Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

Steven Johnson Syndrome dan Demam Dengue

Pembimbing:

dr. Melanie Rakhmi Mantu, Sp.A, M.Kes

Disusun oleh:

Surya Dharma

11.2015.405

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) TARAKAN, JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA (UKRIDA),


JAKARTA

PERIODE 21 JANUARI 2017 – 1 APRIL 2017

1
STATUS ILMU KESEHATAN ANAK
SMF KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN

Nama Mahasiswa : Surya Dharma TandaTangan :


NIM : 11.2015.405
Dokter Pembimbing : dr. Melanie R. Mantu, Sp.A, M.Kes

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. DPR Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 22 Januari 2009 Suku Bangsa : Sunda
Umur : 8 tahun 3 bulan Agama : Islam
Pendidikan :-
Alamat : Jl. Songsi Dalam 07/07 No. 28A

IDENTITAS ORANG TUA


Nama Ayah : Tn. AS Nama Ibu : Ny. s
Umur : 35 tahun Umur : 30 tahun
Pendidikan Terakhir : SMA Pendidikan terakhir : SMP
Pekerjaan : Karyawan Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl. Songsi Dalam 07/07 No. 28A

Tanggal Masuk RS : 13 Mei 2017


Tanggal Pemeriksaan : 14 Mei 2017
Dilakukan di : Bangsal Melati

ANAMNESIS
Diambil dari : Alloanamnesis dengan ibu pasien
Tanggal : 14 Mei 2017

2
Keluhan Utama:
Kulit melepuh

Keluhan Tambahan:
Demam, muntah

Riwayat Penyakit Sekarang:


Anak laki-laki berusia 8 tahun datang ke IGD RSUD Tarakan dibawah oleh orang
tuanya dengan keluhan muncul kulit seperti melepuh. Kulit melepuh sejak kemarin. Kulit
melepuh ini diawali dengan kulit yang memerah dimulai dari bagian belakang telinga dan
mulut lalu dada dan menjalar ke leher hingga punggung dan perut serta kedua tangan dan
kaki. Sebelumnya pasien mengalami demam. Demam sudah sejak 3 hari yang lalu. Demam
dirasakan sepanjang hari. Untuk mengurangi demam pasien diberikan jamu kemudian
diberikan panadol setengah tablet. Setelah minum obat demam tidak turun maka ibu pasien
memutuskan memberikan panadol setengah tablet dan proris syrup sebanyak 2 sendok.
Keesokkan harinya pasien berobat keklinik dan diberikan obat ibuprofen. Setelah minum obat
tersebut muncul kulit yang memerah dibelakang telinga. Ada muntah sejak 3 hari yang lalu
berisikan cairan jamu dan makanan. Adanya kejang dan sakit kepala serta sesak napas
disangkal. Buang air kecil dan buang air besar tetap lancer dan normal. Ibu menyangkal
adanya trauma pada kulit.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien lahir dari ibu usia 32 tahun G1P0A0 hamil 39 minggu secara spontan. Saat
lahir, pasien langsung menangis. Apgar score dan balard score tidak diketahui. Pasien
mempunyai riwayat kejang saat demam sejak usia 3 tahun. Kejang terjadi kurang lebih 2
menitan.

Silsilah Keluarga

3
Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit Ya Tidak Hubungan

Alergi +

Asma +

Tuberkulosis +

Hipertensi +

Diabetes +

Kejang Demam +

Epilepsy + Adik

HIV +

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN


1. Kehamilan
 Perawatan antenatal : Teratur setiap bulan
 Tempat perawatan : Bidan
 Penyakit kehamilan : Bidan

2. Kelahiran
 Tempat kelahiran : Puskesmas
 Penolong persalinan : Bidan
 Cara persalinan : Spontan
 Masa gestasi : 39 minggu
 Keadaan bayi
o Berat badan lahir : 3300 gram
o Panjang badan lahir : 41 cm
o Lingkar kepala : Ibu tidak mengingat
o Langsung menangis : Langsung menangis
o Pucat/Biru/Kuning/Kejang : Ibu tidak mengingat

4
o Nilai APGAR : Ibu tidak mengetahui
o Kelainan bawaan : Tidak ada

Kesan: Neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan

RIWAYAT PERKEMBANGAN
- Tengkurap : 7 bulan
- Duduk : 8 bulan
- Berdiri : 9 bulan
- Berjalan : 10 bulan
- Bicara : 10 bulan
- Tumbuh gigi : 1 tahun

RIWAYAT IMUNISASI
(+) Hep B
(+) BCG
(+) Polio
(+) DPT
(+) Hib
(+) Campak
Kesan: Imunisasi dasar lengkap

PEMERIKSAAN FISIK

5
Tanggal: 13 Mei 2017

Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : Tidak dilakukan
Nadi : 100 kali/menit, reguler, kuat
Suhu : 38,1 °C
Pernapasan (frekuensi dan tipe) : 22 kali/menit, teratur, reguler

Antropometri
Tinggi badan : 132 cm
Berat badan : 21 Kg
LILA : 12 cm
Lingkar kepala : 46 cm
Status Gizi

6
LK/U: Mean 50

Kesan: Status gizi baik dan normocephal.

PEMERIKSAAN SISTEMATIS
Kepala
 Bentuk dan ukuran : Normocephal
 Wajah : Simetris, lesi kulit (-), rash (-), edema (-)
 Rambut & kulit kepala : Warna hitam, distribusi rata, tidak mudah rontok
 Mata : Pupil bulat, refleks cahaya langsung +/+, reflex cahaya
tidak langsung+/+, kelopak mata cekung (-), konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
edem palpebra -/-, Air mata +/+
 Telinga : Normotia, liang telinga lapang, sekret -/-, eritema +/+,
 Hidung :Septum deviasi (-), sekret -/-, napas cuping hidung (-)
 Mulut : Bibir kering (+), stomatitis ulcer(+), krusta(+),
sianosis (-), faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, lidah kotor (-)
 Leher : Trakea lurus di tengah, pembesaran KGB (-), retraksi
suprasternal (-), eritema (+), bula (+) diameter 1cm

Thoraks
1. Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, pernapasan abdominotorakal, pergerakan
dinding dada simetris dalam keadaan statis maupun dinamis, retraksi sela iga (-)
Palpasi : Vokal fremitus simetris kanan dan kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
2. Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada sela iga 4 linea midklavikularis kiri
Perkusi : Batas atas jantung di ICS II linea parasternal kiri
Batas kiri jantung di ICS IV, linea midclavicula kiri
Batas kanan jantung di ICS IV, linea sternal kanan
Auskultasi : BJ I/II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
7
Abdomen
Inspeksi : Datar dan simetris, plak eritema bulosa(+) geografika berkelupas,
massa (-), sikatrik (-)
Palpasi : Distensi (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit
kembali dengan cepat
Perkusi : Timpani di seluruh lapang perut
Auskultasi : Bising usus (+)

Extremitas
Ekstremitas superior : Akral hangat, deformitas (-), Edema -/- , CRT < 2 detik.
Ekstremitas Inferior : Akral hangat, deformitas (-), Edema -/- , CRT < 2 detik.
Tulang belakang : Tidak tampak kelainan tulang belakang
Anus dan Rektum : Tidak ditemukan iritasi
Genitalia : Laki-laki
Kulit : Warna kulit sawo matang.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Laboratorium : Tanggal 19 Februari 2017 Jam 04.22 WIB
Darah Rutin
Hemoglobin : 13,4 g/dL
Hematokrit : 41.0 %
Eritrosit : 5.57 juta/µL
Leukosit : 5.814/mm3
Trombosit : 118.100/mm3
Elektrolit
Natrium : 133 mEq/L
Kalium : 3.8 mEq/L
Klorida : 96 mEq/L
Gula Darah
Glukosa darah sewaktu : 111 mg/dL

Kesan: hemokonsentrasi dan trombositopenia

8
RINGKASAN

DIAGNOSIS KERJA
Steven Johnson Syndrome

DIAGNOSIS BANDING

PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad fungsionam : Ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

TATALAKSANA
 RL maintenance
FOLLOW UP
Tanggal 21 Februari 2017
S Sesak berkurang. Batuk masih tapi sudah sedikit berkurang, dahak sudah mulai
keluar berwarna putih kental. Napsu makan masih kurang, hanya ingin minum ASI
4 kali sehari. Demam (-), BAB cair (-), muntah (-). BAK dalam batas normal.
O KU: Tampak sakit sedang Kesadaran: Compos mentis
HR: 106x/menit RR: 34x/menit Suhu: 36,6oC
SpO2: 98%
Mata : Air mata (+) ketika menangis
Hidung: Nafas cuping hidung( - )
Dada : Retraksi -, nafas spontan adekuat
Pulmo: Suara nafas vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi +/+
Abd: Supel, bu (+), turgor kembali cepat
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 detik
A Perbaikan
P  Terapi lanjut

9
 O2 aff
 Konsul fisioterapi

22 Februari 2017
S Sesak berkurang. Batuk masih tapi sudah sedikit berkurang, dahak sudah mulai
keluar berwarna putih kental. Napsu makan mulai membaik sudah mau makan
bubur. Tidur lelap. Demam (-), BAB cair (-), muntah (-). BAK dalam batas normal.
O KU: Tampak sakit sedang Kesadaran: Compos mentis
HR: 102x/menit RR:32x/menit Suhu: 36,4oC
SpO2: 98%
Pulmo: suara nafas vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi +/+
Abd: Bu (+)
Ekstremitas: akral hangat, tidak edem, CRT < 2 detik
A Perbaikan
P  Cefixime 2x1.5 cth
 Puyer batuk 3x1 pulv
 Sanmol drop 4x1cc
 Infus aff
 Rencana BPL menunggu Chest fisioterapi

Tanggal 23 Febuari 2017


S Sudah tidak sesak, batuk sedikit. Napsu makan sudah baik. Keluhan lain tidak ada
O KU: Tampak sakit ringan Kesadaran: Compos mentis
HR: 110x/menit RR: 30x/menit Suhu: 36,4 oC
SpO2: 98%
Pulmo: suara nafas vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-

A Perbaikan
P BPL

 Rehidrasi 70cc/kgbb/5jam: 595 = 113cc/jam

10
ANALISA KASUS

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang diambil diagnosis


kerja bronkopneumonia dikarenakan sesak nafas, demam, batuk, hipoksemia, terdapat pula
ronki pada kedua lapang paru maka diambil diagnosis bronkopneumonia.
Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernafasan yang terjadi pada
bronkus sampai dengan alveolus paru. Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada
anak kecil dan bayi. Pada kasus ini pasien berusia 10 bulan. Pada auskultasi bisa
terdengar ronki basah halus atau kasar. Pada kasus ini pasien terdapat ronki basah halus.
Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan hal berikut:
- Bronkopneumonia sangat berat: Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup
minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
- Bronkopneumonia berat: Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup
minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
- Bronkopneumonia sedang: Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
> 40 x/menit pada anak usia 1 – 5 tahun.
- Bukan bronkopenumonia: Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak
perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.
Pada kasus ini, anak berusia 10 bulan dengan pernapasan 52 kali per menit
Pada pemeriksaan laboratorium biasanya ditemukan hal berikut:
1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000–40.000/ mm3 dengan
pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi
virus atau Mycoplasma.
2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.
3. Peningkatan LED.
4. Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50 % penderita yang tidak diobati. Selain kultur
dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab).
5. Analisa gas darah (AGD) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.
Pada kasus ini pasien nilai Hb nya sedikit menurun dan hipoksemia

11
Tata laksana pasien meliputi terapi suportif dan terapi etiologik. Terapi suportif
berupa pemberian makanan atau cairan sesuai kebutuhan serta koreksi asam-basa dan
elektrolit sesuai kebutuhan. Terapi oksigen diberikan secara rutin. Jika penyakitnya berat
dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin diperlukan terutama dalam 24-48 jam
pertama. Bagian yang sangat penting dari tata laksana pneumonia adalah pemberian
antibiotik. Idealnya tata laksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya. Secara
umum pengobatan antibiotik untuk pneumonia diberikan dalam 5-10 hari, namun dapat
sampai 14 hari. Pedoman lain pemberian antibiotik sampai 2-3 hari bebas demam.

Gambar 1. Mikroorganisme dan antibiotic pneumonia menurut usia

Pada kasus ini anak diberikan O2 2lpm, Ambroksol drop 3x0.8 cc, Nebu tiap 6 jam: ventolin
1/2 , NS 2 cc dan Anbacim 3x300 mg.

Pasien ini didiagnosa banding dengan bronkiolitis oleh karena terdapat beberapa
gejala klinis (batuk, demam, sesak, retraksi intercostal) dan umur yang mendukung yaitu
dibawah 2 tahun. Namun pada teori dikatakan bahwa pada pasien bronkiolitis didapatkan
wheezing, sedangkan pada pasien ini tidak didapatkan wheezing. Oleh karena itu pasien
belum bisa didiagnosa sebagai bronkiolitis dan diagnosis bronkiolitis dapat disingkirkan.

12
Umumnya bronkiolitis menyerang pada anak di bawah umur 2 tahun dengan kejadian
tersering kira-kira usia 6 bulan. Gejala awal yang mungkin timbul adalah tanda-tanda infeksi
respiratorik atas akut akibat virus seperti demam, batuk, pilek. Satu hingga dua hari
berikutnya timbul batuk yang disertai dengan sesaak nafas dan ditemukan wheezing, sianosis,
merintih, muntah setelah batuk, rewel nafsu makan menurun Pada pemeriksaan fisis
didapatkan frekuensi nafas yang meningkat (takipnu), takikardi demam >38,5, konjungtivits
ringan dan faringitis. Obstruksi saluran respiratori bawah akibat respons inflamasi akut akan
menimbulkan gejala ekspirasi memanjang hingga wheezing. Usaha-usaha pernafasan yang
dilakukan anak untuk mengatasi obtruksi akan menimbulkan nafas cuping hidung dan
retraksi intrakostal, ronki, sianosis dapat terjadi dan bila gejala hebat dapat terjadi apnea
terutama bayi <6 minggu. Pada pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologis
dijumpai gambaran hiperinflasi, dengan infiltrat yang biasanya tidak luas, tapi gambaran ini
tidak spesifik dan dapat ditemukan pada asma, pneumonia viral/atipikal dan aspirasi.

Pada kasus, anak laki-laki berusia 10 bulan dengan berat badan 8.5 kg (ditimbang saat
dilakukan pemeriksaan pada tanggal 20 Februari 2017). Anak masuk dari UGD dengan
diagnosa GEADRS (Gastroenteritis Akut dengan Dehidrasi Ringan Sedang). Anak
didiagnosa GEADRS karena dari anamnesis didapatkan keluhan utama anak BAB cair sejak
dua hari SMRS sebanyak lebih dari lima kali dalam satu hari. Konsistensi cair, sedikit ampas,
terdapat lendir, tidak terdapat darah, berwarna kuning. Menurut IDAI 2010 diare akut adalah
BAB pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per hari, disertai perubahan konsistensi tinja
menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu.1
Sedangkan menurut WHO diare cair akut adalah suatu keadaan dimana diare lebih dari 3 kali
sehari yang berlangsung kurang dari 14 hari dan tidak mengandung darah. 2 Menurut Nelson
diare didefinisikan sebagai volume BAB cair yang sangat banyak dalam sehari (>10ml feses /
kgBB / hari).3 Sehingga dapat ditegakkan diagnosis dari keluhan utama anak yang sesuai
dengan definisi diare cair akut menurut IDAI,WHO, dan Nelson.
Menurut IDAI pada bayi yang minum ASI sering, frekuensi BABnya memang lebih
dari 3-4 kali perhari. Keadaan ini tidak dapat disebut diare dan bersifat fisiologis selama berat
badan bayi meningkat normal. Sehingga untuk bayi yang minum ASI secara ekslusif definisi
diare adalah meningkatnya frekuensi BAB atau konsistensinya menjadi cair yang menurut
ibunya abnormal. Dari keterangan ibu pasien diketahui bahwa biasanya anak BAB 3 kali
sehari yaitu pagi, siang dan sore hari dengan konsistensi agak lembek. Anak dapat dikatakan
mengalami diare karena frekuensi BABnya lebih sering dari biasanya dengan perubahan
13
konsistensi feses dimana feses menjadi cair berwarna kuning kecoklatan, disertai ampas dan
lendir, namun tidak ada darah. Sekali BAB kurang lebih sebanyak seperempat sampai
setengah gelas aqua.1
Selain BAB cair, pasien juga mengalami keluhan penyerta yaitu demam sejak 2 hari
SMRS, muntah sebanyak 1 kali. Menurut IDAI infeksi usus dapat menimbulkan tanda dan
gejala gastrointestinal berupa diare, kram perut dan muntah sedangkan manifestasi sistemik
bervariasi tergantung pada penyebabnya. Mual dan muntah adalah gejala non spesifik, akan
tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna
bagian atas seperti virus atau bakteri yang memproduksi enterotoksin. Penderita dengan diare
cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat.
Kehilangan air dan elektrolit ini akan bertambah bila ada muntah. Hal ini dapat menyebabkan
dehidrasi yang merupakan keadaan paling berbahaya karena menjadi penyebab utama
morbiditas dan mortalitas penderita diare. Bila terdapat demam dapat diakibatkan karena
proses peradangan atau akibat dehidrasi, dimana demam umum terjadi pada penderita dengan
diare inflamasi.
Saat di IGD, demam anak sudah turun namun keluhan BAB cair tidak membaik, anak
masih rewel. Ibu pasien tidak mengetahui apakah mata pasien tampak cekung atau tidak. Ibu
pasien juga tidak mengetahui turgor kulit pasien. Menurut ibu pasien, pasien menangis tidak
ada air mata. BAK dirasa berkurang. Keluhan yang disampaikan oleh ibu pasien sesuai
dengan kriteria dehidrasi derajat ringan sedang. Dimana menurut IDAI, tanda-tanda atau
gejala anak dengan klasifikasi diare dengan tingkat dehidrasi ringan atau sedang yaitu
terdapat dua atau lebih tanda ini: (1) rewel, gelisah, (2) mata cekung, (3) minum dengan
lahap, haus, (4) cubitan kulit kembali lambat. Kriteria penentuan derajat dehidrasi ringan
sedang menurut MMWR-CDC (Morbidity and Mortality Weekly Report – Centers for
Disease Control) WHO 2003, kehilangan berat badan 3% - 9%, kesadaran gelisah, denyut
jantung normal-meningkat, kualitas nadi normal-melemah, pernapasan normal-cepat, mata
sedikit cowong, air mata berkurang, mulut dan lidah kering, cubitan kulit kembali lambat,
capillary refill memanjang, ekstremitas dingin, kencing berkurang.1
Diare pada pasien anak ini kemungkinan disebabkan oleh virus sesuai gejala dan tidak
adanya leukositosis.
Pembagian nilai normal leukosit berdasarkan usia :
 Leukosit normal neonatus adalah 9000 – 30000 sel/mm3
 Leukosit normal bayi sampai balita adalah 5700-18000 sel/mm3

14
Pengobatan diare dehidrasi ringan sedang menurut IDAI adalah dengan terapi
rehidrasi oral. Penderita diare dengan dehidrasi ringan sedang harus dirawat di sarana
kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit yang
diberikan pada 3 jam pertama adalah 75ml/kgBB dalam 3 jam. Bila berat badan tidak
diketahui meskipun cara ini kurang tepat perkiraan kekurangan cairan dapat ditentukan
dengan menggunakan umur penderita, yaitu untuk umur kurang dari 1 tahun adalah 300 ml,
1-5 tahun adalah 600 ml, dan > 5 tahun adalah 1200 ml, rentang volume cairan ini adalah
perkiraan, volume yang sesungguhnya diberikan dengan menilai rasa haus penderita dan
memantau tanda-tanda dehidrasi. Bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus
diberi lagi. Setelah 3 jam keadaan penderita dievaluasi apakah membaik, tetap, atau
memburuk. Bila keadaan penderita membaik dan dehidrasi teratasi pengobatan dilanjutkan
dengan cara seperti pengobatan diare tanpa dehidrasi yaitu untuk anak usia < 1 tahun adalah
50-100 ml/ kali mencret atau muntah dan anak > 1 tahun 200 ml / kali mencret atau muntah.
Sedangkan bila dehidrasi tidak teratasi dan keadaan umum anak menjadi lemah dan malas
minum, berikan terapi untuk diare dengan dehidrasi derajat berat.1
Menurut IDAI, meskipun obat anti diare sering digunakan namun obat anti diare tidak
mempunyai keuntungan praktis dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada
anak.1 Sedangkan menurut WHO pemberian obat untuk menghilangkan gejala simptomatis
seperti nyeri perut atau untuk mengurangi frekuensi BAB tidak disarankan karena dapat
menambah parah penyakit yang ada. Antibiotik dapat diberikan secara selektif sesuai indikasi
berdasarkan program lintas diare.
Penatalaksaan diare akut sebaiknya didasarkan pada departemen kesehatan dengan
merujuk pada panduan WHO didukung oleh IDAI yang menetapkan strategi 5 pilar
penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare pada anak baik yang dirawat dirumah ataupun
di rumah sakit yang dikenal dengan program LINTAS DIARE (Lima Langkah Menuntaskan
Diare), yang terdiri atas:1,2
1. Rehidrasi
Rehidrasi dengan oralit dan cairan resusitasi sesuai derajat dehidrasi. Beri cairan rumah
tangga sebagai tambahan seperti kuah sayur, air tajin, air matang, dll.
2. Pemberian zinc selama 10 hari berturut-turut
Beri zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat diberikan dengan
cara dikunyah atau dilarutkan dalam satu sendok air matang atau ASI. Umur < 6 bulan
diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari. Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari.
3. ASI dan makanan tetap diteruskan, untuk mencegah kurang gizi
15
Selama diare pemberian ASI tidak boleh dikurangi atau dihentikan. Beri makan sesuai
umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat. Beri makan rendah serat,
frekuensi lebih sering dari biasanya dengan porsi kecil (setiap 3-4 jam).
4. Antibiotik selektif sesuai indikasi
5. Edukasi kepada orang tua atau pengasuh untuk membawa anak kembali ke petugas
kesehatan bila: berak cair lebih sering, muntah berulang, sangat haus, makan dan minum
sangat sedikit, timbul demam, berak berdarah, dan tidak membaik dalam 3 hari. Serta
edukasi untuk pencegahan faktor resiko diare.
Probiotik dianjurkan diberikan pada anak dan orang yang baru sembuh dari penyakit.
Probiotik adalah mikroorganisme yang bila dikonsumsi per oral akan memberikan dampak
positif bagi kesehatan manusia dan merupakan galur flora usus normal yang dapat diisolasi
dari tinja manusia sehat. Asam laktat yang dihasilkan oleh Lactobacillus dalam yogurt dapat
menghambat pertumbuhan beberapa spesies bakteri patogen.1 Lactobacillus dan
Bifidobacterium biasanya berperan pada terapi untuk diare, terutama diare akut. Pada saat
seseorang terkena penyakit diare, selain larutan rehidrasi oral dan zinc sebagai terapi
utamanya, probiotik juga bisa dijadikan terapi tambahan untuk mempercepat penyembuhan
diare tersebut.1
Menurut IDAI, setelah dilakukan evaluasi dan status hidrasi membaik, pilih
pengobatan selanjutnya yang sesuai yaitu pengobatan diare tanpa dehidrasi. Anak dapat
dipulangkan dan dirawat dirumah dengan diberikan 6 bungkus oralit kepada ibu bila anak
sudah dirawat dengan terapi dehidrasi ringan sedang. Prognosis ad vitam adalah ad bonam
karena anak pulang dengan kondisi tanda-tanda vital dalam batas normal. Prognosis ad
functionam adalah ad bonam karena saat anak pulang terlihat aktivitas anak sehari-hari tidak
terganggu. Prognosis ad sanationam dubia ad bonam karena jika ibu pasien tidak menerapkan
perilaku hidup bersih dan sehat, maka tidak menutup kemungkinan anak bisa kembali
mengalami diare.1
Untuk penatalaksaan yang didapatkan anak untuk diare nya: Rehidrasi
70cc/kgbb/5jam: 595 = 113cc/jam, selanjutnya RL maintenance 850cc/24 jam, Zinckid syr
2x1,5 cth, Probiokid sach 2x1,5 sach, PCT syr 3x2 cth (jika demam). Pada anak telah selesai
rehidrasi dan klinis sudah membaik.

Anemia
Anemia dapat didefinisikan secara kuantitatif maupun fisiologis. Diagnosis anemia
ditetapkan berdasarkan perbandingan kadar hemoglobin pasien dengan kadar normal spesifik

16
usia. Dalam kasus ini usia pasien 10 bulan 15 hari dengan Hb 9.3 g/dL dimana kadar itu
cukup menurun dibanding Hb rerata seusianya. Untuk memastikan dan menentukan etiologi,
anemia dapat dilakukan pemeriksaan anjuran yaitu pemeriksaan darah rutin ulang dan
pemeriksaan SHDT atau sediaan hapus darah tepi.

Gambar 2. Nilai Hematologis bayi dan anak

Delayed Imunisasi
Imunisasi campak diberikan pada usia 9 bulan dan dosis ulangan pada usia 6-59 bulan
serta saat SD kelas 1-6. Bagi anak yang terlambat/belum mendapat imunisasi campak: bila
saat itu anak berusia 9-12 bulan, berikan kapan pun saat bertemu. Bila anak berusia >1 tahun,
berikan MMR. Pada kasus ini pasien belum imunisasi campak padahal usinya sudah 10 bulan
15 hari. Imunisasi dapat diberikan kapanpun ketika pasien telah sembuh. Apabila usia anak
sudah berada di luar usia yang tertera pada jadwal imunisai, maka imunisasi harus diberikan
kapan saja pada umur berapa saja sebelum anak terkena penyakit tersebut.

Edukasi
Orang tua harus mengetahui tanda-tanda bahaya (sesak, berak cair lebih sering, muntah
berulang, sangat haus, makan dan minum sangat sedikit, timbul demam, berak berdarah, dan
tidak membaik dalam 3 hari). Serta edukasi untuk pencegahan faktor resiko diare dan harus
segera membawa anak ke rumah sakit. Untuk imunisasinya disarankan segera pergi ke
puskesmas tempat biasa diimunisasi dan catat di buku jadwal.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Suryawan A, Chairulfatah A, Kurniawan A,dll. nelson ilmu kesehatan anak esensial.


Edisi 6 Jakarta: EGC. 2014.h.527-528. 456-60
2. Alberta Medical Association. 2001.Guideline for The Diagnosa and Management of
Community Acquired Pneumonia Pediatric. Diunduh tanggal 10 januari 2017 dari
http:/www.albertadoctor.org.
3. Matondang, Cory, endang ,dll.Diagnosis fisik pada anak. Edisi dua. Jakarta: Sagung
Seto; 2003. h. 45-6.
4. Pong AL, Bradley JS. Guidelines for the selection of antimicrobial therapy in
children. Nat Rev Microbiology; 2004. p. 869-71.
5. Raharjoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak. 1st ed.
Jakarta: IDAI;2010. hal. 350 -365.
6. IDAI. Buku ajar gastroenterologi-hepatologi. Jilid I. Jakarta: UKK-Gastroenterologi-
Hepatologi IDAI. 2010. h. 87-118.
7. WHO. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. 2009. h. 131-53.
8. http://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/melengkapi-mengejar-imunisasi-bagian-
ii

18

Anda mungkin juga menyukai