Anda di halaman 1dari 5

A.

Aplikasi Klinis

1. Osteoporosis
a. Definisi
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh
penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang
sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah (Setiyohadi, 2009). National
Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai
penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromisedbonestrenght
sehingga tulang mudah patah (Setiyohadi, 2009).
b. Etiologi
Etiologi dari penyakit osteoporosis, diantaranya (Sudoyo, 2009) :
1) Genetik
Ada beberapa faktor yang berpengaruh, yaitu etnis, pada
kaukasus/oriental lebih besar daripada orang hitam/ polinesia; gender,
dima faktor resiko perempuan lebih besar daripada laki laki. Laki-Laki
yang orang tuanya menderita osteoporosis, ternyata memiliki densitas
massa tulang yang lebih rendah dibandingkan laki-laki pada umumnya.
2) Hipogonadisme
Hipogonadisme merupakan salah satu penyebab osteoporosis dan
gagalnya pencapaian puncak massa tulang pada laki-laki.
3) Involusi
Dengan bertambahnya umur, terjadi penurunan massa dan densitas
tulang kira-kira 3-4% per-dekade setelah umur 40 tahun. Setelah umur 50
tahun, kehilangan massa tulang yang lebih besar lagi, dari hasil
pengamatan laki-laki lebih rendah daripada wanita.
4) Penyakit dan obat-obatan
Berbagai penyakit, obat-obatan dan gaya hidup dapat menyebabkan
osteoporosis sekunder, misalnya glukokortikoid, merokok, alkohol,
kelainan gastrointestinal dan hati, insufisien ginjal, hiperkalsiuria, artritis
reumatoid, dsb.
5) Peran estrogen
Peran estrogen pada wanita menjadi penyebab besar terjadinya
osteoporosis. Estrogen merupakan regulator pertumbuhandan homeostasis
tulang yang penting. Estrogen memiliki efek langsung dan tak langsung
pada tulang. Efek tak langsung meliputi estrogen terhadap tulang
berhubungan dengan homeostasis kalsium yang meliputi regulasi absorbsi
kalsium di usus.
c. Tanda dan Gejala
Gejala klinis yang dapat ditemukan pada pasien osteoporosis adalah
alopesia baik total ataupun hanya berambut jarang, ketulian, hiperlaksitas,
ligamen, hipermobilitas sendi, kelainann gigi, kifosis dorsal atau gibbus,
penurunan tinggu badan, protuberansia abdomen, spasme otot paraventebral
dan kulit yang tipis (tanda McConkey) (Setiyohadi, 2009).
d. Patomekanisme
Patogenesis osteoporosis tipe I terjadi setelah menopause. Resorpsi
tulang yang meningkat, terutama pad dekade awal pascamenopause,
mengakibatkan insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal
meningkat. Penurunan densitas tulang terutama pada trabekular, karena
memiliki permukaan yang luas. Ketika resorpsi tulang dan formasi tulang
meningkat, hal ini menunjukkan peningkatan turnover pada tulang. Estrogen,
mempunyai peran dalam menurunkan produksi berbagai sitokin oleh
bonemarrowstromalcell dan sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6, dan TNF-α
yang berperan meningkatkan produksi osteoklast. Sedangkan saat pasca
menopause, kadar estrogen dalam tubuh menurun, sehingga terjadi
peningkatan aktivitas osteoklast, penurunan absorbsi kalsium di usus,
peningkatan eksresikalisum pada ginjal, penurunan sintesis berbagai protein
yang membawa 1,25(OH)2D. Untuk mengatasi kesimbangan negatif kalisum
akibat menopause, kadar PTH akan meningkat yang menyebabkan
osteoporosis semakin berat (Setiyohadi, 2009).

2. Osteomalasia
a. Definisi
Osteomalasia adalah gangguan mineralisasi pada tulang yang terjadi
setelah dewasa (Kertia, 2009). Matriks tulang (osteoid) secara normal
termineralisasi dalam 5-10 hari, namun pada osteomalasia intervalnya bisa
terjadi dalam 3 bulan (Kertia, 2009).
b. Etiologi
Etiologi dari osteomalasia, diantaranya (Kertia, 2009) :
1) Kurangnya suplemen vitamin D atau fosfor

2) Penggunaan susu formula dengan kurang dari 20 mg kalsium/ dl


3) Nutrisi total parenteral dengan larutan tanpa kalisum dan vitamin D yang
adekuat
4) Diet tinggi phytate yang mengikat kalsium dalam usus
5) Paparan sinar matahari yang kurang

c. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala dari ostemalasia adalah hipotonia, kelemahan otot
yang pada kasus berat dapat menajdi tetani, sambungan kostokondral
menonjol, tulang panjang menjadi bengkok, pada tulang tengkorak
menunjukkan kepala frontal dan mendatarnya tulang parietal. Ostemolasia
juga dapat bermanifestasi klinis yang menyerupai gangguan reumatik, meliputi
nyeri tulang, mudah lelah, kelemahan proksimal, dan perlunakan periartikuler
(Kertia, 2009).

d. Patomekanisme
Pada defisiensi vitamin D atau insensivitas, terjadi penurunan kalsium
serum, yang kemudian menstimulasi kenaikan kadar PTH . Peningkatan kadar
hormon paratiroid menstimulasi pemecahan tulang untuk membebaskan
kalsium dan menurunkan kadar fosfat serum. Tanpa mineralisasi tulang yang
adekuat, tulang menjadi tipis. Osteoid yang tidak terkristalisasi dalam jumlah
abnormal akan berakumulasi dan membungkus saluran tulang bagian dalam
yang menyebabkan deformitas tulang (Corwin, 2009).
Rendahnya kadar 1, 25 (OH)2 vitamin D pada beberapa pasien menjadi
konsekuensi dari abnormalitas metabolisme tubular proksimal. Pasien dengan
asidosis tubular renal dan sindrom Fanconi juga mengeksresikan banyak
kalsium, magnesium, kalium, asam urat, glukosa, asam amino, dan sitrat
(Sudoyo, 2009).

3. Penyakit Ricket
a. Definisi
Penyakit ricket adalah penyakit yang ditandai oleh kurangnya zat
fosfor, kapur, atau vitamin D. Vitamin D sangat diperlukan untuk membangun
unsur yang menjadi gigi dan tulang-tulang. Penyakit ricket umumnya dialami
anak-anak kecil, namun sebenarnya orang dewasa juga bisa terkena penyakit
ini. Penyakit Ricket dapat muncul pada anak usia 6-18 bulan (Sudoyo, 2009).

b. Etiologi
Etiologi penyakit ini yaitu, dari hasil pemeriksaan darah, penderita
rickets akan diketahui kekurangan fosfor dan zat kapur. Sementara hasil
pemeriksaan sinar-X menunjukkan kekurangan perkembangan pada ujung
tulang. Seorang wanita kecil akan menderita cacat pada panggul karena
rakhitis maka akan mengalaminya sampai menginjak usia dewasa dan akan
mengalami kesukaran dalam melahirkan anak. Cacat yang disebabkan oleh
rickets tidak bisa disembuhkan maka lebih diutamakan untuk melakukan
pencegahan. Tapi, penyakit ini masih bisa diobati bila didiagnosis lebih awal
(Sudoyo, 2009).

c. Tanda dan gejala


Rickets biasanya ditandai dengan gejala dahi selalu berkeringat,
gampang tersinggung, gelisah, serta pembengkakan pada persendian dan
tulang rawan yang menghubungkannya membentuk dua lingkaran yang keras.
Benjolan ini akan terlihat jelas pada anak yang kurus dan pada penderita
rickets yang gemuk biasanya bisa diraba. Anak yang menderita rickets
biasanya menunjukan perubahan fisik seperti berikut ini :
1) Kepalanya lama-lama akan berbentuk segi empat
2) Ubun-ubunnya akan tetap terbuka dalam waktu lama
3) Persendian tulang pergelangan lebih lunak dan lebih besar dari biasanya.
4) Kaki penderita rickets akan berbentuk cekung atau cembung
5) Perut menonjol
6) Mengalami sembelit

d. Patomekanisme
Defisiensi kalsium dapat terjadi akibat asupan kalsium yang kurang
atau eksresi yang berlebihan lewat urin atau feses. Eksresi lewat urin yang
berlebih dapat diakibatkan oleh kebocoran di ginjal atau akibat penggunaan
glukokortikoid atau hiperkalsiuria idiopatik. Adapun karena defisiensi fosfat
karena asupan fosfat yang rendah, gangguan absorbsi fosfat di usus atau
peningkatan klirens fosfat di ginjal (Sudoyo, 2009).

Mal ini dapusnya udah ada yang nulis ko jadi aku gaperlu nulis lagi

Anda mungkin juga menyukai