Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN PADA NY.

POST SECTIO CAESAREA (SC) ATAS INDIKASI


LETAK SUNGSANG

RSUD Dr. Loekmono Hadi Kudus

Disusun Oleh:

Rosdiana Putri Arvita

PROGRAM PROFESI NERS


STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN AJARAN 2017/2018
A. Post Partum dan Section Caesarea (SC)
1. Pengertian
Post partum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta
keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan
pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang
mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat
melahirkan (Suherni, 2009).
Masa Nifas (puerpurium) dimulai setelah placenta lahir dan berakhir
ketika alat–alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil,berlangsung
selama kira – kira 6 minggu (Prawirohardjo, 2009).
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat – alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira – kira 6 minggu (Prawirohardjo, 2007).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Amru Sofian, 2012).
Seksio sesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau seksio
sesaria adalah suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim
(Mochtar,2012).

2. Jenis-jenis operasi SC
Menurut Nurarif dan Kusuma 2013 ada beberapa jenis section caesaria, yaitu :
a. Sectio caesarea transperitonealis
Adalah insisi di segmen bawah uterus, insisi pada bawah rahim, bias
dengan teknik melintang atau memanjang
b. Sectio caesarea vaginalis
Menurut arah sayatan pada rahim, section caesarea dapat dilakukan
sebagai berikut :
1) Sayatan memanjang (longitudinal)
2) Sayatan melintang (transversal)
3) Sayatan huruf T (T-incision)
c. Sectio caesarea klasik (Corporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-
kira sepanjang 10 cm.
d. Sectio caesarea ismika (Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintanng konkaf pada segmen
bawah rahim kira-kira sepanjang 10 cm.

3. Pembagian masa post partum


Menurut referensi dari Prawirohardjo (2009), pembagian nifas di bagi 3
bagian, yaitu:
a. Puerperium Dini
Yaitu kepulihan dimana ibu di perbolehkan berdiri dan berjalan. Dalam
agama Islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b. Puerperium Intermedial
Yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
c. Remote Puerperium
Yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk
sehat sempurna bisa berminggu, bulan atau tahunan.

Periode pasca partum ialah masa enam minggu setelah bayi lahir sampai
organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil . Periode ini
kadang disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan. Immediate
post partum –> Berlangsung dlm 24 jam pertama, Early post partum–
>Berlangsung sampai minggu pertama, Late post partum –> Berlangsung
sampai masa post partum berakhir.

4. Perubahan Uterus Masa Nifas

Involusi Uteri TFU Berat Uterus Diameter Palpasi cervix


Uterus

Placenta lahir Setinggi pusat 1000 gr 12,5 cm Lembut/

Lunak

7 hari Pertengahan antara 500 gr 7,5 cm 2 cm


simpisis dan pusat

14 hari Tidak teraba 350 gr 5 cm 1 cm

6 minggu Normal 60 gr 2,5 cm Menyempit

5. Jenis – Jenis Lochea menurut Suherni (2009), yaitu :


1) Lochea rubra (Cruenta) : ini berisi darah segar sisa – sisa selaput ketuban,
sel – sel desidua, vernix caseosa, lanugo dan meconium, selama 2 hari
pasca persalinan.
2) Lochea sanguinolenta : warnanya merah kuning berisi darah dan lender.
Ini terjadi pada hari ke – 3 – 7 pasca persalinan.
3) Lochea serosa : berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi pada
hari ke – 7 – 14 pasca persalinan.
4) Lochea alba : cairan putih yang terjadinya pada hari setelah 2 minggu
pasca persalinan.
5) Lochea parulenta : ini karena terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah
berbau busuk.
6) Lochiotosis : lochea tidak lancar keluarnya.

6. Etiologi
Menurut Manuaba 2008 ada beberapa factor yang menyebabkan dilakukan
section caesarea, yaitu :
a. Faktor ibu
1) Usia
2) CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)
3) PEB (Pre-Eklamsi Berat)
4) KPD (Ketuban Pecah Dini)
5) Infertil primer dan sekunder
b. Faktor janin
1) Bayi besar
2) Bayi kembar
3) Letak sungsang
c. Faktor plasenta
1) Plasenta previa
2) Solution plasenta

7. Manifestasi Klinis
Menurut Nurarif dan Kusuma 2013 beberapa tanda dan gejala section caesarea,
yaitu :
a. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)
b. Panggul sempit
c. Partus lama
d. Partus tak maju
e. Pre-eklamsia
f. Letak sungsang

8. Komplikasi
Menurut Mochtar R 2008 komplikasi yang sering terjadi pada ibu dengan
section caesarea adalah :
a. Infeksi puerperal (nifas)
b. Perdarahan
c. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang

9. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500
gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan
tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan
lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin.
Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi
post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang
informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat
akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan
menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik
dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi
yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap
janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam
keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa
mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri
berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh
terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan
karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi
saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan
terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap
untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas
yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung
akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien
sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal.
Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi
yaitu konstipasi (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2008).

10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Saifudin, 2008 adalah :
a. Letakkan pasien dalam posisi pemulihan
b. Mobilisasi
c. Perawatan luka post SC
d. Pemberian antibiotik

11. Pemeriksaan penunjang


a. Uji labolatorium
b. Ultrasonografi (USG)
B. Letak Sungsang
1. Pengertian

Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin yang memanjang


(membujur) di dalam rahim dan kepala berada pada fundus (Hanifa. 2008).
Kehamilan dengan letak sungsang adalah kehamilan dimana bayi
letaknya sesuai dengan sumbu badan ibu. Kepala pada fundus uteri sedangkan
bokong merupakan bagian terbawah (di daerah PAP/sympisis). Pada persalinan
justru kepala yang merupakan bagian terbesar bayi akan lahir terakhir.
Kehamilan dengan letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala pada fundus uteri dan bokong berada di bawah
kauvum uteri (Sarwono, 2008).
2. Etiologi
a. Prematuritas karena bentuk rahim relatif kurang lonjong, air tuban masih
banyak dan kepala anak relatif besar.
b. Hydramnion karena anak mudah bergerak.
c. Placenta praevia karena menghalangi turunnya kepala ke dalam pintu atas
panggul.
d. Bentuk rahim yang abnormal seperti uterus bicornis.
e. Panggul sempit; walaupun panggul sempit sebagai sebab letak sungsang
masih disangsikan oleh berbagai penulis.
f. Kelainan bentuk kepala: hydrocephalus, anencephalus, karena kepala
kurang sesuai dengan bentuk pintu atas panggul.
g. Sudut Ibu
1) Keadaan Rahim
 Rahim arkuatus
 Septum pada rahim
 Uterus dupleks
 Mioma bersama kehamilan
2) Keadaan Plasenta
 Plasenta letak rendah
 Plasenta previa
3) Keadaan Jalan Lahir
 Kesempitan rahim
 Deformitas tulang panggul
 Terdapat tumor menghalangi jalan lahir dan perputaran ke posisi
kepala
h. Sudut Janin
 Tali pusat pendek/lilitan tali pusat
 Hidrosefalus / anesefalus
 Kehamilan gemelli (kembar)
 Hidramnion atau oligohidramnion

3. Patofisiologi
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap
ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah
air ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan
leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi
kepala, letak sungsang atau letak lintang.
Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah
air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai terlipat lebih
besar daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih
luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada ruangan yang lebih kecil di
segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa pada
kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi, sedangkan
pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi
kepala Sayangnya, beberapa fetus tidak seperti itu. Sebagian dari mereka berada
dalam posisi sungsang.
4. Pathway (Carpenito,2008)
Hidramion, janin Plasenta previa, Panggul sempit, Gimeli Lilitan tali
kecil (prematur), tumor pelvis hidrosefalus (kehamilan pusat/ tali pusat
multipara ganda) pendek

Anak mudah Menghalangi Kepala susah Posisi tubuh


bergerak karena kepala turun ke menyesuaikan menyesuaikan
mobilisasi panggul kejalan lahir anatomi uterus

Letak Sungsang

Sectio Caesarea

Perubahan fisiologis

Sistem saraf dan eliminasi bowel Sistem Integumen Sistem kardiovaskuler

Post Anastesi Perdarahan Perubahan laju


Jaringan terbuka aliran akibat
Jaringan hilangnya hasil
Volume darah
Penurunan medula Penurunan Kerja Pons terputus konsepsi
Proteksi menurun
oblongata
berkurang
Penurunan kerja otot Merngsang Defisit vol. Aliran melalui
Penurunan refleksi eliminasi Invasi bakteri cairan
batuk area sensoris uteroplasenta
terhenti
Gangguan peristaltik usus Resiko Infeksi
Akumulasi sekret Nyeri Syok
Curah jantung
Perubahan pola eliminasi meningkat
Ketidakefektifan bersihan BAB, Konstipasi
Jalan Nafas
Perubahan fisiologis

Sistem Eliminasi Urin Sistem Endokrin Perubahan psikologis

Distensi kandung Penurunan progesteron


kemih dan peningkatan esterogen Penambahan anggota
baru

Penurunan sensivitas Kontraksi uterus meningkat Merangsang pembentukan kelenjar susu


dan sensasi kandung Masa krisis
kemih
Involunsi tidak adekuat Rangasangan H. Anterior meningkatkan
hormon prolaktin
Perubahan pola peran
Perubahan fisiologis
Perdarahan Gangguan Parenting
Isapan bayi merangsang H. posterior
gangguan eliminasi mengeluarkan prolaktin
urin Hb turun Kekurangan Merangssang laktasi oksitosin
vol cairan
Defisit perawatan Kekurangan dan
elektrolit Pengeluaran ASI Tidak efektif Gangguan laktasi
diri oksigen

Kelemahan Kurang informasi Defisit


Nutrisi bayi terpenuhi Efektif perawatan pengetahuan
intoleransi payudara
aktivitas

(Carpenito,2008)
Pada Bayi :

Resiko cedera pada


Letak sungsang janin Sectio cesaerea

Melalui Persalinan normal

Persalinan lama

Gangguan suplai O2 +
nutrisi ke plasenta
menurun

Hipoksia intra uteri

Fetal distress
Resiko gawat janin

Kematian janin

(Carpenito,2008)
5. Manifestasi Klinis

Kehamilan dengan letak sungsang seringkali oleh ibu hamil dinyatakan


bahwa kehamilannya terasa lain dari kehamilan sebelumnya, karena perut terasa
penuh dibagian atas dan gerakan lebih hanyak dibagian bawah. Pada kehamilan
pertama kalinya mungkin belum bisa dirasakan perbedaannya. Dapat ditelusuri
dari riwayat kehamilan sebelumnya apakah ada yang sungsang.
Pada pemeriksaan luar berdasarkan pemeriksaan Leopold ditemukan
bahwa Leopold I difundus akan teraba bagian yang keras dan bulat yakni kepala.
Leopold II teraba punggung disatu sisi dan bagian kecil disisi lain. Leopold III-
IV teraba bokong dibagian bawah uterus. Kadang-kadang bokong janin teraba
bulat dan dapat memberi kesan seolah-olah kepala, tetapi bokong tidak dapat
digerakkan semudah kepala. Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan
setinggi pusat atau sedikit lebih tinggi daripada umbilicus.
Pada pemeriksaan dalam pada kehamilan letak sungsang apabila
didiagnosis dengan pemeriksaan luar tidak dapat dibuat oleh karena dinding
perut tebal, uterus berkontraksi atau air ketuban banyak. Setelah ketuban pecah
dapat lebih jelas adanya bokong vang ditandai dengan adanya sakrum, kedua
tuberositas iskii dan anus. Bila dapat diraba kaki, maka harus dibedakan dengan
tangan. Pada kaki terdapat tumit, sedangkan pada tangan ditemukan ibu jari vang
letaknya tidak sejajar dengan jari-jari lain dan panjang jari kurang lebih sama
dengan panjang telapak tangan. Pada persalinan lama, bokong mengalami
edema sehingga kadang-kadang sulit untuk membedakan bokong dengan muka.
Pemeriksaan yang teliti dapat membedakan bokong dengan muka karena jari
yang akan dimasukkan ke dalam anus mengalami rintangan otot, sedangkan jari
yang dimasukkan kedalam mulut akan meraba tulang rahang dan alveola tanpa
ada hambatan, mulut dan tulang pipi akan membentuk segitiga, sedangkan anus
dan tuberosis iskii membentuk garis lurus. Pada presentasi bokong kaki
sempurna, kedua kaki dapat diraba disamping bokong, sedangkan pada
presentasi bokong kaki tidak sempuma hanya teraba satu kaki disamping
bokong. Informasi yang paling akurat berdasarkan lokasi sakrum dan prosesus
untuk diagnosis posisi.

6. Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan jika masih ada keragu-raguan dari pemeriksaan luar dan
dalam, sehingga harus di pertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan
ultrasonografik atau MRI (Magnetic Resonance Imaging). Pemeriksaan
ultrasonografik diperlukan untuk konfirmasi letak janin, bila pemeriksaan fisik
belum jelas, menentukan letak placenta, menemukan kemungkinan cacat
bawaan. Pada foto rontgen (bila perlu) untuk menentukan posisi tungkai bawah,
konfirmasi letak janin serta fleksi kepala, menentukan adanya kelainan bawaan
anak.

7. Penatalaksanaan
a. Dalam Kehamilan
Pada umur kehamilan 28-30 minggu ,mencari kausa daripada letak
sungsang yakni dengan USG; seperti plasenta previa, kelainan kongenital,
kehamilan ganda, kelainan uterus. Jlka tidak ada kelainan pada hasil USG,
maka dilakukan knee chest position atau dengan versi luar (jika tidak ada
kontraindikasi).
Versi luar sebaiknya dilakukan pada kehamilan 34-38 minggu. Pada
umumnya versi luar sebelum minggu ke 34 belum perlu dilakukan karena
kemungkinan besar janin masih dapat memutar sendiri, sedangkan setelah
minggu ke 38 versi luar sulit dilakukan karena janin sudah besar dan jumlah
air ketuban relatif telah berkurang. Sebelum melakukan versi luar diagnosis
letak janin harus pasti sedangkan denyut jantung janin harus dalam keadaan
baik. Kontraindikasi untuk melakukan versi luar; panggul sempit,
perdarahan antepartum, hipertensi, hamil kembar, plasenta previa.

Gambar 2. Versi luar


Keberhasilan versi luar 35-86 % (rata-rata 58 %). Peningkatan
keberhasilan terjadi pada multiparitas, usia kehamilan, frank breech,
letak lintang. Newman membuat prediksi keberhasilan versi luar
berdasarkan penilaian seperti Bhisop skor (Bhisop-like score).
Tabel 1. Skor Bishop
Skor 0 1 2 3
Pembukaan serviks 0 1-2 3-4 5+
Panjang serviks (cm) 3 2 1 0
Station -3 -2 -1 +1,+2
Konsistensi Kaku Sedang Lunak
Position posterior Mid anterior
Artinya: Keberhasilan 0% jika nilai <2 dan 100 % jika nilai >9.
Kalau versi luar gagal karena penderita menegangkan otot-otot
dinding perut, penggunaan narkosis dapat dipertimbangkan, tetapi
kerugiannya antara lain: narkosis harus dalam, lepasnya plasenta karena
tidak merasakan sakit dan digunakannya tenaga yang berlebihan, sehingga
penggunaan narkosis dihindari pada versi luar.
b. Dalam Persalinan
Menolong persalinan letak sungsang diperlukan lebih banyak
ketekunan dan kesabaran dibandingkan dengan persalinan letak kepala.
Pertama-tama hendaknya ditentukan apakah tidak ada kelainan lain yang
menjadi indikasi seksio, seperti kesempitan panggul, plasenta previa atau
adanya tumor dalam rongga panggul.
Pada kasus dimana versi luar gagal/janin tetap letak sungsang, maka
penatalaksanaan persalinan lebih waspada. Persalinan pada letak sungsang
dapat dilakukan pervaginam atau perabdominal (seksio sesaria). Pervaginam
dilakukan jika tidak ada hambatan pada pembukaan dan penurunan bokong.
Syarat persalinan pervaginam pada letak sungsang: bokong sempurna
(complete) atau bokong murni (frank breech), pelvimetri, klinis yang
adekuat, janin tidak terlalu besar, tidak ada riwayat seksio sesaria dengan
indikasi CPD, kepala fleksi.
Mekanisme persalinan letak sungsang berlangsung melalui tiga tahap yaitu :
 Persalinan bokong
- Bokong masuk ke pintu atas panggul dalam posisi melintang atau
miring.
- Setelah trokanter belakang mencapai dasar panggul, terjadi putaran
paksi dalam sehingga trokanter depan berada di bawah simfisis.
- Penurunan bokong dengan trokanter belakangnya berlanjut, sehingga
distansia bitrokanterika janin berada di pintu bawah panggul.
- Terjadi persalinan bokong, dengan trokanter depan sebagai
hipomoklion.
- Setelah trokanter belakang lahir, terjadi fleksi lateral janin untuk
persalinan trokanter depan, sehingga seluruh bokong janin lahir.
- Terjadi putar paksi luar, yang menempatkan punggung bayi ke arah
perut ibu.
- Penurunan bokong berkelanjutan sampai kedua tungkai bawah lahir.
 Persalinan bahu
- Bahu janin memasuki pintu atas panggul dalam posisi melintang atau
miring.
- Bahu belakang masuk dan turun sampai mencapai dasar panggul.
- Terjadi putar paksi dalam yang menempatkan bahu depan dibawah
simpisis dan bertindak sebagai hipomoklion.
- Bahu belakang lahir diikuti lengan dan tangan belakang.
- Penurunan dan persalinan bahu depan diikuti lengan dan tangan depan
sehingga seluruh bahu janin lahir.
- Kepala janin masuk pintu atas panggul dengan posisi melintang atau
miring.
- Bahu melakukan putaran paksi dalam.
 Persalinan kepala janin
- Kepala janin masuk pintu atas panggul dalam keadaan fleksi dengan
posisi dagu berada dibagian posterior.
- Setelah dagu mencapai dasar panggul, dan kepala bagian belakang
tertahan oleh simfisis kemudian terjadi putar paksi dalam dan
menempatkan suboksiput sebagai hipomiklion.
- Persalinan kepala berturut-turut lahir: dagu, mulut, hidung, mata, dahi
dan muka seluruhnya.9
- Setelah muka, lahir badan bayi akan tergantung sehingga seluruh kepala
bayi dapat lahir.
- Setelah bayi lahir dilakukan resusitasi sehingga jalan nafas bebas dari
lendir dan mekoneum untuk memperlancar pernafasan. Perawatan tali
pusat seperti biasa. Persalinan ini berlangsung tidak boleh lebih dari
delapan menit.
8. Jenis Persalinan Sungsang
a. Persalinan Pervaginam
Berdasarkan tenaga yang dipakai dalam melahirkan janin pervaginam,
persalinan pervaginam dibagi menjadi 3, yaitu:
1) Persalinan spontan (spontaneous breech), janin dilahirkan dengan
kekuatan dan tenaga ibu sendiri. Cara ini lazim disebut cara, Bracht.
2) Manual aid (partial breech extraction; assisted breech delivery), janin
dilahirkan sebagian menggunakan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian
lagi dengan tenaga penolong.
3) Ekstraksi sungsang (total breech extraction), janin dilahirkan seluruhnya
dengan memakai tenaga,penolong. Persalinan perabdominam (seksio
sesaria).

9. Komplikasi
a. Dari faktor ibu:
1) Perdarahan oleh karena trauma jalan lahir atonia uteri, sisa placenta.
2) Infeksi karena terjadi secara ascendens melalui trauma (endometritits)
3) Trauma persalinan seperti trauma jalan lahir, simfidiolisis.
b. Dari faktor bayi:
1) Perdarahan seperti perdarahan intracranial, edema intracranial,
perdarahanalat-alat vital intra-abdominal.
2) Infeksi karena manipulasi
3) Trauma persalinan seperti dislokasi/fraktur ektremitas, persendian
leher,rupture alat-alat vital intraabdominal, kerusakan pleksus brachialis
danfasialis, kerusakan pusat vital di medulla oblongata, trauma langsung
alat-alatvital (mata, telinga, mulut), asfiksisa sampai lahir mati.

10. Pola kebiasaan sehari-hari


- Pola nutrisi
Untuk mengetahui apakah nutrisi sudah terpenuhi apa belum ada
pantangan apa tidak.
- Pola eliminasi
Untuk mengetahui ibu berapa kali BAB dan BAK

- Pola istirahat
Untuk mengetahui waktu istirahat ibu dalam 24 jam
- Pola aktivitas
Aktivitas yang dilakukan apa saja, aktivitasnya berpengaruh atau tidak
terhadap kehamilannya
- Pola kebersihan (personal Hygiene)
Mengetahui tingkat kebersihan klien dengan dikaji berapa kali mandi,
ganti baju dan ganti celana dalam berapa kali sehari.
- Pola hubungan seksual
Untuk mengetahui hubungan seksual yang dilakukan saat hamil dapat
berpengaruh apa tidak pada kehamilannya.
- Kebiasaan lain
Untuk mengetahui kebiasaan lain yang ddilakukan oleh ibu yang dapat
membahayakan kehamilannya seperti merokok, minum alcohol dan
jamu-jamuan.

11. Diagnosa Keperawatan


1) Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
2) Konstipasai
3) Nyeri akut
4) Resiko infeksi
5) Defisit volume cairan
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Bersihan Jalan Nafas tidak efektif NOC: NIC:
berhubungan dengan:  Respiratory status : Ventilation  Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning.
- Infeksi, disfungsi neuromuskular, hiperplasia  Respiratory status : Airway patency  Berikan O2 ……l/mnt, metode………
dinding bronkus, alergi jalan nafas, asma,  Aspiration Control  Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
trauma  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya selama …………..pasien menunjukkan  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya keefektifan jalan nafas dibuktikan dengan  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
eksudat di alveolus, adanya benda asing di kriteria hasil :
 Berikan bronkodilator :
jalan nafas.  Mendemonstrasikan batuk efektif dan
- ………………………
suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
- ……………………….
DS: dan dyspneu (mampu mengeluarkan
- ………………………
- Dispneu sputum, bernafas dengan mudah, tidak ada
 Monitor status hemodinamik
DO: pursed lips)
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
- Penurunan suara nafas  Menunjukkan jalan nafas yang paten
 Berikan antibiotik :
- Orthopneu (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
…………………….
- Cyanosis frekuensi pernafasan dalam rentang
…………………….
- Kelainan suara nafas (rales, wheezing) normal, tidak ada suara nafas abnormal)
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
- Kesulitan berbicara
keseimbangan.
- Batuk, tidak efekotif atau tidak ada  Mampu mengidentifikasikan dan  Monitor respirasi dan status O2
- Produksi sputum mencegah faktor yang penyebab.  Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk
- Gelisah  Saturasi O2 dalam batas normal mengencerkan sekret
- Perubahan frekuensi dan irama nafas  Foto thorak dalam batas normal  Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
penggunaan peralatan : O2, Suction, Inhalasi.
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Konstipasi berhubungan dengan NOC: NIC :
o Fungsi:kelemahan otot abdominal, Aktivitas  Bowl Elimination Manajemen konstipasi
fisik tidak mencukupi  Hidration - Identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan
o Perilaku defekasi tidak teratur konstipasi
o Perubahan lingkungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Monitor tanda-tanda ruptur bowel/peritonitis
o Toileting tidak adekuat: posisi defekasi, privasi selama …. konstipasi pasien teratasi dengan - Jelaskan penyebab dan rasionalisasi tindakan
o Psikologis: depresi, stress emosi, gangguan kriteria hasil: pada pasien
mental  Pola BAB dalam batas normal - Konsultasikan dengan dokter tentang
o Farmakologi: antasid, antikolinergis,  Feses lunak peningkatan dan penurunan bising usus
antikonvulsan, antidepresan, kalsium  Cairan dan serat adekuat - Kolaburasi jika ada tanda dan gejala konstipasi
karbonat,diuretik, besi, overdosis laksatif,  Aktivitas adekuat yang menetap
NSAID, opiat, sedatif.  Hidrasi adekuat - Jelaskan pada pasien manfaat diet (cairan dan
o Mekanis: ketidakseimbangan elektrolit, serat) terhadap eliminasi
hemoroid, gangguan neurologis, obesitas, - Jelaskan pada klien konsekuensi menggunakan
obstruksi pasca bedah, abses rektum, tumor laxative dalam waktu yang lama
o Fisiologis: perubahan pola makan dan jenis - Kolaburasi dengan ahli gizi diet tinggi serat dan
makanan, penurunan motilitas gastrointestnal, cairan
dehidrasi, intake serat dan cairan kurang, - Dorong peningkatan aktivitas yang optimal
perilaku makan yang buruk - Sediakan privacy dan keamanan selama BAB
DS:
- Nyeri perut
- Ketegangan perut
- Anoreksia
- Perasaan tekanan pada rektum
- Nyeri kepala
- Peningkatan tekanan abdominal
- Mual
- Defekasi dengan nyeri
DO:
- Feses dengan darah segar
- Perubahan pola BAB
- Feses berwarna gelap
- Penurunan frekuensi BAB
- Penurunan volume feses
- Distensi abdomen
- Feses keras
- Bising usus hipo/hiperaktif
- Teraba massa abdomen atau rektal
- Perkusi tumpul
- Sering flatus
- Muntah
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan dengan: NOC : NIC :
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis),  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
kerusakan jaringan  pain control, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
 comfort level kualitas dan faktor presipitasi
DS:  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Laporan secara verbal Setelah dilakukan tinfakan keperawatan  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
DO: selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, menemukan dukungan
- Posisi untuk menahan nyeri dengan kriteria hasil:  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
- Tingkah laku berhati-hati  Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit nyeri, mampu menggunakan tehnik  Kurangi faktor presipitasi nyeri
atau gerakan kacau, menyeringai) nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
- Terfokus pada diri sendiri mencari bantuan) intervensi
- Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu,  Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan  Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi menggunakan manajemen nyeri relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
dengan orang dan lingkungan)  Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, frekuensi dan tanda nyeri)  Tingkatkan istirahat
menemui orang lain dan/atau aktivitas,  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri  Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
aktivitas berulang-ulang) berkurang nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan

 Tanda vital dalam rentang normal antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur


- Respon autonom (seperti diaphoresis,  Tidak mengalami gangguan tidur  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
perubahan tekanan darah, perubahan nafas, analgesik pertama kali
nadi dan dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah,
merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan dan minum
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
Berhubungan dengan:  Fluid balance  Pertahankan catatan intake dan output yang
- Kehilangan volume cairan secara aktif  Hydration akurat
- Kegagalan mekanisme pengaturan  Nutritional Status : Food and Fluid Intake  Monitor status hidrasi ( kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ),
DS : Setelah dilakukan tindakan keperawatan jika diperlukan
- Haus selama….. defisit volume cairan teratasi  Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi
DO: dengan kriteria hasil: cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin, albumin,
- Penurunan turgor kulit/lidah  Mempertahankan urine output sesuai total protein )
- Membran mukosa/kulit kering dengan usia dan BB, BJ urine normal,  Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam
- Peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan  Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam  Kolaborasi pemberian cairan IV
darah, penurunan volume/tekanan nadi batas normal  Monitor status nutrisi
- Pengisian vena menurun  Tidak ada tanda tanda dehidrasi,  Berikan cairan oral
- Perubahan status mental Elastisitas turgor kulit baik, membran  Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50
- Konsentrasi urine meningkat mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang – 100cc/jam)
- Temperatur tubuh meningkat berlebihan  Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
- Kehilangan berat badan secara tiba-tiba  Orientasi terhadap waktu dan tempat baik  Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
- Penurunan urine output  Jumlah dan irama pernapasan dalam batas muncul meburuk
- HMT meningkat normal  Atur kemungkinan tranfusi
- Kelemahan  Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal  Persiapan untuk tranfusi
 pH urin dalam batas normal  Pasang kateter jika perlu
 Intake oral dan intravena adekuat  Monitor intake dan urin output setiap 8 jam
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko infeksi NOC : NIC :
 Immune Status  Pertahankan teknik aseptif
Faktor-faktor risiko :  Knowledge : Infection control  Batasi pengunjung bila perlu
- Prosedur Infasif  Risk control  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
- Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan keperawatan
lingkungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
- Malnutrisi selama…… pasien tidak mengalami infeksi  Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan
- Peningkatan paparan lingkungan patogen dengan kriteria hasil: petunjuk umum
- Imonusupresi  Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi  Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
- Tidak adekuat pertahanan sekunder  Menunjukkan kemampuan untuk infeksi kandung kencing
(penurunan Hb, Leukopenia, penekanan mencegah timbulnya infeksi  Tingkatkan intake nutrisi
respon inflamasi)  Jumlah leukosit dalam batas normal  Berikan terapi antibiotik:.................................
- Penyakit kronik  Menunjukkan perilaku hidup sehat  Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
- Imunosupresi  Status imun, gastrointestinal,  Pertahankan teknik isolasi k/p
- Malnutrisi genitourinaria dalam batas normal  Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
- Pertahan primer tidak adekuat (kerusakan kemerahan, panas, drainase
kulit, trauma jaringan, gangguan peristaltik)  Monitor adanya luka
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4
jam
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito L. J. 2008. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.


Doenges, M E. 2007. Rencana Askep Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokmentasian
Perawatan Pasien. Jakarta:EGC.
Mansjoe, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Mochtar, Rustam. 2008. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.
Prawiroharjo, Sarwono. 2008. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBS-SP.
Winkjosastro, Hanifa. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai