Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ikan merupakan salah satu potensi kekayaan sumber daya yang berlimpah
dan beranekaragam jenisnya. Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki luas
laut terpanjang kedua di dunia dengan luas laut 5,8 juta km2 dengan jumlah
pulau 17.504 dan garis pantai 95.000 km. Berdasarkan kajian tersebut potensi
sumber daya ikan nasional mencapai 65 juta ton/tahun dengan rincian
perikanan tangkap sebesar 7,4 juta ton/tahun dan budidaya sebesar 57,6 juta
ton/tahun (Kemenkes RI, 2016).
Produk ikan yang berasal dari laut mempunyai kandungan mineral lebih
baik dari ikan air tawar, selain banyak mengandung vitamin A, ikan juga
merupakan sumber berbagai mineral yang penting bagi tubuh seperti sumber
besi, fosfor, iodine, kalsium, magnesium, selenium, seng dan tembaga
(Miefthawati Putri dkk, 2013). Menurut Kemenkes RI, 2018 penyebab
rendahnya makanan bergizi adalah asupan terhadap vitamin dan mineral salah
satunya kalsium. Kalsium merupakan salah satu mineral yang banyak terdapat
di dalam tubuh, yaitu sekitar 1,5-2 % dari pada berat badan pada orang
dewasa. Kalsium mempunyai peranan dalam tubuh sebagai pembentukan
tulang dan gigi, sebagai integran dari struktur tulang, sebagai tempat
menyimpan kalsium. Kekurangan kalsium dapat menyebabkan gangguan pada
pertumbuhan, tulang yang kurang kuat dan mudah rapuh. Akan tetapi
kelebihan kalsium dalam tubuh dapat menimbulkan gangguan pada ginjal,
menyebabkan susah buang air besar (almatsier, 2013).
Menurut (Rusyantia A, 2017) ikan merupakan salah satu pangan hewani
yang tinggi dan sangat baik untuk dikonsumsi oleh anak balita dalam rangka
untuk pencegahan stunting.
Stunting masih menjadi masalah gizi masyarakat baik di tingkat nasional
dan internasional. Menurut WHO, prevalensi balita pendek menjadi salah satu
masalah kesehatan masyarakat jika prevalensinya 20% atau lebih. Indonesia
merupakan salah satu negara yang memiliki persentase balita pendek yang

1
masih tinggi dan merupakan masalah kesehatan yang harus ditanggulangi oleh
Indonesia.
Secara global prevalensi stunting pada negara-negara di Asia Tenggara
didapatkan hasil Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand (16%),
sedangkan Indonesia didapatkan hasil lebih tinggi sebesar 37,2 % meningkat
dari tahun-tahun sebelumnya (Trihono, 2015).
Provinsi Lampung merupakan salah satu kota di Indonesia yang berada di
atas rerata nasional yaitu 42,64% untuk masalah kesehatan balita yang sangat
pendek dan pendek. Prevalensi stunting di Provinsi Lampung tetinggi berada
di Kabupaten Lampung Tengah (52,68%), yang terendah di Kabupaten Way
Kanan (29,80), dan Kota Bandar Lampung didapatkan (44,59%) kejadian
stunting (Depkes RI, 2016).
Ikan merupakan makanan yang sering dikonsumsi masyarakat lampung,
salah satunya adalah ikan kembung, karena ikan kembung memiliki rasa yang
enak dan gurih, dan juga mudah diolah, ikan kembung memiliki kandungan
kalsium yang baik untuk kesehatan.
Proses pengolahan bahan pangan merupakan pengubahan bentuk asli dari
bahan pangan sehingga dapat segera dimakan. Salah satu proses pengolahan
bahan pangan yaitu dengan menggunakan proses pemanasan. Pengolahan
dengan pemanasan dikenal dengan proses pemanasan bahan pangan dengan
menggunkan suhu 100º C atau lebih agar dapat memperoleh rasa yang lebih
lezat, aroma yang lebih baik, tekstur yang lebih lunak, dan juga untuk
membunuh mikrobia dan menginaktifkan enzim. Pemasakan dapat dilakukan
dengan menggunakan proses perebusan, pengukusan, pemanggangan, dan
penggorengan dengan suhu antara 150º - 300º C. Proses pengolahan dengan
pemasakan dapat merusak zat-zat gizi yang terkandung didalam bahan pangan
(Sundari D, 2015).
Menurut penelitian sebelumnya oleh Sundari Dian dkk (2015), diketahui
bahwa terjadinya penurunan kadar abu pada bahan pangan dengan proses
pengolahan perebusan sedangkan pada proses bahan pangan yang digoreng
mengalami kenaikan kadar abu, yaitu pada tahu (0,57 %), tempe (0,54%), ikan
kembung (0,23%), ayam potong (0,1%). Sedangkan pada bahan pangan yang

2
digoreng mengalami kenaikan kadar abu yaitu pada ikan kembung (0,56%),
ayam potong (0,54%), tahu (0,1%) dan tempe (0,21%). Kadar abu ada
hubungannya dengan mineral dalam suatu bahan. Kadar abu dalam bahan
pangan dapat menunjukkan adanya kandungan mineral anorganik pada bahan
pangan tersebut.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Salamah E, dkk (2012)


diketahui bahwa proses pengolahan memberikan penurunan terhadap
kandungan mineral kalsium, magnesium, fosfor, kalium dan seng pada remis.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas dan mengacu pada penelitian


sebelumnya, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian “Pengaruh
Lama Waktu Pemasakan terhadap Kadar Kalsium pada Ikan Kembung”
untuk mengetahui secara signifikan kadar kalsium memberikan pengaruh yang
ditimbulkan akibat proses pemasakan terhadap penurunan kadar kalsium pada
ikan kembung.

B. Rumusan Masalah
1. Berapakah kadar kalsium pada ikan kembung sebelum direbus dengan
menggunakan metode Kompleksometri?
2. Berapakah kadar kalsium pada ikan kembung setelah direbus dengan
menggunakan metode Kompleksometri?
3. Pada lama waktu perebusan berapakah kadar kalsium terendah pada
sampel ikan kembung?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum:
Mengetahui hubungan lama perebusan terhadap kadar kalsium pada ikan
kembung.

2. Tujuan khusus:
a. Mengetahui kadar kalsium pada ikan kembung sebelum perebusan.
b. Mengetahui kadar kalsium pada ikan kembung setelah perebusan.

3
c. Mengetahui waktu yang optimum untuk proses perebusan terhadap
kadar kalsium.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang waktu yang
optimum terhadap proses perebusan terhadap kadar kalsium pada ikan
kembung.
2. Manfaat aplikatif
a. Bagi mahasiswa Analis Kesehatan
Sebagai informasi dan referensi untuk dilakukan penelitian yang
serupa, mengembangkan dengan variabel-variabel lain maupun
metode lain.
b. Bagi masyarakat
Sebagai sumber informasi bagi masyarakat terhadap lama waktu
proses perebusan yang baik terhadap kandungan gizi kalsium
dalam ikan kembung untuk memenuhi kebutuhan mineral kalsium
dalam tubuh.
c. Bagi peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk mengaplikasikan kompetensi yang
dimiliki sebagai analis kesehatan dalam bidang kimia analisa
makanan dan minuman.

E. Ruang Lingkup
Bidang Ilmu dalam penelitian ini adalah bidang Kimia Analisa Makanan
dan Minuman (Kimia Amami) dengan jenis penelitian eksperimental,
variabel bebas dalam penelitian yaitu ikan kembung dan variabel terikat
adalah kadar kalsium pada ikan kembung sebelum perebusan dan setelah
perebusan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh lama waktu
perebusan terhadap kadar kalsium pada ikan kembung, dengan variasi

4
waktu perebusan 20 menit, 30 menit, dan 40 menit, dengan menggunakan
metode Kompleksometri. Sampel yang digunakan adalah ikan kembung
segar yang terdapat di Pasar Way Halim, Bandar Lampung. Analisa data
yang digunakan adalah uji ANOVA. Penelitian dilaksanakan di
Laboratorium Kimia Analisa Makanan dan Minuman (Kimia Amami)
Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Tanjungkarang pada bulan Mei–
Juli 2019.

F. Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Terikat

Kadar Kalsium Sebelum dan


Ikan Kembung
Setelah Perebusan

Anda mungkin juga menyukai