan mengikutsertakan faktor-faktor
internal juga, meskipun fokus pada overt behavior tetap terjadi. Aliran behaviorisme juga
menyumbangkan metodenya yang terkontrol dan bersifat positivistik dalam perkembangan ilmu
psikologi.
Banyak ahli (a.l. Lundin, 1991 dan Leahey, 1991) membagi behaviorisme ke dalam dua
periode, yaitu behaviorisme awal dan yang lebih belakangan. Terhadap aliran behaviorisme ini,
kritik umumnya diarahkan pada pengingkaran terhadap potensi alami yang dimiliki manusia.
Bahkan menurut pandangan ini, manusia tidak memiliki jiwa, tidak memiliki kemauan dan
kebebasan untuk menentukan tingkah lakunya sendiri.
2. Implikasi Terhadap Pembelajaran
Pengaruh behaviorisme secara umum masih sangat terasa dalam pendidikan. Salah satu
pengaruh yang jelas dan masih terasa adalah penekanan kepada tujuan menulis (tujuan belajar,
tujuan perilaku, tujuan kinerja) bagi semua mata pelajaran kita. Hampir setiap orang yang memiliki
ijazah mengajar harus belajar untuk menuliskan tujuan-tujuan bagi pelajaran. Gagasan tersebut
semula dikembangkan oleh murid Skinner, Robert Mager, yang telah membuat dua hal penting.
Pertama, dalam pendidikan, sebagaimana dalam berbagai hal lain dalam kehidupan, kita perlu
bersikap jelas tentang tujuan-tujuan kita jika kita harus mencapainya. Kedua, kita tidak dapat
memperkirakan berapa banyak yang telah dipelajari seseorang tanpa membatasi pembelajaran
apa yang sedang kita lakukan dalam hal-hal yang diamati.
Dari kedua gagasan ini, dia menegaskan bahwa kitaa harus menetapkan tujuan pengajaran
kita dalam kaitannya dengan tujuan perilaku, yang biasanya terdiri dari tiga bagian: perilaku yang
dipelajari, kondisi-kondisi yang digunakan untuk menunjukkan perilaku tersebut, dan kriteria-
kriteria yang digunakan untuk menilai jumlah belajar. Praktek menuliskan tujuan berasal langsung
dari psikologi perilaku dan tetap bertahan sampai saat sekarang. Warisan behaviorisme lain yang
lebih kompleks adalah strategi mengajar yang dikenal dengan pengajaran terprogram. Dalam
teori ini terprogram tidak dapat mengacu pada pemrograman komputer tetapi pada pengurutan
dan pengembangan pengajaran itu sendiri secara cermat. Pengajaran terprogram didasarkan
pada beberapa prinsip kunci.
Pertama, pengajaran dipilah-pilah menjadi langkah-langkah yang amat kecil. Jika unsur dasar
semua perilaku berupa operan terkondisi maka cara mengajarkan perilaku-perilaku yang rumit
adalah mengajarkan semua balok pembangun sekaligus. Prinsip kunci kedua adalah bahwa
orang belajar sebaik-baiknya dengan membuat respon aktif terhadap masing-masing langkah.
Oleh karena itu, pengajaran terprogram menuntut agar siswa membuat respon yang jelas setiap
beberapa detik selama pengajaran. Hal ini terjadi secara bersamaan dengan prinsip kunci ketiga:
perilaku dipelajari (dan terjadi secara berulang-ulang) bisa dipaksakan.
Dengan demikian, pengajaran terprogram yang mengajarkan suatu keterampilan yang
kompleks terdiri atas serangkaian pangjang langkah-langkah kecil di mana siswa membaca
pengalan-penggalan kecil informasi, menjawab pertanyaan tentang informasi tersebut, dan
dipaksa untuk memberikan jawaban yang benar, biasanya tanpa kesalahan.
Pengajaran terprogram juga mengarah pada satu contoh awal hardware teknologi
pengajaran: mesin pengajaran (teaching mechine). Bahkan sebelum luasnya penggunaan
komputer dalam pendidikan, mesin pengajaran merupakan perangkat mekanis yang menyajikan
informasi dan pertanyaan-pertanyaan, menerima tangapantanggapan siswa, dan memberitahu
siswa tentang jawaban-jawaban yang benar. Alatalat ini juga dapat efektif atau tidak efektif,
mengasyikkan atau membosankan. Begitu komputer mulai tersebar luas, mesin pengajaran
dikalahkan oleh contoh-contoh pertama pengajaran berbantuan komputer (CAI), dan berbagai
proyek CAI awal berskala besar sedang dilakukan menjelang awal tahun 1960-an. Proyek
tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip behavioristime dan teknik-teknik yang berkaitan dengan
pengajaran terprogram. Salah satu persoalan berkenaan dengan pengajaran terprogram maupun
mesin pengajaran adalah bahwa keduanya relatif tidak fleksibel. Seringkali masingmasing siswa
telah mengetahui banyak langkah kecil secara individual yang merupakan bagian dari setiap
program pengajaran. Namun demikian, dalam petunjuk pengajaran terprogram atau mesin
pengajaran yang berjalan benar-benar secara linier, tidak ada kesempatan untuk melompati
bagian-bagian yang sudah tidak asing lagi.
Akhirnya, sebagai teori psikologi perilaku manusia, behaviorisme tidak terlepas dari berbagai
kelemahan. Jelas sekali bahwa meskipun tikus-tikus putih seringkalio dapat dilatih untuk
memberikan respon dengan cara-cara yang dapat diprediksikan, namun manusia lebih kompleks.
Kadang-kadang mereka berperilaku sebagaimana yang diperkirakan, naumkadang-kadang tidak.
Misalnya, kadangkadangorang menolak berbagai dorongan untuk berperilaku dengan cara-cara
tertentu karen alasan filosofis. Bahkan ketika disiksa secara fisik, orang menolak bekerja sama
dengan orang-orang yang mereka anggap musuh. Proses berpikir yang kompleks, seperti yang
telibat dalam bahasa, menimbulkan berbagai persoalan khusus bagi model behavioris. Menjelang
tahun 1970-an behaviorisme digantikan oleh psikologi kognitif.

3. Tokoh-tokoh Behaviorisme:
1) John B. Watson
Watson berpendapat bahwa introspeksi merupakan pendekatan yang tidak ada.
Alasannya adalah jika psikologi dianggap sebagai suatu ilmu, maka datanya harus dapat
diamati dan diukur. Watson mempertahankan pendapatnya bahwa hanya dengan
mempelajari apa yang dilakukan manusia (perilaku mereka) memungkinkan psikologi
menjadi ilmu yang objektif. Watson menolak pikiran sebagai subjek dalam psikologi dan
mempertahankan pelaku sebagai subjek psikologi.
Khususnya perilaku yang observabel atau yang berpotensi untuk dapat diamati dengan
berbagai cara baik pada aktivitas manusia dan hewan. 3 prinsip dalam aliran
behaviorisme:
(1) menekankan respon terkondisi sebagai elemen atau pembangun pelaku. Kondisi
adalah lingkungan external yang hadir dikehidupan. Perilaku muncul sebagai respon dari
kondisi yang mengelilingi manusia dan hewan.
(2) Perilaku adalah dipelajari sebagai konsekuensi dari pengaruh lingkungan maka
sesungguhnya perilaku terbentuk karena dipelajari. Lingkungan terdiri dari pengalaman
baik masa lalu dan yang baru saja, materi fisik dan sosial. Lingkungan yang akan
memberikan contoh dan individu akan belajar dari semua itu.
(3) Memusatkan pada perilaku hewan. Manusia dan hewan sama, jadi mempelajari
perilaku hewan dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku manusia.

2) B.F. Skinner
”Behaviorisme”, sebutan bagi aliran yang dianut Watson, turut berperan dalam
pengembangan bentuk psikologi selama awal pertengahan abad ini, dan cabang
perkembangannya yaitu psikologi stimulus-respon yang masih tetap berpengaruh. Hal ini
terutama karena hasil jerih payah seorang ahli psikologi dari Harvard, B.F. Skinner.
Psikologi stimulus-respon mempelajari rangsangan yang menimbulkan respon dalam
bentuk perilaku, mempelajari ganjaran dan hukuman yang mempertahankan adanya
respon itu, dan mempelajari perubahan perilaku yang ditimbulkan karena adanya
perubahan pola ganjaran dan hukuman. Skinner, berpendapat kepribadian terutama
adalah hasil dari sejarah penguatan pribadi individu. Meskipun pembawaan genetis turut
berperan, kekuatan-kekuatan sangat menentukan perilaku khusus yang terbentuk dan
dipertahankan, serta merupakan khas bagi individu yang bersangkutan.
Dalam sebuah karyanya, Skinner membuat 3 asumsi dasar, yaitu:
(1) Perilaku itu terjadi menurut hukum (behavior can be controlled);
(2) Skinner menekankan bahwa perilaku dan kepribadian manusia tidak dapat dijelaskan
dengan mekanisme psikis seperti Id atau Ego;
(3) Perilaku manusia tidak ditentukan oleh pilihan individual. Kaum behavioris lebih
dikenal dengan teori belajar, karena menurut mereka, seluruh perilaku manusia, kecuali
insting, adalah hasil belajar.
Kaum behavioris sangat mengagungkan proses belajar, terutama proses belajar asosiatif
atau proses belajar stimulus-respon, sebagai penjelasan terpenting tentang tingkah laku
manusia. Para pendahulu aliran pemikiran ini adalah Isaac Newton dan Charles Darwin.
Tokoh-tokoh lainnya yaitu Edward Thorndike, Clark Hull, John Dollard, Neal Miller, dan
masih banyak lagi lainnya.
4. Analisis Teori
Behaviorisme ingin menganalisis bahwa perilaku yang tampak saja yang dapat diukur,
dilukiskan, dan diramalkan. Behaviorisme memandang juga bahwa ketika dilahirkan, pada
dasarnya manusia tidak membawa bakat apapun. Manusia akan berkembang berdasarkan
stimulus yang diterimanya dari lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang buruk atau tidak efektif
akan menghasilkan manusia buruk juga, lingkungan yang baik akan menghasilkan manusia baik.
Kaum behavioris memusatkan dirinya pada pendekatan ilmiah yang sungguh-sungguh objektif.
Kaum behavioris mencoret dari kamus ilmiah mereka, semua peristilahan yang bersifat subjektif,
seperti sensasi, persepsi, hasrat, tujuan, bahkan termasuk berpikir dan emosi, sejauh kedua
pengertian tersebut dirumuskan secara subjektif.
Teori behaviorisme ini selain memiliki sisi positif, juga memiliki sisi negatif.Bila telah dilakukan
dengan baik, pembelajaran menggunakan teori behaviorisme ini dapat sangat efektif. Bila tidak
dilakukan dengan benar, sebagaimana sering terjadi, pembelajaran menggunakan teori
behaviorisme semacam ini sungguh membosankan dan tidak efektif. Seringkali langkah-langkah
ini terlalu kecil bagi sebagian orang. Tidak ada banyak tantangan menjawab masing-masing
pertanyaan dan langkah pengajaran benar-benar berjalan lamban. Di samping itu, cara untuk
mengubah penguatan sangat terbatas jumlahnya. Berapa kali orang dapat dikatakan “Good job!”
(Bagus!) tanpa kehilangan maknanya sama sekali? Secara keseluruhan, meskipun ada beberapa
contoh-contoh yang sangat baik dan efektif dari pembelajaran menggunakan teori behaviorisme
ini, namun juga ada banyak contoh yang buruk, dan teknik tersebut tidak dapat bertahan lama.
Tetapi, tidak dapat disangkal bila teori behaviorisme ini membuat suasana pembelajaran yang
membuat siswa menjadi aktif dalam proses pemahamannya. Tugas sebagai pengajar membuat
siswa didik menjadi aktif dan tidak pasif dalam proses pembelajaran. Agar materi yang
disampaikan kepada siswa didik tersampaikan dan melekat pada diri siswa didik.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran


(RPP)

Satuan Pendidikan : SMK


Mata Pelajaran : Fisika
Kelas/Semester : Kelas X/Semester I
Kurikulum : 2013
Materi Pembelajaran : Energi Potensial Gravitasi dan Hukum Kekalan Energi
Alokasi Waktu : 1x30menit

Kompetensi Dasar dan Indikator

Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi

1.1.Menyadari kebesaran Tuhan yang 1.1.1.Menunjukkan rasa syukur terhadap


menciptakan dan mengatur alam jagat raya Tuhan yang Maha Esa atas jeteraturan
melalui pengamatan fenomena alam fisis gaya yang menyebabkan keseimbangan di
dan pengukurannya. bumi.

2.1.Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki 2.1.1.Melaksanakan sikap positif individu


rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat; dan sosial dalam diskusi kelompok.
tekun; hati-hati; bertanggungjawab; 2.1.2.Melaksanakan perilaku ilmiah dalam
terbuka; kritis; inovatif dan peduli percobaan dan diskusi kelompok.
lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari 2.1.3.Melaksanakan sikap menghargai
sebagai wujud implementasi sikap dalam pendapat dan pekerjaan orang lain.
melakukan percobaan, melaporkan, dan
berdiskusi.

3.1.Menganalisis konsep energi, usaha, 3.1.1.Merumuskan pengertian enegi


hubungan usaha dan perubahan energi, potensial gravitasi.
dan hukum kekalan energi untuk 3.1.2.Mehubungkan hubungan antara
menyelesaikan permasalahan gerak dalam usaha dengan energi potensial gravitasi.
kejadian sehari-hari.

4.1.Menemukan masalah dengan 4.1.1.Membuktikan hubungan antara


menggunakan metode ilmiah terkait massa dan ketinggian dengan besarnya
dengan konsep gaya dan kekelan energi. energi potensial.

Tujuan Pembelajaran
1) Kognitif:
1. Siswa dapat memberikan contoh tentang adanya hubungan usaha dengan energi
potensial.(C2)
Alasan: Agar siswa memunculkan kreatifitas dan keaktifandi kelas.(PB 11)
2. Siswa dapat membuktikan adanya energi potensial gravitasi di kehidupan sehari-
hari.(C3)
Alasan: Agar siswa sangat memahami teori yang
disampaikan.(PB 8)
2) Afektif:
1. Siswa dapat mengambil prakarsa dari contoh yang diberikan tentang hubungan usaha
dengan energi potensial. (A3)
Alasan: Agar siswa tidak hanya mengamati saja, tetapi tanggapan.(PB 9)
2. Siswa dapat memodifikasi pembuktian energi potensial gravitasi yang telah
dilakukan.(A4)
Alasan: Agar pembuktian yang dilakukan berkembang dan nyata dapat dimanfaatkan di
kehidupan sehari-hari. (PB 13)
3) Psikomotorik
1. Siswa dapat mendemonstrasikan tentang adanya hubungan usaha dengan energi
potensial.(A4)
Alasan: Agar siswa dapat berbagi dengan teman lain yang belum mengerti.(PB 10)
2. Siswa dapat mengkombinasikan energi potensial gravitasi dalam kehidupan sehari-
hari.(A7)
Alasan: Agar siswa dapat mengeluarkan kreatifitas dalam dirinya.(PB 3)

Materi Pembelajaran
a. Energi Potensial Gravitasi
Energi potensial gravitas adalah energi yang dimiliki oleh suatu benda karena pengaruh
tempatnya(kedudukan).
Ep = m.g.h
b. Hubungan Usaha dengan Energi Potensial
W = Delta Ep
Metode Pembelajaran
Pendekatan : Pendekatan Scientific
Model Pembelajaran : Project Based Learning
Metode Pembelajaran : Demonstrasi, Eksperimental, Peer Theacing Method dan Project Method.
Media, Alat dan Sumber Pembelajaran
1. Media Pembelajaran
- Lantai
2. Alat dan Bahan Pembelajaran
- Bola Karet (1buah)

- Batu (1buah)

3. Sumber Pembelajaran
- Buku Paket Siswa:

Drs. Purwoko dan Fendi H. S.Pd.2010.FISIKA 2.Jakarta:Yudistira

- Animasi Energi Potensial Gravitasi

- LKS

Langkah-langkah Pembelajaran
1. Kegiatan Pendahuluan (5menit)
a. Guru membuka pelajaran dengan salam dan berdoa.(PB 10)

b. Apersepsi: (PB 8)

Guru mengulang kembali materi yang dipelajari sebelumnya.

c. Motivasi: (PB 13)

Dua buah bola karet dengan massa yang sama jatuh diatas lantai dari ketinggian yang berbeda.
Ternyata, bola karet yang jatuh dengan ketinggian lebih tinggi yang memantul lebih tinggi. Apakah
penyebab Apakah yang terjadi bila dijatuhkan dari ketinggian yang sama?

d. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

2. Kegiatan Inti (15menit)


a. Guru menyajikan informasi secara garis besar tentang energi potensial gravitasi dan
menghubungkan dengan tayangan animasi energi potensial gravitasi.(PB 8)

b. Untuk lebih memahami lagi, beberapa siswa memberikan contoh tentang usaha dan energi
potensial gravitasi.(PB 13)

c. Siswa termotivasi untuk mengambil prakarsa, sehingga menimbulkan suatu


pertanyaan tentang hubungan usaha dengan energi potensial gravitasi.(PB 9)

d. Untuk membuktikan adanya hubungan antar usaha dengan energi potensial gravitasi, siswa
dibagikan kelompok dan diberikan LKS(Lembar Kerja Siswa).(PB 13)

e. Siswa bekerja dengan kelompoknya memahami materi usaha dan energi potensial gravitasi
kepada orang yang sudah lebih paham tentang materi ini.(PB 10)

f. Siswa menganalisis tentang hubungan usaha dengan energi potensial dari informasi, animasi
dan contoh-contoh sebelumnya.(PB 3)

g. Guru meminta perkelompok mendemonstrasikan tentang hubungan usaha dengan energi


potensial gravitasi di depan kelas.(PB 3)

h. Guru memberikan tugas eksperimen yang berhubungan tentang usaha dengan energi
potensial gravitasi, yang dapat bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari.(PB 11)

3. Kegiatan Penutup (5menit)


a. Guru bersama-sama siswa menyimpulkan tentang materi yang telah dipelajari serta
meberitahukan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan di pertemuan selanjutnya.(PB 9)

b. Guru menutup kegiatan dengan berdoa dan salam.(PB 10)

Penilaian
1. Teknik dan Bentuk Instrumen

Teknik Bentuk Instrumen


Pengamatan Sikap Lembar Pengamatan Sikap dan Rubrik

Tes Untuk Kerja Tes Uji Petik Kerja dan Rubrik

Tes Tertulis Tes Uraian dan Pilihan Ganda

Portofolio Panduan Penyusunan Portofolio

2. Contoh Instrumen
a. Lembar Pengamatan

No Aspek Yang Dinilai 3 2 1 Keterangan

1 Mengagumi peristiwa gravitasi alam


sebagai ciptaan Tuhan

2 Memiliki rasa ingin tahu (curiosity)

3 Menunjukkan ketekunan dan


tanggungjawab dalam belajar dan
bekerja baik secara individu maupun
berkelompok.

Rubrik Penilaian Sikap

No Aspek Yang Dinilai Rubrik

1 Mengagumi peristiwa 3:Menunjukkan ekspresi kekaguman


gravitasi alam sebagai terhadap mekanisme, yang menunjukkan
ciptaan Tuhan rasa syukur terhadap Tuhan.
2:Belum secara eksplisit menunjukan
ekspresi, namun menaruh minat terhadap
mekanisme.
1:Belum menunjukkan ekspresi kekaguman
atau menaruh minat terhadap mekanisme.

2 Memiliki rasa ingin tahu 3:Menunjukkan rasa ingin tahu yang besar
(curiosity) dan antusias.
2:Menunjukan rasa ingin tahu, namun tidak
antusias.
No Aspek Yang Dinilai Rubrik

1:Tidak menunjukkan rasa ingin tahu, sulit


terlibat aktif.

3 Menunjukkan ketekunan dan 3:Tekun dalam menyelesaikan tugas dan


tanggungjawab dalam belajar tepat waktu.
dan bekerja baik secara 2:Berupaya tepat waktu, namun belum
individu maupun berupaya yang terbaik dalam
berkelompok. menyelesaikan tugas.
1:Tidak berupaya dengan sungguh-
sungguh, tugas tidak selesai.

Daftar Pustaka:
Hitipeuw,I.2009.Belajar dan Pembelajaran.Malang:Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Malang
Ormrod,jeanne ellis.2008.Psikologi Pendidikan.Jakarta:Erlangga
Slavin,RE.2008.Psikologi Pendidikan.Jakarta:PT. Indeks

Anda mungkin juga menyukai