Anda di halaman 1dari 16

A.

Konsep Teoritis Fraktur


1. Definisi Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kantinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya ( Brunner & Suddarth, 2005 dalam
Wijaya dan putri, 2013). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan
oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut,
keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap
(Price dan Wilson, 2006).
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang.
Patahan tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau
primpilan korteks, biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser
(Wijaya dan putri, 2013).
2. Klasifikasi fraktur
Menurut (Brunner & Suddarth, 2005) jenis-jenis fraktur adalah:
a. Complete fracture (fraktur komplet) patah pada seluruh garis tengah
tulang, luas dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan
posisi tulang.
b. Closed fracture (simple fraktur) tidak menyebabkan robeknya kulit,
integritas kulit masih utuh.
c. Open fracture (compound fraktur / komplikata / kompleks),
merupakan fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit rusak dan
ujung tulang menonjol sampai menembus kulit) atau membrane
mukosa sampai kepatahan tulang.
Fraktur terbuka digradasi menjadi:
- Grade I : luka bersih, kurang dari 1 cm panjangnya
- Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak
yang ekstensif
- Grade III : luka sangat terkontaminasi dan mengalami
kerusakan jaringan lunak ekstensif.
d. Greenstick fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang lainnya
membengkok.
e. Tranversal fraktur sepanjang garis tengah tulang
f. Oblik fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
g. Spiral fraktur memuntir seputar batang tulang
h. Komunitif fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
i. Depresi fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (seiring
terjadi pada tulang tengkorak dan wajah).
j. Kompresi fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada
tulang belakang).
k. Patologik fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista
tulang, paget, metastasis tulang, tumor).
l. Epifisial fraktur melalui epifisis
m. Impaksi fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang
lainya.
3. Etiologi
Menurut Wijaya dan Putri (2013) penyebab fraktur adalah :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemutiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan.
Menurut Brunner & Suddarth (2005) fraktur dapat disebabkan oleh
pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan
bahakan kontraksi otot ekstremitas, organ tubuh dapat mengalami cedera
akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang.
4. Manifestasi klinis
Manifestasi fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) adalah
nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus,
pembengkakan local dan perubahan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fregmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian – bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)
bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstremitas yang bias diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melengketnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadinya pemendekan tulang yang
sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas atau dibawah
tempat fraktur. Fraktur sering saling melingkupi satu sama lain
sampai 2,5 sampai 5 cm (1-2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

5. Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh yaitu stress, gangguan fisik,
gangguan metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang
turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah
akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP
menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan
mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka
penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai
serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping
itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan
dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan
jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur
adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolic, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada umumnya
pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan imobilitas
yang bertujuan untuk mempertahanakan fragmen yang telah dihubungkan,
tetap pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 2006 :1183).

6. Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran frakmen tulang Nyeri Akut

Perubahan jaringan sekitar Kerusakan frakmen tulang


7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik fraktur yaitu:
a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi dan luasnya fraktur
b. Scan tulang, tonogram, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh
pada taruma multiple).
e. Kreatinin : trauma otot meningkat beban kreatinin untuk kliren ginjal
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multiple atau cedera hari.

8. Penatalaksanaan
Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang dapat
dilakukan dengan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovaskuler,
latihan isometrik, dan memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam
memperbaiki kemnadirian dan harga diri (Brunner & Suddarth, 2005).
Prinsip penanganan fraktur dikenal dengan empat R yaitu:
a. Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian
dan kemudian dirumah sakit.
b. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen
tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak
asalnya.
c. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang
untuk mempertahankan reduksi harus melewati sendi diatas fraktur
dan dibawah fraktur.
d. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur (Price,
2006).

Penatakansanaan perawat menurut Masjoer (2003), adalah sebagai


berikut:
a. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan
kesadaran, baru periksa patah tulang.
b. Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencegah
kompikasi
c. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini,
dan pemantauan neurocirculatory pada daerah yang cedera adalah:
- Merabah lokasi apakah masih hangat
- Observasi warna
- Menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali
kapiler
- Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi
pada lokasi cedera
- Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan rasa
sensasi nyeri.
- Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakkan.
d. Pertahankan kekuatan dan pergerakan
e. Mempertahankan kekuatan kulit
f. Meningkatkan gizi, makanan-makanan yang tinggi serat anjurkan
intake protein 150-300 gr/hari.
g. Memperhatikan immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan
tujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap
pada tempatnya sampai sembuh.
9. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut (Price, A dan L. Wilson, 2006) :
a. Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut
atau miring.
b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Nonunion patah tulang yang tidak menyambung kembali.
d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan tekanan
yang berlebihan didalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan
masif pada suatu tempat.
e. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.

A. Asuhan Keperawatan Teoritis


Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah
keperawatan secara ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi
masalah-masalah pasien, merencanakan secara sistematis dan
melaksanakannya secara mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan (Nasrul Effendy,1995).

1. Pengkajian
a. Identifikasi Pasien
Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku,
bangsa, pendidikan, pekerjaan, tgl. MRS, diagnosa medis, no.
registrasi.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut/kronik tergantung dari lamanya
serangan. Unit memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa
nyeri pasien digunakan:
- Provoking inciden: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
- Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut atau menusuk.
- Region radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakag
rasa sakit menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
- Saverity (scale of pain): seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala nyeri/pasien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
- Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari/siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh
trauma/kecelakaan, degeneratif dan patologis yang didahului
dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekirat yang
mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat/perubahan warna
kulit dan kesemutan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (Fraktur
Costa) atau pernah punya penyakit yang menular/menurun
sebelumnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita
esteoporoses, arthritis dan tuberkulosis/penyakit lain yang sifatnya
menurut dan menular.
f. Pola Fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
3) Pola Eliminasi
4) Pola Istirahat dan Tidur
5) Pola Aktivitas dan Latihan
6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
7) Pola Sensori Kognitif

8) Pola Hubungan Peran


9) Pola Penanggulangan Stres
10) Pola Reproduksi Seksual
11) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang,
gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat
traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan,
perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan
sensasi ditandai dengan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan,
penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan
nekrotik.
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/
ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan
aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
4) Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons
inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan,
luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.

3. Intervensi Keperawatan

No Tanggal/ Diangosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Jam Keperawatan Hasil (NOC) (NIC)
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Pain Management
berhubungan tindakan keperawatan - Lakukan pengkajian
dengan terputusnya selama 2x 24 jam nyeri secara
jaringan tulang, diharapkan nyeri klien komprehensif termasuk
gerakan fragmen dapat teratasi dengan lokasi, karakteristik,
tulang, edema dan kriteria hasil: durasi, frekuensi,
cedera pada Pain control kualitas, dan faktor
jaringan, alat - Mampu mengontrol presipitasi.
traksi/immobilisasi, nyeri (tahu penyebab - Observasi reaksi
stress, ansietas nyeri, mampu nonverbal dari
menggunakan teknik ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk - Ajarkan teknik non
mengurangi nyeri, farmakologis (relaksasi,
mencari bantuan) distraksi dll) untuk
- Melaporkan bahwa mengetasi nyeri.
nyeri berkurang - Kolaborasi dengan
dengan menggunakan dokter bila ada
manajemen nyeri. komplain tentang
- Mampu mengenali pemberian analgetik
nyeri (skala, tidak berhasil.
intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
- Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang.
2 Kerusakan Setelah dilakukan Pressure Management
integritas kulit tindakan keperawatan - Monitor kulit akan
berhubungan selama ...x... jam adanya kemerahan
dengan tekanan, diharapkan kerusakan - Hindari kerutan pada
perubahan status integritas kulit klien tempat tidur
metabolik, dapat teratasi dengan - Jaga kebersihan kulit
kerusakan sirkulasi kriteria hasil: agar tetap bersih dan
dan penurunan - Integritas kulit yang kering.
sensasi ditandai baik bisa - Mobilisasi pasien (ubah
dengan oleh dipertahankan posisi pasien) setiap
terdapat luka / (sensasi, elastisitas, dua jam sekali
ulserasi, temperatur, hidrasi, - Oleskan lition atau
kelemahan, pigmentasi). minyak/baby oil pada
penurunan berat - Tidak ada luka/lesi daerah yang tertekan
badan, turgor kulit pada kulit - Mandikan pasien
buruk, terdapat - Perfusi jaringan baik dengan sabun dan air
jaringan nekrotik - Menunjukkan hangat.
pemahaman dalam
proses perbaikan kulit
dan mencegah
terjadinya cedera
berulang.

3 Hambatan Setelah dilakukan Exercise therapy :


mobilitas fisik tindakan keperawatan ambulantion
berhubungan selama ...x... jam - Monitor vital sign
dengan nyeri/ diharapkan klien dapat sebelum / sesudah
ketidaknyamanan, beraktivitas secara latihan dan lihat
kerusakan mandiri dengan kriteria respon pasien saat
muskuloskletal, hasil: latihan
terapi pembatasan - Klien meningkat - Konsultasikan dengan
aktivitas, dan dalam aktivitas fisik terapi fisik tentang
penurunan - Mengerti tujuan dari rencana ambulasi
kekuatan/tahanan peningkatan mobilitas sesuai dengan
- Memverbalisasikan kebutuhan
perasaan dalam - Ajarkan pasien atau
meningkatan tenaga kesehatan lain
kekuatan dan tentang teknik
kemampuan ambulasi
berpindah. - Kaji kemampuan klien
- Memperagakan dalam mobilisasi
penggunaan alat bantu - Latih pasien dalam
untuk mobilisasi pemenuhan kebutuhan
(walker). ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
- Berikan alat bantu jika
klien memerlukan
- Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan.
4 Risiko infeksi Setelah dilakukan Infection Control
berhubungan tindakan keperawatan - Bersihkan lingkungan
dengan stasis selama ...x... jam setelah dipakai pasien
cairan tubuh, diharapkan resiko infeksi lain
respons inflamasi tidak terjadi dengan - Instruksikan pada
tertekan, prosedur kriteria hasil: pengunjung untuk
invasif dan jalur - Klien bebas dari tanda mencuci tangan saat
penusukkan, dan gejala infeksi berkunjung dan
luka/kerusakan - Menunjukkan setelah berkunjung
kulit, insisi kemampuan untuk meninggalkan pasien.
pembedahan mencegah timbulnya - Gunakan sabun
infeksi antimikroba untuk
- Jumlah leukosit dalam mencuci tangan
batas normal - Cuci tangan setiap dan
- Menunjukkan sesudah melakukan
perilaku hidup sehat tindakan keperawatan
- Pertahankan
lingkungan aseptik
selama pemasangan
alat.
- Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
- Monitor kerentanan
terhadap infeksi
- Berikan terapi
antibiotik bila perlu
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2005. Keperawatan medical bedah. EGC

Nurarif.A.M dan Kusuma. H. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan


diagnosa medis & Nanda NIC-NOC. Jogjakarta : Mediaction

Price.S.A dan Wilson. L.M. 2006. Patofisiologi. EGC

Wijaya.A.S dan Putri.Y.M. 2013. KMB 2 Keperawatan Medical Bedah


(Keperawatan Dewasa). Bengkuli : Numed
LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN FRAKTUR RUANG BOUGENVIL 3

RSUD. LOEKMONO HADI KUDUS

Disusun oleh :

Nama : Eva Fatmah

Nim : N520184019

Prodi : Profesi Ners

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS INDONESIA

TAHUN AKADEMIK 2018/2019

Anda mungkin juga menyukai